Minggu, 01 Januari 2012

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.8

CHAPTER 8
- A way to find the truth-

Gadis itu terperangah. Hembusan angin tidak lagi bertiup senormalnya, malah kali ini terasa seperti terjangan badai mematikan. Laju kendaraan itu terlalu cepat, demi Tuhan. Seumur-umur, ia tidak pernah berkendara dengan kecepatan kilat macam ini. Tidak kuat menahan diri, gadis itu lalu berteriak histeris.

“KYAAAA!! TURUNKAN AKU!!!! YAMADA RYOSUKE HENTIKAAN! KITA BISA MATII!!!”

Bukannya menuruti permintaan Misaki atau alih-alih menurunkan laju mobilnya, Ryosuke malah memacunya makin cepat.

“Daijoubu.. Aku sudah profesional, Yukimura. kita tidak akan mati. …” jawab pemuda itu santai tanpa mengalihkan konsentarisnya dari jalanan lenggang di depan. Misaki gantian menatap pemuda itu dan jalanan yang siap mereka lalui horror.

“Kau memang sudah gila…” Gumamnya sters sambil mencengkram sabuk pengamannya kuat. Mendengar gumaman gadis disampingnya itu, Ryosuke sontak tertawa ngakak.

“Takut Yukimura?” goda pemuda itu di sela-sela tawanya. Misaki menggigit bibir bawahnya kesal.

“Sial! Kalau tahu begini jadinya, aku tidak akan mau diantar olehmu….” Umpatnya kemudian. Ryosuke nyengir kuda sampai beberapa menit kemudian keduanya telah sampai di salah satu rumah sederhana bercat kuning muda.

“Disini kan?” tebak Ryosuke membuka kembali pembicaraan. Misaki—yang sampai beberapa detik lalu hanya menutup mata kali ini tersenyum senang plus kaget.

“Hebat! Kau tahu rumahku!” serunya dengan mata berbinar-binar. Ryosuke melongo sebentar lalu menggeleng.

“Pelupa. Bukannya jelas-jelas kau sudah memberikan alamat lengkap dengan ciri-ciri rumahmu..”

“Eeh? Kau mendengarkan ya? Kukira konsentrasimu penuh ke mobil…”ujar Misaki sambil tertawa kecil. Ryosuke mengangkat sebelah alis lalu tersenyum agak nakal.

“Aku multitasking…” jawabnya cepat. “Hei, cepat masuk dan ambil biodatamu… kalau berlama-lama disini kita bisa terlambat kembali ke kampus..” lanjutnya sekalian mengusir Misaki agar cepat memasuki kediamannya untuk mengambil salinan biodatanya. Misaki tersadar dan buru-buru membuka pintu mobil. Namun kemudian, gerakannya terhenti.

“Ayo masuk..” Ajak gadis itu sambil tersenyum. Ryosuke menggeleng.

“Tidak usah… aku tunggu disini saja…”

“Hontou? Di dalam ada kue looh…” Misaki kembali mengajak sembari mengiming-imingi pemuda itu dengan kue buatan ibunya. Ryosuke tertawa kecil mendengar tawaran gadis itu.

“Arigatou. Tapi aku sudah kenyang…” pemuda itu tersenyum. “Sudah, Pergilah… nanti kita bisa terlambat…” Ryosuke kembali mengusir Misaki. Gadis itu menggembungkan pipinya pura-pura kesal sebelum menutup pintu mobil dan memasuki rumah.
Tepat setelah sosok Misaki menghilang tertelan pintu rumahnya sandiri, Ryosuke sontak menyandarkan punggungnya ke jok. Nafasnya ditarik perlahan, matanya terpejam, bibirnya terbuka sedikit untuk menggumamkan beberapa kata.

“Dia benar-benar mirip Umika…” bisiknya pelan dengan nafas tertahan. Perasaan itu datang lagi, kerinduannya yang mendalam terhadap Umika serta kesesakan yang seolah kembali mengahantuinya setelah lebih setengah tahun terakhir.
Bodoh. Kenapa dia nekat menciptakan jarak sedekat ini dengan Yukimura? Padahal..dia hanya akan menyakiti dirinya sendiri karena fakta bahwa gadis itu bukan Umika. Wajah mereka boleh sama, namun baginya, selamanya hanya ada satu, Umika yang telah tiada. 

*
“Kaa-chan tadaima..” satu seruan kekanakan terdengar disusul munculnya sesosok gadis manis berkemeja kotak-kotak biru tua. Yukimura Sayu, Wanita paruh baya yang baru saja mendengar namanya disinggung sang anak gadis itu tergopoh-gopoh meninggalkan pekerjaannya di dapur demi menyongsong putrinya yang tumben-tumbenan pulang sepagi ini.

“Misaki..? loh, sudah pulang?” tanyanya heran melihat putrinya tiba-tiba saja sudah muncul kembali di rumah sambil membongkar-bangkir laci-laci didepannya. Tergesa-gesa pula.

“Jingi menghilangkan biodataku. Jadi aku mau ngambil salinannya…” Misaki masih sibuk mencari salinan biodatanya diantara tumpkan-tumpukan kertas berwarna. Sayu tidak membantunya, malah pergi memasuki kamarnya sendiri. Misaki yang menyaksikan ibunya nampak cuek saja lalu mendengus. Kaa-channya tidak bisa dimintai bantuan ternyata.
Namun selang beberapa menit kemudian, sang ibu kembali muncul dengan selembar map di tangannya.

“Nih..” ujar wanita itu lembut seraya menyerahkan map tersebut pada Misaki. Misaki belum menerima pemberian itu karena masih keheranan.

“Eh? Ini..” tanya gadis itu masih tidak ngeh. Sayu menggelengkan kepalanya sebelum menyerahkan lembat tersebut tepat ditangan Misaki.

“Salinan biodatamu. Pergilah, harus dikumpul hari ini kan?” wanita itu tersenyum lembut. Misaki masih ternganga sebentar sebelum kemudian matanya berkaca-kaca.

“Huwaa… Kaa-chan arigatou..” serunya senang lalu tiba-tiba memeluk ibunya. Menyesal, tadi ia sempat berpikir kalau wanita baik hati di depannya itu akan mengabaikannya.

“Hai.. sudah, pergilah. Eh, kamu kesini sendiri?” tanya Sayu setelah menyadari kalau sejak tadi tidak ada eksistensi lain selain dirinya dan Misaki yang secara tidak langsung menunjukan kalau putrinya kembali ke rumah sendirian. Namun ternyata, tidak. Misaki tersenyum sambil menggeleng.

“ii.. aku diantar temanku…” jawabnya.

“Eeh..? teman siapa? Aah.. perempuan atau laki-laki? Baik tidak?” Wajah sayu langsung berbinar-binar. Ditoyor-toyornya bahu putri sematawayangnya itu dengan jari telunjuknya. Misaki cepat-cepat mengelak dari toyoran sang ibu.

“laki-laki siih.. aku baru mengenalnya hari ini..tapi, sepertinya dia baik...” jelas Misaki. Sang ibu nampak kaget.

“Aree..? teman laki-laki? Kaa-chan pikir kamu hanya naksir Miki-kun..” goda sayu. Kedua pipi Misaki otomatis bersemu merah.

“ii… chigau, Kaa-chan..”

“ara… wajahnya sudah memerah….” Godaan sayu semakin menjadi-jadi. Telunjuk kanannya lalu berpindah sasaran dari bahu misaki ke pipi memerah gadis itu.

“Mou, yameru yo, Okaa-chaan!!” Misaki agak kesulitan menyingkirkan jari nakal ibunya dari pipinya. Wanita itu hanya cekikikan.

“Hai. Sa, pergilah. Nanti kau bisa terlambat..” Sayu mengambil tas selempang coklat yang tergolek di lantai karena dibuang sembarangan oleh Misaki lalu melingkarkannya di bahu putrinya itu. Satu ciuman kecil lalu mendarat di pipinya.

“Hai, Arigatou Kaa-chan.. Jya~” pamit Misaki sebelum dengan semangat tinggi berlari keluar rumah. Sayu mengikutinya dari belakang dan berhenti di depan pintu setelah gadis kecilnya itu resmi memasuki mobil.

*

“Itu ibumu..?” Tanya Ryosuke ketika Misaki sudah memasuki mobilnya dan mulai memasak sabuk pengaman. Misaki mengangguk semangat sambil memandang sosok ibunya lewat kaca mobil..

“Kirei deshou?” Ujar Misaki setengah melirik Ryosuke. Pemuda itu tersenyum kecil.

“Ibumu lebih cantik darimu…” komentar Ryosuke asal. Misaki mengangguk senang namun setelahnya sadar bahwa Ryosuke ternyata sedang menggodanya. Gadis itu tersenyum kecut.

“Cih..”

“Pamitlah pada ibumu..” komando Ryosuke kemudian. Misaki menurunkan kaca gelap mobil lalu melambai pada ibunya.

“Jaa, Kaa-chaan!!”

“Jaa.. hati-hati di jalan…” balas sang ibu dengan lambaian tangan yang sama. Diam-diam matanya tengah melirik kearah pemuda berambut coklat tua yang duduk di belakang kemudi. Wajahnya tidak  begitu terlihat karena terhalang kepala Misaki yang menyembul keluar dari jendela mobil. Dan setelah mobil mewah itu menghilang dibalik tikungan jalanpun, Yukimura sayu belum juga bisa mengetahui seperti apa rupa pemuda baik hati yang tengah bersama putrinya itu.

*

Mobil sport hitam itu baru saja meninggalkan kediaman Yukimura ketika satu pertanyaan bernada polos meluncur dari bibir Misaki.

“Kau tidak ngebut?”

Ryosuke menyeringai sedikit sebelum menjawab. “Kalau mobil ini kubawa dengan kecepatan 20 km/jam pun kita masih bisa sampai tepat waktu..”

Misaki mengangguk sementara Ryosuke sesekali mencuri pandang kearahnya.

“Ayahmu…” lanjut pemuda itu mengalihkan topik. “..bekerja ya?”

Gadis yang ditanyai terdiam sesaat kemudian menggeleng. “Ayahku  sudah meninggal..”jawabnya pelan. Ryosuke tersentak kaget dan langsung menatap Misaki iba.

“Maaf, aku…”

“Daijoubu… kejadiannya sudah lama sekali kok..”ujar Misaki tegar. Ryosuke tidak lagi bertanya, hanya tersenyum selama perjalanan mereka ke kampus selanjutnya. Butuh waktu nyaris 20 menit sampai keduanya tiba di kampus. Di area parkir ada Kamiki dan Jingi yang nampak cemas menunggu Misaki kembali. Segera Ryosuke memarkir mobilnya disalah satu spot agar Misaki bisa segera menemui kedua temannya itu dan  mengurus administrasinya. Setelah kendaraan roda 4 itu berhenti, Misaki—setelah sebelumnya berterima kasih pada Ryosuke langsung membuka pintu mobil dan mendekati kedua sahabatnya.

“Miki, nih…” Gadis itu menunjuk mapaberisi biodata di tangannya. “cepat kan…?” lanjutnya sambil tertawa senang. Kamiki balas tersenyum kecil sebelum mengalihkan pandangannya pada Ryosuke yang baru saja turun dari mobil dan mendekati mereka.

“Misaki…” Jingi buru-buru mendekati satu-satunya gadis di tempat itu sebelum Ryosuke benar-benar bergabung dengan Mereka. Misaki hanya mengangkat kedua alisnya menunggu kelanjutan kata-kata sepupunya itu. Jingi nampak ragu-raga bicara.
“Ne, kau tadi pulang bareng orang itu ya? Memang kau kenal dia?” tanyanya sambil menunjuk Ryosuke yang sedang bergerak mendekat dengan dagunya. Misaki menoleh ke belakang, memperhatikan Ryosuke sekilas lalu balik menatap Jingi.

“Yamada Ryosuke maksudmu..? aku memang pergi bersamanya tadi. Baik sekali dia mau menghantarku ke rumah..” jawab Misaki bangga. Jingi memiringkan bibrnya sedikit

“Aneh ih! Kau yakin dia tidak punya maksud macam- macam?” gumamnya rada-rada curiga. Misaki cekikikan

“ ii yo, Jingi…Yamada-kun bukan tipe seperti itu.. ”

Jingi nyaris melontarkan pertanyaan berikut namun keburu ditahannya gerakan kedua sisi bibirnya karena Ryosuke sudah berdiri manis di samping Misaki.

“Uhm.. hey..” sapanya ramah pada 2 pemuda beda wajah *A/N Ryosuke: ya jelas beda Dhy baka, lo kira kembar??* dan tinggi di depannya. Kedua manusia itu tersenyum, hanya saja senyuman Jingi terkesan kikuk sementara Kamiki nampak sangat ramah.

“Arigatou sudah mengantar Misaki…” ujar Kamiki sambil pelan-pelan menarik Misaki ke sisinya. Gadis itu hanya menuruti selagi jantungnya berdetak tak karuan. “Kalau kau tidak ada, saat ini Misaki mungkin belum juga tiba di rumahnya…”

“Douita…” balas Ryosuke tak kalah ramah. “Kebetulan aku juga tidak ada kegiatan. Biodataku sudah terkumpul sejak pagi...”

“Sou kah.. Kalau begitu kami ke ruang admisnistrasi dulu untuk mengumpulkan ini.. Tidak apa-apa kan… err…” Kamiki memiringkan kepalanya sedikit, agak lupa dengan nama pemuda di depannya kini. Ryosuke yang sadar Kamiki sepertinya melupakannya langsung tersenyum lebar. Agak aneh, selama 18 tahun hidupnya ini belum pernah ada orang yang bicara padanya tanpa tahu namanya.

“Yamada Ryosuke desu…”

“Oh, Hai. Yamada-kun… kami pergi dulu..” Kamiki menutup percakapan tersebut lalu segera menggandeng Misaki agar bergerak bersamanya. Dibelakang mereka, Jingi mengikuti. Kedua bola mata Ryosuke mengikuti ketiga eksistensi itu terus sampai mereka hilang dalam aula utama kampus.
Pemuda itu menarik nafasnya berat.
Pemandangan didepannya seketika menyayat serpihan hatinya yang tersisa. Sakit.

“Bodoh.. Dia bukan Umika..” bisiknya pelan pada diri sendiri.

* * * * * * * *

20.00 pm, Nakajima’s Residence

“Oi, Chii? Kau kenapa? Kusut amat tuh muka?” Yuto mengernyit nyaris tertawa melihat wajah salah satu sahabat baiknya penuh dengan guratan kesal yang membuatnya nampak seperti cucian basah. Lecek. Sementara pemuda kecil yang disinggung barusan langsung memasang wajah makin kesal.

“Tanya saja sama nona detektif itu…” gerutunya sembari memangku dagu. Sorot matanya yang tajam melirik ke samping, tepat kearah seorang gadis yang nampak tenang-tenang saja meskipun telah menerima tatapan seperti itu selama lebih dari 5 jam terakhir.

“Ne, Suzu.. doushita?” pertanyaan berpindah. Namun kali ini Shida Mirai yang menggantikan tugas kekasihnya yang sebelumnya bertanya sementara targetnya ikut berpindah dari Chinen Yuri kepada sang kekasih Ohgo Suzuka. Suzuka nampak berpkir sejenak.

“Tanyakan saja pada Momoko..” jawabnya kemudian. Mirai hanya bisa menggeleng sebelum pandangannya beralih pada Momoko.

“Doushita?” Mirai memainkan dagunya. Menerima isyarat dari Mirai, Momoko langsung bangkit dari posisi duduknya lalu berdiri di tengah-tengah kelompok tersebut.

“Baiklah. Atas permintaan Suzuchan, aku akan menjelaskan akar masalahnya..” gadis itu mulai bercerita. “Begini ceritanya. Pagi tadi, di kampus, saat menjalankan rencana kita mencuri biodata Yukimura Misaki dari sepupunya Irie Jingi, Suzuchan telah menggunakan suatu cara, yang sepertinya membuat Chinen kesal…”

“Cara apa?” Yuto langsung menyambung tanpa mendengar lanjutan penuturan Momoko. Gadis itu merengut kesal lalu mengomeli Yuto sebelum melanjutkan ceritanya.

“Kenapa sih selalu saja Yuto?! Bisa tidak kau sekali saja tidak menyela pembicaraan orang lain?” 

Yuto nyengir kuda. “Gomen…hehehe… lanjutin deh..”

“Huh..” ekspresi Momoko langsung berubah, dari kesal akut menjadi ramah. ”Nah..sampai dimana tadi? Ooh.. Chii kesal karena sehabis mereka berdua berpura-pura bertengkar, Suzuchan yang sedang acting menangis langsung saja memeluk Irie-kun, dan.., seperti inilah yang terjadi berikutnya. Kalian bisa menyebutnya perang dingin…”

Yuto dan Mirai terdiam, sibuk mencerna apa-apa saja yang baru Momoko ceritakan. Sementara Chinen melipat bibirnya makin kesal.

“Padahal tanpa memeluk pun aku sudah mendapatkan biodatanya…” komentar Chinen memecahkan konsentrasi Yuto-Mirai. Bukan hanya mereka berdua yang dikejutkan tanggapan Chinen yang tiba-tiba tersebut. Daiki dan Momoko, bahkan Suzuka pun ikut menatapnya kaget.

“Aku memeluknya agar dia tidak menoleh ke belakang selagi kau kembali untuk mengambil biodatanya.” Suzuka balas menanggapi komentar Chinen. Perhatian lalu beralih pada gadis itu.

“Tidak perlu kau peluk pun dia pasti akan selalu melihat padamu... Dari caranya memandangmu saja, orang bisa langsung tahu kalau dia suka padamu. Ah, bukan. Dia tergila-gila padamu!!” Chinen tetap tidak mau kalah dan balas mengomentari Suzuka. Sama seperti kekasihnya, gadis itu juga tidak ingin tinggal diam.

“Itu hanya tindakan antisipasi…”

“Antisipasi atau cari kesempatan?!”

“Aku tidak—“

“SUDAAAAH HENTIKAN!! KALIAN MEMBUAT KERIBUTAN DIRUMAHKU!!!” satu kalimat bernada teriakan dari Shida Mirai rasanya cukup untuk membuat pasangan kekasih yang tengah beradu mulut itu diam. Dan bukan hanya kediaman yang tiba tiba itu saja, seluruh mata dalam ruangan yang tengah mereka tongkrongi pun otomatis melirik padanya. Menyadari cara pandang aneh teman-temannya yang seolah mengatakan ‘rumah-lo-?-bukannya-ini-rumah-Yuto-ya’ gadis itu langsung tersadar.
“Ehm… maksudku rumah Yuto..” sambungnya sambil tertawa kikuk. “iya…kalian sudah bikin ribut di rumah Yuto.. hehehe…”

“Waktu Chii sama Suzu ribut, Mirai pasti lagi ngayal jadi istrinya Yuto..” Daiki setengah berbisik menggumam di dekat telinga Momoko. Sayang seribu sayang, objek yang jadi bahan gumaman pemuda itu mendengar dengan sangat jelas apa yang baru saja terlontar dari mulutnya.

“Aku dengar itu Dai!” seru Mirai sambil melemparkan tatapan elangnya ke wajah chubby Daiki. “Dan aku tidak pernah menghayal jadi istrinya Yuto. ..err.. ya, pernah sih, tapi bukan saat ini, kau mengerti?”

“Gomen..hehehehe” Daiki hanya cengengesan. Mirai kembali duduk dengan wajah super merah. Yuto—yang wajahnya ikutan memerah—mengacak-ngacak puncak kepala gadisnya itu gemas. Setelah Mirai duduk, gantian satu lagi manusia yang berdiri, Momoko.

“Oke minaa.. berhenti. Kita datang kesini bukan untuk menonton pertengkaran Chii dan Suzu atau kalian berdua..” Momoko menunjuk Daiki dan Mirai. “Kita kesini untuk menyelidiki apakah Yukimura Misaki itu adalah Umika atau bukan. Seriuslah sedikit..!” Ujarnya berwibawa. Kedua manusia yang disebut namanya serta 2 orang lain yang ditunjuk langsung menunduk bersalah.

“Haii..” jawab keempatnya tanpa ada komando start sama sekali. Yuto sejak tadi yang tengah menenangkan Mirai langsung menghentikan aktifitasnya lalu tertawa ngakak.

“Momo.., Sepertinya tinggal kita yang harus per—“

“Diam Yuto!” komentar Yuto langsung saja ter-cut oleh bentakan Momoko dan 4 eksistensi lain yang baru saja diomelinya. Yuto ternganga sedetik sebelum akhirnya mengangguk.

“Bagus kalau kita semua tenang seperti ini..” Momoko kembali ke posisi duduknya sebelum pelan-pelan menarik biodata Misaki dari atas meja. “Sekarang, mulai dari mana kita..?” tanyanya sambil melirik Suzuka seraya pemimpin misi dan Chinen sebagai wakilnya. Suzuka sedikit bergeser dari sofa yang didudukinya agar bisa lebih dekat ke meja.

“Yuto, berikan biodata Umika..” Perintah gadis itu. cepat-cepat Yuto menyerahkan laptop apple putih dipangkuannya. “Momo, biodata Yukimura..” Suzuka meminta biodata yang kini dipegang Momoko dengan tangannya. Secepat kilat, lembaran kertas tersebut telah berpindah ke tangan dingin Suzuka. Gadis itu mulai membandingkan satu persatu data yang tertera di dalam.

“Nama: beda, alamat: beda, tempat tanggal lahir: beda, golongan darah…sama! Golongan darahnya sama! O!” pekik Suzuka kegirangan setelah menemukan satu persamaan dari 2 biodata yang ada padanya. Mirai dan Momoko cepat-cepat bergerak mendekat sementara para pria memilih tetap tinggal di tempatnya masing-masing.

“Ne, ne… mungkin saja Yukimura memang benar Umika..” ujar Momoko antusias. Mirai dan Suzuka hanya tersenyum.

“Ladies..” Daiki tiba-tiba menyeletuk. “Golongan darah yang sama tidak semerta-merta membuktikan kalau Yukimura adalah Umika. Di dunia ini ada terlalu banyak orang dengan wajah nyaris sama dan bergolongan darah yang sama pula. Kita tidak bisa langsung menyimpulkannya begitu saja.”

Suzuka, Momoko, dan Mirai langsung tertunduk lesu.

“Kau benar. Kita hanya harus mencari bukti selanjutnya. Ah, aku juga harus mencari persamaan dalam bioadatanya lagi…” kata Suzuka kemudian mulai menelusuri rentetan data pada 2 benda beda fisik di depannya. Mirai dan Momoko ikut membantu.

10 detik rasanya cukup bagi ketiga manusia itu untuk menemukan—bukan persamaan, namun satu perbedaan yang entah kenapa mengganjal hati mereka.

“Yukimura Misaki bersekolah di sekolah umum hanya sampai kelas 2 SMP, dan seterusnya, dia ikut home schooling..” Suzuka membaca biodatanya sembari menaikan sebelah alis. “Bukankah ini agak aneh? Kenapa hanya sampai kelas 2 SMP Yukimura berada di sekolah Umum? Kenapa tidak tunggu lulus SMP saja?”

“Mungkin bermasalah di sekolah dan dikeluarkan? Atau… Yukimura tidak suka sekolah umum, itu saja..”Tebak Yuto asal namun sesuai logika. Suzuka terdiam. Tebakan Yuto memang masuk akal, namun entah kenapa ada sesuatu yang menggelitiknya tentang hal itu.

“Persamaannya sudah tidak ada lagi…” Selagi Suzuka dan Yuto berargumen, Mirai melanjutkan membandingkan 2 biodata tersebut dan sayangnya sampai data terakhir pun gadis itu tak lagi menemukan persamaan yang bisa benar-benar membuktikan kalau Misaki adalah Umika. Teman-temannya yang lain langsung berwajah lesu.

“Kita hentikan penyelidikan hari ini. Besok lagi disambung dengan barang temuan Momo dan Daichan, bagaimana?” Suzuka berdiri, merenggankan badannya sepersekian detik sambil memberi usul. 4 manusia lain—minus Chinen—mengangguk. Ini memang sudah jam setengah sebelas malam dan sebagai remaja yang taat aturan, mereka harus tiba di rumah sebelum jam 11.

“Ayo pulang..” Daiki memberi isyarat pada Momoko untuk mengikutinya yang langsung di patuhi oleh Momoko.

“Jya Minaa…” pamit keduanya kemudian.

“Jya~Hati-hati di jalan..” balas Yuto, Mirai, dan Suzuka. Belum juga semenit berlalu, Chinen kemudian ikut bangun.

“Aku mau pulang..” ujarnya pelan. Baik Yuto dan Mirai seketika tahu untuk siapa kalimat itu di lontarkan. Suzuka tidak bergeming, malah memandang Mirai dengan matanya yang nampak menyiratkan sesuatu. Sebuah permohonan untuk menolongnya?

Mirai langsung menyadari mengapa tatapan itu diarahkan padanya. “Ne, Chii… malam ini Suzuka menginap di rumahku. Ehm… kami masih mau menyelidiki beberapa hal lagi. Tidak apa-apa kan?”

Chinen menoleh sejenak melirik Suzuka. “Terserah. Aku pulang. Jaa...”pamitnya dan tanpa menunggu balasan restu dari 2 teman dan sang kekasih, pemuda itu sudah keburu menghilang di balik pintu kayu besar berukir milik keluarga Nakajima. Pandangan 2 manusia lain yang tersisa lalu beralih ke Suzuka.

“Suzu.., hontou ni ii yo?” tanya Mirai agak cemas dengan kondisi hubungan sahabat baiknya yang satu ini dengan Chinen. Suzuka hanya mengangguk. Mirai menarik nafas berat dan perlahan.

“Malam ini menginap di rumahku ya? Kita bicarakan masalah ini..”pinta Mirai—atau lebih tepatnya disebut perintah. Suzuka nyaris menggeleng, namun pancaran keseriusan yang dikelurakan kedua bola mata hitam Mirai menghentikannya. Suzuka mengangguk.

“Baiklah..”


To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar