CHAPTER 9
- Something hidden -
“Seharusnya kau tidak melakukannya Suzu.. kau tahu kan, Chinen…dia sangat menyayangimu..” Mirai berbicara pelan sambil tangan kanannya menyisir rambut panjang sebahu Suzuka, sementara gadis itu duduk diam membelakanginya.
“Aku hanya takut Jingi berbalik ke belakang dan melihatnya, itu saja…” jawab Suzuka tak kalah pelan. “Aku juga tidak menyangka Chinen akan semarah ini..”
Mirai mengehtikan gerakannya menyisir lalu mulai memintal rambut Suzuka menjadi 2 bagian. “Tapi ini Chinen… sekesal apapun dia, dia tidak mungkin membencimu..”
Suzuka menoleh. “Menurutmu begitu?”
“un..” Mirai mengangguk, kemudian tersenyum kecil. “Besok semuanya pasti akan kembali normal… Chinen akan muncul di pagi hari untuk menjemputmu, lalu minta maaf dan berjanji tidak akan marah-marah lagi..”
Suzuka mengangguk sesekali tertawa. Meskipun begitu, dalam hatinya gadis itu berdoa. Semoga yang semua Mirai katakan benar. Semoga, besok Chinen akan datang dengan senyumannya yang biasa, tawanya yang kekanakan, dan sinar matanya yang hangat hanya untuk gadis itu.
Semoga.
* * * * * * * *
“Loh, Chinen mana?” Mirai bertanya kaget ketika pagi ini ia dan Suzuka hanya menemukan Yuto beserta mobilnya yang menunggu di teras. Selain itu, tidak ada. Ekspresi wajah Suzuka langsung berubah kaku.
“Itu… tadi waktu aku kerumah Chii untuk mengajaknya bareng kesini, dia sudah pergi… ” Yuto sedikit meringis. Mirai membelalakan matanya.
“Eeh?! Tapi kan—“ kata-kata Mirai terhenti lantaran gadis itu sejenak melirik ke samping dan mendapati Suzuka nampak tidak se-fit sebelumnya. Gadis itu buru-buru memutar arah pembicaraannya“AAh.. kalau begitu, kita berangkat sekarang saja, ne Yuto?”
Yuto segera mengangguk lalu bergerak ke mobilnya untuk membukakan pintu. Suzuka masih diam. Langkahnya normal, wajahnya masih kaku. Namun lebih dari itu Mirai melihat segumpal air mata yang kalau tidak ditahangadis itu lagi, bisa menetes begitu saja.
“Suzu…”
“Ayo kita berangkat…” Suzuka tersenyum miris sebelum kemudian bergerak terlebih membuka pintu jok belakang mobil. Mirai dan Yuto saling pandang, lalu gantian memperhatikan gadis itu khawatir.
“Daijoubu ka?” tanya Yuto setengah berbisik. Mirai bukannya menjawab, malah menghela nafasnya berat dan balas bertanya.
“Menurutmu Chinen benar-benar marah pada Suzuka?”
Yuto hanya mengangkat bahu.
* * * * * * * *
“Hai! Aku selesai…” Misaki mengatupkan tangannya mengucap doa terima kasih dilanjutkan dengan membereskan buku-bukunya, sementara ibunya membereskan piring bekas makan mereka. Selesai dengan buku-bukunya, Misaki bergerak mendekati sang ibu dan mencium pipi kanannya. “Arigatou Kaa-chan, itekimas...”
“Eh, tidak tunggu Miki dan Jingi dulu?” Tanya Yukimura Sayu agak heran melihat putrinya berangkat sendiri tanpa dijemput Kamiki dan sepupunya Jingi. Misaki menggeleng.
“Aku disuruh berangkat duluan. Tidak tahu deh mereka masih ngapain..”
“Sou kah..” Sang ibu mangut-mangut mengerti kemudian tersenyum kecil. “Sa, itarashai ne..”
Misaki mengangguk. Gadis itu sudah berjalan beberapa langkah menuju pintu, namun entah kenapa ia lalu kembali pada ibunya.
“Loh kenapa? Lupa sesuatu?” tanya Sayu heran. Misaki menggeleng.
“Hari ini Kaa-chan masuk kantor?” gadis itu balas bertanya.
“Iya nih. Sebentar kamu makan diluar saja ya…atau dirumah Jingi. Kaa-chan belum sempat masak makan siang..”
Misaki mengangguk lagi. “Un, kalau begitu aku berangkat deh. Jaa.. Kaa-chan…”
“Jya..”
Dihantar ucapan sampai jumpa ibunya, Misaki bergerak keluar melalui pintu depan lalu mulai berjalan di atas trotoar. Langkahnya cepat, disesuaikan dengan waktu pada jam tangan merahnya agar cukup 5 menit yang dibutuhkan untuk perjalanannya menuju halte bus kali ini.
Belum juga 1 menit berjalan, Misaki terpaksa berhenti ketika sebuah mobil berwarna hijau lumut yang tak dikenal mendadak muncul di sampingnya dan tengah berusaha mensejajarkan lajunya dengan kecepatan langkah gadis itu. Satu alis Misaki terangkat, tidak mengenali siapa oknum bermobil—yang dilihat sekilas saja sudah bisa dipastikan kalau benda tersebut baru dibeli. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ketika pengendara mobil tersebut menurunkan kaca mobillnya dan memperlihatkan wujudnya yang sebenarnya.
“Yo, Misaki!”
Misaki ternganga. Pengendara mobil itu tersenyum lebar padanya, dan ternyata tidak hanya ada satu penghuni benda bermesin tersebut, tapi 2. Manusia yang satu lagi tertawa ngakak.
“MIKI?!” pekik gadis itu tidak percaya. “Kau…. Ini mobilmu?!” tanyanya dengan nada keterkejutan yang kentara jelas. Kamiki memperlebar senyumannya.
“Bagaimana? keren kan?” pemuda itu minta pendapat. Misaki kehilangan kata-kata dan hanya bisa menutup mulutnya agar tidak berteriak histeris. Sumpah! Salah satu sahabat terdekatnya membeli sebuah mobil baru yang keren dan nampak mewah—meskipun belum bisa disejajarkan dengan mobil seorang Yamada Ryosuke yang dinaikinya kemarin—adalah sebuah serangan kejutan sendiri buat Misaki. Jingi sering bercerita kalau Kamiki adalah putra salah satu pengusaha terkenal meskipun ia selalu terlihat sesederhana pasangan sepupu itu. Namun saat ini, Misaki tidak menyangka sama sekali. Mobil baru…dan Kamiki?
“Misaki terlalu syok sampai nggak bisa ngomong tuh..” Irie menggoda dari posisinya di samping Kamiki. Tersadar dari keterkejutannya oleh kata-kata sang sepupu barusan, Misaki langsung mendekat.
“Kok Aku nggak tahu kau mau beli mobil?” tanyanya cepat dengan nada mengintimidasi. Jingi langsung cekikikan.
“Lha? memang kau istrinya Miki apa? Harus tahu semuanya?” goda Jingi lagi. Misaki dengan sangat kesusahan berusaha menggeplak kepala pemda itu, namun sayang, ia terletak nun jauh disisi sebelah. Akibatnya malah wajah Kamiki yang terkena punggung tangannya. Tapi bukannya minta maaf, Misaki malah melanjutkan perangnya dengan Jingi.
“Kau saja tahu! Kenapa aku tidak?!” balasnya. Jingi tidak mau tinggal diam dan memilih ikut terjun dalam perang tersebut.
“Kau saja tahu! Kenapa aku tidak?!” balasnya. Jingi tidak mau tinggal diam dan memilih ikut terjun dalam perang tersebut.
“Aku kan sahabatnya—“ kata-kata pemuda itu terhenti dan seketika terganti seringaian jahat di bibirnya. “Atau...jangan-jangan kau cemburu karena Kamiki memberitahuku hal ini lebih dulu kan? Kau cemburu kan? Iya Kan? Kan? Kan?”
“Hah? Cemburu? Aku? Hahahaha..” Misaki tersentak, sontak tertawa paksa. “Chi-Chigau yo.. aku hanya merasa Miki tidak adil karena cuma memberitahumu kalau dia beli mobil, padahal kita sahabatannya bertiga..”
“Nih udah aku kasih tahu… plus buktinya lagi..asli!” Kamiki ikut nimbrung dalam perang 2 manusia itu. Misaki memiringkan bibirnya sedikit.
“Terima kasih ya untuk infonya yang telat!” ucapnya sakratis sambil melirk pemuda di belakang stir itu. Kamiki nyengir kuda monyet.
“Misaki cemburu~ Misaki cenburu~” selagi Misaki berpindah target ke Kamiki, Jingi malah bernyanyi ambil goyang asal disampingnya. Tindakannya jelas membuat Misaki kesal pangkat tiga.
“Jingi sialan!” Umpatnya sambil menatap elang sepupunya itu. Sama seperti kamiki, pemuda itu hanya bisa nyengir monyet.
“Sudahan deh perangnya... kita bisa telat ke kampus..” Kamiki menghentikan lagi perbincangan beratmosfer negative 2 temannya itu. “Misaki, ayo naik…” Tawarnya kemudian. Misaki manyun 5 detik sebelum akhirnya membuka pintu belakang mobil dan masuk kedalam.
“Gimana tanggapanmu?” Kamiki belum menjalankan kembali mobilnya dan malah menoleh kebelakang untuk bertanya pada Misaki. Gadis itu angguk-angguk.
“Bagus.. keren..kesannya ewah..”komentarnya jujur. Kamiki cekikikan.
“Waah.. sankyuu atas pujiannya..” Pemuda lalu memasukan kopling. “Kita berangkat sekarang…” pedal gas diinjak dan melajulah mobil hijau lumut mengkilap itu dijalanan.
“Demo, Miki…” Misaki tiba-tiba teringat sesuatu. Yang dipanggil mendengarkan dengan seksama tanpa melepaskan konsentrsinya pada jalanan di depan.
“Ya?”
“Memangnya kau bisa bawa mobil?”
Pedal rem mendadak diinjak. Misaki, Kamiki, dan Jingi terlempar beberapa senti ke depan. Tapi beruntung ketiganya menggunakan sabuk pengaman sehingga mereka tidak terluka. Kamiki menoleh kebelakang agar bisa melihat wajah Misaki jelas.
“Bisalah Misaki… aku kan sering pakai mobil ayahku… lagian kalau aku nggak bisa bawa mobil, ya ngapain aku beli…”
Puas dengan jawaban Kamiki, Misaki lalu mengangguk.
“Benar juga…”
“Susaaaaaah deh punya sepupu telat mikir begini…” komentar Jingi. Misaki cepar-cepat memberi geplakan ringan di kepala pemuda itu sambil merengut. Jingi memekik kesakitan sepersekian detik lalu ganti mengelus-elus organ yang jadi korban penganiayaan tadi pelan.
“sakit ah!” omelnya. Misaki pasang muka kesal.
“Bodo!”
“Oi..sudah! Kalian kayak anak kecil tau nggak..” Kamiki kembali menengahi. Jingi dan Misaki langsung diam. Pemuda itu menggeleng-geleng sambil tersenyum lucu, kemudian menjalankan mobilnya lagi. “Kalau berantem lagi, dua-duanya kuturunkan di pinggir jalan. Biar jalan kaki kalian ke kampus..”ancamnya. jingi dan Misaki menundukan kepala.
“Hai!!” jawab keduanya nyaris bersamaan.
* * * * * * * *
Sepasang kekasih itu memperhatikan dengan awas target mereka yang tengah asyik menyeruput jus jeruk kemasannya. Meskipun lewat sudut pandang mata awam, mereka terlihat sedang mengamati sang oknum manusia peneguk jus, ternyata selidik punya selidik, yang mereka perhatikan bukan sang target, melainkan kemasan jus jeruk di tangannya. 5 menit nyaris berlalu sampai oknum peneguk jus tersebut menyelesaikan acara minumnya dan mengalihtempatkan kemasan orang-kuning di tangannya itu ke tempat sampah. Kedua pengamat tadi menatap antusias ketika kemasan jus tersebut terdepak dengan indahnya ke sebuah tempat sampah berwujud kotak yang tak begitu jauh dari mereka. Kedua mata masing-masing makin semangat ketika target mereka lalu pergi menjauhi tempat sampah itu entah kemana.
Saatnya beraksi.
Momoko Tsugunaga memulai langkah pertamanya dengan berdiri di depan tempat sampah itu, membelakanginya sehingga beberapa mahasiswa lain penunggu ruangan tersebut tidak bisa melihat kekasihnya yang sedang menggunakan sarung tangan plastic dan tengah bersiap membongkar seisi tempat sampah tersebut, mencari kemasan jus jeruk yang mereka intai sejak tadi.
Semangat 100 % Daiki Arioka yang masih dirasakannya ketika memakai sarung tangan tadi seketika mencelos ketika melihat isi dari kotak abu-abu di depannya. Matanya terbelalak, mulutnya terbuka lebar menunjukan ekspresi kaget plus heran.
“Kemasan Jus jeruknya banyak banget?!” tanyanya tidak percaya ketika menemukan seisi tempat sampah tersebut nyaris terisi hanya oleh kemasan jus jeruk yang sama persis dengan kemasan target mereka tadi. Momoko melirik sedikit kebelakang dan sama terkejutnya dengan Daiki melihat isi tempat sampah tersebut.
“Terus gimana nih? Aku nggak tahu yang mana kemasan bekas Yukimura..” tanya Daiki lagi. Momoko menggeruk kepalanya agak bingung.
“Angkut semuanya deh. Kita nggak bisa ambil resiko meninggalkan kemasan yang lain…” sarannya. Daiki mengangguk, tapi masih juga berpikir.
“Atau kita bisa tinggalin kemasan yang ada di dasar. Kan tidak mungkin kemasan Jus Yukimura langsung nyelip di dasar…” ujar Daiki lagi mempersempit kemungkinan. Momoko tak sependapat.
“Jangan, Daichan. Kita tidak boleh melewatkan satu kemasan pun.. begitu kata Suzuchan…”
Daiki manyun. “Jadi harus dibongkar nih tempat sampahnya?”
Momoko mengangguk. Daiki makin manyun, bibirnya malah dimajukan beberapa senti.
“iya deh..” jawabnya malas kemudian mulai memungut satu demi satu kemasan jus jeruk dalam tempat sampah dan memasukannya dalam kantong plastic hitam besar di tangan kirinya. Beberapa mahasiswa lain yang tidak sengaja melihat tindakan abnormal pemuda itu hanya bisa celangapan. Pikiran mereka seolah terangkum dalam satu pertanyaan simple yang muncul di kepala masing-masing, meskipun pertanyaan tersebut jauuuuuuuuh bertolak belakang dari kebenaran dibaliknya.
‘Ngapain tuh orang ngacak-ngacak tempat sampah? Pemulung ya?’
* * * * * * * *
Suzuka sudah menelusuri nyaris seluruh ruangan gedung utara kampus ketika objek yang dicarinya sejak tadi akhirnya tertangkap lensa matanya: Pemuda berpostur tinggi yang kini tengah duduk sendirian dalam satu ruangan kelas sambil membaca sebuah buku agak tebal bertitle biokimia industri. Konsentrasi pemuda itu nampaknya tercurah penuh ke buku dalam genggamannya tersebut sehingga kehadiran Suzuka yang tiba-tiba saja berdiri di depannya sama sekali tidak ia sadari.
“Yo, Irie-kun!” sapa gadis itu akrab. Mendengar suara familiar itu, Jingi segera mengalihkan pandangannya dari bacaannya dan menoleh antusias ke gadis yang kini tengah tersenyum manis kepadanya. Pemuda itu sontak terpesona. Demi apa keberuntungan terus mendatanginya sejak pagi tadi. Mulai dari mobil baru Kamiki, buku yang dicarinya sejak lama ternyata merupakan salah satu koleksi prpustakaan Meiji yang membuatnya berakhir keasyikan membaca di kelas kosong ini dan lalu…Ohgo Suzuka? Malaikat hatinya, gadis yang telah menjadi bunga mimpinya selama 2 hari terakhir ini muncul dan menyapanya dengan ramah. Adakah yang lebih baik dari hari ini? Dan bukankah ini berarti… mereka ditakdirkan untuk bersama?
Jingi seketika mupeng.
“Oh.. Hai Ohgo-san...” balasnya. Pemuda itu menggeser posisi duduknya. “Mau duduk disini?” tawarnya sembari menunjuk sisi bangku yang kosong disampingnya. Suzuka mengangguk lalu ikut duduk.
“Kau suka biologi atau kimia?” Suzuka bertanya enteng sembari kedua matanya melirik buku di tangan Jingi. Pemuda itu tersenyum tipis.
“Kimia actually… tapi aku juga suka biologi. Apalagi kalau keduanya digabungkan..” Jingi melepaskan pandangannya dari buku lalu ganti menatap Suzuka. “Kalau Ohgo-san?”
“Kimia. Teknokimia khusunya…”
“Kau ambil Jurusan itu?” Tanya Jingi langsung bersemangat. Suzuka mengangguk. “Sama! Aku juga ambil Teknokimia! Saa, kita akan jadi rekan sejurusan na..” ujarnya nampak senang. Suzuka hanya bisa tertawa kecil.
“Ah, irie-kun, aku hampir lupa. Aku kesini mau mengembalikan ini..” Gadis itu mengeluarkan map biru mudanya, lalu menarik keluar satu lembaran kertas dari dalam. “Biodata Yukimura-san. Aku menemukannya terselip dalam dokumen milikku. Maaf baru ku kembalikan sekarang, solanya aku baru sadar biodata ini ada padaku setelah tiba dirumah. Hontou ni gomen na…”
“Oh, Tidak apa-apa… sungguh. Kami sudah mengumpulkan salinannya…aman kok..”
Suzuka mengelus dadanya lega. Namun ekspresi wajahnya tiba-tiba saja berubah. “Demo Irie-kun, aku sedikit penasaran dengan biodata Yukimura-san..”
Jingi memiringkan kepalanya. “Hn?”
“Sebelumnya aku minta maaf karena sudah iseng membaca biodatanya…hontou ni gomenasai…”
“Ii yo.. lanjutkan saja. Ada apa?”
“Itu… aku penasaran dengan sekolah Yukimura-san. Di biodatanya tertulis Yukimura-san bersekolah di sekolah umum hanya sampai kelas 2 SMP lalu seterusnya homeschooling. Kenapa? Apa telah terjadi sesuatu padanya saat SMP sampai dia tidak mau bersekolah di sekolah umum lagi?”
Jingi tidak sempat berpikir dan dengan refleks menjawab. “Tentu saja. Saat kelas 2 SMP kan Misaki meninggal karena kecelakaan…”
* * * * * * * *
Langkah Ryosuke sontak terhenti ketika sesosok pemuda seumurannya tiba-tiba muncul di depannya. Pemuda itu mengerutkan kening, bingung, sementara pemuda yang memblokadenya tadi terseyum ramah.
“Yamada-kun, bisa kita bicara berdua?”
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar