CHAPTER 13
- The Shadow of memories -
“Kau tahu toilet dimana?”
“Hah?”
Misaki menggaruk-garuk kepalanya gusar namun kemudian kembali mengulang pertanyaan yang sama pada sosok pemuda tampan yang sama pula.
“Kau tahu tidak toilet dimana? Kebelet pipis niih!!” desis gadis itu lagi dengan suara super minim, tak mau mengalihkan konsentrasi menusia lain yang tengah serius memperhatikan penjelasan dosen. Ryosuke membuka mulutnya sedikit mulai paham lalu mengangguk.
“Kalau tidak salah di ujung lorong ini. Arah sebelah kiri..”
“Sebelah kiri? Yosh!” Misaki merapikan kemejanya sebentar, lalu dengan sigap melangkah ke depan mendekati sang dosen yang nampak sedikit teralih dengan kehadirannya. Setelah berbisik-bisik sedikit, memberitahukan tujuannya, Misaki lalu diberi ijin plus senyuman dari sang dosen untuk meninggalkan kelas. Nyengir lebar, Misaki lalu keluar sekaligus memberi senyum sekilas pada oknum navigatornya, Yamada Ryosuke yang tengah menatapnya dengan senyum yang sama pula.
Misaki berjalan cepat, nyaris berlari menuju toilet. Untung jaraknya tidak jauh-jauh amat. Setelah sekitar semenit mencari, gadis itu akhirnya mencapai pintu berwarna putih dengan tulisan LADIES di papan di atasnya. Misaki cepat-cepat masuk ke dalam salah satu bilik dan menuntaskan panggilan alamnya untuk mentransfer keluar cairan-cairan tubuh yang tak diperlukannya lagi. Selesai dengan itu, ia kemudian keluar dengan wajah bahagia dari dalam biliknya dan bergerak ke westafel untuk mencuci tangan.
Belum juga selesai mencuci tangan, Misaki keburu mendengar suara lain. Seperti rintihan atau tangis mungkin?
Penasaran akut, Misaki lalu mulai jelalatan mencari-cari sumber suara. Setelah mewaspadakan telinga hampir beberapa detik, gadis itu baru bisa memastikan kalau suara tangis yang kali ini terdengar lebih besar dari sebelumnya itu berasal dari bilik paling ujung yang pintunya tertutup. Pelan-pelan, didekatinya bilik itu dan dengan sangat amat hati-hati mengetuk pintunya.
“Anoo… sumimasen.. ada orang di dalam?” tanyanya sekedar membuktikan, yang didengarnya itu tangis manusia atau bukan. Kalau misalnya tak terjawab—yang dengan kata lain mengindikasikan kalau suara tangis tadi bukan berasal dari manusia, Misaki bisa segera mengambil langkah seribu untuk melenyapkan diri dari tempat tersebut.
Tidak ada jawaban.
Keringat dingin mulai mengaliri pelipis gadis itu. Siap-siap diambilnya ancang-ancang untuk segera kabur, namun gagal ketika dilihatnya bilik itu mulai terbuka perlahan. Dari dalamnya keluar sesosok gadis dengan rambut panjang yang tengah menunduk. Poninya sedikit menutupi wajah. Misaki nyaris melengkingkan teriakan ketakutan kalau saja sosok itu tidak menunjukan wajahnya yang kusut dan masih banjir air mata.
Kedua tangan Misaki terpaksa terangkat menutupi mulut, mencegah lengkingan maha dashyatnya yang sudah sampai di pangkal tenggorokan untuk keluar. Perasaan gadis itu bercampur aduk. Sedikit lega karena mahkluk di depannya ini adalah benar seorang manusia berjenis kelamin perempuan juga kasihan karena gadis yang tangah menangis ini nampak sangat menderita. Selain itu, wajahnya…Misaki berani sumpah ia pernah melihat wajah gadis itu entah dimana. Rasanya kok ya familiar?
Pelan-pelan, didekatinya sosok yang belum juga berhenti memproduki tetes air mata tersebut.
“Ne, Daijoub—“
Kalimat Misaki sontak terhenti ketika gadis di depannya itu tiba-tiba saja sudah memeluknya dan mulai terisak keras. Ia terbelalak, kaget, namun tidak sama sekali berpikir untuk melepaskan dirinya dari pelukan gadis itu. Misaki hanya merasa, gadis itu membutuhkannya dan ia –entah kenapa—berkewajiban untuk menghibur gadis itu.
Ohgo Suzuka—sosok berlinang air mata itu lalu bicara perlahan.
“Chinen membenciku Umichan… Dia tidak peduli padaku lagi sekarang…” kalimatnya terlontar begitu saja, seolah gadis yang kini sudah membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk pundaknya itu adalah benar orang yang ia maksud dengan ‘Umichan’ dalam kalimatnya. Misaki berhenti bergerak sepersekian detik untuk balas bicara.
“Chinen membenciku Umichan… Dia tidak peduli padaku lagi sekarang…” kalimatnya terlontar begitu saja, seolah gadis yang kini sudah membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk pundaknya itu adalah benar orang yang ia maksud dengan ‘Umichan’ dalam kalimatnya. Misaki berhenti bergerak sepersekian detik untuk balas bicara.
“Gomenasai, tapi kau salah orang. Aku bukan Umika…”
Suzuka berhenti menangis, sedikit terlupa sakit hatinya. Dilepaskannya lingkar tangannya dari tubuh gadis yang lebih pendek beberapa senti darinya itu.
“Eh, tapi Mirai kan sudah—“
“Kau salah orang. Aku Yukimura Misaki, yoroshiku…” Misaki menyorongkan tangannya memberi salam. Suzuka langsung tersadar kalau nampaknya Mirai tidak berhasil meyakinkan gadis itu kalau dirinya dalah Kawashima Umika. Dengan gerakan agak kaku Suzuka lalu membalasnya.
“Ohgo Suzuka..”
Mendengar 2 kata itu, Misaki seketika terperanjat. Satu serangan rasa sakit menghujam kepalanya diikuti munculnya sebuah bayangan kelabu yang terlintas di benaknya. Gadis itu seolah ditarik kedalam dunia imaji buram yang familiar. Dia tidak tahu dimana itu, siapa saja yang bersamanya, hanya saja satu salam sapa bernada dingin terdengar di telinganya agak samar.
“……………desu! Yoroshiku onegai…”
“Ohgo suzuka. Yoroshiku.”
“Yukimura-san daijoubu?!” tanya Suzuka khawatir melihat Misaki yang tiba-tiba saja sudah mengalihfungsikan kedua tangannya untuk memegang kepalanya yang kesakitan. Misaki ditarik kembali ke realita, bersama rasa sakitnya yang secara ajaib lenyap. Gadis itu memandang Suzuka bingung.
“Ha?”
“Daijoubu? Kulihat kau nampak kesakitan waktu menyentuh kepalamu tadi..” Suzuka masih nampak khawatir. Gadis yang ditanyainya langsung tertawa.
“Hahaha… Daijoubu desu… aku cuma mengigau tadi..”
“Mengigau?” Suzuka mengulangi. Misaki hanya tertawa miris.
“Iya..mengigau..” jawabnya. Pikirannya sendiri berkecamuk memproduksi pertanyaan lain.
“Apa itu tadi?”
* * * * * * * *
Misaki terbelalak, lalu buru-buru mencari tikungan terdekat baginya untuk bisa menyembunyikan diri dari sesosok wanita cantik yang tengah berjalan ke arahnya. Beberapa detik berlalu sampai akhirnya wanita cantik yang ternyata adalah Maeda Atsuko sensei itu menghilang dari jarak pandangnya. Gadis itu buru-buru mengelus dadanya lega lalu bersiap kembali ke kelas. Namun lepas dari Maeda sensei, Misaki malah bertemu makhluk beraura mengancam lain.
“Dari mana saja kau?” pertanyaan itulah yang menjadi backsong momen dimana matanya bertemu dengan mata seorang Yamada Ryosuke yang tengah menatapnya intens sambil melipat tangan di dada. Misaki bergidik ngeri, lalu dengan sekuat tenaga menjawab pertanyaan mengintimidasi itu.
“Aku dari toilet lah..hahaha…” tawanya terdengar garing. Ryosuke masih berwajah ‘babak-bapak siap memarahi anaknya’.
“Ngapain aja? Kau tahu, kita dapat tugas kelompok berdua dan tadi aku yang harus mencatat materi tugasnya sendirian karena kau tak pulang-pulang!” Ryosuke nyerocos tanpa mengurangi nada judes dalam kalimatnya. Jelas pura-pura karena gadis yang berdiri di depannya ini adalah makhluk yang paling dikasihinya. Misaki bukannya terintimidasi, malah menatap Ryosuke semangat.
“Tugas kelompok, ngapain?” tanyanya dengan wajah berbinar-binar. Ryosuke sontak lupa kalau sedang marah dan mulai menjelaskan tentang tugas yang di berikan Maeda sensei tadi.
“Penelitian untung-rugi di pusat perbelanjaan. Minimal 7 tempat kata sensei dan harus lengkap datanya dalam 3 bulan ini..”
Misaki manggut-manggut. Melihatnya nampak begitu serius mendengarkan, Ryosuke tersenyum geli lalu kembali bertampang judes—baru teringat kalau dia sedang marah soalnya.
“Terus kau belum menjawab pertanyaanku! Dari tadi ngapain aja di toilet?” pemuda itu bertanya lagi. Misaki menarik nafasnya dulu sambil merenggangkan badan.
“Tadi aku menemani seorang gadis menangis. Kasihan, dia baru diputuskan pacarnya..”
Sekarang gantian Ryosuke yang mendengarkan dengan serius.
“Siapa memangnya? Kau kenal?”
“Tidak juga sih. Kami baru berkenalan tadi. Namanya Ohgo Suzuka..”
Pemuda itu tersentak.
“EH?! Suzuchan? Masaka.. Suzuka putus dengan Chii?!” seru Ryosuke kaget dan membuat Misaki ikut terkaget. Gadis itu mengangguk.
“iya. Pacarnya kalau tidak salah bernama Chinen..”
“Uso!” Ryosuke masih shock. Disaat itulah kedua matanya menemukan sosok Suzuka yang tengah berjalan gontai beberapa meter di belakang Misaki. Sontak Ryosuke meneriakan namanya.
“SUZUKA!”
Suzuka menoleh ke sumber suara. Ryosuke segera berlari ke arah gadis itu tanpa sebelumnya pamit pada Misaki. Gantian Misaki yang kaget dengan reaksi Ryosuke yang ini. Matanya mengikuti pergerakan pemuda itu yang kini sudah benar-benar menjangkau Suzuka. Wajahnya nampak sangat khawatir. Suzuka juga, setelah melihat Ryosuke dan mendengar beberapa potong kata darinya langsung saja menetaskan air mata lagi.
“Mereka saling kenal ya?” gumamnya sembil terus memperhatikan. Mata Misaki dibuat membulat sempurna ketika tiba-tiba saja Ryosuke sudah merangkul gadis itu dalam pelukannya dan membelai lembut rambut panjangnya. Entah apa yang dibicarakan pemuda itu selanjutnya, Misaki tidak bisa menangkap. Hanya saja saat ini, hatinya tiba-tiba saja terasa perih.
* * * * * * * *
Kediaman Yamada pukul 2 siang ini seharusnya tenang-tentram saja karena sumber kebisingan yang biasanya adalah ayah-anak Yamada Tsukasa-Ryosuke sedang kehilangan satu personilnya yaitu Tsukasa yang kini berada di Italy. Namun, ketentraman itu terpaksa buyar karena putra mahkota keluarga tersebut membawa pulang 2 temannya yang secara ajaib bisa menimbulkan keributan—padahal biasanya mereka yang paling tenang—di tempat itu.
“Putus apanya?!” Mirai memekik kaget saat Ryosuke menceritakan masalah Chinen-Suzuka yang baru diketahuinya dari Misaki tadi pada dirinya dan Yuto. Dami apapun, Mirai tidak pernah menyangka Chinen dan Suzuka –pasangan yang kemesraan dan kekompakannya menyaingi Brad Pitt dan Angelina Jolie itu—akan kandas hubungannya secepat ini. Disampingnya, Yuto ikut menyimak dengan ekpresi kaget yang tak kalah dari pacarnya.
“Mereka itu pasangan paling fenomenal abad ini. Tidak mungkin mereka putus..” sambungnya heboh. Mirai mangut-mangut, sementara Ryosuke mengacak rambut belakangnya setengah frustrasi setengah bingung.
“Makanya. Suzuka sampai menangis kalian tahu… katanya Chii lagi main-main sama cewek lain..”
“Wah! Minta dihajar anak itu!” Mirai meninju telapak tangannya dengan kepalan tangannya yang lain. Kali ini gantian Yuto yang mangut-mangut.
“Chii mikir apa sih.. kalau karena Irie Jingi sih kurasa bukan masalah. Suzuka tidak mungkin selingkuh…”
“Benar. karena itu dia harus diberi pelajaran!” Mirai melanjutkan sembari meninju telapak tangannya lagi. Ryosuke cepat-cepat menggeleng.
“Yang ada kita yang balik dihajar. Chinen sabuk hitam karate, ingat?” kalimatnya seketika menyegarkan ingatan Mirai dan Ryosuke tentang Chinen dan kemapuan bela dirinya yang jauh diatas rata-rata. Selesai menerima sabuk hitam 4 bulan lalu, teknik bela diri Chinen sudah jauh berkembang dari sebelumnya. Dan membayangkan tubuh mereka dibanting oleh pemuda termini di kelompok itu karena mau sok menghajarnya adalah kata TIDAK besar buat Ryosuke. Tersadar Yuto juga menolak.
“Rusukku bisa patah semua Mirai…” ujarnya perlahan. Mirai hanya mengangkat sebelah alis, lalu mendengus.
“Ini nih kerugian punya pacar pebasket dan teman pesepak bola. Kalau urusan berantem tidak bisa diandalkan..”
“Lha, Mirai.. kalau berantem sih aku masih bisa. Pukulanku maut juga loh.. tanya saja Ryosuke..” Yuto sedikit melirik Ryosuke. Pemuda yang tersebut namanya itu mendengus kesal, teringat pukulan-pukulan yang Yuto berikan padanya nyaris setahun lalu. Sakit memang, harus Ryosuke akui. Tapi jika mensejajarkan teknik berkelahi pemuda tiang itu dengan seorang Chinen Yuri adalah SALAH BESAR. Yang ada setelah berantem, Yuto akan dibuat memar-memar sementara Chinen akan tertawa bahagia sembari memajang sepasang gigi kelincinya yang terlihat sangat manis jika ia tersenyum.
Mirai kembali mendengus.
“Sama aja! Aku mau main game deh..” Mirai dengan seenak jidat berjalan ke ruang tengah, tempat bertahtanya sebuah TV LCD 72 inch yang lengkap dengan perlengkapan-perlengkapannya. Gadis itu menyetel playstation, dan mulai memilih-milih game dalam tumpukan kaset di salah satu rak—sekedar informasi, kaset-kaset game tersebut adalah koleksi pribadi konglomerat Yamada Tsukasa XD—.
“Dasar cewek!” Yuto bersungut dalam bisikan setelah Mirai pergi darinya. Ryosuke nyengir, membayangkan seandainya Mirai mendengar pemuda di depannya itu bersungut, keduanya pasti bakal perang heboh—meskipun tak seheboh Suzuka-Chinen.
Pikiran beralih. Ryosuke lalu teringat Misaki. Tadi dia lupa memberikan jadwal penelitian mereka sore ini pada gadis itu. Cepat-cepat diangkatnya keitai hitam flipnya dari saku celana dan mulai mengetik mail.
“Ngapain?” Yuto bertanya heran melihat Ryosuke tiba-tiba sudah berkutat dengan keitainya. Ryosuke tersenyum kecil.
“Mengirimi Umika mail..” jawabnya kalem. Yuto terbelalak.
“EHH? Umika? Yukimura Misaki? Sejak kapan kalian sedekat itu sampai berkirim mail segala? Dia sudah ingat?” Yuto langsung membrondong Ryosuke dengan pertanyaan. Ryosuke mengangguk, namun menggeleng lagi. Bikin bingung.
“Kami satu jurusan dan Umika juga belum mengingatku..” jawabnya lemah. “Tapi aku akan mencoba mendekatinya sekali lagi sebagai Yukimura Misaki..”
Yuto sumringah lalu mengacungkan jempol. “Sugoi… tapi dapat darimana alamat emailnya? Kau minta ya?”
“Hehehe.. tidak. Aku nyolong dari web kampus!” Ryosuke tertawa kecil. Yuto memoncongkan bibirnya beberapa senti.
“cih! Sama saja!”
Ryosuke ngakak.
* * * * * * * *
Saturday, August 11, 2012 14:15
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
To: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
Subject: Yo!
Yo Yukimura! Yamada desu.
Yo Yukimura! Yamada desu.
Soal penelitian kita, dimulai hari ini saja. Jam 5 kutunggu di ammusent park, ok?
Ingat tepat waktu.
Jya~
Jya~
Misaki menyeryit sembari membaca rentetan kata dalam mail yang baru saja di terimanya.
“Dapat dari mana anak itu alamat e-mailku?” tanyanya heran pada diri sendiri. “Jam tiga? Nggak terlalu siang tuh?” tanyanya lagi sambil melirik jam dinding kamarnya yang sudah menunjukan pukul 14. 16. Kedua alis gadis itu langsung terangkat. “Sialan Yamada! Dia hanya memberiku waktu 30 menit untuk bersiap-siap.” Umpatnya keki lalu grasa-grusu berlari menuju kamar mandinya di sudut ruangan. Tidak butuh waktu lama bagi Misaki hingga selesai bersiap-siap. Pukul 14. 45 gadis itu sudah meninggalkan rumahnya dan bergerak menuju ammusent park.
Celakanya, Misaki melupakan sweeternya. Cuaca siang itu cerah, namun ternyata suhunya cukup rendah. Angin musim gugur memang sedang heboh-hebohnya bertiup. Jadi, mau dikata siang haripun, udara di luar tetap menusuk tulang. Misaki hanya bisa mengeluh kesal pada dirinya sendiri yang bisa melupakan sweeter pink penangkal hawa dinginnya itu. Apalagi, ia bisa dengan bodohnya tidak sadar kalau baju yang dikenakannya adalah sebuah terusan selutut tanpa lengan. Makin kedinginanlah tubuhnya.
Setelah menempuh perjalanan nyaris 20 menit dengan bus, Misaki akhirnya tiba di ammusent park. Taman itu tidak terlalu ramai, mungkin dikarenakan waktu yang masih siang bolong plus hembusan angin musim gugur yang menyebabkan udara cukup dingin. Misaki mengambil tempat di salah satu bangku dibawah sebatang pohon ginko yang mulai gugur dedaunannya sembari menunggu Ryosuke. Sesekali diliriknya jam tangan kuning muda yang melingkari pergelangan kirinya.
“katanya harus tepat waktu!” Umpatnya sambil membaca angka digital bertuliskan 13.06 di jam tangannya. “Malahan dia sendiri yang telat..”
* * * * * * * *
Ryosuke sudah mengetok pintu kamar berbahan kayu itu nyaris 10 kali sampai seseorang dengan malas-malasan membukakan pintu untuknya. Wajah orang itu nampak kusut sementara Ryosuke menatapnya marah.
“Mau apa?” tanya sosok yang akhirnya mau mengeluarkan dirinya dari lingkup kamarnya itu sambil memandang Ryosuke tajam. Pemuda yang ditanya masih menatap marah.
“Ada apa dengan kalian? Kenapa kau memutuskan Suzuka tiba-tiba?” tanyanya tanpa basa-basi. Chinen terdiam sejenak lalu masuk lagi ke kamarnya dan bersiap menutup pintu. Secepat kilat Ryosuke menahan gerakan pintu tersebut menutup. “Kau tidak pernah bertingkah seperti ini. Cerita Chii! Aku sahabatmu!”
Chinen menghentikan gerakannya menutup pintu, ganti membukanya makin lebar.
“masuk.” Perintahnya dengan ekspresi wajah yang sama. Ryosuke sedikit tersenyum, lalu menuruti pemuda itu.
* * * * * * * *
“Yamada sialan! Dia kemana sih?!” Umpat Misaki super kesal sembari menatap jam tangannya yang masih tetap bertengger di pergelangan kirinya. Kepalanya diangkat lalu menoleh kiri-kanan—lagi, kalau-kalau pemuda yang disinggung tadi akan muncul. Tapi ternyata, nihil. Ryosuke belum sama sekali menampakan batang hidungnya. Sudah nyaris sejam Misaki menunggu sendirian dibawah pohon ginko yang besarnya bisa 30 kali tubuhnya itu. kesal akut, gadis itu menarik keluar keitainya dari tas dan mulai menelpon Ryosuke.
‘--------------------------------------------tiit tiit tiit tiit”
Tak diangkat. Misaki nyaris melemparkan keitai putihnya ke tanah kalau saja kesabarannya tidak sebesar ini. Dengan amat berat hati, ditutupnya flip keitai tersebut dan memutuskan untuk menunggu—maximal sejam lagi karena ditinjau dari hasilnya menelpon Ryosuke yang gagal karena tak diangkat serta mengiriminya beberapa mail tanpa balasan, bisa disimpulkan pemuda itu masih dalam perjalanan.
Ya, semoga.
*
Sementara di sisi kota yang lain, keitai Ryosuke tengah bersenandung ria dalam mobil, mengindikasikan seseorang tengah menghubungi nomernya. Namun sayang, sang empunya masih sibuk di dalam kediaman keluarga Chinen demi mengurus masalah hati sahabatnya.
* * * * * * * *
“Jadi hanya karena itu? Kau cemburu?” Ryosuke menatap Chinen yang tengah duduk diam didepannya dengan wajah tak percaya. Pemuda itu sama sekali tidak menduga Chinen akan memutuskan gadis pujaan hatinya yang sudah dicintainya bahkan sejak SMP hanya karena cemburu. Hanya itu?
Chinen memasang tampang serius. Pemuda itu melemparkan pendangan pada objek lain disampingnya, tidak secara langsung balik menatap Ryosuke.
“Kau tidak tahu rasa sakitnya Ryosuke.”
Kedua alis Ryosuke bertaut mendengar kata-kata dingin Chinen itu. Pemuda itu balik menatapnya dengan tatapan tajam yang serupa.
“Kau bilang aku tidak tahu?!” tanyanya setengah kaget setengah jengkel. “Aku yang paling tahu rasanya Chii! Aku kehilangan Umika nyaris setengah tahun lebih dan ketika aku menemukannya lagi, dia sudah bersama pria lain. Tidakkah itu cukup untuk membuatmu sadar kalau aku yang paling tahu rasa sakit seperti itu? aku tahu rasa cemburu Chii, aku juga mengalaminya!”
Chinen masih tak mau menatap Ryosuke.
“Dengar, aku tahu kau masih terlalu mencintai Suzuka. Dan keputusanmu ini hanya karena kau terlalu emosi, itu saja.” Nada bicara Ryosuke menurun. “Pikirkan baik-baik Chii. Jaga dia selagi dia masih bersamamu, karena kau tidak akan pernah tahu apa yang bisa mengambilnya darimu..”
Kalimat terakhir Ryosuke telak menghujam hati Chinen. Ingatan akan Ryosuke yang kehilangan Umika kembali terngiang dikepalanya. Sepintas, bayangan itu diimajikan pikirannya menjadi dirinya sendiri yang tiba-tiba saja harus kehilangan Suzuka. Tangannya dingin. Pemuda itu pelan-pelan mulai merasa takut.
Ryosuke menarik nafasnya sebentar lalu memandang jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 16.42. pemuda itu langsung teringat Misaki.
“Aku pulang sekarang, ada tugas yang harus kukerjakan.” Pemuda itu bangkit dari posisi duduknya sementara Chinen masih terdiam. “Jaa, Chii.”
Ryosuke melangkah keluar kamar meninggalkan Chinen yang membisu. Langkahnya panjang dan cepat, mengakibatkan tidak butuh waktu lama baginya untuk menjangkau mobil sedan hitam metalik yang terparkir di luar. Pemuda itu membuka pintu depan lalu masuk. Sesaat diliriknya keitai hitamnya yang terletak sembarang di jok samping. Pemuda itu teringat, ia lupa membawa masuk keitainya setelah tadi sempat di telpon sang ayah yang heboh plus kegirangan akut karena berhasil mendapatkan game playstation terbaru di Italy.
Lirikan mata Ryosuke berhenti, berganti dengan gerakan tangan kanannya yang mengambil keitai itu lalu membuka flipnya. Keningnya agak berkerut menemukan rentetan daftar 5 kali panggilan masuk dan 6 mail sekaligus oleh orang yang sama, Yukimura Misaki. Penasaran, Ryosuke lalu membuka mail tersebut satu-persatu.
Saturday, August 11, 2012 15:15
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: Oi!
Oi! Kau dimana sih? Katanya harus tepat waktu, aku sudah nunggu 15 menit nih!
Oi! Kau dimana sih? Katanya harus tepat waktu, aku sudah nunggu 15 menit nih!
Saturday, August 11, 2012 15:35
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OIII!!!
Kau dimana????! Cepat datang! Aku sudah menunggu setengah jam!
Saturday, August 11, 2012 16:02
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OOOOIIIII!!!
Yamadaaa!! Kau lupa atau bagaimana sih?!
Saturday, August 11, 2012 16:11
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OOOOOOOOOOIIIIIII!!
YAMADA RYOSUKE! Kau masih hidup kan?!
Saturday, August 11, 2012 16: 33
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: X( X( X(
HALOOOO!! ADA ORANG TIDAK?!
Saturday, August 11, 2012 16:40
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: X( !!!
Setengah jam lagi kau tidak datang, aku pulang! Kerjakan tugasmu itu sendiri! X(
Ryosuke menggaruk-garuk belakang kepalanya heran plus frustrasi.
“Siapa yang nyuruh dia datang jam 3 sih? Perasaan aku ngasih tahunya jam 5 deh..” Gumamnya tidak mengerti. Namun tak ayal, pemuda itu tetap menstater mobilnya dan melaju secepat kilat menuju ammusent park.
10 menit berlalu sampai Ryosuke akhirnya tiba di tempat yang dimaksud. Dengan tergesa-gera, pemuda itu memarkir mobilnya dan berlari keluar untuk mencari dimanakah gerangan Misaki berada. Matanya yang sibuk menelusuri seiisi taman akhirnya berhenti pada sesosok gadis berbaju terusan putih tanpa lengan yang tengah duduk diam dengan aura kesal meliputinya. Wajahnya agak pucat, mungkin karena suhu udara yang lumayan dingin. Apalagi, dia tidak mengenakan mentel atau sweeter untuk sedikit melindunginya dari hawa dingin akibat tiupan angin musim gugur ini.
Ryosuke secepat kilat mendekati gadis itu. Wajahnya nampak cemas, takut kalau-kalau Misaki jadi sakit atau apa.
“Yukimura..” panggilnya. Misaki secepat kilat menoleh, mendapati sosok yang sejak tadi ditunggunya sudah hadir dengan sempurna didepannya. Gadis itu langsung memasang wajah jutek dan pura-pura tidak mempedulikan kedatangan Ryosuke meskipun dalam hati dia tengah bersyukur lega setengah hidup karena tidak harus menunggu pemuda itu lagi.
Ryosuke sendiri mengabaikan wajah jutek Misaki yang jelas-jelas ditujukan padanya dan malah mendekati gadis itu, lalu menyentuh kedua pipinya lembut.
“Pipimu dingin sekali..!” Ryosuke segera melepaskan mantel yang dikenakannya lalu mengenakannya ke bahu Misaki. “Kau menungguku dari tadi? Gomen ne…”
Umika tidak menjawab, masih serius memperhatikan Ryosuke yang nampak sangat cemas menatapnya. Pelan-pelan, satu rasa perih menghujamnya, lalu bergerak merambat menjangkau pikirannya. Sekilas, rentetan bayangan kelabu kembali muncul seperti yang dialaminya pagi ini. Seorang pemuda, lalu dirinya yang tengah memberi melingkarkan mantel putih ke bahu pemuda itu.
“Ya Tuhan, pipimu dingin sekali Kau menungguku dari tadi ya? Gomen ne…”
.
.
“Daisuki dayo..”
Misaki sontak meyentuh pelipis kanannya karena kesakitan. Potongan bayangan itu terus berulang, memaksa pikirannya untuk kembali mengingat sesuatu.
“Daisuki dayo..”
Siapa yang bilang suka padanya?
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar