CHAPTER 19
“Miraichan…” Ryosuke melambai senang melihat Mirai sedang terduduk manis di salah satu bangku taman sekolah. Sejak menerima e-mail dari gadis itu semenit lalu, Ryosuke nampak kegirangan akut melangkah keluar dari kelasnya menuju tempat yang dijanjikan tersebut. Jam sekolah sudah usai, sehingga jumlah manusia di sekolah sudah sangat langkah sekarang.
“Gomen ne…. aku kelamaan ya?” tanya pemuda itu sontak mengetahui raut wajah Mirai nampak sedikit berbeda dari biasanya. Mirai menggeleng lemah, lalu segera bangkit dari kursinya.
“Ryosuke, Gomenasai…” gadis itu sontak bersuara. Ryosuke terdiam agak lama.
“Minta maaf untuk apa Mirai-chan? Aku—“
“hontou ni gomenasai…” Mirai cepat memotong. “Kita, tidak bisa bersama lagi…”
Nafas Ryosuke tercekat. Kaget. Baru saja pemuda itu merasa memiliki hati gadis pujaannya dan kali ini gadis itu memintanya untuk kembali melepaskannya. Tapi kenapa?
“Doushite? Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Maafkan aku kalau begitu. Aku tidak—“
“bukan itu Ryosuke!”Mirai sedikit menaikan nada suaranya. Tak ayal, tetesan bening yang ditahannya sedari tadi ikut mengalir keluar seiring kata-kata menyakitkannya yang terlontar kemudian. “Aku sudah tidak bisa bersamamu lagi. Aku sudah memilih Yuto, aku tidak bisa mengkhianatinya..” jeda sejenak sembari salah satu tangannya mengelap setetes air yang kembali mengaliri pipinya. “..dan kau sudah punya Umika..”
Ryosuke kembali tercekat sebelum kemudian menolak keras. “Tidak Mirai-chan… aku dan Umika tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman..!”
“Aku sudah memutuskan, Ryosuke! Aku menyukaimu juga, tapi aku tidak bisa..” Mirai bersiap meninggalkan pemuda itu, namun seketika itu juga tubuh mungilnya sudah masuk dalam lingkaran tangan Ryosuke.
“Jangan pergi, kumohon…jangan tinggalkan aku…”
~ 0 ~ 0 ~ 0 ~
“Kau mencari Ryosuke?” Satu sosok menjulang tiba-tiba muncul di depan Umika membuat gadis itu kaget setengah akut dengan kehadirannya. Sadar tak sadar siapa manusia di depannya, segera di geplaknya bahu eksistensi tersebut.
“kau mengagetkanku, Nakajima!” serunya kesal. Manusia yang adalah seorang Yuto Nakajima itu nyengir lebar sembari mengulangi pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya.
“Kau mencari Ryosuke, Umika?”
Gadis yang ditanyai itu mengangguk. “Aku mau mengembalikan buku catatannya. Tadi ketinggalan di mejaku. Kau sendiri, Tidak bersama Mirai?”
Yuto tersenyum tipis. “aku juga sedang mencarinya…uhm, bagaimana kalau kita cari mereka berdua bareng? Mungkin saja mereka sedang bersama-sama…”
Umika memiringkan kepalanya sedikit, tidak begitu setuju dengan usul Yuto barusan.
“Anoo..kurasa lebih baik kukembalikan besok saja. Mungkin anak itu sudah pulang…”
“Tidak mungkin Ryosuke meninggalkanmu di sekolah. Dia selalu mengantarmu pulang kan? Ayolah…” sedetik setelah mencelatkan ajakan kedua, pemuda itu lalu menarik tangan Umika agar ikut melangkah bersamanya. Terpakasa, gadis mungil itu mengikuti. Secara tubuh Yuto yang meskipun kurus ternyata cukup bertenaga itu sanggup menyeretnya untuk ikut bergerak.
Yuto punya satu tujuan. Pemuda itu yakin benar, saat ini Mirai bersama Ryosuke, karena itu dengan mengajak Umika bersamanya, Yuto ingin tahu bagaimana reaksi Ryosuke terhadap Mirai jika ada Umika. Atau lebih jelasnya, pemuda itu sangat ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Lengkah kedua eksistensi tersebut terus menelusuri lorong sekolah, nyaris memasuki taman belakang ketika 2 pasang mata masing-masing menangkap sesuatu.
“Lepaskan aku Ryosuke..kau tahu, aku tidak bisa! Kau sudah punya Umika dan aku sudah jadi milik Yuto!”
“tidak Mirai….aku yang tidak bisa. Dengar, tidak pernah ada hubungan apapun antara aku dan Umika. kami hanya teman…”
Mereka berdua terpaku. Didepan mereka ada Ryosuke dan Mirai dengan posisi yang sangat-sangat tidak menguntungkan keduanya. Ryosuke mencengkram kedua pundak Mirai, mencoba memberinya penjelasan sementara gadis itu terus saja berontak. Pelan-plan genggaman di tangan Umika lepas, dikarnakan sosok sang penggenggam sudah berlari cepat menjangkau kedua manusia di depannya.
Ryosuke masih belum juga melepaskan cengkramannya ketika seseorang tiba-tiba saja menyentuh pundaknya dan menariknya keras ke belakang, disusul satu tinjuan kemudian di wajahnya. Pemuda itu seketika tersungkur ke tanah.
“Apa maksudmu Ryosuke?!” Sosok itu membentak marah. Ryosuke merintih kesakitan sembari menoleh ke sumber suara itu. jantungnya seketika mencelos ketika melihat pelaku penganiayaan terhadapnya tadi adalah sahabatnya sendiri.
“Yuto! Apa yang kau lakukan ?!” Mirai ikut berteriak, kaget dengan tindakan Yuto barusan. Pemuda itu tidak mengubris, malahan kembali menarik kerah baju Ryosuke dan melayangkan tinjuan kedua. Otomatis, darah segar menetes perlahan dari tepi bibir pemuda itu.
“Yuto hentikan!” Umika ikut bergerak mendekati pemuda itu. Namun sama seperti sebelumnya, dia tak memberi respon. Ryosuke sendiri hanya terdiam setelah kembali tersungkur untuk yang kedua kalinya.
“Aku tidak percaya kau melakukan ini padaku. Kukira selama ini kau saudaraku! Brengsek!”
“Yuto, aku.. minta maaf…” Ryosuke menjawab terbata. Yuto masih terbakar emosi. Bukannya turun dan membantu Ryosuke bangun, pemuda itu malah kembali memberinya pukulan bertubi-tubi.
“YUTO, HENTIKAN! RYOSUKE BISA MATI!”
“NAKAJIMA! SUDAH! HENTIKAN!”
Teriakan Mirai dan Umika kembali terdengar. Yuto masih belum juga berhenti sampai akhirnya Mirai memberanikan diri untuk maju dan menghentikan tindakan Yuto dengan kedua tangannya sendiri.
“Hentikan Yuto! Ryosuke bisa mati!”
Yuto akhirnya berhenti. Pemuda itu lalu bangun dan membersihkan seragamnya yang agak kotor. Mata elangnya menatap ryosuke tajam.
“Aku tidak percaya kau mengkhinatiku. Kau bukan saudaraku lagi, Ryosuke Yamada!” Pemuda itu lalu melangkah pergi, kekesalan masih menguasai pikirannya. Mirai ikut berlari mengejar Yuto, mencoba sebisa mungkin untuk memberinya penjelasan lengkap apa yang terjadi saat ini. Kini tinggal Umika dan Ryosuke yang sudah terduduk sambil terus merintih kesakitan di tanah.
“Ryosuke! Daijoubu?!” cepat-cepat Umika mendatanginya. Baru saja salah satu tangan gadis itu ingin membersihkan noda darah di tepi bibirnya, ketika tiba-tiba saja Ryosuke menampik tangannya keras. Umika tersentak lalu menatap Ryosuke heran.
“Kau senang sekarang? Hubunganku dengan Mirai berakhir, Yuto memusuhiku, kau senang kan, semua yang kau prediksi selama ini menjadi kenyataan?”
Umika mendongak, menatap kedua manik mata pemuda itu kaget.
“apa maksudmu?”tanyanya tidak percaya. Apa yang barusan dikatakan pemuda itu tidak sama sekali dimengertinya.
“Jangan pura-pura Umika. kau yang memanggil Yuto, supaya dia menyaksikan semuanya kan? Bukankah ini yang kau inginkan? Hubunganku dan Mirai selesai dan Yuto bahkan sudah membenciku. Jadi kau, bisa dengan mudah masuk. Kau sudah tidak punya saingan lagi.” Pemuda itu menghentikan analisanya sebentar sembari tertawa pahit. “Caramu tepat. Kau pintar Umika. “
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Ryosuke, membuat pemuda itu tertegun beberapa detik. Mata coklat kembarnya balas menatap kedua bola mata hitam milik gadis yang menamparnya barusan. Pandangannya terpaku.
Umika meneteskan air mata. Lagi.
“Cetek sekali pikiranmu, Ryosuke.” Umika mengelap sebagian aliran air matanya sambali tak juga melepaskan pandangannya dari bola mata coklat pemuda itu. “Dengar brengsek. Sesuka apapun aku padamu atau sebenci apapun aku melihatmu bersama gadis lain, aku tidak akan sepicik itu. aku tidak akan merusak hubungan kalian atau membuat saudaramu sendiri membencimu. Aku tidak serendah itu, kau tahu!”
Ryouke tidak bereaksi. Bola matanya diputar, tidak sanggup melihat kedua mata Umika yang tergenang air mata. Sakit seketika mengujam hatinya.
“kenapa diam? Kau tidak punya kata-kata lagi untuk menghakimiku?” Umika menarik nafas panjang dan berat. Sesekali isakannya terdengar pelan. “aku mengerti Ryosuke. Kau sakit. Tentang Mirai dan Yuto, demi Tuhan aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak pernah merencanakan apapun.”
Ryosuke masih diam. Masih tidak mampu menatap kedua mata Umika.
“Kutinggalkan kau disini. Silahkan pikirkan solusinya sendiri” Gadis itu bangun lalu melangkah pergi. Namun setelah beberapa meter, ia berbalik lagi.
“dan soal tamparan tadi, aku minta maaf. Aku terlalu emosi.” Ujarnya kemudian lalu kembali melanjutkan perjalanannya.
Ryosuke menunduk. Matanya mnerawang. Suara hatinya memarahinya, memakinya berkali-kali, menyesali tidakan bodohnya barusan. Menuduh Umika, bagaimana bisa? Jelas gadis itu tidak tahu apa dan bagaimana sampai Yuto mengetahui semua pegkhianatannya. Umika bukan gadis seperti itu, dia sudah mengenalnya berbulan-bulan. Lalu kenapa emosi bodoh dalam hatinya bisa menyalahkan gadis itu atas semua ..kesalahannya sendiri. Kesalahannya yang tidak bisa mengontrol diri? Bukankah sejak awal dia sudah sadar kalau Mirai memang bukan miliknya?
Ryosuke menunduk makin dalam. Pandangannya mengabur, tubuhnya lemas seketika dan pelan-pelan merosot ke tanah.
~ 0 ~ 0 ~ 0 ~
“Yuto! Tunggu! Yuto!!” Mirai berlari secepat mungkin mengejar langkah-langkah tergesa pemuda di depannya. Suaranya sudah nyaris habis berteriak sejak tadi, namun tetap saja si pemilik nama tadi enggan berhenti alih-alih berbalik.
“YUTO BERHENTI!” akhirnya setelah puluhan meter mengejarnya, pemuda jangkung itu berhasil dijangkau. Mirai seketika memeluk pinggangnya, membuatnya ikut berhenti seketika.
“Gomenasai—“ Mirai tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena Yuto sudah keburu melepaskan rangkulan gadis itu dari pinggangnya.
“Maaf? Setelah semua ini?! Setelah kalian melakukan semua ini padaku?”
“Yuto, itu—“
“Aku tidak percaya Mirai! Kenapa harus kalian? Kenapa harus kau dan Ryosuke yang menyakitiku. Kalian berdua adalah orang paling kusayangi, tapi kenapa? kenapa Ryosuke, Mirai?” Nada bicara Yuto melunak, namun garis wajahnya masih keras. Mirai diam, sadar dalam masalah ini dirinya merupakan salah satu yang patut disalahkan. Dia sudah berkhianat, padahal hatinya sendiri tahu betapa pemuda itu menyayanginya, dan sebaliknya, betapa dia juga menyayangi pemuda itu. Mirai tidak mau kehilangan Yuto tentu saja. Sejak awal, pria yang dicintainya hanya Yuto.
“Yuto, gomenasai…hontou ni gomenasai…” Mirai sudah kehabisan kata-kata. Air matanya mengalir seketika, seiring dengan betapa besarnya penyesalan dan rasa bersalah yang menyeruak tulus dari hatinya. Mirai tidak ingin kehilangan Yuto. Tidak sama sekali!
Yuto benci itu. Yuto benci saat dimana gadis yang dicintainya itu menangis. Entah untuk hal apapun, Yuto benci itu! Hatinya sakit setiap kali melihat Mirai menitikkan air mata. Meskipun perbuatan gadis itu sudah terlampaui menyakitkan hatinya, Yuto tetap tidak bisa menyaksikannya terisak begitu saja. Tak tahan lagi menahan ribuan jarum yang menusuk hatinya, tangan Pemuda itu terangkat lalu pelan-pelan merangkul gadis mungil didepannya.
Mirai tersentak.
Yuto tetap mencintai Mirai, sesakit apapun pengkhianatan gadis itu terhadapnya.
Tangis Mirai bertambah besar dalam pelukan Yuto. Dia tidak menyangka, secepat itu Yuto akan memaafkannya. Rasa bersalahnya makin besar, makin menyesakan hatinya. Meskipun begitu, ada sedikit kelegaan karena Yuto tidak meninggalkannya. Yuto ternyata selalu mencintainya. Dan mulai detik inipun gadis itu bersumpah, tidak ada pengkhianatan yang kedua kalinya untuk pemuda berhati melaikat yang memeluknya saat ini.
“Daisuki dayo…” Yuto bahkan sempat berbisik di telinga Mirai, membuat gadis itu memeluknya makin erat. Tangisnya tak kunjung berhenti meskipun hatinya sudah lebih lega sekarang.
“Atashi mo….” Balasnya di sela-sela tangis. Yuto tersenyum tipis, penuh arti, sambil terus memeluk gadisnya erat.
~ 0 ~ 0 ~ 0 ~
Ryosuke membuka matanya pelan. Cahaya matehari yang menyilaukan menusuk matanya, membuatnya menutup kembali kedua kelopak itu. Tubuhnya digerakan sembari menarik nafas berat. Butuh waktu beberapa detik sampai matanya kembali dibuka untuk mengamati keadaan sekeliling. Kamar mewahnya yang bernuansa hitam-putih-merah menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya. Pemuda itu mengerjap beberapa kali sebelum mengambil posisi duduk di ranjang.
Pandangannya terpaku.
Disampingnya—tepatnya di kursi samping ranjangnya terbaring pulas seorang wanita. Kedua tangan wanita itu berada di atas ranjang menopang kepalanya. Wajahnya kelihatan lelah. Rambutnya tergurai menutupi sebagian wajah dan telinga.
Ryosuke mengenalinya. Sangat jelas.
“Kaa-chan?”
Tiba-tiba saja sesuatu seolah menariknya melewati kegelapan terpekat sebelum akhirnya pemuda itu kembali melihat plafon merah-hitam kamarnya.
Dia kembali.
Apa itu tadi?
Secepat kilat Ryosuke bangkit. Tubuhnya masih agak sakit untuk berdiri, sehingga pemuda itu hanya bisa pasrah dan memilih duduk di ranjang.
Seperti tadi.
Pemuda itu menoleh ketempat dimana dia menemukan ibunya barusan. Dan sama seperti sebelumnya, dia juga menemukan sesorang. Seseorang yang tertidur pulas disamping ranjangnya dengan tangan berada di atas ranjang menopang kepalanya. Rambutnya tergurai menutupi sebagian telinga dan wajahnya yang nampak lelah.
Tapi itu bukan ibunya.
Namun, meskipun begitu, Ryosuke juga mengenal baik siapa yang tertidur itu. seseorang yang sudah dia sakiti hatinya kemarin. Bahkan selama ini.
Umika Kawashima. Umika. bagaimana mungkin gadis itu bisa menemaninya disini?
Rasa bersalah seketika merayapi hatinya. Pemuda itu menggigit bibir sebelum kemudian memperhatikan gadis disampingnya lekat-lekat. Gadis itu yang sudah memberi terlalu banyak untuknya. Apapun untuknya, dan kemarin dia telah membuatnya menangis. Ryosuke seketika merasa hatinya tertusuk.
Umika mencintainya,kan?
Dan dia….bukankah tousannya pernah bilang, kalau dia juga?
Ryosuke mengangkat tangan kanannya. Agak nyeri, namun tetap dipaksanya untuk bergerak. Tangan itu menyentuh wajah Umika, menyibak helaian-helaian rambut yang menutupi wajahnya.
“cantik” gumamnya sambil memperhatikan lekat-lekat wajah gadis itu. Tak ketinggalan, tangan Ryosuke berpindah, mengusap lembut puncak kepala Umika.
Ryosuke memang menyayangi gadis itu. tapi apakah rasa sayang itu cinta? Ataukah hanya rasa sayangnya kepada sahabat?
“kau menungguku?” bisiknya pelan. Tidak meminta eksistensi yang ditanyainya itu menjawab, hanya merasa tersentuh dengan kesetiaan gadis itu padanya.
“Arigatou na…”
Ryosuke belum juga memindahkan tangannya ketika seseorang menarik kenop pintu dan memasuki kamar.
“Kau sudah bangun…” Sebuah suara terdengar. Ryosuke mendongak, kaget mendengar suara tak asing barusan.
“Yuto?!” serunya tak percaya melihat sosok siapa yang kini berjalan mendekatinya. Sosok yang dipanggil itu tidak menjawab. Wajahnya masih sedingin kemarin. Jantung Ryosuke seketika berdetak cepat. Dilihat dari caranya mendekat, Yuto mungkin saja ingin melanjutkan penganiayaannya yang sempat tertunda kemarin. Ketika pemuda itu sudah terlalu dekat dengannya, Ryosuke sontak menutup mata. Pasrah, jika Yuto ingin membunuhnya saat ini, silahkan saja.
“Bagaimana keadaanmu?”
Ryosuke membuka matanya seketika, terbelalak.
“EEH?!”
“aku tanya, bagaimana keadaanmu? Daijoubu?”
“A-Hai! Daijoubu desu!” Ryosuke menjawab agak gugup. Yuto tersenyum tipis, lalu mengambil tempat di kursi kosong sebelah Umika. Ryosuke memperhatikan pemuda jangkung di depannya agak heran. Yuto bukannnya lanjut mukul, malah menanyakan kabarnya. Apakah dia sudah dimaafkan?
Yuto memperhatikan gadis yang masih terlelap di sampingnya.
“Umika belum bangun?”
Ryosuke mengangguk. “Sejak kapan Umika disitu?”
“Sejak kau ditemukan pingsan 2 hari yang lalu. Dia terus-terusan menjagamu, kau tahu…”
Ryosuke mengangkat sebelah alisnya. “Aku pingsan?”
“yup! Setelah kutinggalkan, ternyata kau malah pingsan. Syukur Umika kembali dan menemukanmu..” jawab Yuto santai. Ryosuke mengangguk mengerti. Seketika itu juga, pemuda itu teringat sesuatu.
“Anoo, Yuto..”
“Hmm?”
Ryosuke menggigit bibir sebelum melanjutkan kata-katanya. “Gomenasai yo…aku sudah menyakitimu, dan Mirai…” ujar pemuda itu pelan. Wajah Yuto kembali mengeras sebelum akhirnya senyuman tipis bibirnya terkembang.
“Aku sudah melupakan itu…” jawabnya tenang. “dan maafkan aku juga. Padahal aku sahabatmu, tapi aku malah tidak sadar kalau kita berdua memiliki perasaan yang sama terhadap Mirai..”
Ryosuke terdiam sebentar, lalu ikut tersenyum. “Mirai memilihmu Yuto. Dia mencintaimu. Tidak usah pedulikan aku..” pemuda itu menarik nafas panjang. “kurasa aku menyayangi Mirai karena aku merindukan ibuku. Sikapnya…sikap Mirai membuatku selalu teringat Oka-chan..”
Yuto mengangguk. “aku mengerti. Sudahlah… semua sudah selesai. Dan…maafkan aku tentang luka-lukamu itu. aku sulit mengendalikan emosiku saat menghajarmu..”lanjutnya sambil menyeringai. Ryosuke tertawa kecil sebelum tubuhnya berusaha diangkat untuk berdiri.
“mau kemana?”tanya Yuto sambil sesegera mungkin membantu Ryosuke bangun.
“Ayahku dimana?” bukannya menjawab Ryosuke malah balas bertanya. Yuto memiringkan kepalanya sebentar sebelum akhirnya menjawab.
“ayahmu ada di luar. Ada apa?”
“aku ingin bicara dengannya.” Jawab Ryosuke lalu segera melangkah. Yuto cepat-cepat memapah tubuh sahabatnya yang agak kesulitan bergerak itu. Sekali, pemuda itu menatap gadis yang masih tertidur di belakang mereka.
“lalu Umika bagaimana?”
Ryosuke menoleh, mendapati wajah lelah Umika masih terus tertidur pulas. Pemuda itu tersenyum lembut.
“Biarkan saja…Umika butuh istirahat. Dia nampak lelah sekali.”
Yuto balas tersenyum menyadari perhatian Ryosuke pada Umika kali ini terasa spesial. Pelan-pelan, dipapahnya tubuh temannya itu sampai keduanya meninggalkan kamar Ryosuke 30 detik kemudian.
Sosok yang nampak sedang terlelap itu membuka matanya pelan-pelan. Ternyata sejak Yuto memasuki kamar tadi dia sudah terbangun, hanya saja tidak mau keberadaannya merusak suasana persahabatan antara Ryosuke dan Yuto yang terjalin kembali.
Bibir gadis itu tersenyum tipis sebelum kemudian matanya kembali menutup, melanjutkan istirahatnya sebelumnya.
Chapter 19 end ~ continue to chapter 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar