Sabtu, 01 Oktober 2011

[fic/On Writting] : The Dream Lovers-chapter 15


CHAPTER 15

Mobil Ryosuke melaju pasti menyusuri jalanan kota Tokyo, guna menjangkau rumah mewah milik sahabatnya Yuto yang hari ini berulang tahun. Perjalanan sudah menyita waktu sekitar 15 menit ketika umika menghentikan kesenyapan antara keduanya dengan satu pertanyaan ringan.

“Make up ku ketebalan ya?”

Dan reaksi Ryosuke selanjutnya adalah menghentikan mobil hitam mengkilap yang dikendarainya tersebut tiba-tiba. Untung jalanan yang dilewati sedang sepi-sepinya, sehingga berhentinya mobil tersebut yang secara mendadak tidak menimbulkan bencana dalam bentuk apapun.

“Hah?!” satu alis pemuda itu terangkat.

“Make upku ketebalan tidak?” Umika kembali mengulang pertanyaannya. “atau ada yang salah dengan dandananku?”

Ryosuke berpikir sejenak sebelum balas bertanya.

“kenapa bertanya seperti itu?”

“Habis, sejak aku keluar dari kamarku tadi, caramu memandangku aneh sekali. Jadi, pasti ada yang tidak beres kan? Entah itu pakaian atau make up. Katakan padaku, biar bisa kuperbaiki sebelum aku mempermalukanmu di pesta Nakajima nanti..” Umika nyerocos panjang lebar. Ryosuke tersenyum lembut sebelum menjawab.

“Tidak ada yang aneh kok.., menurutku kau malah terlihat sangat cantik.” Ujarnya seketika. Sepersekian detik kemudian, dia baru sadar apa yang diucapkannya. Pemuda itu terlalu jujur, dan sayangnya hati jujurnya ini tidak bisa sama sekali berkompromi dengan akal pikirannya sehingga dengan lancarnya dia berujar seperti itu. sebenarnya, bukan suatu masalah juga kalau dia mengakui bahwa umika memang terlihat cantik sekali malam ini. Namun entah kenapa, Ryosuke merasa, jika dia mengindikasikan sedikit saja bahwa ada perasaan pada dirinya untuk Umika, dia seolah telah menghianati orang yang sungguh dicintainya, Mirai.

Kata-kata Ryosuke barusan berefek. Wajah Umika mulai memerah menahan kegembiraan luar biasa yang menyusupi setiap relung hatinya. Sedetik gadis itu tersenyum, dan senyuman itu membuatnya terliat berpuluh-puluh kali lebih manis.

Malang bagi Ryosuke. Senyuman manis sesaat Umika barusan tertangkap kedua lensa matanya. Pikirannya melayang. Bayangan Mirai sempurna menghilang, terganti kehadiran Umika serta setiap kenangan yang dibuatnya bersama gadis itu selama ini. Dan semuanya, memang indah. Ryosuke tidak lagi bekerja dengan otak, tapi hati. Tubuhnya dicondongkan mendekati Umika, sorot matanya menyimpan sesuatu. Umika refleks mundur beberapa senti, menghindari tubrukan fisik dengan dada bidang pemuda itu.

“Umika, Aku-- —“

ピンチはチャンスなんだ My Friend
フラついてんならStand by you

Dan keitai sial itu berbunyi, merusak suasana. Ryosuke tersigap dan buru-buru menarik undur tubuhnya dari depan Umika. Secepat kilat, pemuda itu mengakat keitai hitamnya dari saku lalu menjawab panggilan yang datang.

“Moshi-moshi..?”

“Oi Ryosuke. Kau dimana? Aku dan Daichan sudah hadir nih. Acaranya hampir dimulai…” Suara nyaring Chinen Yuri terdengar dari seberang. Ryosuke mengacak bagian belakang rambutnya, agak gugup.

“Gomen.. aku lagi dalam perjalanan nih.”

“kau bareng Umichan kan?”

“aa, iya. Umika bersamaku sekarang.”

“baiklah. Cepatlah, dan kemudikan dengan hati-hati ne? Jaa..”

“Un, jaa!” seruan itu terdengar sebelum Ryosuke menutup flip keitainya dan mengembalikannya ke dalam saku jasnya.

“Kita…lanjutkan perjalanannya ya?” Ujarnya. Umika hanya mengangguk. Mobil lalu melaju bersama kesenyapan yang kembali meyeruap diantara mereka berdua. Kejadian semenit lalu tidak lagi berlanjut dan seolah dilupakan begitu saja oleh Ryosuke, Entah kenapa.

Sesekali Umika menoleh, memandang Pemuda di sampingnya ini penuh tanda tanya sambil terus menayakan dalam hatinya pertanyaan yang sama. Apa yang tadi nyaris pemuda itu sampaikan?

Sementara Ryosuke memutuskan untuk mengakhiri segala apapun yang berkecamuk dalam kepalanya tadi, yang memerintahnya untuk berinteraksi secara berbeda dengan gadis di sampingnya tersebut. Jutaan pertanyaan kenapa meliputi, namun hanya terbalas oleh satu pikiran yang terlitas sebagai jalan penyelesaian masalah hati ini.

Tidak ada apa-apa diantara mereka, dan itu akan berlaku terus. Karena yang dicintainya—sejak dulu hingga sekarang—hanya Mirai, gadis yang telah menjadi kekasih sahabatnya.

Hanya itu. Tidak boleh ada perasaan lain karena hatinya hanya akan dibingungkan oleh semua.

~ 0 ~ 0 ~ 0 ~

Mirai melangkah pelan sembari kedua matanya sibuk mencari seseorang. Yap! Seseorang yang entah kenapa belum juga hadir di ruangan megah itu, padahal biasanya dia yang paling antusias jika berhubungan dengan acara hari ini. Siapa lagi kalau bukan seorang yamada Ryosuke.

“Cari siapa?”Yuto tiba-tiba saja sudah menjajari langkah-langkah kecilnya. Wajah ramah itu menyunggingkan senyum lebar, membuat wajahnya yang tampan terlihat semakin tampan. Mirai ikut tersenyum, berusaha mengimbangi.

“Betsuni~ aku hanya lihat-lihat keadaan keliling saja…”

Yuto mengangguk. “Sou kah? Aa, Ryosuke kemana ya? Tidak biasanya dia datang nyaris telat begini. Anak itu kan selalu menginap disini kalau besoknya aku mau ultah…”

Mirai ikut mengangguk setuju. “Mungkin dia harus menjemput kawashima dulu…” Ujarnya mengajukan alasan. Sesaat hatinya seolah tertusuk jarum, perih. Sama seperti perasaan yang dia rasakan dulu ketika cemburu pada Yuto.

“Yuto!” seseorang berseru nyaring. Baik Yuto dan Mirai mengenali betul pemilik suara itu. dan tentu saja, sedetik kemudian mendekatlah sosok tersebut bersama seorang gadis yang melangkah agak canggung di sampingnya. Ryosuke dan Umika.

Mirai tersentak. Ternyata benar, Ryosuke datang bersama Umika. tidak ada jalan lain lagi, keduanya pasti telah terikat sesuatu.

“Otanjoubi Omedetou, ne.. Maaf aku terlambat. Tadi ada sedikit urusan…”Ryosuke menyelamati sekaligus memeluk Yuto. Pemuda itu menyeringai sebelum membalas pelukan Ryosuke. Hanya saja, secepat kilat Yuto membisikan sesuatu.

“Biar kutebak, urusan dengan keluarga Umika kan? Cepat juga langkahmu!” ujarnya sambil meninju pelan lengan Ryosuke. Pemuda yang ditinju itu hanya tertawa kecil.

“Apaan sih…”

“Demo, Arigatou ya sudah datang.. Umika mo! Arigatou~” Yuto menoleh, mendapati gadis kecil di samping Ryosuke itu nampak agak canggung membalas sapanya.

“Anoo, Nakajima-kun… Chinen-kun datang bareng Suzuka ya?” Tanya Umika sesopan dan senormal mungkin. Heran, biasanya sih gadis itu bisa bersikap biasa saja jika bicara dengan Yuto. Tapi kali ini, mungkin imbas dari efek kaget plus gugup hasil interaksi rahasia bersama Ryosuke dalam mobil tadi, gadis itu jadi terbawa hingga sekarang. Sulit memang melupakan momen ‘romantisnya’ sesaat bersama Ryosuke tadi.

Yuto menoleh kiri-kanan *A/N: Opa Yutyut mau nyebrang ya? Sini biar Dhy bantuin nyebranginnya~*dilempar fans Yuto ke sumur*. “Iya. Tadi dia datang bersama Ohgo, lengket sekali malah. Tapi tidak tahu deh, sekarang sudah diman—” Yuto mengentikan kata-katanya ketika muncul sosok Chinen bersama suzuka dari seberang. Seperti biasa, tangan Chinen menyembunyikan jemari-jemari kiri gadis itu. Dibelakang mereka ada Daiki dan Momoko yang tidak kalah mesranya.

“Yo! Akhirnya kau datang juga!” Seru Chinen sambil meninju pelan dada kiri Ryosuke. Pemuda itu meringis sesaat, agak sakit juga menerima pukulan si karateka ini. Ryosuke balas menjitak kepalanya. Sementara 2 manusia itu terkekeh dengan tingkah masing-masing, Umika buru-buru menarik Suzuka menjuhi kedua pengeran tersebut, yang lalu diikuti Momoko setelah tangannya dilepas dari genggaman hangat Daiki.

“Apa yang Chinen lakukan pada Yaotome sensei?” Tanya Umika tanpa basa-basi. Momoko ikut mengangguk—setelah sebelumnya mendengar dari pacarnya kalau ulangan kimia diundur karena pekerjaan kecil Chinen.

“Entahlah.” Suzuka menampakan wajah disbelievenya. “tiba-tiba saja Yaotome-sensei sudah muncul di depan pintu rumahku dan bilang kalau ulangan kimianya diundur.”

Momoko mengangguk mengerti. “Chinen! Dia memang hebat! Ne, Suzuchan…Chinen pasti sangat menyukaimu…”lanjutnya. Umika ikut mengangguk semangat, menyetujui pendapat Momoko. Suzuka hanya diam, namun pelan-pelan wajahnya berubah warna. Ungukah? Tidak. Merah donk~

“ladies~ kalian ngapain kumpul disini?” Suara itu tiba-tiba menyeruap. Umika dan Momoko sontak menoleh, mendapati Chinen tiba-tiba muncul di belakang Suzuka dengan lengannya menggelayut mesra di bahu gadis itu. umika dan Momoko tertawa garing.

“hehehe~ betsuni.” Jawab keduanya nyaris bersamaan. Chinen tersenyum geli.

“kalau gitu, aku boleh pinjam Suzuchan nggak?”

“Ooh… boleh. Silahkan-silahkan~” dengan gaya mengusir anak ayam, Momoko secepat kilat mempersilahkan sejoli itu pergi. Chinen menyeringai lebar sebelum kemudian berlalu bersama suzuka disampingnya. Lalu suzuka? Jangan tanya apa yang terjadi padanya karena gadis itu saat ini sedang panas-panasnya. Entah kenapa, yang penting saat ini ada sesuatu yang membuat wajahnya bersemu merah nyaris mengalahkan merahnya strawberry Australia.

~ 0 ~ 0 ~ 0 ~

Beberapa puluh menit berselang setelah Ryosuke dan Umika tiba, pestapun dimulai. Sayang, tidak ada yang namanya meniup lilin sambil bernyanyi ‘selamat ulang tahun’ dalam acara Yuto kali ini karena jujur, menurut pemuda menjulang itu hal-hal macam tadi sangat kekanak-kanakan. Secara, ini ulang tahunnya yang ke delapan belas.

Acara dimulai dengan sepatah dua kata dari Yuto selaku yang berbahagia serta penyelenggara pesta, kedua orang tuanya. Lalu dilanjutkan dengan berdansa—bagi yang ingin dan jamuan makan malam—bagi yang sudah lapar tentunya. Di lantai dansa sudah ada Yuto-Mirai, Chinen-Suzuka, Daiki-Momoko dan beberapa manusia lain termasuk kedua orang tua Yuto, Chinen dan Daiki. Yamada Tsukasa tidak ikut. Pertama karena istrinya sudah tiada dan pria itu tidak sama sekali berkeinginan untuk menggantikan tempat istrinya dengan puluhan wanita yang menatapnya penuh cinta, dan yang kedua karena pria itu sibuk memperhatikan putranya yang nampaknya dekat sekali dengan seorang Kawashima Umika. Terkadang senyuman kecil terulas dari bibirnya ketika melihat kedua remaja itu saling mengomeli satu sama lain. Entah kenapa, dia jadi teringat masa mudanya dengan istrinya, Tsukusi. Masa pacaran yang lebih banyak dihabiskan dengan meributkan hal kecil dari pada bermesra-mesraan layakanya pasangan kekasih lain. Namun disitulah cinta itu tumbuh dan bertahan sampai sekarang. Pria itu sedikit berharap, masa seperti itu juga dapat berlaku bagi putranya kali ini.

Ryosuke dan Umika tidak ikut berdansa. Alasannya, jelas karena umika tidak mau dan tidak bisa dansa. Ryosuke sudah berkali-kali mendesak, namun tetap saja pendirian gadis itu kuat.

“Kalau kita berdansa nanti, aku akan mempermalukanmu, Ayahmu, Nakajima, orang tua Nakajima, Mirai, Chinen, Suzuka, Arioka, Momoko dan diriku sendiri. Jadi jawabannya tidak!” Begitu katanya ketika diminta Ryosuke entah yang keberapa kalinya untuk berdansa bersamanya. Terpaksa, pemuda itu menuruti saja keinginan Umika dan tidak maju ke depan.

Nyaris satu setengah jam berlalu sampai waktu dansa selesai. Sekarang jam bebas. Semua tamu mulai sibuk dengan pembicaraan masing-masing. Tentu saja mayoritas topic pembicaraan mereka adalah betapa mewahnya pesta ulang tahun Yuto Nakajima kali ini.

Ryosuke berpisah dengan Umika karena gadis itu tiba-tiba sudah ngumpul bareng Momoko dan Suzuka—yang entah kenapa kali ini bisa lepas dari cengkraman(?)Chinen. Pemuda itu keluar ruangan, memilih berjalan-jalan di taman belakang kediaman Nakajima yang luas dan asri. Beruntung taman itu sedang kosong sekarang—tunggu! Ada seseorang disana, duduk membelakanginya di salah satu kursi taman. Ryosuke tersenyum lembut, mengenali sosok itu meskipun tengah membelakanginya. Sontak pemuda itu mendekat.

“Mirai-chan…” Tegurnya setelah jaraknya cukup dekat dengan eksistensi tersebut. “Ngapain disini?”

Mirai seketika menoleh mendengar salah satu suara yang sangat dikenalnya tersebut. Senyum manis terkembang di bibirnya mendapati siapa yang kini duduk di sampingnya.

“Aku bosan di dalam. Terlalu banyak orang…”jawabnya masih saja tersenyum. “kau sendiri?”

“Sama.. di dalam juga terlalu banyak orang. Lagipula, Umika sedang sibuk dengan Ohgo dan Tsugunaga…”

Jantung Mirai seolah berhenti sesaat mendengar jawaban Ryosuke barusan. Gadis itu memalingkan matanya, gantian menghadap pancuran besar didepan mereka.

“Kau… pacaran dengan Umika ya?”Tanyanya tiba-tiba. Ryosuke tersentak.

“Tidak. Aku dan Umika hanya sebatas teman, tidak lebih..” Jawaban pemuda itu terdengar agak panik, takut kalau-kalau Mirai sudah salah paham. “Lagipula, aku menyukai orang lain…”

Gantian Mirai yang tersentak. Gadis itu menoleh, menatap tepat kedua manik mata milik Ryosuke. Ada sesuatu yang tersimpan dimatanya, dan hati kecil Ryosuke bisa dengan jelas membaca hal itu. Dia sudah menunggu sangat lama, terlalu lama sampai saat ini tiba. Pelan-pelan Ryosuke membuka kedua sisi bibirnya.

“Daisuki dayo, Mirai-chan…”

Kata-kata itu terlontar begitu saja, bersamaan dengan wajah Ryosuke yang bergerak maju mendekati wajah gadis itu sampai tinggal beberapa senti saja.

“Tu-tunggu Ryosuke. Aku tidak bisa…” Gadis itu mengangkat kedua tangannya, menahan dada bidang pemuda itu agar tidak lagi mempersempit jarak diantara mereka. Ryosuke ikut menarik wajahnya menjauh. “Maaf, aku…”

“Aku tahu. Aku memang salah. Kau… sudah punya Yuto..”Ryosuke tersenyum pahit. Matanya menatap Mirai nanar, nyaris basah oleh ganangan air yang tiba-tiba saja memenuhi kedua sudut matanya.

“Ryosuke, aku…”

“Daisuki dayo Mirai… hontou ni… hontou ni daisuki…” tetesan bening itu lalu mengalir, menciptakan aliran kecil di pipi halusnya. “Bisakah aku mencintaimu saja? Kumohon… Bisakah, untuk kali ini saja aku menggantikan posisi Yuto? Maaf, maaf kalau aku egois. Aku tidak bisa bertahan lagi Mirai… sudah terlalu lama aku melepaskanmu untuk Yuto…” Lanjut pemuda itu sambil terisak pelan. Demi apapun yang mengutuknya hari ini, pemuda itu tidak bisa lagi menahan setiap perasaan yang bergejolak dihatinya. Perasaan-perasaan itu terlalu kuat, terlalu lama terpendam, butuh disampaikan. Dan beribu maaf untuk Yuto, kali ini Ryosuke tidak mampu lagi mengingkarinya. Keinginan menyatakan semua yang tersimpan dihatinya selama ini untuk Mirai sudah mengalahkan rasa sayangnya pada sahabat yang sudah dianggapnya kakak sendiri itu.

“Gomenasai… hotou ni gomenasai…” pemuda itu kembali meminta maaf, sadar dengan kelakuannya yang tidak pantas. Mau bagaimanapun juga Mirai adalah milik orang lain sekarang. Dia sama sekali tidak punya hak atas gadis itu. Tapi kenapa hatinya selalu menjeritkan pertentangan terhadap setiap fakta yang ada? Fakta bahwa Mirai adalah milik Yuto dan dia tidak pernah bisa memiliki gadis itu.

Mirai tertegun, menatap kesungguhan pemuda yang sudah dikenalnya nyaris seumur hidupnya itu. Air matanya ikut mengalir. Dia juga merasakannya—sesuatu itu, sesuatu antara dirinya dan Ryosuke. Tapi dia tidak bisa mengkhianati Yuto begitu saja. Yutolah yang sudah mengisi hari-harinya selama 4 tahun terakhir. Tapi apa dayanya? Mirai hanya manusia biasa yang suatu saat akan runtuh pertahanan hatinya. Pelan-pelan diangkatnya wajah Ryosuke yang sejak tadi terus tertunduk dalam tangisannya agar menatap tepat kedua matanya.

“Daisuki mo, Ryosuke…” kata-kata itu ikut terlontar disela tangisnya. Ryosuke tidak tersenyum, tidak berekspresi apapun. Yang dilakukannya hanya memeluk tubuh rapuh didepannya itu kuat, seakan-akan tak ingin dilepasnya lagi.

Pelan tapi pasti, Wajah kedua insan itu bertemu.

~ 0 ~ 0 ~ 0 ~

“Ck! Anak itu dimana sih?” Umika menggerutu sambil membawa sosok mungilnya menelusuri seisi ruangan. Tapi tetap saja, makluk bernama Yamada Ryosuke yang sudah dicarinya hampir 5 menit terakhir itu tak kunjung nampak juga. Mana kaki-kakinya sudah mulai pegal karena kelamaan menggunakan highheels.

“Kawashima-chan, ada apa?”seseorang tiba-tiba menepuk pundak gadis itu pelan. Ternyata itu Mariya, teman sekelasnya.

“Ah, Mariya-chan. Eto, kau lihat Ryosuke tidak?” tanyanya. Mariya berpikir sejenak.

“Kalau tidak salah tadi dia lewat pintu itu. kayaknya mau ke taman belakang…” Gadis itu menunjuk salah satu pintu dari beberapa pintu yang ada. Umika seketika mengangguk, lalu melangkah menuju area yang ditunjuk setelah sebelumnya berterima kasih kepada Mariya. Tubuhnya baru melewati pintu tersebut selama beberapa detik ketika 2 bola mata cemerlangnya menangkap jelas apa yang ada didepannya sekarang.

Ryosuke dan Mirai berciuman. Cukup lama dan basah. Ya, basah oleh air mata yang entah kenapa mengaliri wajah kedua insan itu. Namun hal tersebut tidak lagi penting sebab Umika sudah keburu merasakan perasaan lain. Hatinya seolah dicabik-cabik singa ganas yang sedang mempertontonkan kebolehannya. Sakit, sangat sakit. Air mata nyaris mengaliri pipinya kalau saja dia tidak lebih kuat untuk melangkah pergi. Akal sehatnya terus memberi pengkhianatan pada hatinya, memberi fakta bahwa kemungkinan suatu saat Ryosuke akan mendapatkan cintanya telah terwujud. Ryosuke mendapatkan Mirai sekarang, dan dirinya lambat laun akan menghilang dari pandangan pemuda itu.

Gadis itu kembali memasuki ruangan pesta dengan berbagai kata penguat hati bergema dalam pikirannya. Mencoba untuk tersenyum sebisanya dengan orang lain agar tidak ada satupun yang menyadari kehancuran hatinya saat ini.

“Kawashima?” Yuto Nakajima mendekat, mendapati wajah berbeda gadis itu. “ada apa? Kau terlihat sedih…”

“betsuni~ aku hanya tidak enak badan. Makanan rumahmu terlalu mewah dan lezat, perutku tidak terbiasa. Makanya jadi begini…” Umika mencoba bercanda, meskipun hatinya saat ini sudah menjerit kesakitan. Ia ingin memeluk siapapun, bahkan pemuda tinggi di depannya itu hanya untuk melepaskan rasa sesaknya. Tapi tidak, Umika gadis kuat. Dia bisa menrimanya. Dia bisa..,

Yuto tersenyum singkat mendengar ocehan gadis itu. “Ryosuke tahu? Aku cari dia ya biar bisa mengantarmu pulang…” dengan entengnya Yuto menyebut nama itu. Umika sendiri sudah panas dingin menahan air matanya agar tidak jatuh juga. Sial Yuto!

“Tidak usah aku pu—“ belum sempat Umika menolak usul pemuda itu tiba-tiba saja muncul seseorang dibelakangnya. Yuto seketika tersenyum lebar.

“Ryosuke!” tegurnya lalu menarik Umika agar mendekati pemuda yang baru masuk itu. “Kawashima… katanya tidak enak badan. Kau antar dia pulang dulu…” ada sedikit jeda dalam kalimat barusan karena pemuda menjulang itu melihat kedua bola mata Ryosuke yang tampak memerah seperti habis menagis. Wajahnya juga merah dan bunyi isakan pemuda itu masih samar terdengar.

Ryosuke—yang sebelumnya sudah memastikan kalau seluruh air mata yang mengaliri pipinya telah dihapus—memandang Umika khawatir.

“Daijoubu Umika?” tanyanya sambil meletakan punggung tangannya di pelipis gadis itu. “Iya. Tubuhmu panas. Kita pulang sekarang ya?” ajaknya. Umika hanya mengangguk lemah.

“Yuto, maaf.. aku pulang duluan, tidak apa-apa kan?” Ryosuke gantian memandang Yuto. Pemuda itu nyengir kuda.

“Baka! Pergilah. Kawashima bisa pingsan disini kalau kau kelamaan meminta maaf padaku.” candanya. Ryosuke ikutan nyengir sebelum menggajak Umika berlalu dari pesta itu. setelah ber say goodbye dengan teman-temannya yang lain, Ryosuke dan Umika lalu menghilang dalam kegelapan luar.

Yuto tersenyum, senang melihat kedekatan Ryosuke dan Umika barusan. Paling tidak, dia tahu, Umika gadis yang baik dan Ryosuke sangat cocok dengannya. Mungkin tidak lama lagi, Ryosuke akan benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.

Selesai dengan urusan Ryosuke-Umika, Yuto memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di taman belakang rumahnya, secara taman itu adalah tempat favoritnya setelah kamarnya. Tanpa diduga sebelumnya, pemuda itu menemukan Mirai sedang duduk merenung disana.

“Mikir apa, hayoo!” Pemuda itu mengagetkan gadisnya tersebut. Mirai tersenyum lemah lalu menoleh.

“Betsuni~”

Yuto ikut tersenyum lembut, namun sepersekian detik kemudian raut wajahnya berubah.

“Mirai, kau…habis menangis?”Ada kekhawatiran dalam nada bicaranya. “matamu merah…”

 “Tidak kok, ini hanya kemasukan debu. Terus kayaknya aku kena gejala flu…” Mirai buru-buru mengelak sambil menggosok-gosok hidungnya. Yuto merenung sejenak.

“Sou kah. Flu, hah?”

~ 0 ~ 0 ~ 0 ~

“Tadi kau masih baik-baik saja. Biar kutebak, perutmu tidak kuat menerima makanan di rumah Yuto?” Ryosuke membuka pembicaraan dengan candaan kecilnya. Umika hanya diam.

“Kau beneran sakit ya Umika?” Ryosuke kembali membanjiri gadis itu dengan tatapan khawatir, meskipun fokusnya masih terjaga ke jalanan sepi didepannya. “tidak biasanya kau diam saja kalau digoda…”

Umika tersenyum agak pahit. “Aku melihat kalian tadi.”

Ryosuke tersentak, refleks menghentikan laju mobilnya. Sekali lagi, mereka beruntung. Jalanan yang dilewati sedang sepi-sepinya, sehingga berhentinya mobil tersebut—untuk yang kedua kalinya malam ini—yang secara mendadak tidak menimbulkan bencana dalam bentuk apapun.

“Maksudmu? Aku tidak mengerti Umika—“

“Kau dan Mirai. Kalian berciuman kan? Sepertinya kau berhasil mengalahkan Yuto kali ini.” Jawab gadis itu sakratis. Ryosuke memalingkan tatapannya.

“maaf…” entah sudah keberapa kalinya hari ini, pemuda itu meminta maaf. Tidak tahu kenapa, ada rasa bersalah dalam dirinya.

“Tidak perlu. Bukan urusanku juga…”

Ryosuke kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu sekarang? Lagi PMS ya?

“kau, marah…?”

“Tidak.”

“lalu kenapa kau bersikap seperti ini?” Ryosuke mulai sesak dengan tingkah Umika yang sudah kelewat tak acuh. Sepanjang dia mengenal gadis ini sudah 2 bulanan lebih, tidak pernah Umika bersikap tak acuh seperti ini.

“sikap seperti apa?” Umika membalas. Emosinya meningkat beberapa persen. “Aku tidak mengerti pertanyaanmu.”

Gantian Ryosuke yang naik darah. “Apa masalahmu sih kalau aku berciuman dengan Mirai?”

Umika tersentak, lalu memandang pemuda di depannya tajam. “kau tidak tahu hah? Ini bukan hanya tentangmu dan Mirai. Masih ada Yuto, dan ma—“

“Kau yang tidak tahu apa-apa, Umika. Bukan kau yang merasa cemburu. Bukan kau yang menyukai Mirai. Kau hanya orang luar!”

Sorot kedua manik mata milik Umika membulat sempurna mendengar pernyataan Ryosuke barusan. Orang luar? Setelah kehadiran gadis itu untuknya selama 2 bulan terakhir, menjadi satu-satunya orang yang dicarinya ketika hatinya kacau, sekarang pemuda itu menyebutnya orang luar? Kejam sekali!

Perlahan tapi pasti, air mata membentuk genangan kecil di pelupuk mata gadis itu, meskipun bibir kecilnya menyunggingkan senyum tipis dan pahit. “Kau benar, aku memang orang luar. Aku tidak pernah mengerti segitiga cinta rumitmu itu. Tapi jangan bilang aku tidak tahu perasaanmu karena aku juga merasakannya. Aku tahu semua rasa sakit itu Ryosuke…karena aku juga menyukaimu. Aku menyukaimu yang sudah menyukai orang lain, aku tahu deritanya…”

Ryosuke terhenyak, kaget dengan pengakuan Umika. jadi selama ini gadis itu…

Ryosuke masih terpaku sampai Umika secepat kilat membuka pintu mobil dan melesat keluar. Tersadar, pemuda itu mengikutinya.

“Tunggu Umika, Aku—“ belum sempat Ryosuke menarik tangannya, gadis itu buru-buru menampiknya.

“Pergilah. Jangan ganggu aku.”

“Tapi Umi—“

“KUBILANG JANGAN GANGGU AKU!” teriaknya sebelum akhirnya berlari pergi. Sepersekian detik lensa pemuda itu menangkap butiran-butiran bening yang sempat ditahan Umika di matanya tadi menetes keluar begitu saja, menciptakan aliran kecil di pipinya. Hanya sesaat, namun Ryosuke langsung bisa menarik kesimpulan. Umika menangis, pada akhirnya. Pemuda itu tidak bergerak, masih statis di tempatnya berdiri saat ini, masih berpikir, mencerna tindakan bodohnya barusan.

“Sial!” umpatnya beberapa detik kemudian.

Chapter 15 end ~ continue to chapter 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar