Senin, 30 Januari 2012
<div style="text-align: center;"><embed pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="http://www.4shared.com/embed/470074455/b49a1b54/preview.swf" wmode="transparent" type="application/x-shockwave-flash" quality="high" height="88" width="106" title="grab your music box @ widgetindex.blogspot"></embed></div><center><a href="http://widgetindex.blogspot.com/" target="_blank">Ayumi Hamasaki - Dearest (Piano)</a></center>
[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.13
CHAPTER 13
- The Shadow of memories -
“Kau tahu toilet dimana?”
“Hah?”
Misaki menggaruk-garuk kepalanya gusar namun kemudian kembali mengulang pertanyaan yang sama pada sosok pemuda tampan yang sama pula.
“Kau tahu tidak toilet dimana? Kebelet pipis niih!!” desis gadis itu lagi dengan suara super minim, tak mau mengalihkan konsentrasi menusia lain yang tengah serius memperhatikan penjelasan dosen. Ryosuke membuka mulutnya sedikit mulai paham lalu mengangguk.
“Kalau tidak salah di ujung lorong ini. Arah sebelah kiri..”
“Sebelah kiri? Yosh!” Misaki merapikan kemejanya sebentar, lalu dengan sigap melangkah ke depan mendekati sang dosen yang nampak sedikit teralih dengan kehadirannya. Setelah berbisik-bisik sedikit, memberitahukan tujuannya, Misaki lalu diberi ijin plus senyuman dari sang dosen untuk meninggalkan kelas. Nyengir lebar, Misaki lalu keluar sekaligus memberi senyum sekilas pada oknum navigatornya, Yamada Ryosuke yang tengah menatapnya dengan senyum yang sama pula.
Misaki berjalan cepat, nyaris berlari menuju toilet. Untung jaraknya tidak jauh-jauh amat. Setelah sekitar semenit mencari, gadis itu akhirnya mencapai pintu berwarna putih dengan tulisan LADIES di papan di atasnya. Misaki cepat-cepat masuk ke dalam salah satu bilik dan menuntaskan panggilan alamnya untuk mentransfer keluar cairan-cairan tubuh yang tak diperlukannya lagi. Selesai dengan itu, ia kemudian keluar dengan wajah bahagia dari dalam biliknya dan bergerak ke westafel untuk mencuci tangan.
Belum juga selesai mencuci tangan, Misaki keburu mendengar suara lain. Seperti rintihan atau tangis mungkin?
Penasaran akut, Misaki lalu mulai jelalatan mencari-cari sumber suara. Setelah mewaspadakan telinga hampir beberapa detik, gadis itu baru bisa memastikan kalau suara tangis yang kali ini terdengar lebih besar dari sebelumnya itu berasal dari bilik paling ujung yang pintunya tertutup. Pelan-pelan, didekatinya bilik itu dan dengan sangat amat hati-hati mengetuk pintunya.
“Anoo… sumimasen.. ada orang di dalam?” tanyanya sekedar membuktikan, yang didengarnya itu tangis manusia atau bukan. Kalau misalnya tak terjawab—yang dengan kata lain mengindikasikan kalau suara tangis tadi bukan berasal dari manusia, Misaki bisa segera mengambil langkah seribu untuk melenyapkan diri dari tempat tersebut.
Tidak ada jawaban.
Keringat dingin mulai mengaliri pelipis gadis itu. Siap-siap diambilnya ancang-ancang untuk segera kabur, namun gagal ketika dilihatnya bilik itu mulai terbuka perlahan. Dari dalamnya keluar sesosok gadis dengan rambut panjang yang tengah menunduk. Poninya sedikit menutupi wajah. Misaki nyaris melengkingkan teriakan ketakutan kalau saja sosok itu tidak menunjukan wajahnya yang kusut dan masih banjir air mata.
Kedua tangan Misaki terpaksa terangkat menutupi mulut, mencegah lengkingan maha dashyatnya yang sudah sampai di pangkal tenggorokan untuk keluar. Perasaan gadis itu bercampur aduk. Sedikit lega karena mahkluk di depannya ini adalah benar seorang manusia berjenis kelamin perempuan juga kasihan karena gadis yang tangah menangis ini nampak sangat menderita. Selain itu, wajahnya…Misaki berani sumpah ia pernah melihat wajah gadis itu entah dimana. Rasanya kok ya familiar?
Pelan-pelan, didekatinya sosok yang belum juga berhenti memproduki tetes air mata tersebut.
“Ne, Daijoub—“
Kalimat Misaki sontak terhenti ketika gadis di depannya itu tiba-tiba saja sudah memeluknya dan mulai terisak keras. Ia terbelalak, kaget, namun tidak sama sekali berpikir untuk melepaskan dirinya dari pelukan gadis itu. Misaki hanya merasa, gadis itu membutuhkannya dan ia –entah kenapa—berkewajiban untuk menghibur gadis itu.
Ohgo Suzuka—sosok berlinang air mata itu lalu bicara perlahan.
“Chinen membenciku Umichan… Dia tidak peduli padaku lagi sekarang…” kalimatnya terlontar begitu saja, seolah gadis yang kini sudah membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk pundaknya itu adalah benar orang yang ia maksud dengan ‘Umichan’ dalam kalimatnya. Misaki berhenti bergerak sepersekian detik untuk balas bicara.
“Chinen membenciku Umichan… Dia tidak peduli padaku lagi sekarang…” kalimatnya terlontar begitu saja, seolah gadis yang kini sudah membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk pundaknya itu adalah benar orang yang ia maksud dengan ‘Umichan’ dalam kalimatnya. Misaki berhenti bergerak sepersekian detik untuk balas bicara.
“Gomenasai, tapi kau salah orang. Aku bukan Umika…”
Suzuka berhenti menangis, sedikit terlupa sakit hatinya. Dilepaskannya lingkar tangannya dari tubuh gadis yang lebih pendek beberapa senti darinya itu.
“Eh, tapi Mirai kan sudah—“
“Kau salah orang. Aku Yukimura Misaki, yoroshiku…” Misaki menyorongkan tangannya memberi salam. Suzuka langsung tersadar kalau nampaknya Mirai tidak berhasil meyakinkan gadis itu kalau dirinya dalah Kawashima Umika. Dengan gerakan agak kaku Suzuka lalu membalasnya.
“Ohgo Suzuka..”
Mendengar 2 kata itu, Misaki seketika terperanjat. Satu serangan rasa sakit menghujam kepalanya diikuti munculnya sebuah bayangan kelabu yang terlintas di benaknya. Gadis itu seolah ditarik kedalam dunia imaji buram yang familiar. Dia tidak tahu dimana itu, siapa saja yang bersamanya, hanya saja satu salam sapa bernada dingin terdengar di telinganya agak samar.
“……………desu! Yoroshiku onegai…”
“Ohgo suzuka. Yoroshiku.”
“Yukimura-san daijoubu?!” tanya Suzuka khawatir melihat Misaki yang tiba-tiba saja sudah mengalihfungsikan kedua tangannya untuk memegang kepalanya yang kesakitan. Misaki ditarik kembali ke realita, bersama rasa sakitnya yang secara ajaib lenyap. Gadis itu memandang Suzuka bingung.
“Ha?”
“Daijoubu? Kulihat kau nampak kesakitan waktu menyentuh kepalamu tadi..” Suzuka masih nampak khawatir. Gadis yang ditanyainya langsung tertawa.
“Hahaha… Daijoubu desu… aku cuma mengigau tadi..”
“Mengigau?” Suzuka mengulangi. Misaki hanya tertawa miris.
“Iya..mengigau..” jawabnya. Pikirannya sendiri berkecamuk memproduksi pertanyaan lain.
“Apa itu tadi?”
* * * * * * * *
Misaki terbelalak, lalu buru-buru mencari tikungan terdekat baginya untuk bisa menyembunyikan diri dari sesosok wanita cantik yang tengah berjalan ke arahnya. Beberapa detik berlalu sampai akhirnya wanita cantik yang ternyata adalah Maeda Atsuko sensei itu menghilang dari jarak pandangnya. Gadis itu buru-buru mengelus dadanya lega lalu bersiap kembali ke kelas. Namun lepas dari Maeda sensei, Misaki malah bertemu makhluk beraura mengancam lain.
“Dari mana saja kau?” pertanyaan itulah yang menjadi backsong momen dimana matanya bertemu dengan mata seorang Yamada Ryosuke yang tengah menatapnya intens sambil melipat tangan di dada. Misaki bergidik ngeri, lalu dengan sekuat tenaga menjawab pertanyaan mengintimidasi itu.
“Aku dari toilet lah..hahaha…” tawanya terdengar garing. Ryosuke masih berwajah ‘babak-bapak siap memarahi anaknya’.
“Ngapain aja? Kau tahu, kita dapat tugas kelompok berdua dan tadi aku yang harus mencatat materi tugasnya sendirian karena kau tak pulang-pulang!” Ryosuke nyerocos tanpa mengurangi nada judes dalam kalimatnya. Jelas pura-pura karena gadis yang berdiri di depannya ini adalah makhluk yang paling dikasihinya. Misaki bukannya terintimidasi, malah menatap Ryosuke semangat.
“Tugas kelompok, ngapain?” tanyanya dengan wajah berbinar-binar. Ryosuke sontak lupa kalau sedang marah dan mulai menjelaskan tentang tugas yang di berikan Maeda sensei tadi.
“Penelitian untung-rugi di pusat perbelanjaan. Minimal 7 tempat kata sensei dan harus lengkap datanya dalam 3 bulan ini..”
Misaki manggut-manggut. Melihatnya nampak begitu serius mendengarkan, Ryosuke tersenyum geli lalu kembali bertampang judes—baru teringat kalau dia sedang marah soalnya.
“Terus kau belum menjawab pertanyaanku! Dari tadi ngapain aja di toilet?” pemuda itu bertanya lagi. Misaki menarik nafasnya dulu sambil merenggangkan badan.
“Tadi aku menemani seorang gadis menangis. Kasihan, dia baru diputuskan pacarnya..”
Sekarang gantian Ryosuke yang mendengarkan dengan serius.
“Siapa memangnya? Kau kenal?”
“Tidak juga sih. Kami baru berkenalan tadi. Namanya Ohgo Suzuka..”
Pemuda itu tersentak.
“EH?! Suzuchan? Masaka.. Suzuka putus dengan Chii?!” seru Ryosuke kaget dan membuat Misaki ikut terkaget. Gadis itu mengangguk.
“iya. Pacarnya kalau tidak salah bernama Chinen..”
“Uso!” Ryosuke masih shock. Disaat itulah kedua matanya menemukan sosok Suzuka yang tengah berjalan gontai beberapa meter di belakang Misaki. Sontak Ryosuke meneriakan namanya.
“SUZUKA!”
Suzuka menoleh ke sumber suara. Ryosuke segera berlari ke arah gadis itu tanpa sebelumnya pamit pada Misaki. Gantian Misaki yang kaget dengan reaksi Ryosuke yang ini. Matanya mengikuti pergerakan pemuda itu yang kini sudah benar-benar menjangkau Suzuka. Wajahnya nampak sangat khawatir. Suzuka juga, setelah melihat Ryosuke dan mendengar beberapa potong kata darinya langsung saja menetaskan air mata lagi.
“Mereka saling kenal ya?” gumamnya sembil terus memperhatikan. Mata Misaki dibuat membulat sempurna ketika tiba-tiba saja Ryosuke sudah merangkul gadis itu dalam pelukannya dan membelai lembut rambut panjangnya. Entah apa yang dibicarakan pemuda itu selanjutnya, Misaki tidak bisa menangkap. Hanya saja saat ini, hatinya tiba-tiba saja terasa perih.
* * * * * * * *
Kediaman Yamada pukul 2 siang ini seharusnya tenang-tentram saja karena sumber kebisingan yang biasanya adalah ayah-anak Yamada Tsukasa-Ryosuke sedang kehilangan satu personilnya yaitu Tsukasa yang kini berada di Italy. Namun, ketentraman itu terpaksa buyar karena putra mahkota keluarga tersebut membawa pulang 2 temannya yang secara ajaib bisa menimbulkan keributan—padahal biasanya mereka yang paling tenang—di tempat itu.
“Putus apanya?!” Mirai memekik kaget saat Ryosuke menceritakan masalah Chinen-Suzuka yang baru diketahuinya dari Misaki tadi pada dirinya dan Yuto. Dami apapun, Mirai tidak pernah menyangka Chinen dan Suzuka –pasangan yang kemesraan dan kekompakannya menyaingi Brad Pitt dan Angelina Jolie itu—akan kandas hubungannya secepat ini. Disampingnya, Yuto ikut menyimak dengan ekpresi kaget yang tak kalah dari pacarnya.
“Mereka itu pasangan paling fenomenal abad ini. Tidak mungkin mereka putus..” sambungnya heboh. Mirai mangut-mangut, sementara Ryosuke mengacak rambut belakangnya setengah frustrasi setengah bingung.
“Makanya. Suzuka sampai menangis kalian tahu… katanya Chii lagi main-main sama cewek lain..”
“Wah! Minta dihajar anak itu!” Mirai meninju telapak tangannya dengan kepalan tangannya yang lain. Kali ini gantian Yuto yang mangut-mangut.
“Chii mikir apa sih.. kalau karena Irie Jingi sih kurasa bukan masalah. Suzuka tidak mungkin selingkuh…”
“Benar. karena itu dia harus diberi pelajaran!” Mirai melanjutkan sembari meninju telapak tangannya lagi. Ryosuke cepat-cepat menggeleng.
“Yang ada kita yang balik dihajar. Chinen sabuk hitam karate, ingat?” kalimatnya seketika menyegarkan ingatan Mirai dan Ryosuke tentang Chinen dan kemapuan bela dirinya yang jauh diatas rata-rata. Selesai menerima sabuk hitam 4 bulan lalu, teknik bela diri Chinen sudah jauh berkembang dari sebelumnya. Dan membayangkan tubuh mereka dibanting oleh pemuda termini di kelompok itu karena mau sok menghajarnya adalah kata TIDAK besar buat Ryosuke. Tersadar Yuto juga menolak.
“Rusukku bisa patah semua Mirai…” ujarnya perlahan. Mirai hanya mengangkat sebelah alis, lalu mendengus.
“Ini nih kerugian punya pacar pebasket dan teman pesepak bola. Kalau urusan berantem tidak bisa diandalkan..”
“Lha, Mirai.. kalau berantem sih aku masih bisa. Pukulanku maut juga loh.. tanya saja Ryosuke..” Yuto sedikit melirik Ryosuke. Pemuda yang tersebut namanya itu mendengus kesal, teringat pukulan-pukulan yang Yuto berikan padanya nyaris setahun lalu. Sakit memang, harus Ryosuke akui. Tapi jika mensejajarkan teknik berkelahi pemuda tiang itu dengan seorang Chinen Yuri adalah SALAH BESAR. Yang ada setelah berantem, Yuto akan dibuat memar-memar sementara Chinen akan tertawa bahagia sembari memajang sepasang gigi kelincinya yang terlihat sangat manis jika ia tersenyum.
Mirai kembali mendengus.
“Sama aja! Aku mau main game deh..” Mirai dengan seenak jidat berjalan ke ruang tengah, tempat bertahtanya sebuah TV LCD 72 inch yang lengkap dengan perlengkapan-perlengkapannya. Gadis itu menyetel playstation, dan mulai memilih-milih game dalam tumpukan kaset di salah satu rak—sekedar informasi, kaset-kaset game tersebut adalah koleksi pribadi konglomerat Yamada Tsukasa XD—.
“Dasar cewek!” Yuto bersungut dalam bisikan setelah Mirai pergi darinya. Ryosuke nyengir, membayangkan seandainya Mirai mendengar pemuda di depannya itu bersungut, keduanya pasti bakal perang heboh—meskipun tak seheboh Suzuka-Chinen.
Pikiran beralih. Ryosuke lalu teringat Misaki. Tadi dia lupa memberikan jadwal penelitian mereka sore ini pada gadis itu. Cepat-cepat diangkatnya keitai hitam flipnya dari saku celana dan mulai mengetik mail.
“Ngapain?” Yuto bertanya heran melihat Ryosuke tiba-tiba sudah berkutat dengan keitainya. Ryosuke tersenyum kecil.
“Mengirimi Umika mail..” jawabnya kalem. Yuto terbelalak.
“EHH? Umika? Yukimura Misaki? Sejak kapan kalian sedekat itu sampai berkirim mail segala? Dia sudah ingat?” Yuto langsung membrondong Ryosuke dengan pertanyaan. Ryosuke mengangguk, namun menggeleng lagi. Bikin bingung.
“Kami satu jurusan dan Umika juga belum mengingatku..” jawabnya lemah. “Tapi aku akan mencoba mendekatinya sekali lagi sebagai Yukimura Misaki..”
Yuto sumringah lalu mengacungkan jempol. “Sugoi… tapi dapat darimana alamat emailnya? Kau minta ya?”
“Hehehe.. tidak. Aku nyolong dari web kampus!” Ryosuke tertawa kecil. Yuto memoncongkan bibirnya beberapa senti.
“cih! Sama saja!”
Ryosuke ngakak.
* * * * * * * *
Saturday, August 11, 2012 14:15
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
To: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
Subject: Yo!
Yo Yukimura! Yamada desu.
Yo Yukimura! Yamada desu.
Soal penelitian kita, dimulai hari ini saja. Jam 5 kutunggu di ammusent park, ok?
Ingat tepat waktu.
Jya~
Jya~
Misaki menyeryit sembari membaca rentetan kata dalam mail yang baru saja di terimanya.
“Dapat dari mana anak itu alamat e-mailku?” tanyanya heran pada diri sendiri. “Jam tiga? Nggak terlalu siang tuh?” tanyanya lagi sambil melirik jam dinding kamarnya yang sudah menunjukan pukul 14. 16. Kedua alis gadis itu langsung terangkat. “Sialan Yamada! Dia hanya memberiku waktu 30 menit untuk bersiap-siap.” Umpatnya keki lalu grasa-grusu berlari menuju kamar mandinya di sudut ruangan. Tidak butuh waktu lama bagi Misaki hingga selesai bersiap-siap. Pukul 14. 45 gadis itu sudah meninggalkan rumahnya dan bergerak menuju ammusent park.
Celakanya, Misaki melupakan sweeternya. Cuaca siang itu cerah, namun ternyata suhunya cukup rendah. Angin musim gugur memang sedang heboh-hebohnya bertiup. Jadi, mau dikata siang haripun, udara di luar tetap menusuk tulang. Misaki hanya bisa mengeluh kesal pada dirinya sendiri yang bisa melupakan sweeter pink penangkal hawa dinginnya itu. Apalagi, ia bisa dengan bodohnya tidak sadar kalau baju yang dikenakannya adalah sebuah terusan selutut tanpa lengan. Makin kedinginanlah tubuhnya.
Setelah menempuh perjalanan nyaris 20 menit dengan bus, Misaki akhirnya tiba di ammusent park. Taman itu tidak terlalu ramai, mungkin dikarenakan waktu yang masih siang bolong plus hembusan angin musim gugur yang menyebabkan udara cukup dingin. Misaki mengambil tempat di salah satu bangku dibawah sebatang pohon ginko yang mulai gugur dedaunannya sembari menunggu Ryosuke. Sesekali diliriknya jam tangan kuning muda yang melingkari pergelangan kirinya.
“katanya harus tepat waktu!” Umpatnya sambil membaca angka digital bertuliskan 13.06 di jam tangannya. “Malahan dia sendiri yang telat..”
* * * * * * * *
Ryosuke sudah mengetok pintu kamar berbahan kayu itu nyaris 10 kali sampai seseorang dengan malas-malasan membukakan pintu untuknya. Wajah orang itu nampak kusut sementara Ryosuke menatapnya marah.
“Mau apa?” tanya sosok yang akhirnya mau mengeluarkan dirinya dari lingkup kamarnya itu sambil memandang Ryosuke tajam. Pemuda yang ditanya masih menatap marah.
“Ada apa dengan kalian? Kenapa kau memutuskan Suzuka tiba-tiba?” tanyanya tanpa basa-basi. Chinen terdiam sejenak lalu masuk lagi ke kamarnya dan bersiap menutup pintu. Secepat kilat Ryosuke menahan gerakan pintu tersebut menutup. “Kau tidak pernah bertingkah seperti ini. Cerita Chii! Aku sahabatmu!”
Chinen menghentikan gerakannya menutup pintu, ganti membukanya makin lebar.
“masuk.” Perintahnya dengan ekspresi wajah yang sama. Ryosuke sedikit tersenyum, lalu menuruti pemuda itu.
* * * * * * * *
“Yamada sialan! Dia kemana sih?!” Umpat Misaki super kesal sembari menatap jam tangannya yang masih tetap bertengger di pergelangan kirinya. Kepalanya diangkat lalu menoleh kiri-kanan—lagi, kalau-kalau pemuda yang disinggung tadi akan muncul. Tapi ternyata, nihil. Ryosuke belum sama sekali menampakan batang hidungnya. Sudah nyaris sejam Misaki menunggu sendirian dibawah pohon ginko yang besarnya bisa 30 kali tubuhnya itu. kesal akut, gadis itu menarik keluar keitainya dari tas dan mulai menelpon Ryosuke.
‘--------------------------------------------tiit tiit tiit tiit”
Tak diangkat. Misaki nyaris melemparkan keitai putihnya ke tanah kalau saja kesabarannya tidak sebesar ini. Dengan amat berat hati, ditutupnya flip keitai tersebut dan memutuskan untuk menunggu—maximal sejam lagi karena ditinjau dari hasilnya menelpon Ryosuke yang gagal karena tak diangkat serta mengiriminya beberapa mail tanpa balasan, bisa disimpulkan pemuda itu masih dalam perjalanan.
Ya, semoga.
*
Sementara di sisi kota yang lain, keitai Ryosuke tengah bersenandung ria dalam mobil, mengindikasikan seseorang tengah menghubungi nomernya. Namun sayang, sang empunya masih sibuk di dalam kediaman keluarga Chinen demi mengurus masalah hati sahabatnya.
* * * * * * * *
“Jadi hanya karena itu? Kau cemburu?” Ryosuke menatap Chinen yang tengah duduk diam didepannya dengan wajah tak percaya. Pemuda itu sama sekali tidak menduga Chinen akan memutuskan gadis pujaan hatinya yang sudah dicintainya bahkan sejak SMP hanya karena cemburu. Hanya itu?
Chinen memasang tampang serius. Pemuda itu melemparkan pendangan pada objek lain disampingnya, tidak secara langsung balik menatap Ryosuke.
“Kau tidak tahu rasa sakitnya Ryosuke.”
Kedua alis Ryosuke bertaut mendengar kata-kata dingin Chinen itu. Pemuda itu balik menatapnya dengan tatapan tajam yang serupa.
“Kau bilang aku tidak tahu?!” tanyanya setengah kaget setengah jengkel. “Aku yang paling tahu rasanya Chii! Aku kehilangan Umika nyaris setengah tahun lebih dan ketika aku menemukannya lagi, dia sudah bersama pria lain. Tidakkah itu cukup untuk membuatmu sadar kalau aku yang paling tahu rasa sakit seperti itu? aku tahu rasa cemburu Chii, aku juga mengalaminya!”
Chinen masih tak mau menatap Ryosuke.
“Dengar, aku tahu kau masih terlalu mencintai Suzuka. Dan keputusanmu ini hanya karena kau terlalu emosi, itu saja.” Nada bicara Ryosuke menurun. “Pikirkan baik-baik Chii. Jaga dia selagi dia masih bersamamu, karena kau tidak akan pernah tahu apa yang bisa mengambilnya darimu..”
Kalimat terakhir Ryosuke telak menghujam hati Chinen. Ingatan akan Ryosuke yang kehilangan Umika kembali terngiang dikepalanya. Sepintas, bayangan itu diimajikan pikirannya menjadi dirinya sendiri yang tiba-tiba saja harus kehilangan Suzuka. Tangannya dingin. Pemuda itu pelan-pelan mulai merasa takut.
Ryosuke menarik nafasnya sebentar lalu memandang jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 16.42. pemuda itu langsung teringat Misaki.
“Aku pulang sekarang, ada tugas yang harus kukerjakan.” Pemuda itu bangkit dari posisi duduknya sementara Chinen masih terdiam. “Jaa, Chii.”
Ryosuke melangkah keluar kamar meninggalkan Chinen yang membisu. Langkahnya panjang dan cepat, mengakibatkan tidak butuh waktu lama baginya untuk menjangkau mobil sedan hitam metalik yang terparkir di luar. Pemuda itu membuka pintu depan lalu masuk. Sesaat diliriknya keitai hitamnya yang terletak sembarang di jok samping. Pemuda itu teringat, ia lupa membawa masuk keitainya setelah tadi sempat di telpon sang ayah yang heboh plus kegirangan akut karena berhasil mendapatkan game playstation terbaru di Italy.
Lirikan mata Ryosuke berhenti, berganti dengan gerakan tangan kanannya yang mengambil keitai itu lalu membuka flipnya. Keningnya agak berkerut menemukan rentetan daftar 5 kali panggilan masuk dan 6 mail sekaligus oleh orang yang sama, Yukimura Misaki. Penasaran, Ryosuke lalu membuka mail tersebut satu-persatu.
Saturday, August 11, 2012 15:15
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: Oi!
Oi! Kau dimana sih? Katanya harus tepat waktu, aku sudah nunggu 15 menit nih!
Oi! Kau dimana sih? Katanya harus tepat waktu, aku sudah nunggu 15 menit nih!
Saturday, August 11, 2012 15:35
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OIII!!!
Kau dimana????! Cepat datang! Aku sudah menunggu setengah jam!
Saturday, August 11, 2012 16:02
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OOOOIIIII!!!
Yamadaaa!! Kau lupa atau bagaimana sih?!
Saturday, August 11, 2012 16:11
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: OOOOOOOOOOIIIIIII!!
YAMADA RYOSUKE! Kau masih hidup kan?!
Saturday, August 11, 2012 16: 33
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: X( X( X(
HALOOOO!! ADA ORANG TIDAK?!
Saturday, August 11, 2012 16:40
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
From: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: X( !!!
Setengah jam lagi kau tidak datang, aku pulang! Kerjakan tugasmu itu sendiri! X(
Ryosuke menggaruk-garuk belakang kepalanya heran plus frustrasi.
“Siapa yang nyuruh dia datang jam 3 sih? Perasaan aku ngasih tahunya jam 5 deh..” Gumamnya tidak mengerti. Namun tak ayal, pemuda itu tetap menstater mobilnya dan melaju secepat kilat menuju ammusent park.
10 menit berlalu sampai Ryosuke akhirnya tiba di tempat yang dimaksud. Dengan tergesa-gera, pemuda itu memarkir mobilnya dan berlari keluar untuk mencari dimanakah gerangan Misaki berada. Matanya yang sibuk menelusuri seiisi taman akhirnya berhenti pada sesosok gadis berbaju terusan putih tanpa lengan yang tengah duduk diam dengan aura kesal meliputinya. Wajahnya agak pucat, mungkin karena suhu udara yang lumayan dingin. Apalagi, dia tidak mengenakan mentel atau sweeter untuk sedikit melindunginya dari hawa dingin akibat tiupan angin musim gugur ini.
Ryosuke secepat kilat mendekati gadis itu. Wajahnya nampak cemas, takut kalau-kalau Misaki jadi sakit atau apa.
“Yukimura..” panggilnya. Misaki secepat kilat menoleh, mendapati sosok yang sejak tadi ditunggunya sudah hadir dengan sempurna didepannya. Gadis itu langsung memasang wajah jutek dan pura-pura tidak mempedulikan kedatangan Ryosuke meskipun dalam hati dia tengah bersyukur lega setengah hidup karena tidak harus menunggu pemuda itu lagi.
Ryosuke sendiri mengabaikan wajah jutek Misaki yang jelas-jelas ditujukan padanya dan malah mendekati gadis itu, lalu menyentuh kedua pipinya lembut.
“Pipimu dingin sekali..!” Ryosuke segera melepaskan mantel yang dikenakannya lalu mengenakannya ke bahu Misaki. “Kau menungguku dari tadi? Gomen ne…”
Umika tidak menjawab, masih serius memperhatikan Ryosuke yang nampak sangat cemas menatapnya. Pelan-pelan, satu rasa perih menghujamnya, lalu bergerak merambat menjangkau pikirannya. Sekilas, rentetan bayangan kelabu kembali muncul seperti yang dialaminya pagi ini. Seorang pemuda, lalu dirinya yang tengah memberi melingkarkan mantel putih ke bahu pemuda itu.
“Ya Tuhan, pipimu dingin sekali Kau menungguku dari tadi ya? Gomen ne…”
.
.
“Daisuki dayo..”
Misaki sontak meyentuh pelipis kanannya karena kesakitan. Potongan bayangan itu terus berulang, memaksa pikirannya untuk kembali mengingat sesuatu.
“Daisuki dayo..”
Siapa yang bilang suka padanya?
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu, 22 Januari 2012
[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.12
CHAPTER 12
- Everything is about to change -
Suzuka berdiri dalam diam. Sudah cukup lama waktu terlewati sejak ia tiba di bangunan besar rumah sekeluarga bermaga Chinen tersebut. Matanya menatap lurus meskipun tangannya agak ragu memencet tombol bel di depan. Hatinya masih sesak memang, namun itulah alasan kenapa dia ada disana. Gadis itu butuh penjelasan rasional atas mimpi buruk yang dialaminya beberapa jam lalu dan dari penyebab mimpi buruk tersebut.
Bel itu akhirnya terpencet beberapa menit setelahnya. Pintu kayu besar di depannya lalu terbuka, menampilkan seorang gadis dalam balutan seragam maid lengkap. Gadis itu tersenyum ramah.
“Ohgo-san… selamat datang…” Gadis maid itu membungkuk hormat, mengenali sesosok gadis yang usianya hanya lebih muda beberapa tahun darinya itu sebagai kekasih tercinta sang tuan muda. Tubuhnya menepi, memberi jalan bagi Suzuka agar bisa memasuki rumah megah tersebut. “Silahkan masuk..”
“A-aa.. tidak usah..” Suzuka buru-buru menolak dengan melaimbaikan tangan kanannya. “Aku hanya ingin ketemu Chii… dia ada?”
“Aa.. gomenasai. Chinen-sama belum pulang…” jawab si gadis maid. Alis Suzuka bertaut diikuti lirikan matanya yang kemudian menatap jam tangan.
“ini sudah jam 8 malam.. dia tidak kembali siang tadi?” tanyanya lagi. Si gadis maid menggeleng.
“Chinen-sama belum pulang sejak tadi pagi… mungkin sedang di tempat Yamada-sama, Nakajima-sama, atau Arioka-sama..”
“sou kah..” Wajah Suzuka berubah muram lalu mengangguk. “Sa, Arigatou na..” ia tersenyum miris.
“Ohgo-san tidak mau menunggu dulu?” tawar si maid. Suzuka menggeleng.
“Aku langsung pulang saja…sekali lagi arigatou na..”
“hai..Douitashimashite Ohgo-san…”
Suzuka membalikan badannya lalu melangkah, bersamaan dengan gerakan si maid menutup pintu rumah keluarga Chinen. Otaknya penat memikirkan dimana Chinen sekarang dan bagaimana caranya agar bisa berdamai dengan pemuda itu. Namun, Suzuka akhirnya kembali ke rumahnya sendiri. Ia lelah, apalagi mulai besok kelas sudah dimulai. Pencarian akan Chinen dan alasan atas tindakan pemuda itu memutuskannya tiba-tiba terpaksa harus ditunda besok, meskipun gadis itu yakin 100% ia tidak akan bisa istrirahat, alih-alih terlelap setelah ini.
* * * * * * * *
Chinen baru tiba di rumahnya pukul 10 malam. Aura kesal pemuda itu langsung terlihat dari caranya membanting pintu depan saat hendak memasuki rumah. Wajahnya dingin, nafasnya memburu, tatapannya tajam, siap menelan siapapun objek yang tertangkap kedua lensanya. Saat hendak berjalan memasuki kamarnya, salah satu maid lalu menyapanya.
“Chinen-sama tadaima…”
Chinen memilih tak mempedulikannya dan terus berjalan. Maid itu mengikutinya hati-hati dari belakang, berniat memberitahu tentang perihal kedatangan Suzuka tadi.
“Chinen-sama..” panggilnya. Chinen tak bergeming. Maid itu memperbesar volume suaranya dengan kalimat selengkap mungkin.
“Chinen-sama, tadi Ohgo-san datang…”
Langkah Chinen terhenti. Pemuda itu menoleh kebelakang.
“Suzuka?”
“Iya. Sekitar pukul 8 tadi. Katanya, ingin bertemu Chinen-sama…”
Chinen diam sejenak. Pikirannya melayang entah kemana. Namun, setelah satu tarikan nafas berat, pemuda itu melangkah lagi, siap menjangkau kamarnya.
“Aku tidak peduli..” ujarnya tak acuh sambil terus bergerak hingga akhirnya tangan kirinya menyentuh kenop pintu kamar dan memutarnya hingga terbuka sehingga ia bisa masuk. Setelah sosoknya terhalang sempurna pintu kamar yang tertutup, pemuda itu langsung terduduk di tepi tempat tidurnya.
“aku tidak peduli…” bisiknya lebih pada diri sendiri.
* * * * * * * *
Yukimura sayu menutup pintu kamar berwarna coklat tua itu pelan-pelan setelah memastikan eksistensi di dalam sudah terlelap sempurna. Wanita itu lalu keluar, berniat menemui seseorang yang dihubunginya beberapa saat lalu. Dugaannya tepat. Orang yang di ingin ditemuinya kini tengah berdiri tenang sambil bersandar di mobilnya. Sayu buru-buru mendekat.
“Miki…”
Sosok yang dipanggil segera menoleh ke sumber suara. “Oba-san, konbanwa… ada apa?”
“Kenapa tidak memberitahuku kalau kalian sekampus dengan teman lama Misaki?! Tadi Misaki cerita, katanya mereka memanggilnya Umika. Mereka sudah tahu!..”Merasa tak perlu membalas sapaan tadi, Sayu langsung nyerocos panjang lebar tepat ketika jarak antaranya dengan Kamiki sudah dekat. Pemuda itu hanya terseyum tipis.
“Daijoubu… aku sudah membereskannya.”
Sayu mengangkat sebelas alis. “Membereskan apanya?”
“Semuanya. Pokoknya Oba-san cukup percaya padaku, tidak akan ada orang yang membawa Misaki pergi dari oba-san…” Jawab Kamiki mantap tanpa melepaskan sunggingan senyum dari bibirnya. Sayu terdiam agak lama.
“Aku berpikir untuk memindahkannya ke universitas lain. Ne, bagaimana menurutmu? Lebih aman kan?” sarannya. Dan, respon pertama yang Kamiki berikan adalah tertawa.
“Na-nani? Daijoubu yo, Oba-san… Kau tidak perlu melakukannya. Dan.., kalau kau memindahkannya begitu saja, Misaki pasti akan curiga, deshou? Bisa-bisa semuanya malah jadi berantakan. Sudah, serahkan saja padaku. Aku jamin Misaki tak akan kemana-mana…” Kamiki meyakinkan. Sayu hanya menggigit bibir bawahnya cemas.
“Kau yakin?”
“Tentu. Karena bukan hanya kita yang menginginkan eksistensi Misaki tetap hidup, tapi juga seseorang dari masa lalu Kawashima Umika..”
“Eh?”
“Kaa-chan..”
Satu suara lemah yang familiar seketika menghentikan percakapan singkat Sayu-Kamiki. 2 eksistensi itu menoleh, mendapati Misaki tengah berdiri di depan pintu dengan punggung tangannya mengusap-usap matanya yang masih agak sulit terbuka. Sayu buru-buru menghampirinya.
“Misaki, doushita?” tanya wanita itu cemas. Bukan 100% karena putrinya tiba-tiba terbangun di tengah malam, namun lebih karena ia takut pembicaraannya bersama Kamiki tadi tertangkap oleh Misaki.
“Kaa-chan ngapain?” Misaki berhenti mengusap-usap matanya dan baru saat itulah dia sadar kalau ibunya tidak sendiri.
“Miki?!” pekiknya seketika, menemukan ketidaksendirian ibunya itu ternyata karena salah satu sahabatnya tengah bersama sang ibu. Kamiki hanya nyengir.
“Yo, Misaki!”
“ Ngapain kesini?!” tanyanya galak. Masih terbawa kesal ternyata gadis itu karena siang tadi, baik Kamiki maupun Jingi tidak ada yang menunggunya untuk pulang bersama. Kamiki nyengir makin lebar lalu berjalan mendekati gadis itu.
“Aku mau memastikan kalau kau sudah sampai di rumah.. tadi kan aku nggak sempat mengantar…”
“Cih!”Misaki mendengus. “jam segini?! Telat!”
Kamiki tertawa. “Gomen na… aku ada urusan dengan ayahku tadi dan baru pulang sekarang.. tapi bukankah kau senang kalau aku datang?” pemuda itu memainkan sebelah alisnya. Wajah Misaki sontak memerah.
“Uruse! Siapa juga yang mau melihatmu..”
Kamiki tertawa makin lebar. Dan bukan hanya dia saja, Sayu bahkan ikut-ikutan. Misaki otomatis manyun.
“Kaa-chan kok tertawa?! Belain kek!” sungut gadis itu. Sayu hanya geleng-geleng.
“Kamu ini, kalau bersama Miki selalu saja keluar sifat kekanakannya..”
“betul Oba-chan…” Kamiki memberi jempol pada ibu Misaki, sementara yang disinggung makin melipat bibir.
“Urusee!” miaski makin bersungut. Sayu—masih setengah mati menahan tawa—lalu mengelus puncak kepala putrinya itu.
“Sudah…, Terus kenapa nih kamu bangun? Ada feeling Miki mau datang? Kangen ya?” wanita itu menggodanya. Misaki mengangkat kedua alisnya nampak kaget.
“Apaan~ nggak! Siapa juga yang kangen Miki!” bantah gadis itu cepat-cepat dengan wajah yang masih memerah. Melihat ekspresinya itu, nenek-nenek saltopun tahu kalau yang dikatakan gadis itu bertolak belakang dengan yang ada di hatinya. Sayu tersenyum lembut memandangnya sembari menunggu jawaban.
Misaki akhirnya tersadar dari orientasi hatinya dan mulai mengingat hal apa yang mengganggu tidurnya tadi. Wajah malu-malunya sontak berubah sendu.
“Aku mimpi buruk..” jawabnya pelan tatkala pikirannya mencoba memutar ulang potongan-potongan kejadian dalam mimpinya tadi.
“Eh..Mimpi apa? Ayo ceritakan pada Kaa-chan…” tanya Sayu penasaran. Diajaknya gadis itu untuk duduk di lantai keramik terasnya. Kamiki mengikuti. Keduanya siap mendengarkan cerita Misaki.
“Aku melihat sesorang baru saja dipukul hingga babak belur. Aku tidak tahu dia siapa, tapi perasaanku mengatakan orang itu familiar sekali.. Aku mencoba membantunya, Tapi dia…dia, memarahiku. Dia bilang aku licik. Dia membenciku..” air mata gadis itu tiba-tiba menetes, refleks, seolah tetesan bening itu akan keluar begitu saja bersamaan dengan terlintasnya bayangan mimpi buruk tadi. Padahal itu hanya mimpi kan? Dan Misaki bahkan tidak kenal siapa oknum yang bersamanya dalam mimpi itu.
“Aku menamparnya.” Gadis itu melanjutkan. “Aku marah, tapi hatiku sakit. Dan rasanya terlalu sakit rasanya sampai membuatku ingin mati…”
Meskipun terkejut dengan reaksi putrinya yang tiba-tiba mengeluarkan air mata, Sayu tetap menarik Misaki kedalam pelukannya. Satu tangannya terangkat, mengelus puncak kepala putrinya itu lembut.
“Daijoubu Misaki… itu cuma mimpi..”
Misaki mengangguk. Didepannya Kamiki hanya menatap penuh arti.
* * * * * * * *
Ryosuke malangkah gontai menjangkau kenop pintu kamarnya. Wajahnya muram dan kaku. Aktifitas membuka pintu kamar yang biasanya hanya memerlukan sepersekian detik waktunya kali ini malah berlangsung nyaris semenit. Ryosuke masih sibuk menyadrakan tubuhnya di pintu dan berpikir. Cukup lama sampai akhirnya ia masuk dan merebahkan dirinya di kasur dalam posisi telungkup. Tangan kirinya bergerak, mengambil pingura mini yang terletak di meja samping tempat tidurnya. Foto yang sama yang selalu ditatapnya setiap hari. Entah dengan sekali pandang atau sampai nyaris berjam-jam merenunginya. Foto itu, gadis dengan senyum manisnya yang sama.
Ryosuke tersenyum.
“Dasar bodoh. Kau hebat, bisa membuatku bertekuk lutut pada Mirai-chan hari ini..” kata-katanya terdengar pahit. “Semuanya bilang, aku hanya akan menyakiti diriku sendiri. Tapi, jika aku tak melakukannya, kau pasti akan menangis kan?”
Gadis dalam foto itu tetap bertahan dalam posisi matinya. Ryosuke menyingkirkan poninya yang nyaris menutupi mata dengan tangan kanan tanpa berpindah konsentari dari sosok dalam pingura itu.
“Aku hanya tidak ingin kau menangis lagi, Umika…”
* * * * * * * *
“Masuk duluan deh, aku nyari tempat buat markir dulu..” Kamiki menghentikan mobilnya di depan pendopo kampus dan mempersilahkan 2 penghuni nebeng yang duduk di samping dan dibelakangnya itu untuk turun. Yukimura Misaki dan Irie Jingi—selaku oknum yang disebutkan tadi segera membuka pintu mobil dan turun. Tak lupa sebelumnya bersay ‘arigatou’ dan ‘sayonara’ dulu pada sang pengendara.
Setelah memasuki pelataran kampus, Misaki dan Jingi berpisah jalan. Jingi ke gedung fakultasnya—teknokimia, sementara Misaki ke bagian manejemen bisnis. Beda lagi dengan Kamiki yang gedungnya nun jauh berbeda di ujung kompleks kampus, tepatnya gedung fakultas arsitektur. Cukup 5 menit waktu yang dibutuhkan Misaki untuk tiba di kelas pertamanya. Segera, gadis itu masuk dan memilih bangku kedua dari ujung kiri, barisan ketiga. Selagi menunggu dosennya tiba, Misaki iseng membolak balik buku mini dengan judul ‘English: Grammars’ di sampulnya sembari menghafal beberapa tumpuk kata yang tertera di dalam. Beberapa mahasiswa baru yang kebetulan melihatnya tersenyum geli. Mereka mengenalinya—Yukimura Misaki, sang peraih nem tertinggi tes masuk Universitas Meiji dan yang kabarnya sudah jadi rahasia umum kalau kelemahan gadis itu adalah bahasa inggris. Nilainya nyaris sempurna tentu, kalau saja nilai tes bahasa inggrinya bukan 68.
Keseriusan Misaki tidak sama sekali bisa digubris, bahkan ketika seseorang telah mengambil tempat di sebelahnya dan ikut membaca buku yang digenggam gadis itu. Keduanya bertahan dalam posisi seperti itu selama nyaris lima menit sampai tanpa sengaja Misaki menolehkan kepalanya ke pintu, mengecek, dosennya sudah tiba belum. Matanya sontak terbelalak kaget menemukan sesosok manusia sudah duduk disampingnya dan tengah serius membaca buku ‘‘English: Grammars’nya.
“Yamada Ryosuke?!” Pekiknya refleks namun dengan volume super minim, takut menimbulkan kegaduhan. Ryosuke berpindah focus dari buku tadi ke wajah Misaki.
“Ohayo, Yukimura..” Sapanya tenang sambil tersenyum. Misaki masih tidak bisa menghalau kekagetannya dan berlanjut melontarkan pertanyaan bernada sama pada pemuda itu.
“Apa yang kalu lakukan disini?”
“Kuliah..” Ryosuke masih menjawab tenang. Misaki mendengus.
“Aku juga tahu..”
“Terus ngapain nanya?”
Gadis itu mendecak. “Maksudku, kenapa duduk disini?”
Seperti sebelumnya, respon Ryosuke masih juga berupa kalimat tanya. “Memang tidak boleh? Tempat ini ada yang punya? Kamiki?” todongnya dengan 3 pertanyaan sekaligus. Gantian Misaki yang menjawab santai.
“Miki beda jurusan…dan aku cuma kaget saja kau tiba-tiba muncul di sampingku…”
“Sou kah..” Ryosuke mengangguk sembari tersenyum tipis. “Maafkan aku kalau begitu..”
Misaki juga mengangguk. Keduanya terdiam, sibuk mencari objek pembicaraan lain. Sorot mata Ryosuke kemudian tertumpu pada buku dalam genggaman Misaki.
“English Grammar? Kau suka bahasa inggris?”
Misaki cepat-cepat menggeleng. “kebalikannya. Aku benci bahasa inggris! Aku tidak bisa berbahasa inggris dan nilaiku selalu dibawah untuk pelajaran sial ini. Lagian, ngapain belajar bahasa inggris! Toh, aku tinggalnya di jepang!” jelas gadis itu jujur plus membela diri. Mendengarnya, Ryosuke tersenyum kecil.
“Masih tidak bisa ternyata…” Bisiknya pelan, namun tanpa sengaja terdengar oleh Misaki.
“Tadi kau bilang apa?”
“Betsuni~ aku hanya menggumam..” Jawab pemuda itu cepat. Misaki mangut-mangut. Keduanya kembali terdiam, mencari objek apa yang harus jadi bahan perbincangan berikutnya. Aneh memang. Meskipun baru 3 hari bertemu, Misaki sudah merasa sangat familiar dengan kehadiran pemuda itu didekatnya, seolah hal tersebut sangat lazim baginya.
Perasaan itu lalu merambat ke otaknya, mengingatkannya kepada kejadian buruk kemarin. Ada satu kisah yang menggugahnya, tentang Yamada Ryosuke dan si gadis bernama Umika yang katanya mirip dengannya itu. Misaki segera menjadikan hal itu sebagai topik perbincangan baru.
“ne, Yamada-kun… sebelumnya aku minta maaf..” Ujarnya pelan. “Tapi, aku hanya ingin tahu.. Umika itu siapa? Apakah dia sangat mirip denganku?”
Rentetan pertanyaan tersebut mengguncang Ryosuke begitu saja. Meskipun ia sadar dan tahu kalau Umika sedang krisis jati diri sekarang, tapi mendengar Gadis itu menanyakan siapa dirinya sendiri seolah ia adalah orang asing tetap memukulnya keras. Rasa sakit itu ada, namun Ryosuke mencoba menutupnya dengan senyuman palsu.
“Umika Kawashima, Dia kekasihku…” Ryosuke berhenti untuk menarik nafas. “Wajahnya memang sangat mirip denganmu. Ah, tidak, sama persis. Kalau kalian berdiri bersama, aku berani jamin tidak bisa membedakan yang mana dirimu, yang mana Umika..”
Misaki tergelitik tanpa tetap mengalihkan konsentrasinya dari pemuda di samping. “Itu sebabnya kau langsung memelukku dan menyangka aku adalah Umika di kali pertama kita bertemu kan?”
“un! Soal itu, gomenasai yo..” Ryosuke agak menunduk. Misaki masih setengah tertawa.
“Daijoubu. Nah, terus sekarang, dimana Umika?” gadis itu bertanya lagi. Satu pertanyaan itu kembali memberi pukulan keras bagi Ryosuke hingga pemuda itu mengubah ekspresi wajahnya menjadi kaku. Kalau saja ia tidak berpikir dengan akal sehat, ia pasti akan seketika memeluk gadis didepannya itu sambil berteriak kalau dialah Umika. Tapi tidak, Ryosuke masih harus bisa menahan jerit hatinya.
Nafsnya ditarik perlahan.“Umika kecelakaan 6 bulan yang lalu dan menghilang…”
Misaki tersentak “Ah, gomenasai! Aku tidak tahu kalau—“
“Daijoubu..” Ryosuke memotong. “Aku juga sudah merelakannya…”
Gadis itu terdiam. Mata coklat kembar Ryosuke jelas tidak bisa berbohong meskipun bibirnya sudah mengatakan kalau ia baik-baik saja. Siapapun bisa membaca raut kesedihan dan perasaan kehilangan hanya dengan menatap matanya.
Rasa sakit tiba-tiba menyerang hati Misaki begitu saja, seolah ia bisa merasakan kesedihan teramat sangat pemuda itu.
“Kau, pasti sangat mencintainya..” Ujar gadis itu lembut. Ryosuke menoleh, ikut melengkungkan senyuman yang sama.
“Un.. lebih dari apapun..”
Misaki mengangguk, masih tak melepaskan senyuman lembutnya. Ryosuke kembali diserang rasa sakit dan kerinduan untuk merangkuh gadis itu kedalam pelukannya. Namun sama seperti sebelumnya, pemuda itu masih bisa menahan diri. Meskipun sekali lagi tersakiti, tidak apa. Asalkan Umika tidak meneteskan air mata lagi.
Momen kedua sejoli itu berlalu bersama munculnya sesosok wanita cantik berkacamata berumur sekitar 28 tahun dengan beberapa buku tebal di tangannya yang kini tengah memasuki kelas. Kedatangan Wanita—yang adalah Maeda Atsuko sensei, dosen mereka itu langsung memecah konsentrasi Ryosuke, Misaki serta penghuni kelas yang lain dengan salam perkenalannya. Pandangan mereka seketika tertumpu sempurna pada dosen cantik itu tanpa lagi menyinggung hal-hal yang sempat jadi perbincangan mereka sebelumnya.
Sementara Maeda sensei bicara di depan, Ryosuke sesekali mencuri pandang ke arah Misaki yang tengah serius memperhatikan sambil tersenyum kecil.
* * * * * * * *
Suzuka merasakan darahnya berhenti mengalir ketika mata hitam beningnya menatap 2 sosok manusia di depannya. Ia mengenali salah satunya sebagai Chinen Yuri, pemuda yang –baginya— masih menjadi kekasihnya tersebut. Tapi bukan hanya itu yang membuatnya terpana. Chinen dan sosok yang satu lagi, yang adalah seorang wanita itu malahan tengah melakukan sesuatu yang bahkan dalam bayanganpun tidak pernah terlintas.
Chinen tengah memeluk gadis asing itu, mencium wajahnya sambil berbisik mesra di telinganya, membuat gadis itu sedikit kegelian sekaligus tertawa senang. Kehadian Suzuka yang cukup terasa membuat Chinen sedikit terkejut. Pemuda itu mengalihkan separuh perhatiannya pada Suzuka tanpa menghetikan bisikan mesranya pada gadis lain dalam pelukannya.
Dari seberang, Suzuka tetap diam. Matanya mulai memanas, siap memproduksi cairan yang lazimnya disebut air mata sekali lagi. Dan tanpa kemauan untuk melihat yang lebih jauh—karena kedua pasangan mesra dalam lab fisika yang kosong itu nampak akan melanjutkan kegiatan mereka ke tahap berikut dan hal itu hanya akan semakin menyakitinya—suzuka lalu cepat-cepat berlari keluar, berupaya menemukan satu tempat baginya untuk bisa melepaskan air matanya keluar tanpa gangguan siapapun. Gadis itu hanya ingin menangis saat ini. Itu saja.
*
“Chinen-kun, doushita?” Tanya gadis manis itu ketika sosok yang baru saja disebutkan namanya itu tiba-tiba melepaskan tangannya dari pinggangnya. Chinen yang tengah menengok ke pintu dengan wajah muram kemudian mengalihkan matanya kembali pada sang gadis.
“Tidak. Tidak ada apa-apa…”
Gadis itu tersenyum, lalu kembali memeluk Chinen. Hanya saja kali ini, bukannya membalas seperti sebelumnya, Chinen malah menghindar.
“Gomen ne, Rina-chan… bisa kita hentikan dulu?” Ujar pemuda itu dengan raut wajah kosong.
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kamis, 19 Januari 2012
[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.11
CHAPTER 11
- A Decision to be forgotten -
“Chii! Matte yo! Chinen!” Suzuka berlari agak terengah demi menjangkau pemuda yang tengah berjalan cuek beberapa puluh meter didepannya itu. Chinen Yuri, pemuda yang dipanggil itu jelas mendengar, namun memilih mengacuhkan si gadis. Hatinya masih sakit, masih jengkel. Terlebih karena semua pengkhianatan yang diterimanya itu terpampang langsung di depan matanya beberapa saat lalu. Pemuda itu tidak butuh alasan ataupun permohonan maaf. Ia hanya ingin sendiri, setidaknya jauh dari gadis itu untuk sementara waktu demi mendamaikan hatinya.
Namun tidak bagi Suzuka. Ia tidak tahu apa yang ada dalam pikiran kekasihnya itu sekarang, sehingga tanpa lelah gadis itu terus menyusul Chinen, mensejajari langkahnya dengan pemuda itu agar bisa menjelaskan ada apa antara dirinya dan Jingi. Waktu berlalu nyaris satu menit ketika Suzuka akhirnya bisa menangkap lengan kanan Chinen.
“Matte yo...” pinta gadis itu dengan nafas terengah-engah. Chinen terpaksa berhenti, namun wajahnya tak sama sekali menoleh ke belakang. Suzuka mengatur nafasnya beberapa saat sebelum mulai bicara. “Gomenasai yo, Chinen… Tadi itu aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya mengorek informasi dari Irie-kun tentang Yukimura, dan memang benar, Yukimura memang Umika..” tutup gadis itu dengan seulas senyum tipis meskipun jantungnya tengah berkerja 2 kali lebih cepat karena takut plus penasaran dengan reaksi Chinen berikutnya.
Pelan-pelan Chinen menoleh ke belakang dan menatap tajam tepat ke 2 bola mata Suzuka.
“Sudah selesai?”
“Eh?”
“Atau harus aku yang menyelesaikannya? Oke.. biar kucari kata penutup yang tepat. Oh, bagaimana kalau…’hubungan kita sampai disini saja’?” nada bicara pemuda itu dingin dan menusuk. Suzuka seketika membelalakan matanya, sama sekali tidak percaya dengan rentetan kata yang baru saja keluar dari mulut kekasihnya itu.
“A-apa?” tanyanya shock.
“Tidak dengar? Kubilang hubungan kita sampai disini saja..” Chinen terdiam sepersekian detik seolah berpikir. “..kita putus..”
Hati Suzuka seketika remuk. Tubuhnya membeku.Gadis itu tidak pernah menyangka kalimat macam ini akan dikeluarkan Chinen untuknya. Dan putus… berarti mereka harus mengakhiri hubungan yang sudah terjalin selama ini?
Chinen melirik gadis itu hanya sepersekian detik sebelum kemudian berbalik dan meninggalkannya seperti tadi. Tanpa kata lanjutan, tanpa solusi. Hanya diam.
Suzuka membisu disana. Hatinya masih hancur, jiwanya masih melebur. Pelan-pelan, tubuhnya merosot ke tanah hingga terduduk. Chinen sudah jauh didepan sampai-sampai tidak mendengar alih-alih merasakan kalau gadis yang sempat besamanya tadi sudah terduduk lemas di tanah. Dalam posisi duduknya yang pasrah itu, Suzuka lalu mulai meneteskan air mata.
* * * * * * * *
Misaki membanting pintu kamarnya keras, lalu sesegera mungkin membaringkan tubuhnya di kasur. Matanya terus memandang langit-langit berwarna orange kamarnya sembari satu tangannya mengelus-elus pipi kanannya yang masih agak hangat akibat tamparan tadi.
“Cih!” Umpatnya kesal saat membayangkan kejadian tadi. Siapa juga yang tidak kesal? Didatangi sekelompok manusia yang sudah memaksanya mengaku diri sebagai orang lain, masih dikasih tamparan pula. Padahal Misaki sama sekali tidak kenal mereka, bahkan gadis yang menamparnya itu. Yang bisa ditangkapnya dari pembicaraan singkat bernuansa peperangan mereka tadi hanyalah Yamada Ryosuke dan gadis bernama Umika yang kata mereka adalah dirinya. Tapi siapa itu Umika? semirip itukah gadis itu dengan dirinya sampai-sampai mereka bisa salah mengenalinya seperti itu?! sudah 2 kali pula! Dan apa pula itu permohonan agar ia mau menemui Ryosuke? Apa karena pemuda itu sudah nyaris bunuh diri demi Umika yang hilang itu?! Loh, yang meninggal kan Umika, kenapa ia yang harus dilimpahi beban? Sudah jelas-jelas dia bukan Umika.
Misaki jenuh. Diangkatnya tubuhnya dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi lalu mulai mencuci mukanya. Setelah basuhan pertama, tanpa sengaja gadis itu melihat bayangannya sendiri dalam kaca di depan. Wajahnya yang manis dengan mata hitam cemerlangnya yang indah. Perlahan, jemarinya mulai bergerak menyentuh permukaan wajahnya sediri mulai dari kening hingga kedua pipinya.
“Kayak gimana sih wajah sih Umika itu?” Tanyanya setengah berbisik. Masih pertanyaan yang sama yang membuatnya stress dan kesal sejak tadi. Sumpah, gadis itu penasaran akut dengan yang namanya Umika serta semirip apakah rupa gadis itu dengannya.
“Misaki..?”
Satu suara tiba-tiba terdengar. Misaki kenal betul suara milik siapa itu. Sesegera mungkin dibasuhnya wajahnya lalu berjalan keluar kamar.
“Kaa-chan, sudah pulang? Kok cepat?” tanyanya heran pada sang ibu yang kini tengah mengeluarkan sebagian sembako belanjaannya dan meletakannya di meja makan. Wanita 40 tahunan itu tersenyum lalu mengangguk.
“Kebetulan kerjaan hari ini cuma sedikit. Kaa-chan minta ijin pulang duluan deh, sekalian mau belanja. Isi kulkas nyaris habis tuh..” Yukimura Sayu menghentikan pembicaraannya sejenak ktika menemukan ada yang agak ganjil pada putrinya itu. “Misaki.., kamu nyuci muka ya? Siang-siang begini, tumben..”
Misaki mengangguk namun seketika teringat kejadian menyebalkan di kampus tadi. Wajahnya langsung berubah manyun.
“lagi kesal..” jawabnya singkat. Sayu mengerutkan kening.
“Kesal kenapa? Ayo cerita sama Kaa-chan..” Wanita itu menarik sebuah kursi untuk diduduki putrinya, sementara ia ikut duduk di satu kursi lain. Misaki menghela nafas beberapa kali sebelum mulai bercerita.
“Aku dita—maksudku ada yang salah mengenaliku..” kalimat gadis itu sempat terhenti dan kemudian terganti. Ia tidak mau ibunya tahu kalau siang tadi dia habis digampar orang asing. Bisa-bisa jantungan ibunya.
“Salah mengenali?” sang ibu mengulang kata-kata Misaki, tidak ngeh.
“Iya. Ada sekelompok orang di kampus yang salah mengenaliku dengan gadis lain. Sudah begitu mereka maksa banget membuatku mengaku kalau aku orang yang mereka kira itu. Cih! Bikin kesal saja!” Misaki makin manyun. Sayu tersenyum kecil lalu lanjut bertanya.
“Memang mereka salah mengenalimu dengan siapa?” tanyanya. Misaki nampak berpikir sejenak.
“Uhm…Kalau tidak salah sih, namanya Umika..”
Deg!
Jantung Yukimura Sayu sontak berdegub cepat. Keringat dingin pelan-pelan menetes keluar dari pori-pori kulitnya. Nama itu, ia kenal betul. Umika. Kawashima Umika, Misaki yang dulu yang seharusnya tetap menjadi rahasia yang terkubur selamanya. Lalu bagaimana bisa orang lain mengetahui kebenaran jati diri putrinya itu? apakah mereka orang-orang dari masa lalunya?
“Haah… jangan-jangan aku punya kembaran. Mungkin tidak Kaa-chan. Kaa-chan?” Misaki menyadari perubahan ekspresi ibunya tiba-tiba. “Kaa-chan? Doushita?”
Sayu tersentak, dan buru-buru mengelak. “Aah.. tidak. Kaa-chan cuma mengingat-ngingat kira-kira kamu pernah mirip sama siapa… tapi nama Umika itu sepertinya asing sekali..”
“Deshou..? ck! Aku jadi bingung deh, bagaimana harus menghadapi mereka besok..” Misaki menempatkan kedua sikunya di meja lalu memangku dagu. Sayu menatapnya hati-hati lalu menanggapi pertanyaan gadis itu dengan sebuah solusi yang dirasanya cukup kuat untuk menghindarkan putrinya dari resiko bertemu orang-orang yang diceritakannya tadi.
“Kalau kau mau pindah universitas tidak apa-apa kok. Kaa-chan mendukung..”usulnya. Misaki mengubah posisinya jadi duduk tegak, lalu tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak mungkin yo, Kaa-chan.. aku tidak akan melewatkan beasiswaku hanya karena hal kecil seperti ini… muri desu~” Misaki menjawab santai di sela-sela tawanya. Sayu hanya tersenyum kecil—agak terpaksa.
“Sou kah… terserah kamu deh…” Jawabnya dengan nada senormal mungkin meskipun perasaannya sedang tergugah hebat karena hal ini. Apakah putrinya akan pergi sekali lagi?
Tidak. Sudah cukup ia kehilangan Misaki yang dulu. Kali ini, ia berjanji akan mempertahankan Misaki apapun yang terjadi meskipun fakta mengatakan bahwa gadis kecilnya itu bukan miliknya.
* * * * * * * *
Mirai merebahkan dirinya di sofa keluarga Nakajima lalu terisak keras. Yuto mengikuti dengan tergesa-gesa dan langsung merangkuh gadis itu kedalam pelukannya. Dibelakangnya, Daiki dan Momoko mengekori dalam diam, meskipun keadaan mereka tak kalah kacaunya dengan Mirai.
“Mirai..sudahlah…” Yuto menenangkan gadis itu dengan mengelus puncak kepalanya lembut. Mirai hanya bisa sesegukan.
“Bagaimana kalau Ryosuke tahu ini…? Hatinya pasti akan sakit sekali kalau tahu Umika benar-benar melupakannya..” ujar gadis itu masih menangis. Yuto tidak bisa menjawab, hanya memeluknya kuat.
“Minaa…” Satu eksistensi tiba-tiba muncul di ambang pintu dan mengagetkan semua orang dengan sapaannya yang lemah. 4 pasang mata dalam ruangan tersebut sontak menoleh ke sumber suara.
“Ryosuke…” Daiki setengah berbisik menyebutkan nama eksistensi yang tadi bersuara itu sementara pemuda yang disebutkan melangkah masuk dan mendekati mereka berempat. Mirai cepat-cepat membersikan bekas aliran air mata di pipinya.
“Ryosu—“
“Daijoubu..” ucap pemuda itu tanpa mendengar kelanjutan kata-kata Mirai. “Aku tahu…”
“Eh..? Ryosuke… maksudmu, kau tahu kalau Yukimura adalah Umika?” Sergah Yuto cepat-cepat dengan ekspresi terkejut yang kentara jelas. Ryosuke mengangguk kalem.
“Dia amnesia…”
Kelompok itu terdiam. Dari nada bicaranya saja, mereka bisa menangkap kesedihan dan rasa sakit Ryosuke. Sementara, Pemuda itu paksa tersenyum untuk meredakan perih di hatinya.
“Meskipun melupakan kita, paling tidak si bodoh itu masih hidup kan..?”
“Ii yo, Ryosuke. Dia adalah Umika yang dulu, ia masih bisa mengingat kita. Kita hanya perlu menceritakan semua yang terjadi dan—“
“tidak, Mirai…”
Mirai tertegun.
“—kita hanya kan menyakitinya..”
Kata-kata Ryosuke jelas menimbulkan tanda tanya besar dalam kelompok tersebut. Nyaris keempat orang itu memikirkan pertanyaan yang sama. Menyakiti apanya? Bukankah akan lebih baik jika gadis itu tahu yang sebenarnya? Ryosuke tak perlu menderita lagi kan?
“Apa maksudmu menyakitinya?” Momokolah yang pertama mentansmisikan isi kepalanya itu dalam pertanyaan. Ryosuke sedikit menunduk saat menjawab.
“Aku hanya tidak mau Umika merasakan sakit karena kehilangan orang tuanya. Aku tahu rasanya dan itu yang terburuk..” jawabnya dengan nafas tertahan.”Dia sudah punya keluarga sekarang. Ibu yang baik, teman, kekasih…Dia tidak lagi harus merasakan kesedihan ini..”Ryosuke sedikit mengcopy kata-kata Kamiki. Yuto, Mirai, Momoko, dan Daiki sontak mengangkat alis masing-masing, kaget.
“Demo Ryosuke, bagaimana dengan Ryuu?! Umika masih punya adiknya dan… Kau.., kau hanya akan menyakiti perasaanmu sendiri!” Mirai cepat-cepat membantah, tidak setuju dengan pemikiran Ryosuke itu.
“Aku sependapat dengan Mirai.” Daiki menyambung. “Kita tidak bisa membohongi Umika. Meskipun sakit, Umika sendirilah yang harus menghadapinya.”
Perasaan Ryosuke bertambah hancur. Semua menolak jalan pikirannya. Bodoh dan menyakitkan memang. Tapi sungguh! Demi apapun, ia tidak ingin melihat Umika menangis lagi. Tidak dengan perih yang sama yang mengutuk hidupnya 10 tahun lalu. Perih yang bahkan sampai saat inipun belum benar-benar bisa dilupakannya.
Dengan satu gerakan pasti, Ryosuke tiba-tiba saja sudah memerosotkan tubuhnya dan mengambil posisi berlutut. Pemuda itu menunduk dalam kepada barisan 4 orang sahabatnya itu. Ini pertama kalinya, pertama dalam seumur hidupnya pemuda itu berlutut dan memohon pada orang lain. Tapi tidak apa, bagi Umika, demi senyuman yang seharusnya tetap terjaga di bibir gadis itu, Ryosuke akan melakukan apapun. Bahkan dengan merendahkan dirinya sendiri seperti saat ini.
Mirai, Yuto, Momoko dan Daiki sontak bertambah terkejut. Ryosuke bisa-bisanya berlutut dan memohon? Pada mereka? Demi menjaga perasaan Umika? Apakah dunia bisa sebegitu jahatnya sampai membuat pemuda itu melakukan ini—sesuatu yang bahkan dalam mimpi mereka pun tak pernah terlintas?
“Aku mohon…” Sekali lagi pemuda itu bicara. Bahunya mulai bergetar. “aku hanya tidak ingin Umika menangis lagi, itu saja…”
“Ryosuke, sudah. Ayo bangun..” Yuto berusaha mengangkat kedua pundak Ryosuke, membantunya bangun. Namun pemuda itu enggan bergerak, masih menunggu kepastian jawaban atas pintanya.
“Kau egois Ryosuke..” Ujar Mirai pelan namun dengan nada dingin yang menusuk. Tatapannya tajam ke arah Ryosuke. Pemuda yang ditatap itu mendongak—sedikit terisak, ia ikut menancapkan tatapan yang sama tajamnya. Namun tatapan itu lebih dipenuhi sakit dan pinta.
“Aku akan lebih egois jika membongkar semua kebenarannya. Aku akan lebih menyakiti Umika, demi kebahagiaanku sendiri. Aku akan membuatnya kehilangan kehidupan palsunya yang tentram bersama ibunya hanya untukku sendiri. Hanya agar Umika kembali mengingatku. Itulah egois yang sebenarnya, Mirai..”
Mirai tersentak. Kata-kata Ryosuke entah kenapa membuatnya berpikir ulang tentang permintaan pemuda itu. Tapi tetap saja, dia tidak bisa menerimanya. Ia tidak bisa melihat Umika mengulas senyum bersama keluarganya yang baru sementara Ryosuke nyaris mati kesakitan karena dilupakan gadis itu. Meskipun ia tahu, dibalik kelemahannya, Ryosuke adalah sosok yang sangat tegar, namun setelah melihat bagaimana kacaunya pemuda itu saat Umika hilang membuatnya tidak bisa mempercayai ketegaran Ryosuke lagi. Pemuda itu hanya akan tersakiti, hanya itu! Ryosuke tidak akan bahagia jika melihat gadis yang seharusnya adalah kekasihnya menikmati kebahagiaan bersama orang lain.
Ryosuke masih memberikan tatapan yang sama. Mirai merasakan air matanya mulai menggenangi pelupuk. Gadis itu kemudian pergi, berlari meninggalkan kelompok itu menuju satu kamar kosong yang pintunya tengah terbuka.
“Mirai!” Yuto cepat-cepat menyusul gadis itu, takut kalau-kalau sesuatu terjadi padanya. Kini tinggal Daiki, Momoko, dan Ryosuke yang masih juga berlutut. Daiki segera membantu sahabatnya itu untuk berdiri.
“Ryosuke, ayo duduk dulu..” Pemuda itu memapah Ryosuke agar bergerak bersamanya mendekati sofa coklat muda yang letaknya tak jauh dari mereka. Namun, lain respon dari Ryosuke.
“Daichan..” Ryosuke lalu menoleh ke Momoko. “Momo… kumohon…”
“Kau yakin..?” Momoko mendekati pemuda itu dan membantu Daiki memapahnya untuk duduk di sofa. Ryosuke refleks bergerak menurutinya. “Kau yakin tidak apa-apa? Jangan menyakiti dirimu sendiri Ryosuke…”
“Momoko benar. Tidak apa-apa bagi kami, karena meskipun Umika lupa, kami masih bisa berusaha berteman dengannya lagi. Tapi, kau…tidak apa-apa jika kau melihat Umika bersama pria lain? Hontou ni ii desuka?” Daiki menambahkan. Ryosuke menatap kedua pasang mata yang tengah menanti jawabannya dengan perasaan terguncang. Ia tahu, pada akhirnya orang yang paling tersakiti adalah dirinya sendiri. Meskipun begitu, tekadnya sudah bulat. Tidak akan ada lagi tangis di mata Umika, meskipun bayarannya adalah hatinya sendiri.
“Daijoubu…” seperti biasa, Ryosuke tersenyum pahit. “Tidak apa-apa, asalkan Umika bahagia..”
* * * * * * * *
“Mirai…daijoubu.. ini sudah keputusan Ryosuke..” Yuto memeluk gadisnya erat sambil satu tangannya membelai lemah rambut gadis itu. Mirai makin membenamkan wajahnya di dada Yuto bersama isaknya yang tak juga henti.
“Ryosuke bodoh, Yuto. Dia hanya akan menyakiti dirinya sendiri…” ucap gadis itu masih terisak. Yuto tidak menjawab, hanya mempererat pelukannya di tubuh mungil Mirai.
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sabtu, 14 Januari 2012
Shuffle Challenge 1
Shuffle Challenge
Hey Say JUMP X Pairings
1. Ryosuke Yamada X Shida Mirai
Ai no Uta – Fukai Mai
Sepasang bola matanya terpejam. Jemarinya gemulai menekan pelan tuts-tuts putih bersih di depannya. Alunan musik terdengar merdu dan hanya dalam hitungan jari, belasan orang telah berkumpul mengelilinginya, menikmati setiap nada indah yang tercipta dari gerakan jemarinya.
Dia masih tak disana. Berapa kalipun gadis itu memainkan nada yang sama, beberapa kalipun dalam pejaman matanya ia berdoa, berapa kalipun lagu cinta itu terdengar.
Dia tetap tak ada disana. Tak akan bisa kembali kesana.
Setetes air matanya jatuh sembari jemarinya berhenti memainkan alat musik bertuts itu.
Bisakah gadis itu berharap, Dia kembali padanya?
Soba ni iru yo…
( A/N: Gajeh pangkat kuda nil ini beneran~ haha. Genrenya angst pula~)
2. Yuto Nakajima x Ohgo Suzuka
Ai kakumei - ?
“Aku menyukaimu…tidakkah itu cukup?”
Pendar mata kelabu gadis itu dibasahi air mata. Ia menunggu paling tidak satu saja kata yang mungkin akan tercelat dari sesosok pemuda di depannya.
“Aku…”
“Tidakkah menyukaimu cukup bagimu untuk menerimaku?” gadis itu kembali bicara, membalas satu-satunya kata yang terlontar dari pemudanya. Lama sosok itu menatap si gadis dengan mata yang tidak kalah sendu. Dan sedetik kemudian, ia berbalik, bergerak pergi dan meninggalkan gadis itu jauh..jauh dibelakang.
Gomenasai…
(A/N: kagak tahu gw mah ini yang nyanyi siapa, mana liriknya juga nggak ngarti~ JYAAH! Timpukin aja, eh ceritanya jadi gini~”
3. Chinen Yuri x Umika Kawashima
Our Future – Hey Say JUMP
“Maukah kau menikah denganku?”
“HAH?!” kening gadis itu berkerut mendengar permintaan dari sosok pemuda tampan di depannya. Pemuda itu hanya tersenyum kecil.
“HAH?!” kening gadis itu berkerut mendengar permintaan dari sosok pemuda tampan di depannya. Pemuda itu hanya tersenyum kecil.
“Aku sudah melewatkan seminggu hidupku bersamamu. Dan sekarang aku sudah memustuskan…” ada jeda sedikit sebelum ia melanjutkan kata-katanya.
“demi masa depan kita, maukah kau menikah denganku?”
(A/N: maklum…masa depan yang ada dalam pikiran setan gw ya cuma kawin sama Yama XD)
4. Keito Okamoto x Mayuko Fukuda
Beautiful days - Arashi
“Kita mau kemana?” Mayuko dengan mata tertutup bertanya khawatir. Pemuda bernama keito yang kini berdiri dibelakangnya dan tengah menutup matanya tersenyum kecil.
“ikut saja denganku…akan kupastikan hari ini jadi hari yang indah…”
Mayuko menurut. Selang beberapa langkah, keito akhirnya membuka penutup matanya.
Kini gadis itu menatap pemandangan di depannya tidak percaya.
“Keito..apa ini?” tanyanya melihat sebuah ruangan diisi berbagai bohlam berwarna berbeda, menciptakan pendar cahaya yang cantik.
“Terima kasih untuk hari-hari indah yang kau lalui bersamaku Mayu…” ujar pemuda itu tersenyum. “sekarang… biarkan aku menjadikan hari ini hari yang juga indah bagimu… hari yang akan kita kenang bersama..”
Dan dengan satu hentakan, keito maju lalu mencium bibir mayuko lembut.
(A/N: Gajeee~ yang gw inget cuma PVnya sih, bukan lirik…)
5. Arioka Daiki x Momoko Tsugunaga
Yuuki 100% - NYC
“Kenapa bersedih?”
“Huh?!” Daiki menoleh, mendapati seorang gadis manis menatapnya khawatir.
“kenapa kau bersedih..lihat, mataharinya bersinar cerah sekali kan?”
“Eeh?”
Gadis itu tersenyum lalu mengambil tempat disebelah daiki.
“kau tahu, jika kau punya 100% keberanian, kau bisa melakukan apapun… kau bahkan bisa mengubah dunia yoo~”
“Apa maksudmu…?”
“kau…gagal audisi kan? JE?”
Daiki ternganga. “ba-bagaimana kau tahu?”
“dengar, badai pasti berlalu dan hari yang cerah akan kembali… pergilah, coba lagi. Dan jangan lupa, siapkan keberanian 100 %..”
(A/N: Nyontek liriknya benget ini kata-kata si Momo itu… HAA! Yang penting jadi! *ditoyor*)
6. Takaki Yuya x Rubi kato
Sakura girl - News
Kedua kesistensi itu berdiri diam dibawah guyuran bunga sakura. Mereka hanya menatap sepersekian detik sebelum sang gadis membuka suara.
“Aku mau putus…”
Dan yang berikutnya terdengar adalah seruan tidak percaya dari si pemuda.
“Eeh??”
“Kita sudah berhubungan cukup lama, dan.. sekarang saatnya untuk berpisah…” Gadis itu berbalik lalu segera pergi. Yuya tak sempat mengejarnya.
“matte yo..matte.. ma—“ kata-katanya terhenti ketika satu kelopak sakura jatuh tepak di wajahnya. Dan saat itulah Yuya mengerti, hubungan mereka memeng sudah waktunya berakhir.
“Kita bersama saat sakura mekar dan berpisah setelah gugur bukan….” Pemuda itu trsenyum pahit. “selamanya, aku tetap mencintaimu…boku no sakura girl..”
(A/N: Di PVnya gw Hanya inget ekspresi kacaunya Yamapi dan lirik Boku no sakura doang~)
7. Kei Inoo x Natsuyaki Miyabi
School Kakumei – Hey Say JUMP
“APA INI?!” Inoo berteriak heboh saat menemukan dirinya dalam balutan pakaian anak…SMU? “Hey!! Tidak ada yang bilang aku harus berperan sebagai anak SMU kan?”
“Sudahlah Inoochan… kau kan menggantikan Yamada jadi bintang PV kita… dibikin seru aja lah… asyik kan masa SMU..”
“tapitapitapi… seragam? Aku paling benci seragam SMU!”
“aku paling suka seragam SMU!!”
“EEH??” pandangan mereka beralih pada seorang gadis yang tiba-tiba muncul. Dia…
“MIYA-CHAN???” Inoo berteriak.
“Inoo-kun?? Are? Bukannya Yamada kun yang jadi lawan mainku di PV kalian ya?”
“hah?”
“Oh kami lupa memberityahumu Inoo” Yabu menyambung. “Miya natsuyaki yang akan jadi model cewek PV kita..”
(A/N: no comment >,<)
8. Hikaru Yaotome x Takimoto Miori
BE ALIVE – Hey Say JUMP
“Kau harus bertahan Mio!! Kau harus tetap hidup! Ini demi anak kita!!” Hikaru terus terusan memberi semangat istrinya yang nampak kesulitan melahirkan anak mereka.
“SAKIIIIIIIIITTT!!!” balas sang istri sembari menarik-narik baju hikaru kuat. “SAKIT HIKKA!!! AAAAAHH!!”
“hai! Hai! Daijoubu Mio…” Hikaru mulai ketakutan melihat istrisnya terus-terusan merintih kesakitan. Pandangannya berlaih pada dokter disebelahnya yang juga sedang berusaha keras untuk membantu Mio mengeluarkan anaknya.
“Hai Yaotome-san, dorong terus…”
“HIKAAAAA!!! SAKIIIT!! AKU MAU MATII SAJAAAA!!!”
“KYAAA!! Jangan Mio! Ingat anak kita!! Kau harus tetap hidup! Kau harus tetap hidup!!”
“AAAAAAHH!!”
“AAAAAAHH!!”
.
.
“Ea..ea..ea…” dan suara bayi yang baru lahir akhirnya terdengar.
(A/N: mentang-mentang judulnya be alive- jadi gw bikinin gini dah..>,<)
9. Yabu Kota x Kanda Sayaka
Magnet – Kagamine Rin & Len
Yabu memeluk gadis di depannya erat sembari memberikan ciuman nakal di leher gadis itu. Sayaka mulai mengerang kegelian.
“Kouchan, hentikan~geli..” perintahnya. Namun bukannya menghentikan kegiatannya, Yabu malah memperdalam ciumannya.
“Ah~” Sayaka kembali mengerang nikmat, cukup membuat Yabu menyeringai menyadari apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pelan tapi pasti, Yabu menggendong tubuh gadis itu dan membaringkannya di tempat tidur. Pemuda itu mengecup bibir sayaka lama. Pikirannya melayang. Gadis itu seperti magnet yang menariknya, membuatnya melakukan apapun untuk mendapatkannya.
Kancing kemejanya lalu dibuka.
(A/N: *sigh* aneh banget ini yah? Udah gaje, porno pula~ *///_///*)
10. Ryutaro x kanon
Arigatou – Kyou Kara Maou soundtrack ending 2
“Ryuu…”
“daijoubu kanon. Ini hukuman untukku karena sudah menenggelamkan JUMP dalam masalah..”
“Tapi keluar dari JUMP? Tidak mugnkin Ryuu. Kalian sudah seperti keluarga…”
Ryuu menggeleng. “Aku hanya tidak bisa membuat mereka dirumori berbagai gosip lagi. Cukup untuk kali ini aku membuat masalah..”
Kanon menunduk. Ryuu memeluknya kuat.
“Kanon..”
“Kanon..”
“Ya…”
“Bisa bantu aku bikin surat?”
Kanon mengangkat kepalanya.
“untuk?”
“Aku ingin bilang Arigatou untuk semunya… untuk JUMP…”
Kanon tersenyum lembut. “tentu saja. Aku akan membantumu..”
“Arigatou, kanon..”
(A/N: hanya ngarti arigatounya doang!!)
Langganan:
Postingan (Atom)