Senin, 27 Desember 2010

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 4


Part 4
Time to say Goodbye

Yamada Ryosuke’s POV
“Terima kasih banyak atas tumpangannya…” aku membungkuk hormat pada ayah dan ibu Ichigo. Keduanya tersenyum lembut.  

‘kapan-kapan datang main lagi ya, Yamada Nii-chan”  seru Ryutaro yang tiba-tiba saja berlalari ke arahku. Ichigo mengikutinya dari belakang.

“aku telpon taksi ya?” ujarnya juga. Aku menggeleng.

“biar aku tunggu saja di depan…”

“tapi...”

“sudahlah. Lebih baik Ichigo-chan memperbaiki PR kimia tadi, mungkin saja masih ada yang salah…”
Ichigo masih terlihat ragu-ragu. Tapi kemudian dia mengangguk.

“nah…aku pulang dulu ya. sayonara..”

“un. Itarashai…”
Aku berbalik, meninggalkan rumah Ichigo.

*_*_*

“tadaima…” aku membuka pintu perlahan. Dari dalam tidak terdengar suara apapun. mungkinTou-chan belum pulang. Cepat-cepat aku masuk. Aku ngantuk sekali, ingin tidur. Tapi tiba-tiba saja seseorang berlari kencang mendekatiku.

“Ryosuke!!!” serunya lalu tiba-tiba memelukku erat. Ini, Tou-chan? Lalu kenapa dia…menangis?

“Ehh? Tou-chan kenapa?” tanyaku. Tou-chan segera menghapus air matanya kemudian tersenyum lebar. Dia mengacak-ngacak rambutku.

“Tou-chan senang sekali. Sekarang anak kesayangan Tou-chan bisa sembuh. Kau bisa sembuh Ryo-chan!!!”

“Ma-maksud Tou-chan apa? A-aku…” aku bingung. Sungguh. Aku bisa sembuh? Apa Tou-chan sudah menemukan donor jantung yang cocok untukku? Benarkah?

“sini. Duduk dulu. Biar Tou-chan jelaskan semuanya…”

*_*_*

“EHH?? Hontou ni?? Uwaa…arigato Tou-chan” seruku senang. Aku sontak memeluk ayahku. Ia sendiri dengan senang membalas pelukanku. Akhirnya, setelah bertahun-tahun mencari, kami berhasil menemukan donor jantung yang tepat untukku.

Aku sudah lama mengelami kelainan jantung. Dan sulit bagiku untuk menemukan jantung pengganti yang tepat karena struktur tubuhku yang sedikit ‘berbeda’ dibanding yang lain. Tapi kali ini, akhirnya. Ditemukan juga. Ini benar-banar keajaiban. Tuhan pasti terus mendengar doaku.
Tapi… ada satu yang hampir kulupakan. Sesuatu yang penting…
Aku melepaskan pelukanku. Tou-chan sedikit kaget, dan ikut melepaskan linkaran tangannya.

“ne, Tou-chan…bagaimana dengan kemungkinan berhasilnya?”
Kulihat raut wajah Tou-chan berubah. Jadi lebih senduh. Sudah kuduga, meskipun sudah menemukan donor yang tepat, belum tentu penderitaanku akan berakhir begitu saja kan?

“Ryo-chan, kemungkinan berhasilnya 50 : 50. kecil memang. Tapi Tou-chan yakin, Ryo-chan pasti bisa. Yamada Ryosuke yang tou-chan kenal tidak gampang menyerah ne? jadi meskipun sulit, dia pasti berusaha! Dan Tou-chan juga yakin, Dia akan sembuh. Pasti!”

Pastikah?

“Arigato ne, tou-chan…”Aku tersenyum kecil. Berusaha percaya dengan apa yang Tou-chan katakan. Semoga saja aku bisa sembuh.

Semoga saja…

“terus? Operasinya dimana nanti?’

“ohh. Tou-chan hampir lupa. Operasimu nanti di New York. Tidak apa-apa kan? “

“EHH???”
Sial! Sekarang bagaimana dengan Ichigo?

*_*_*
Yamada Ichigo’s POV
Aku sudah menyelesaikan setengah bagian dari PR matematika Ryosuke. Masih ada 5 nomor lagi. Yosh! ganbatte Ichigo!

‘Ichigo-chan…” seseorang memanggilku. Ryosuke? Cepat sekali latihan sepak bolanya? Apa, memang dia yang sudah lelah dan ingin beristirahat?
Ryosuke berjalan mendekat. Wajahnya tampak sangat serius. Kenapa? Ada apa sebenarnya?

Ryosuke sudah berdiri tepat di depanku. Wajahnya masih saja serius.  Senyum yang biasa dia tunjukan setiap kali aku melihatnya tidak ada. Sama sekali tidak ada.
Aku...takut.  apa Ryosuke marah? Tapi apa yang sudah kulakukan?

“Suki desu!”
Aku membeku. Ta-tadi APA?! Ryosuke bilang apa? Su-suki?! Aku?!

Wajahnya tiba-tiba mendekat.Tu-tunggu. I-ini..aku..jangan-jangan….

“……….”

Bibirnya tepat menyentuh bibirku. Menguncinya beberapa lama. Aku hanya bisa memejamkan mata. Pikiranku kosong. Sungguh. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Setelah sepersekian detik, wajah Ryosuke akhirnya menjauh. Aku masih diam. Shock…

“arigatou ne, Ichigo-chan…”


“………”


“Sayonara…”

Ryosuke pergi. Meninggalkanku yang masih saja membeku dan berusaha mencerna apa yang ia lakukan tadi. Membiarkanku terdiam dengan berjuta pertanyaan melintas di kepalaku.

Ada apa ini sebenarnya???

*_*_*

“Ichigo…ayo bangun! Nanti kamu terlambat ke sekolah” kaa-chan menggedor-gedor pintu kamarku. Aku semakin menenggelamkan tubuhku dalam selimut. Aku tidak mau ke sekolah hari ini. sangat. Tentu saja karena kejadian kemarin. Aku tidak mungkin bisa bertemu Ryosuke. Bisa dibilang aku masih shock, dan belum bisa menerimanya secara nyata. Kejadian kemarin itu seperti mimpi. Sungguh!

“Ichigo…!!”

“Aku nggak mau ke sekolah Kaa-chaaaan!! Nggak enak badan!!” aku balas berteriak. Kaa-chan berhenti menggedor-gedor pintu.

“Ehh? Kalau begitu keluar, biar kaa-chan kasih obat….” Suara Kaa-chan melembut. Mungkin khawatir putri satu-satunya ini sakit. Aku tersenyum kecil di balik selimut.

“nanti deh! Aku mau tidur sedikit dulu…”

“kok tidur? Minum obat dulu baru tidur, Ichigo!” kaa-chan kembali berteriak. Aku bangun malas-malasan dan akhirnya membuka pintu. Kaa-chan langsung saja menempelkan punggung tangannya ke keningku. Alisnya bertaut.

“nggak panas kok…kamu beneran sakit, Ichigo?” Kaa-chan melepaskan tangannya. Aku memutar bola mataku. Berpikir Ichigo! Bagaimana cara mengelabui ibumu!!

“Yaah, kalau nggak enak badan tubuhku nggak harus panas laah Kaa-chan…” Aku mengomel. Kalau begini, akan lebih mudah membohongi ibu.

“Iya juga ya…”
Yes! Percaya kan akhirnya?. Ibu hanya tidak melihat, disampingnya aku sedang tertawa kecil.

*_*_*

Akhirnya hari ini tiba. Hari dimana aku harus bertemu Ryosuke setelah insiden ’ciuman’ 2 hari yang lalu. Aku takut. Nanti apa yang harus kulakukan ketika bertemu Ryosuke? Apa sebaiknya aku biasa-biasa saja? Atau terlihat senang mungkin? Sumpah! Aku bingung!
Kakiku akhirnya mencapai pintu kelas. Masih gugup, sekali lagi aku meremas ujung blazerku. Tenangkan dirimu Ichigo! Bersikaplah yang sewajarnya. Dan akhirnya aku masuk!
EHH?? Kenapa kelas sepi sekali? Ini sudah jam tujuh, kok hanya ada beberapa orang saja? Ditambah lagi, kenapa ada yang menangis? Apa aku ketinggalan sesuatu?
Aku mendekati bangkuku. Tas Ryosuke tidak ada. Apa Ryosuke juga tidak datang hari ini? ada apa sih dengan semua orang?
Tidak mau menjadi satu-satunya yang tak tahu apa-apa, aku mendekati beberapa temanku yang sedang menghibur Miya yang menangis. Kenapa lagi Miya menangis?

“Ne, Miya-chan kenapa?” aku menepuk pundak Sayaka teman sebangku Miya. Sayaka langsung bangun.

“Ooh, ini soal Yamada Ryosuke-kun..” jawabnya. Ryosuke?

“Memangnya Yamada-kun kenapa?” tanyaku lagi. Sayaka terlihat sedikit kaget.
Tapi kemudian tersenyum maklum.

“Kemarin Ichigo tidak datang kan?, pantas saja tidak tahu. Begini, kemarin ada pengumuman dari kepala sekolah, katanya Yamada-kun pindah sekolah”

“EHH?!” teriakku kaget.

“Iya! Tidak ada info juga dia pindah kemana. Teman-teman banyak yang tidak percaya dan hari ini pergi mengecek di rumahnya. Baru saja kami di sms, nih! hasilnya nihil. Rumah Yamada-kun kosong total.”
Aku membeku. Otakku berputar cepat, kembali mengingat kejadian 2 hari lalu.

“Arigatou ne, Ichigo-chan…”

“Sayonara…”

Jadi maksud Ryosuke, ini…?
Aku berlari keluar. Secepatnya. Jujur, aku tidak tahu kemana. Dan memang kenyataannya, kemanapun aku berlari semuanya percuma. Ryosuke belum tentu akan kembali, kan?
Kakiku terantuk, dan aku jatuh di tengah rerumputan hijau kecil. Aku sudah tak tahan lagi. Aku menangis keras. Aku ingin Ryosuke kembali. Aku ingin bilang aku juga menyukainya. Aku ingin Ryosuke, lagi! Apakah ini hukuman untukku karena selama ini selalu saja diam dan tidak mengatakan apapun tentang perasaanku? Tapi kenapa baru sekarang aku tahu? Kenapa?!

“Arigatou ne, Ichigo-chan…”

“RYOSUKE!!!!!”

“Sayonara…”

Part 4 end

Sosok itu memandang ke depan nanar. Sesekali bahunya terangkat, menarik nafas pelan. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil, disusul tubuhnya yang berputar, meninggalkan ‘sesuatu’ itu.
Dia, Yamada Ichigo. Gadis yang tepat hari ini terbebas dari label ‘siswa SMU’. Wajahnya terlihat mantap meninggalkan gedung yang disebutnya sekolah selama 3 tahun terakhir itu. Ada banyak kenangan di sana. Pelajaran sehari hari, teman sekelas, para sensei yang baik -meskipun banyak juga yang keras- dan, seseorang…

Yamada Ryosuke…

Gadis itu tersenyum kecil. Yamada Ryosuke, pemuda yang sudah menggenggam hatinya selama 2 tahun terakhir. Yang menciumnya dan bilang ‘suki desu’ sehari sebelum dia pergi, yang menghilang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, juga yang tidak jelas sekarang sudah dimana.
Ichigo menatap ke depan, menyadari sepertinya ada orang yang memperhatikannya dari tadi. Alisnya bertaut, kakinya berjalan cepat. Penasaran siapa sebenarnya orang itu.
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Matanya sontak melebar. Sosok itu tersenyum manis. Senyuman yang selalu ia ingat.

“Tadaima, Ichigo chan…”
Tetesan bening mengaliri pipi Ichigo.  Dua sudut bibirnya tertarik, membentuk senyuman yang tidak kalah manisnya dengan senyuman orang tadi. Kaget, senang, terharu, juga lega. ‘Dia’ akhirnya kembali.

“Okaeri, Ryosuke! “

~ fin ~

Minaaa,, akhirnya abis juga…^^,, maaf kalo ceritanya nggak sesuai deskripsinya..*_*
Soalnya gw sendiri aja bingung,, genrenya pindah…dari angst jadi love kali ya…hehe*hehe jidat lo!*
Gomen ne, buat genrenya yang cap cus gak jelas….>w<
teruss…,,comment please…*sembah sujud readers* ^^

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 3

Part 3
The Truth
Yamada Ichigo’s POV
“huffh…” helaan nafas. Entah sudah keberapa kalinya hari ini. Ryosuke benar-benar membuatku shock. SANGAT!
Petama tugas dari Takaki sensei yang membuatku harus bersamanya sampai malam, lalu dia mengantarku pulang, terus motornya mogok, kemudian dia mampir ke rumahku, lalu orang tuaku mengajaknya makan malam, dan sekarang dia disini, MENGINAP SEMALAM DI RUMAHKU!. Bahkan dewi Fortuna bisa jadi sangat jahat, deshou?
Aku memang beruntung, terhitung sejak pulang sekolah sampai besok Ryosuke bangun, aku akan bersamanya kira-kira 14 jam lebih. Tapi, err… itu terlalu lama mungkin. Meskipun dia nyata disini, dirumahku, tapi tetap saja aku tidak punya keberanian untuk sedikit mengajaknya ngobrol. Aku malu, dan takut. Sungguh, lebih baik aku menantinya untuk bicara di sekolah, dari pada ini, dengan jarak sedekat ini, aku sama sekali tidak bisa bicara apa-apa. Ayolah Ichigo…

“Nee-chan…” suara Ryutaro. Kulihat dia mengintip dari pintu kamarku. Aku tersenyum kecil, lalu menyuruhnya masuk.

“doushita no?” tanyaku. Ryutaro agak ragu-ragu bicara. Apa ini menyangkut Ryosuke? Apa ada yang mungkin ingin dia tanyakan?

“Yamada-kun wa…”

“hn? Yamada-kun kenapa?”

“tadi aku lihat… dia meringis memegang dadanya. Seperti… kesakitan….”

Tidak mungkin! Aku segera berlari keluar, menuju kamar Nii-chan. Ryosuke kenapa? Apa ada yang salah? Mungkin perutnya tidak bisa menerima makanan rumahku? HUH! Seharusnya aku sudah menyadari hal itu. Tou-chan sih, gara-gara menyuruh Ryosuke makan malam disini, jadi begini kan?, tapi apa benar karena itu? atau…
Aku sudah didepan kamar Nii-chan dan sudah membuka pintu,

“Ya-”
Pintu kembali kututup.
Ya Tuhan! Apa yang tadi kulihat? Ryosuke, di-dia berdiri ta-tanpa kemeja piyama, hanya dengan celananya, telanjang dada, dan.. HAAA!!
Bisa kurasakan wajahku memerah. Aku masih mengingat jelas dadanya yang bidang, lengan-lengannya yang berotot, dan kulitnya yang putih mulus seperti vanila,,
KYAAA!!!
Pikir apa aku tadi. Aku bahkan belum minta maaf sudah sembarangan membuka pintu kamarnya.

“Ya-Yamada-kun, gomenasai..” teriakku. Dari dalam terdengar tawa kecil Ryosuke.
Pintu tiba-tiba saja terbuka. Ryosuke keluar dengan senyuman manisnya yang-tentu saja-bisa membuatku meleleh. Untunglah, dia sudah memakai kemeja piyamanya, kalau tidak, mungkin aku akan benar-benar meleleh.

“daijobu…! tapi, Ichigo-chan agresif sekali ne.. aku tidak menyangka Ichigo-chan akan langsung menyerangku di kamar…” Ryosuke kembali terenyum. Tapi senyuman kali ini, nakal.

“Ti-Tidak kok..hontou ni…aku Cuma datang mengecek Yamada-kun..itu saja!!” Jawabku buru-buru. Takut, gugup, ma-malu…

“mengecekku?” tanyanya. Wajahnya sedikit serius.

“Err..Iya. so-soalnya tadi Ryuu bilang, dia lihat Yamada-kun seperti sedang kesakitan. Aku kira Yamada-kun salah makan atau …mm… tidak cocok dengan makanan rumahku…”
Ryosuke terdiam cukup lama, kemudian tersenyum lembut.

“Jadi Ichigo-chan khawatir padaku ya? …daijobu desu…” Ryosuke mengacak puncak kepalaku gemas. Demi Tuhan, aku merasa benar-benar diberkati.

“Tadi aku hanya digigit semut, dan rasanya lumayan sakit sih…tapi benar, perutku tidak kenapa-napa kok…aku tidak keracunan makanan rumahmu… jangan cemas…” Kali ini gantian aku yang tersenyum. Tetapi, sungguh, aku tidak begitu yakin dengan ucapan Ryosuke. Sepertinya, ada yang ia sembunyikan. Tapi apa?

“Ne Ichigo-chan, bisa tunjukin aku terasnya dimana?” suara Ryosuke menyadarkanku dari lamunan.

“Oh iya! Tentu!” Aku buru-buru berjalan ke teras. Ryosuke mengikutiku dari belakang.

*_*_*

“aah…kimochi…” Ryosuke duduk di lantai teras rumah kami. Kakinya digoyang-goyang sambil memainkan air hujan, seperti anak kecil. Tampaknya, dia sangat menikmati suasana di sini.

“ne, Ichigo-chan…aku boleh tanya sesuatu?” gumamnya tiba-tiba. Aku mengangguk. Jantungku berdetak cepat. Apa, dia mau…AHH! Jangan mimpi Ichigo. Tidak mungkin Ryosuke mau menyatakan perasaan padamu. Sangat sangat sangat tidak mungkin.

“Kalau aku mati, Ichigo-chan akan bagaimana??”

“…Maksud Yamada-kun apa? Aku… tidak mengerti…”
Ryosuke tertawa kecil, membuatku lebih bingung. Apa maksudnya? Kenapa dia sampai bicara seperti tadi? Apa, dia hanya bercanda?

“Yamada-kun..”

“sudahlah…aku hanya bercanda tadi…” serunya, masih tertawa kecil. Tapi apa benar hanya bercanda?
Suasana kembali tenang. Tawa Ryosuke tidak terdengar lagi. Aku memandangnya takut-takut.

“Ichigo, aku…”

“hn…?”
Wajah Ryosuke tiba-tiba mendekat. Di-dia mau apa? Tangannya juga tiba-tiba saja menyentuh pipiku. I-ini…apa dia mau me-….

“ada kotoran di pipimu…”
Apa? Hanya itu? ma-maksudku bukannya aku mau dicium Ryosuke -ralat, aku mau- , tapi… ternyata dia hanya mau membersihkan kotoran di wajahku. Apa aku yang terlalu berhayal?

“a-arigatou…”
Ryosuke tersenyum kecil.  Senyuman yang manis seperti biasanya. Kenapa jantungku kembali berdetak cepat. Bahkan lebih cepat dari yang sebelumnya. Hoo.. Ichigo. Jangan mimpi lagi. Lebih baik sekarang kembali ke kamarmu dari pada detak jantungmu ini bisa di dengar Ryosuke.

“Err…Yamada-kun, apa aku boleh ke kamarku sekarang? Bukannya aku…itu…ma-“

“Tentu saja… Ichigo-chan pasti lelah deshou? Oyasumi…tidur yang nyenyak ya…”

 ”Ha-Hai! Oyasuminasai” aku segera berjalan cepat menuju kamarku. Debaran jantungku semakin sulit ku kendalikan.

*_*_*

Yamada Ryosuke’s POV
Mataku mengikuti gerakan tubuh Ichigo yang akhirnya menghilang dari pandanganku. Aku menghelah nafas, kembali mengingat kejadian tadi.
Tadi…
Tadi itu, apa yang aku pikirkan?! Tiba-tiba saja aku ingin mencium Ichigo. Dan lagi, kenapa aku sampai bertanya seperti tadi?

“Kalau aku mati, Ichigo-chan akan bagaimana??”
Pintar Ryosuke. Kau hampir saja membocorkan semuanya. Ichigo bukan gadis bodoh. Dia tentu akan curiga. Apalagi tadi waktu sakitku kambuh. Kalau saja aku terlambat meminum pil pereda sakit itu, tentu semuanya akan ketahuan. Dan Ichigo, akan tahu…
Tapi, Kenapa?
Kenapa aku ingin Ichigo tahu? Kenapa aku sulit mengendalikan diriku, dan hampir saja mengatakan kepada Ichigo kalau aku,… sakit?

Aku suka Ichigo. Sungguh. Sejak pertama kali kami menjadi classmate di kelas 2-D. aku suka wajahnya yang manis, sikapnya yang tenang, senyumnya yang hanya ditunjukan sesekali, serta keberadaannya yang membuatku selalu merasa nyaman.
Dan kurasa Ichigo –mungkin- juga menyukaiku. Dia selalu membantuku, membuatku merasa lebih baik.

Tapi aku,…takut. Aku takut mengungkapkan perasaanku padanya. Maaf ya, aku bukan pengecut yang tidak punya keberanian untuk menyatakan cinta pada gadis yang kusukai. Hanya saja, aku takut. Takut kalau tiba-tiba aku mati, Ichigo akan bagaimana? Dan lagi, kalau aku sudah mengatakan semua, apakah aku akan tetap diberi waktu untuk bersamanya? Walau cuma sebentar, aku ingin. Sungguh…

Aku melihat jam tanganku. Jam 10 malam. Aku harus tidur. Tidak seharusnya aku memikirkan hal tadi lagi. Lupakan Ryosuke. Lupakan saja…

Aku memandang ke atas. Langit masih gelap, Hujan juga belum reda. Aku menutup mataku perlahan, merasakan hawa disekelilingku.

Apakah suasana seperti ini masih bisa kurasakan?
Mungkin besok masih bisa, tapi bagaimana nanti?

Satu tetesan bening mengaliri pipiku.


Continue to part 4

Kamis, 23 Desember 2010

Yamada Taro Monogatari

Kemarin gw nonton Yamada Taro monogatari..
Gila!! biar udah jadul,, nih dorama bisa ngacak-ngacak perasaan gw.
bikin gw jadi jadi nangis, ketawa, udah gitu tereak2 gara2 Ninomiya Kazunari ganteng banget...*GILA*
mana gw jadi nostalgia lagi sama 'Happiness'nya Arashi...
Keren banget deh pokoknya!!!

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 2


Part 2
There is something about Ryosuke

Yamada Ryosuke’s POV
Aku memacu kakiku lebih cepat. harus! Akhirnya, pintu kamar mandi berhasil kubuka. Aku masuk, menguncinya. Dan tiba-tiba saja, aku jatuh…
Rasa sakit ini, sungguh…lebih perih dari yang biasanya. Kenapa? Masih kuingat jelas tadi pagi aku menelan semua pil yang diberikan dokter pribadiku. lalu kenapa rasa sakit ini masih datang juga?
Aku mencengkram dadaku, mencoba menggapai jantungku yang perih sekali. aku mohon, sedikit saja, tolong kurangi sakit ini..aku tidak sanggup…
Lalu bayangan itu melintas di pikiranku. Gadis itu…

“I..chi…”
……semuanya menjadi gelap.

*_*_*

“Ryo-chan, daijobu?” suara ayahku. Aku memandang sekeliling. Tempat ini, tidak asing lagi..

“Maaf, Tou-chan membawamu ke rumah sakit. Tapi kata Inoo sensei kau butuh perawatan dan peralatan yang lebih lengkap..” kulihat wajah ayahku panik. Aku bisa mengerti. Ibuku sudah meninggal dan hanya aku saja anaknya. Tentu dia akan sangat mengkhawatirkanku.

“Daijobu. Tou-chan tidak kerja?” 

“Tidak..hari ini kebetulan tidak ada dokumen yang harus tou-chan tandatangani..”

“bohong kan?” Aku tahu. Ayahku selalu punya segudang pekerjaan yang harus dia urus. Dan ketika aku sakit seperti ini, ia akan mengbaikannya dan hanya mau mengurusku. Tapi kali ini aku tidak akan bersikap egois. Ayahku punya urusan dengan perusahaannya, dan aku tidak akan menghalangi.

“Tou-chan pergi saja…nanti pekerjaanmu malah menumpuk… biarkan saja aku bersama Inoo sensei di sini…aku tidak apa-apa kok…”

“tidak mau! hari ini Tou-chan mau libur. Mau main sama anak kesayangannya seharian…” jawab ayahku manja. Terkadang, laki-laki ini bisa jadi sangat kekanakan jika aku menolak permintaannya. Karena itu, tidak ada jalan lain…

“baiklah! Tapi hari ini saja ya! besok Tou-chan harus masuk kantor…”

“Roger!”

*_*_*

Aku membuka mataku perlahan. Kepalaku agak pusing. Aku jadi ingat tadi Inoo-sensei menyuntikan sesuatu, entah apalah namanya dan membuatku tertidur. Aku mengangkat kepala, dan mendapati sosok ayahku tertidur pulas di samping ranjang.
Dia terlihat sangat lelah. Tentu saja, dia sudah menjagaku seharian penuh dan mungkin baru ini saat baginya untuk beristirahat.
Dadaku sakit. Bukan karena penyakit laknat ini, melainkan karena wajah ayahku yg bahkan dalam tidurnya pun terlihat sangat cemas. Aku tahu, ia menghawatirkanku. Tapi sungguh, melihatnya seperti ini, kelelahan karena mengurusku membuat hatiku sakit. Sangat sakit. Bahkan jauh lebih sakit dibanding ketika penyakitku kambuh.
Aku tidak bisa menahannya lagi, dan akhirnya setetes air mata sukses jatuh dan mengaliri pipiku.

“Tou-chan..” bisiku. Aku tidak ingin membangunkannya. Wajahnya masih statis. Ia masih tertidur.

“Gomenasai…” tetesan bening tadi kembali membasahi wajahku.

“Hontou ni, gomenasai….”

*_*_*

Aku tersenyum singkat pada gadis-gadis yang kemudian pergi menjauhiku. Syukurlah, semuanya tersembunyi dengan rapi. Berita tentang pingsannya aku kemarin di kamar mandi jadi bahan pembicaraan di sekolah. Banyak yang datang padaku dan menanyakan alasannya. Untunglah, sebelumnya ayahku juga sudah berbohong kepada para guru kalau aku keracunan suplemen sehingga cukup mudah bagiku untuk mengelabui teman-temanku.
Aku memandang ke samping. Yamada Ichigo. Gadis itu masih saja statis, berkutat dengan rumus-rumus kimia dalam bukunya, atau bisa dibilang bukuku. Dia satu-satunya gadis yang selalu aku minta untuk mengerjakan prku. Gadis yang selalu mau membantuku membuat pr namun terkesan tidak peduli. Hari ini pun, dia sama sekali tidak menanyakan apapun tentang kejadian kemarin. Padahal, dia teman sebangkuku. Tapi, bertanya sedikitpun tidak. Harus aku akui, aku ingin dia menoleh padaku, bicara, itu saja sudah membuatku cukup lega. Karena kurasa, aku menemukan sesuatu yang berbeda dalam dirinya.

*_*_*

“… dan untuk tugas kali ini, dikerjakan berdua teman sebangku. Bisa kan?” Takaki sensei tersenyum lebar melihat ekspresi kelas yang berbeda-beda. Para gadis banyak yang malu-malu memandang teman sebangku mereka, sementara yang lelaki berpura-pura berwajah tidak setuju terhadap keputusan sensei, walau menurutku beberapa dari mereka sebenarnya sangat senang bisa menghabiskan waktu dengan gadis – gadis menyelesaikan tugas kimia yang lumayan banyak itu. sungguh, aku juga sangat senang. Aku bisa punya waktu berdua Ichigo. Meskipun Ichigo sendiri terlihat biasa saja mendengar hal tadi. Tapi –yaah- begitu saja sudah membuatku senang.

“ Oh! Dan jangan lupa, kumpulkan tugasnya lusa! Besok hari minggu kan, jadi kalian punya banyak waktu untuk mengerjakannya. Ok? Jaa “ Lanjut Takaki sensei kemudian berjalan keluar kelas diiringi bunyi bel dan sama sekali tidak menghiraukan protes kami. Lelah berteriak, semua teman-temanku duduk kembali di bangku mereka, mulai mendiskusikan masalah tugas itu dengan teman sebangkunya. Aku tidak mau ketinggalan. Segera kuputar tubuhku, tepat menghadap Ichigo. Gadis itu sedikit kaget, namun kembali menetralkan raut wajahnya.

“Jadi tugas ini..bagaimana kalau mulai kita kerjakan sepulang sekolah? Aku akan minta ijin Yuto-kun untuk bolos latihan hari ini. Ichigo-chan bisa kan?”

Ichigo berpikir sejenak kemudiak mengangguk.

“baiklah kalau begitu!”

*_*_*

“Yosh! akhirnya selesai sebagian! Are? Sudah jam segini?!” teriakku ketika menatap jam tanganku. Jam setengah 8 malam. Kulihat Ichigo cepat-cepat membereskan bukunya. Mungkin ia takut dimarahi orang tuanya karena pulang telat. Aku juga ikut membereskan buku-bukuku.

“ne, Ichigo-chan..sudah malam, aku antar ya..orang tuamu pasti khawatir kalau kau pulang larut..” ujarku pelan. Firasatku mengatakan, ia akan menolaknya.

“tidak usah. Aku sudah telpon kaa-san tadi, bilang pulangnya agak telat. Jadi tidak apa-apa..” dan benar saja!

“tapi ini sudah malam loh, bahaya. Atau, Ichigo-chan tidak percaya padaku?”

“Bukan begitu! Hanya saja…”

“hn..?”

“haah…baiklah..”
Aku tersenyum senang.

“iku yo?”
Ichigo lalu mengangguk.

*_*_*

“Kenapa ?” Ichigo ikut menunduk, memperhatikannku yang sedang mencoba mengutak-atik sepeda motorku. Aku tersenyum kecil.

Ada yang salah dengan mesinnya. Entah apa, aku tidak begitu tahu...” 

“Kalau begitu bawa saja ke rumahku. Sudah dekat kok. Tapi..” Ichigo memperhatikanku dan sepeda motorku bergantian. “Sepeda motor Yamada-kun lumayan besar. Apa Yamada-kun bisa mendorongnya?”

“.. HMPPFT—BWAKAKAKAKA!!...”

“Ehh? Yamada-kun kenapa tertawa?” Ichigo memandangku sedikit cemas. Mungkin dia mengira aku sudah gila.

“Ichigo-chan ternyata memang tidak percaya padaku yah.. masa hanya motor begini tidak bisa kudorong? Aku diremehkan ternyata…”

“Ti..Tidak, maksudku kalau Yamada-kun kesulitan mendorongnnya, aku bisa menelpon Tou-san untuk datang membantu..” wajah Ichigo sedikit memerah. Aku masih sedikit tertawa melihatnya.

“aku bisa kok. Tenang saja! Sekarang, Ichigo-chan tunjukan saja jalannya. Biar kita bisa cepat sampai…”

“un!”

*_*_*

Aku memandang kagum. Rumah ini, rumah Ichigo. Sederhana, namun sangat menarik. Aku jadi ingat tipe-tipe rumah seperti ini banyak aku lihat di komik. Dan sudah lama juga aku ingin punya rumah seperti ini.

“Yamada-kun, sepeda motornya diparkir di sini saja..” tunjuk Ichigo ke sebuah garasi kecil yang isinya sebuah sepeda motor bebek dan 2 sepeda. Aku segera mendorong sepeda motorku dan memarkirkannya, lalu mengikuti Ichigo masuk ke rumah.

“tadaima..”

“Okaeri Ichigo. Sudah pulang?” sesosok wanita berusia sekitar 40 tahunan keluar. Wanita itu menatapku agak heran. “Ichigo bawa teman ya? ahh, mari masuk..” serunya ramah. Ichigo lalu menariku agar mengikutinya.

*_*_*

Dan disinilah aku, ruang makan keluarga Yamada. Didepanku ada ayah dan ibu Ichigo. Lalu disamping kiri Ryutaro, adik laki-laki Ichigo, dan disebelah kanan Ichigo sendiri. Karena tadi Ichigo bilang sepeda motorku mogok, aku dipaksa untuk makan malam dulu disini. Harus kuakui, rasanya menyenangkan bisa makan bersama dengan ramai seperti ini. biasanya, kalau makan malam hanya aku dan To-chan, itupun kalau To-chan pulang cepat atau sakitku kambuh.
“Haaa..Tidak disangka yaah..orang bermarga Yamada banyak sekali. Teman sebangku Ichigo juga, bahkan, Bos pemilik perusahaan teman paman bekerja juga bermarga Yamada..” ayah Ichigo bercerita dengan semangat. Dia seperti ayahku. Sehabis makan selalu saja punya segudang topic untuk dibicarakan.

“ayah hanya tidak tahu saja..Yamada-kun itu put-- … aww!” Aku mencubit lengan Ichigo pelan. Aku tahu, dia pasti ingin memberitahu orang tuanya tentang ayahku. Ichigo sendiri tersenyum kecil memandangku sambil mengelus-elus tanganya.

“kenapa memangnya Ichigo?” Ibu Ichigo ikut-ikutan. Mati aku! Kalau begini, bisa-bisa ketahuan.

“AHH! Masaka! Yamada-kun ini..putranya Yamada Rikuta-san??” Tamat kau Ryosuke! Aku memandang Ichigo, memasang tampang kesal. Ichigo malah tertawa lebih keras.

“Ha..hai.”

“Sokka! Benar juga! Yamada-san punya putra tunggal kelas 2 SMU. Tidak kusangka, ternyata sekelas dengan Ichigo..” ayah Ichigo tertawa. Sedikit shock mungkin. Aku juga ikut tertawa. Keluarga ini, benar-benar nyaman. Eh, kok udara semakin dingin ya?

“WAAA! Hujan” Ryutaro berteriak. Aku sontak lari ke teras dan, yaah… memang hujan. Deras sekali lagi. Kalau begini, sepertinya akan lama.

“Yaah… bagaimana ini. Hujan Yamada-kun..” ayah Ichigo mengikutiku dari belakang disusul istrinya dan Ichigo.

‘kalau deras begini, akan lama redanya. Mungkin bisa sampai besok. Yamada-kun bagaimana kalau menginap disini dulu. Yamada-kun bisa tidur di kamar Daiki” seru Yamada -san, ibu Ichigo. Ichigo sendiri terlihat kaget mendengar kata-kata ibunya.

“aah kaa-san..tapi…”  ichigo mendekatiku lalu berbisik.”Yamada-kun mau nginap disini? Rumahku jelek loh, nanti tidurmu tidak nyenyak..”.
Aku langsung tertawa kemudian memandang Ichigo jahil.

“Hai! Terima kasih atas tumpangannya!!” seruku sambil membungkuk hormat ke pasangan suami istri tadi..
Bisa kulihat, Ichigo memasang wajah kesalnya ke arahku.

*_*_*

“Nah Yamada-kun silahkan..maaf kamarnya kecil. Ini milik kakak laki-laki Ichigo. Sekarang dia kuliah di Osaka…” Yamada-san mempersilahkanku masuk. Kamar ini,,  KEREN SEKALI!!
Meskipun tidak begitu lebar, tapi sangat bersih. Barang-barangnya tertata rapi, padahal sudah cukup lama ditinggal. Dan menurutku yang paling keren adalah itu! FUTON.
Yeah! Futon!!
Seumur hidup aku tidak pernah tidur di futon. Dan sekarang akhirnya, datang kesempatan pertamaku. Kalau misalnya aku mati sekarang, paling tidak aku sudah menikmati rasanya tidur di futon. Pasti menyenangkan.

“terima kasih Yamada-san…” aku menunduk. Yamada-san tersenyum padaku.

“Oyasumi..”

 “Hai! Oyasumi..”

Aku menutup pintu, bersiap mengganti bajuku dengan piyama milik Yamada Daiki-kun*kakak Ichigo* yang tadi diberikan Yamada-san padaku. Tapi tiba-tiba saja…

Sakit…

Aku mencengkram dada kiriku kuat. Rasa sakit ini, kembali. Kenapa? Kenapa sekarang? Kenapa harus disini?

Sakit…

Seseorang…,,

Tolong aku…

Continue to part 3

Senin, 20 Desember 2010

yamada Ryosuke-Ichigo ffic


Tittle  : Something Behind Us
Cast    : Yamada Ryosuke, Yamada Ichigo (OC), beberapa member HSJ jadi figuran
Genre : angst, *mungkin?*
Discl.  : Saya memiliki Yamada Ichigo dan alurnya,, kalau Yamada Ryosuke serta para figuran dalam mimpi^^

SOMETHING BEHIND US

Sosok itu memandang ke depan nanar. Sesekali bahunya terangkat, menarik nafas pelan. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil, disusul tubuhnya yang berputar, meninggalkan ‘sesuatu’ itu.

Part 1
I wish that My name is not Yamada
Yamada Ichigo’s POV

”Ichigo, pr matematika...”
Suara itu. Hufff! Aku tahu dia akan datang. Tentu saja! Siapa lagi orang yang akan disuruh mengerjakan pr seorang Yamada Ryosuke kalau bukan Yamada Ichigo?
Ya! Yamada.Bukan keluarga, hanya Marga yang sama. Tapi merupakan satu alasan canggih yang bisa membuat Yamada Ryosuke memerintah Yamada Ichigo mengerjakan PRnya setiap hari. SETIAP HARI!!, bayangkan! Dan entah kenapa aku mau saja diperintah seperti itu. Maaf ya, semua bukan karena ayah Ryosuke adalah pemilik sekolah serta beberapa  perusahaan besar yang tentu saja akan diwariskannya pada putra semata wayangnya itu. Hanya saja, ada hal lain. Entah apa kau  menyebutnya. Tapi hal ini…baiklah aku jujur. Aku –uhuk- mm.. menyukai ryosuke. Siapa yang tidak? Maniak strawberry itu, Wajahnya sangat sangat tampan, tubuhnya atletis meskipun tidak begitu tinggi. Kaya Raya, Gaya bicaranya sopan, jagoan sepak bola, jago nyanyi dan dance pula. Apalagi yang kau harapkan?
Sedangkan aku? Haah...siapa yang kenal Yamada Ichigo? Yang diketahui orang-orang tentang Yamada Ichigo hanyalah ‘gadis yang selalu disuruh si tampan Yamada Ryosuke mengerjakan PRnya’. Julukan yang tidak mengenakan memang. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku hanya seorang pelayan yang ternyata diam-diam menyukai sang pangeran. Marga yang sama ini justru membuatku lebih terlihat sebagai pengecut. Aku bukan apa-apa dibanding Ryosuke. Perbedaan antara kami terlalu besar. Ayahnya punya perusahaan, ayahku hanya pegawai biasa di perusahaannya. Hidup memang sulit bukan?
Aku menarik pelan buku pr yang diletakannya di mejaku. Dia tersenyum. Tapi aku terus mencoba statis. Aku tidak mau, sangat tidak mau ryosuke tahu perasaanku. Apalagi memikirkan dia memiliki perasaan yang sama? Dalam mimpi pun tidak pernah.

“Ichigo kenapa diam saja?” Tanya Ryosuke yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku. Memang itu tempat duduknya*tempat duduk kami diatur menurut absent*, tapi biasanya dia bertamasya entah ke pojokan kelas bersama teman-teman cowok juga fans cewek tentunya, atau ke ruang kesehatan untuk sekedar tidur.

“lalu Yamada-kun mau aku bicara apa?” jawabku tetap statis sambil mulai membuka buku tulisnya dan menyalin pr yang sudah kukerjakan dari kemarin.

“tidak juga siih,, hanya saja, setiap kali aku minta kau mengerjakan pr ku, kau tidak pernah bicara. Menolak pun tidak…”

“jadi Yamada-kun mau aku menolak?” tidak! Kata-kataku barusan apa terlalu dingin ya?? jangan-jangan besok Ryosuke tidak akan memintaku membuatkan pr untuknya lagi. Hebat, Ichigo! Kau baru saja membuka gerbang kehancuranmu.

“hahaha….Ichigo-chan lucu sekali yoo…” haah? Lucu? Ada apa dengan anak ini? Memangnya apa yang ku katakan? Lalu kenapa juga dia menambah embel-embel chan pada namaku? Untuk memanggilku hanya ’ichigo’ saja bisa ku mengerti karena dengan marga yang sama, tentu sulit baginya memanggil orang lain dengan namanya.
Tapi ini, embel-embel chan ini???

“yamada, latihan…” oke, pengganggu! Ini pasti Hukuman buatku karena sudah bicara dingin tadi.  Nakajima Yuto, kapten team sepak bola yang juga salah satu sahabat akrab ryosuke. Ku maafkan karena memang Ryosuke sangat menyukai sepak bola. Tapi, sedih juga harus berpisah dengannya beberapa saat ini.

“aku pergi dulu ya Ichigo-chan… kalau sudah selesai, letakan saja bukunya di mejaku, dan.. jangan lupa isi jurnalnya …”
Aku mengangguk pelan, dan sekali lagi tetap membiarkan wajahku statis. Aku tidak ingin Ryosuke menangkap aura kesedihanku karena harus ditinggal. Meski aku sendiri tetap tidak bisa menahan diri untuk sesekali mencuri pandang mengikuti sosoknya yang bergerak meninggalkan kelas.

*_*_*

“huff..”
Sudah kedua kalinya untuk hari ini aku menghela nafas seperti ini. aku berhenti menyalin, kemudian membereskan buku-buku di mejaku. Ryosuke belum kembali. Latihannya pasti keras sekali, karena kudengar akan ada pertandingan sepak bola antar sekolah dalam bulan ini, entah tanggal berapa. 
Pelan-pelan kumasukan buku PR Ryosuke ke dalam tasnya, lalu mengisi jurnal pribadinya. Entah apa yang dipikirkan anak itu, sampai membuat jurnal pribadi dan mengharuskanku untuk mengisinya setiap kali aku mengerjakan PRnya.
Sudah hampir sore. Aku harus segera pulang kalau tidak ingin dibunuh ibuku.

Tapi, Jantungku tiba-tiba berhenti berdetak. Begitu pula kakiku yang dari tadi berjalan. Pupil mataku melebar, mencoba menangkap dengan baik apa yang kini ada di depanku.
Itu… yang berciuman itu,,,

“Sugaya-senpai, hentikan! Apa yang kau lakukan?” suara itu! benar! Ryosuke!
Aku buru-buru bersembunyi. Jangan sampai dia tahu aku melihat kejadian tadi. Tapi lebih dari itu, hatiku terasa sangat sakit. Ryosuke berciuman,,

“Yamada-kun,, aku sudah bilang berkali-kali kan? Aku menginginkanmu.. aku mohon,, terima aku…” terdengar suara Sugaya senpai yang hampir menangis. Jadi tadi, ciuman itu bukan keinginan Ryosuke? Oh..untunglah. aku pikir…

“Maaf senpai, tapi aku menyukai orang lain…”
Duniaku runtuh! Ryosuke ternyata..menyukai orang lain. Haha..aku memang bodoh. Baru sedetik aku bahagia karena Ryosuke menolak Sugaya senpai. Tapi sekarang, rasanya bahkan lebih perih. Ryosuke ternyata menyukai seseorang, dan aku tak tahu siapa.

“siapa Yamada? Katakan padaku… aku akan berusaha jadi lebih baik darinya…! Atau, aku mau kok meskipun hanya jadi yang kedua. Yamada-kun..aku mohon..aku sangat sangat menyukaimu…”

“sekali lagi maaf senpai… aku hanya menyukai gadis itu…” cukup! hatiku sudah ditusuk seribu jarum. Bukan, sejuta. Tidak ada harapan lagi Ichigo… tidak pernah dan tidak akan pernah ada.

*_*_*

Hari ini, entah kenapa aku berangkat sekolah terlalu pagi. Apa mungkin karena menangis semalaman? Huff.. ayolah Ichigo, dari awal kau memang tidak punya harapan. Ryosuke bukan untukmu, dan kau tahu jelas itu.
Perlahan aku memasuki kelas. Kosong pasti. Tidak mungkin ada anak yang sudah datang sepagi ini.
Tapi, perkiraanku salah. Seseorang sudah di sana. Tertidur di tempat duduku. Ehh? Itu, Ryosuke kan?
Aku berjalan pelan mendekatinya. Demi Tuhan! Aku gadis paling beruntung di dunia. Melihat wajah tertidur Ryosuke yang seperti ini, sungguh….haaah! mimpi apa aku semalam?
Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. segera kuambil keitai dari sakuku, mengaktifkan kamera dan mengarahkannya ke wajah Ryosuke.

Clik”  Kau pintar Ichigo!

“hmm…” Tidak! Jangan bilang Ryosuke sudah bangun. Tunggu, tunggu aku masukan keitai ini ke sakuku dulu. Tunggu…

“suki……………ichigo…”

………………………………….

APA? Apa yang tadi dia katakan? Suki? Dan…Ichigo? Apa mungkin….oke! kau bermimpi Ichigo. Suki*suka* dan Ichigo yang Ryosuke maksud adalah strawberry*ichigo*. Maniak Strawberry itu mungkin saja memimpikan sebuah strawberry extra besar dan kemudian menyatakan cinta padanya.

Tidak sengaja kakiku menabrak kursi yang didudukinya. Dan…

“mmm…?? Ehh,, Ichigo-chan…gomen aku..HOAAH..duduk di tempatmu..” Ryosuke bangun. Aku tersenyum kecil melihat wajah baru bangun tidurnya itu.

“Yamada-kun datang dari tadi?”

“aah tidak..baru sekitar 10 menit yang lalu. Aku pakai sepeda motor, jadi cepat. Tidak disangka, aku bisa ngebut sekali di jalanan…”  aku mengangguk paham sambil sesekali memandang wajah tampannya. Dia mengucek-ngucek matanya lalu kemudian bangkit berdiri.

“aku mau cuci muka dulu. Ichigo-chan tidak apa-apa kan kalau ku tinggal?”

“tentu..”

Ryosuke lalu tersenyum dan berjalan keluar kelas. Aku sedikit menyesal. Kenapa juga tadi aku tidak menjawab aku akan sangat kesepian jika dia pergi. Tapi tentu, Yamada Ichigo pasti sudah gila jika ia berani mengatakan hal itu pada Yamada Ryosuke.

Continue to part 2

Kamis, 09 Desember 2010

Gomen Gomen...:)


SORRY SORRY J
MINAAA!!! GOMENASAI!! HONTOU NIIII!!!!
Gw udah hiatus hampir sebulan..gak ngasih kabar pula.. L
Demo,, itu gara2 gw mau ujian..
Peace!
Nah,, skrg karna uda selesai n mao liburan natal,, mungkin gw bakalan balik lagee sama updetan2 terbaru…karna itu,,
Matte ne J <3 <3 <3

Selasa, 16 November 2010

tidur lama..

gomen,, gw molor na kelamaan,,...
hehehe,, taulah,, masih sedarah sama beruang,,..
errr......................???
gomen,, gw kagak tau pengen ngomong ape lagi..
iu aje ye,,
gomen nd sankyuu...*ditabok readers*

Kamis, 04 November 2010

Thank You


“nggak! Aku nggak mau di operasi! aku bakal mati kaa-chan!! Biarin aja!!” sebuah teriakan terdengar jelas dari kamar no 393. Chinen Yuri disana, menggenggam jari-jarinya erat. Berusaha menahan amarah dan air mata yang akhirnya tidak bisa di bendung lagi. Melampiaskan semuanya pada ibunya. Semua kesakitan yang dirasakannya selama ini. Kesakitan karena penyakit laknat itu.

“Yuu-chan… maafin kaa-chan…kaa-chan hanya ingin kamu sem~”

“cukup! Aku nggak mau dengar apa-apa lagi. Aku bakal mati kaa-chan…jadi biarin aja…”

“tapi, Yuu~”

“Udah Kaa-chan! Cukup! Sekarang, aku minta Kaa-chan keluar! Please! Tinggalin aku sendiri..”

“Yuu-chan..”

“aku mohon…”

Wanita paruh baya itu terdiam, lalu keluar dengan berlinang air mata. Yuri mengalihkan matanya, tidak ingin melihat ibunya saat ini. Perasaanya kacau setelah ibunya bilang ia bisa sembuh dengan menjalani operasi. Lagi! Yuri menderita kanker otak dan sekarang sudah memasuki stadium 3. setahun lalu ia pernah di operasi ketika penyakitnya baru masuk stadium awal. tapi operasi itu gagal. Sejak saat itu, Yuri tidak pernah punya harapan lagi untuk sembuh. Kegagalan di operasi pertama seperti membuktikan kalau ia memang harus mati karena penyakit itu.
Yuri menghapus beberapa tetes air mata di pipinya. Menyesali tindakan yang ia lakukan pada ibunya tadi. Tapi, apa yang bisa ia perbuat? Pikirannya terlalu kacau, sehingga dengan refleks, ia memarahi ibunya. Yuri baru 16 tahun, emosinya masih labil. Wajar jika ia bertindak kekanak-kanakan seperti tadi. Dia memang terlalu kecil untuk memikul beban sebesar itu.
Matanya kini mengamati sesuatu di balik jendela. Seorang anak laki-laki, kira-kira seusianya, sedang bermain lempar tangkap bersama seekor anjing. Yuri yersenyum, membayangkan anak yang bermain dengan bebas itu adalah dirinya. Tidak harus takut kalau-kalau sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh, tidak juga khawatir kalau tiba-tiba dia harus mendengar kabar bahwa umurnya tinggal beberapa jam lagi. Dan yang paling menyenangkan, dia tidak harus merasakan sakit luar biasa akibat penyakit itu. tapi, semua tidak mungkin. Dia sakit! Hayalan menjadi orang lain yang sehat hanya akan membuatnya lebih terjerumus ke dalam kesedihan. 

______________________________________

Yuri mengamati sekitarnya. Mencoba-coba mencari sosok ibunya. Aman! Tidak ada satu orang pun yang lewat sekarang. Pelan-pelan, Yuri meninggalkan kamarnya. Ia hanya ingin keluar hari ini. Berada terus-menerus dalam kamar bernuansa putih dengan bau obat yang tajam bisa membuatnya gila.
Sinar matahari yang sedikit menyilaukan matanya membuat Yuri mengangkat tangan kanannya, mencoba menghalagi cahaya matahari yang menurutnya sangat ganas itu. Perlahan, dia berjalan mendekati bangku panjang di bawah pohon yang kini sedang ditempati seseorang.

“ehh?” serunya heran. Mengagetkan penghuni bangku yang ternyata adalah anak laki-laki yang dilihatnya kemarin. Anak itu memandang Yuri sedikit bingung, namun dengan cepat mengubah raut wajahnya menjadi ramah karena senyumannya.

“hey! Mau duduk di sini juga?” tanyanya sambil menggeser tubuhnya, memberi cukup tempat untuk Yuri duduki. Tanpa menunggu di persilahkan lagi, Yuri langsung menempati setengah bangku itu.

“arigato!..” balasnya sambil sedikit tersenyum.

“Douitashimashite! Yamada Ryosuke desu..” anak itu menyodorkan tangan kanannya. Yuri menyalaminya, agak kaget dengan ketidakcanggungan anak itu. mereka baru beberapa detik bertemu, tetapi ia dengan santai memperkenalkan dirinya.

“Chinen Yuri desu!”

“kau pasien rumah sakit ini juga?”
Yuri mengangguk. Juga? Berarti anak itu…

“aku baru masuk kemarin. Haah!! sedih sekali harus berpisah dengan rumah. Apalagi dengan anjingku, sora! Kemarin aku mengajaknya ke sini. Tapi dimarahin sama suster yang merawatku. Katanya Sora bisa membahayakan pasien lain. Dia tidak tahu, kalau tidak kutahan,  Sora bisa saja menggigitnya. Anjing itu pintar sekali!!” cerita Ryosuke berapi-api. Yuri sendiri sekali lagi hanya bisa menatapnya kaget karena ketidakcanggungannya terhadap orang yang baru ditemui. Tapi jujur, dia merasa senang mendengar cerita si Yamada ini. Rasanya seperti punya teman.

“aku kemarin melihatmu main dengan anjingmu itu.” tidak mau hanya dia yang merasa canggung, Yuri mulai berbicara. Yamada memandangnya senang.

“oh,Ya? Nah, bagaimana sora menurutmu? Dia keren kan? Jago! Eh. tapi, dari mana kau bisa melihat kami ?” sekali lagi Yamada menunjukan senyumannya. Senyuman yang menurut Yuri senyuman persahabatan.

“kamarku disana…kapan-kapan datanglah buat main…” Yuri memengarahkan telunjuknya ke salah satu jendela kamar di lantai tiga rumah sakit tersebut. Yamada mangut-mangut setelah jelas melihat kamar yang ditunjuk tadi.

“tentu! Aku pasti datang!”

___________________________________


“Ohayo…” tanpa sebelumnya mengetuk pintu, Yamada seenaknya memasuki kamar Yuri. Pemuda di dalam menatap sahabatnya yang seenaknya itu senang. Sahabatnya! Sejak bertemu dengan Yamada seminggu lalu, sudah cukup ada relasi kuat antara keduannya. Tak pernah dibayangkan, ia bisa bertemu sahabat sebaik Yamada, di rumah sakit pula. Meskipun kata Yamada, ia harus keluar dari rumah sakit bulan depan, itu tidak menutup kemungkinan bagi Yuri untuk sedikit bersenang-senang tanpa memikirkan tentang penyakitnya.

“ohayo…datang lagi! Hari ini kita ke mana?” yuri turun dari tempat tidurnya, menggunakan sandal, dan siap mengikuti sahabatnya itu berpetualang keliling rumah sakit.

“hari ini kita ke gedung sebelah. ke tempat onee-sanku di bagian obstetric dan gynecology. Udah 3 bulan dia jadi perawat disana. Biasanya dia rutin menjengukku waktu malam. Tapi, hari ini, aku mau ngasih kejutan. Bikin dia kaget dikiit…” wajah jahil yamada mulai nampak. Yuri hanya bisa tersenyum kecil, lalu mengikuti Yamada menuju ke tempat kakaknya yang jaraknya cukup jauh dari gedung perawatan mereka.
Setelah sekitar 5 menit berjalan, mereka sampai di depan sebuah pintu bertuliskan ‘nurse room’. Dari dalam, terdengar suara –suara perempuan yang sepertinya sedang bergosip ria. Sambil tertawa kacil, Yamada mengetuk pintu itu.

“ada apa? EHH!! Ryosuke! Ngapain ke sini? Aduh… disini kan jauh banget dari kamarmu..” kebetulan sekali, yang membuka pintu adalah kakak perempuan Yamada. Segera, pemuda itu mendapat ceramahan dari kakaknya itu.

“Dare, Chihiro?” beberapa perawat yang lain ikut mendekati pintu mendengar teman seprofesi mereka itu marah-marah. Tanpa diduga-duga, mata mereka menangkap sesosok, eh bukan, dua sosok pemuda imut yang kini dikuliahi oleh Chihiro. Sontak mereka langsung berteriak heboh.

“Ya ampun Chii…gila! Ini siapa aja? Imuut banget…”

“chii! Adek kamu ya? Kawaii!! Sumpah!”

“Chii! Kenalin donk! Ada cowok imut koq ga dikenalin ke kita-kita..” 

Chihiro, Yamada, dan Yuri hanya bisa memandangi suster-suster meriah tadi heran. Beberapa detik kemudian mata elang Chihiro sudah menatap adiknya kesal.

“karena ini nih, nee-chan bilang kamu jangan datang. Kamu bisa dikerubutin temen-temen nee-chan. Terus, teman kamu juga bisa ikutan dikerubutin. Kalian ga tau, suster-suster sini pada kuat semua. Bisa-bisa kalian balik ke kamar ga ada kaki atau tangannya lagi. Bisa juga kepala…” bisiknya mencoba menakut-nakuti adiknya. Tapi, melihat dari cara suster-suster tadi memandang Yamada dan Yuri, bukan tidak mungkin kalau hal itu sampai terjadi.

“gomen ya Nee-chan… aku cuma mau ngasih kejutan aja…oh, kenalin. Ini temanku, Chinen…” jawab Yamada lalu memperkenalkan Yuri pada kakaknya.

“Chinen Yuri desu…” Yuri menunduk.

“Yamada Chihiro. One-channya Ryosuke..” ujar Chihiro, lalu tersenyum. Wajahnya jelas langsung berubah manis.

________________________________________

2 weeks later…
“ternyata suster-suster ruang perawatan bayi galak juga ..kita jadi tidak bisa mendekati bayi-bayi tadi…” Yuri membuka pintu kamarnya perlahan sambil Yamada mengikutinya dari belakang. Tapi kaki-kakinya terhenti ketika melihat keberadaan 2 orang yang dikenalnya di dalam.

“kaa-chan..”

“Yuri…syukurlah kamu sudah pulang. Kemarilah, ada yang ingin Kaa-chan bicarakan…”
Wanita paruh baya ibu yuri itu menepuk-nepuk sofa, memberikan Yuri tempat. Yuri mendekatinya pelan-pelan, diikuti Yamada yang meskipun tidak di undang tetap ingin menjadi bagian dari pembicaraan yang tampaknya penting itu.

“Chinen-kun, kami baru saja membicarakan tentang operasimu. Sudah ada cukup tenaga yang bisa melakukannya. Dan kalau kau setuju, dalam seminggu ini~”

“aku sudah bilang kan? Aku tidak mau dioperasi lagi! Percuma!!” Yuri berteriak kesal, jelas menolak rencana itu.

“Yuu-chan..kemungkinan berhasilnya 75%. Kamu pasti bisa sembuh..”

“percuma Kaa-chan!!”

“Yuri!” Yamada membuka suara. Tiba-tiba. Berhasil membuat Yuri diam selama beberapa detik.

“Ibumu benar… kamu harusnya beruntung punya kesempatan untuk sembuh. Ayolah, jalani operasi itu. .kamu pasti bisa..”

“Sudahlah Yamada! Kau tidak tahu apa-apa. Aku sudah menjalani 2 kali operasi, asal kau tahu. Dan operasi ini juga akan gagal seperti sebelumnya. Coba bayangkan jika kau berada di posisi  ku. Haah…, kau memang tidak akan mengerti. Karena kau bukan aku!!”
Yuri melampiaskan kekesalannya pada Yamada. Membuat pemuda itu ikut bungkam. Ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya karena sudah mengatai Yamada seperti itu. Tapi..

“Kau benar Yuri. Aku bukan kamu. Dan seperti apapun aku berusaha, aku tidak akan bisa menjadi sepertimu…” Yamada bersuara palan lalu memberikan seulas senyum kearah Yuri. Senyuman pahit. Sukses membuat rasa bersalah Yuri semakin besar. Yamada lalu keluar, meninggalkan semua eksistensi di ruangan itu dalam keheningan.

______________________________________

Kedua mata itu bertemu. Mata yang sama-sama berharap. Namun, sepasang mencoba menolak. Ia, masih merasa bersalah..

“Yuri…”

“maaf, aku sedang terburu-buru..” Yuri melangkahkan kakinya cepat, meninggalkan Yamada yang kemudian tak bergeming. Ia ingin minta maaf. Tapi entah kenapa rasanya sulit. Ia bahkan tidak berani bicara pada Yamada sekarang. Bimbang. Hati nuraninya bilang, perkataan Yamada beberapa hari yang lalu benar. Ia masih punya kesempatan. Ia masih bisa sehat. Ia masih bisa menjadi seperti Yamada!
Tanpa sadar, Langkah Yuri terhenti di depan ruang dokter yang menanganinya. Matanya memandang pintu ruangan itu, ragu-ragu. Jari-jarinya bergerak pelan, ingin menggapai kenop pintu. Sulit. Tapi akhirnya, pintu itu terbuka…

_____________________________________

Cahaya lampu pelan-pelan menusuk. Mata itu mengerjap, berusaha agar terbiasa dengan cahaya. setelah beberapa kedipan, mata itu akhirnya terbuka lebar.

“Yuu-chan…untunglah kamu sudah sadar…Kaa-chan senang sekali, operasinya berjalan dengan lancar..” Sosok pertama yang terlihat adalah ibunya.

Yuri tersenyum kecil, lalu mengamati sekeliling. Ada ayahnya, Beberapa dokter, perawat, dan…yaah! Yamada memang tidak di sana. Jelas saja. Ia bahkan tidak memberi tahu Yamada kalau akhirnya ia bersedia di operasi. Ia ingin memberi kejutan kecil pada sahabatnya itu.

“Kaa-chan…besok aku ingin keluar…”

______________________________________

“Yama-chan…” Yuri menyeruak begitu saja ke dalam kamar Yamada. Matanya mengamati sekeliling.

Kamar Yama-chan rapi ? tidak mungkin! Ada apa dengan anak itu ?lalu, kemana juga dia ? pikirnya.
Tiba-tiba seseorang ikut masuk.  

“Yuri..?”

“Ah! Chihiro-nee.. Yama-chan dimana ?”

________________________________________

Yuri terduduk pelan dia atas hamparan rumput halus. Matanya mengamati nisan batu abu-abu  di depannya. Pikirannya menerawang, kembali mengingat kata-kata Chihiro beberapa hari yang lalu.

Ryosuke… dia sakit. Kanker otak, sama sepertimu. Hanya saja, sudah parah sekali. Sudah stadium 4. Dokter bahkan meramalkan umulnya tinggal sebulan lagi, dan… ternyata benar. Sebulan ini, dia tinggal di rumah sakit hanya agar dapat menjaga tubuhnya, sehingga dia tidak berbaring saja di tempat tidur. Dia bilang, meskipun hanya sedetik, ia ingin bisa hidup lebih lama…

“Gomen ne..Yama-chan..”

Sudahlah Yamada! Kau tidak tahu apa-apa. Aku sudah menjalani 2 kali operasi, asal kau tahu. Dan operasi ini juga akan gagal seperti sebelumnya. Coba bayangkan jika kau berada di posisi  ku. Haah…, kau memang tidak akan mengerti. Karena kau bukan aku!!

“aku sudah sangat bodoh ya..?”

Kau benar Yuri. Aku bukan kamu. Dan seperti apapun aku berusaha, aku tidak akan bisa menjadi sepertimu…

“Yama-chan…” setetas air mata jatuh. Yuri menyekanya pelan.

hey! Mau duduk di sini juga ?

Yamada Ryosuke desu…

“Arigatou…”

tentu! Aku pasti datang!

Ayolah, jalani operasi itu…kamu pasti bisa…

“hontou ni.. arigatou…”senyuman terulas. Tiba-tiba angin berhembus lembut. Satu senyuman ikut terulas.

Douitashimashite, Yuri…

OWARI

1000 Burung Bangau


Banyak yang bilang, kalau kita berhasil membuat 1000  origami burung bangau, permohonan kita bisa terkabul. Bagiku sih itu mustahil dan menyusahkan.” Untuk apa lagi susah-susah melipat kertas sebanyak itu. Kayak nggak ada kerjaan aja..”
Tetapi, semua anggapanku itu berubah ketika aku bertemu dengannya..

Mirai berlari kecil di lorong rumah sakit. Matanya dari tadi terus mencari. Kamar no 014, tempat favoritnya ketika butuh teman curhat, ataupun sekedar berbagi kebahagiaan hari itu.  Tempat dimana selalu ada seseorang yang menyambutnya dengan senyum.
    “ryosuke!” teriaknya ketika menemukan ruangan itu. Ryosuke yang dari tadi terbaring di tempat tidur langsung bangun dan tersenyum kearahnya.
    “kamu terlalu ribut..nanti dimarahi suster kamar sebelah loh..”ujarnya. mirai  tertawa kecil lalu menyerahkan satu kantong pelastik besar origami yang dibawanya dari tadi.
     “Nih..udah jadi 50 lagi. Jadi jumlahnya udah 750 kan. Hmm..kurang 250 lagi ya..”
     “thanks ya.. tapi kurasa kita nggak usah lagi deh membuatnya. Nggak ada gunanya. Lagian kamu di sekolah nggak belajar ya? Buatin origami ini terus..”ryosuke memandang kantong berisi origami tadi dan mirai bergantian. Mirai memukul pundaknya. Ryosuke hanya berteriak kecil karena kesakitan di pukul mirai.
     “aku udah baca ratusan berita tentang origami ini di internet dan  hasilnya muasin. Lagian, dulu kamu yang paling semangat membuat origami ini. Sekarang koq jadi malas. Padahal sudah ampuh sekali kan. Liat deh, sampe sekarang kamu masih baik-baik aja tuh. Nggak pernah sakit sampe serius banget. Itu berkat origami ini kan? Jadi kita tinggal tunggu aja, kalau udah sampe 1000 kamu pasti bakal sembuh..” mirai mengakhiri ceramah singkatnya. Ryosuke trsenyum kecil.
    “terima kasih ya..”ujarnya.
Mirai dan ryosuke sudah berteman akrab sejak 2 tahun lalu. Pertemuan pertama mereka adalah di rumah sakit itu. Tempat mereka sekarang berada. Waktu itu mirai yang ke rumah sakit karena menjenguk kakeknya melihat ryosuke sendirian di kamarnya sibuk melipat kertas. Dengan berani mirai mendekatinya dan mengajaknya bicara. Setelah ngobrol sedikit, mirai jadi tahu alasan ryosuke membuat origami bangau itu. Ryosuke sakit parah. Sejak kecil jantungnya lemah. Ia tidak bisa beraktivitas seperti anak-anak lain. Dia ikut home schooling namun di rumah sakit karena dia sering di opname. Awalnya karena kasihan, Mirai membantu Ryosuke membuat origami itu. Namun karena sifat ryosuke yang baik dan hangat, keduanya jadi dekat dan berteman akrab sampai sekarang. Mirai tidak lagi membantu ryosuke karena kasihan, tapi karena rasa sayangnya pada cowok itu. Dan entah karena apa, sejak ia dan Mirai berteman akrab dan bersama-sama membuat origami itu, sakit ryosuke jarang kambuh. Dia sekarang sudah bisa menghabiskan cukup banyak waktu di rumahnya sendiri. Namun minggu ini dia harus pasrah di bawa ke rumah sakit karena kondisi tubuhnya sempat menurun. Tetapi, selain itu tidak ada hal lain yang harus di khawatirkan tentangnya.
     “nih..aaa..” mirai menyuapkan sepotong kue coklat ke mulut ryosuke. Cowok itu memakannya. Mirai menatap ryosuke, seolah-olah menunggu pendapat cowok itu tentang kue buatannya. Ryosuke tersenyum kecil.
     “enak!”. Mirai ikut tersenyum mendengar kata-kata ryosuke. Tiba-tiba dilihatnya sedikit krim coklat dari kue yang dimakan tadi menempel di tepi bibir ryosuke. Dengan refleks dia membersihkannya. Ryosuke yang kaget bibirnya disentuh oleh mirai hanya bisa diam. Wajahnya sontak memerah. Mirai yang juga baru sadar apa yang dilakukannya tadi cepat-cepat menarik tangannya dari bibir ryosuke. Wajahnnya ikut memerah.
     “ma..maaf ya..” ujarnya terbata-bata. Jantungnya beredebar kencang.
     “tidak apa-apa koq..” jawab ryosuke dengan wajah yang masih merah. Keduannya lalu kembali terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.  
     “mmm..ada yang mau kukatakan…” seru ryosuke tiba-tiba. Mirai menatapnya. Menunggu apa yang ingin dikatakan cowok itu. Ryosuke menghela nafas sejenak, membuat mirai deg degan menunggu apa yang akan ia katakan.
     “karena sekarang umurku sudah 16 tahun, aku sudah bisa menjalani operasi. Jadi, 2 minggu lagi mungkin operasinya akan dilaksanakan…” mirai terbelalak mendengar kata-kata ryosuke. Dia lalu berteriak senang dan memeluk ryosuke. Cowok itu hanya bisa pasrah tubuhnya di peluk mirai. Mirai senang sekali. Kalau ryosuke dioperasi, kemungkinannya untuk bisa sembuh jadi lebih besar. Selama ryosuke tidak pernah diijinkan untuk dioperasi karena kondisi tubuhnya kurang baik dan umurnya yang belum cukup. Namun setelah menunggu bertahun tahun, akhirnya dia jadi punya kesempatan untuk sembuh. Tetapi ada sesuatu yang mengganggu ryosuke. Sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang entah harus ia katakan atau rahasiakan pada mirai.
     “tapi mirai…”ujarnya kemudian. Mirai langsung melepaskan tangannya dari tubuh ryosuke begitu melihat wajahnya yang serius.
     “ kemungkinan berhasilnya 50 : 50 …” ryosuke tertunduk. Mirai baru saja mau berbicara ketika dilihatnya  ryosuke menganggkat wajahnya. Matanya tidak sesenduh tadi. Matanya yang sekarang menunjukan keyakinan yang kuat.
    “tapi ini satu-satunya kesempatan untuk sembuh kan ? aku sudah menunggu lama sampai tiba saatnya aku bisa di operasi. Dan sekarang ketika sudah ada kesempatan, aku tidak akan takut melakukannya..” lanjutnya sambil tersenyum kearah Mirai. Gadis itu meneteskan sedikit air matanya.
    “ya.. kau harus berjuang!! Aku akan segera menyelesaikan 250 bangau yang tersisa dan kita bisa membuat keajaiban di hari operasimu itu. Kita ubah kemungkinan berhasilnya dari 50 : 50 menjadi 90 : 10 ! atau kalau bisa 100 : 0 ! “ serunya sambil tersenyum. Ryosuke memandangnya senang lalu ikut tersenyum.

2 april,
12 hari sebelum operasi, 800 origami sudah berhasil ku buat

Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini mirai kembali datang ke tempat ryosuke. Dan seperti hari-hari sebelumnya juga, ryosuke selalu menyambutnya dengan senyum hangat.
     “ udah siap kan ? yuk.. kita tunggu teman-temanku di bawah ya..” seru mirai begitu masuk ke kamar. Ryosuke mengangguk dan berjalan keluar mengikutinya. Hari ini mirai mengajak ryosuke keluar untuk hanami bersama teman-teman akrabnya, Yurina, Momoko dan Miya. Ketiga temannya itu sangat ingin bertemu ryosuke, cowok yang sering diceritakan mirai pada mereka. Cowok yang setiap hari mirai buatkan origami burung bangau pada jam istirahat. Cowok yang juga mereka tahu mengidap penyakit serius yang harus membuatnya tinggal di rumah sakit selama berminggu-minggu. Dan juga, cowok yang –menurut mereka- sangat mirai sukai.
 Sampai di luar mirai dan ryosuke segera menyiapkan tikar sebagai alas. Rumah sakit tempat ryosuke dirawat memiliki taman dengan banyak pohon sakura tumbuh di sana. Jadi cukup banyak orang yang memilih tempat itu untuk hanami atau piknik di bawah pohon sakura. Tidak terkecuali mirai dan ryosuke.
     “mereka lama sekali sih..mungkin dandan dulu karena ingin bertemu denganmu..”seru mirai agak kesal. Ryosuke tertawa memandangnya. Kemudian matanya beralih ke keranjang besar yang mirai pegang.
     “mirai, itu apa ?” tanyanya polos. Mirai memperhatikan arah mata ryosuke lalu melihat keranjang tadi.
     “oh..ini ? ini bekal.. kan mau hanami, masa nggak bawa bekal..” jawab mirai sambil terus memandang sekeliling mencari teman-tenannya. Ryosuke lalu berpura-pura kesakitan sambil memegang perutnya. Mirai yang melihat ryosuke kesakitan sambil memegang perutnya langsung mendekati cowok itu.
     “kenapa ??” tanyanya cemas.
     “lapar…” jawab ryosuke lalu tersenyum. Mirai memukul pelan pundaknya.
     “dasar! Bikin orang khawatir aja..aku udah ngira kamu sakit beneran loh..” seru mirai kesal. Ryosuke mengelus kepalanya..
      “ maaf deh..” ujarnya. mirai lalu membuka keranjang tadi dan mengeluarkan sekotak bekal, kemudian mengambil sumpit dan membuka tutupnya.
     “ nih..aaa..”ujarnya sambil menyuapkan potongan sosis ke mulut ryosuke. Cowok itu membuka mulutnya dan makan dengan lahap. Baru saja mirai mau menyuapkan ptongan sosis kedua ketika teman-temannya datang dan menyorakinya.
     “wah..mesra banget…sampe suap-suapan segala..”
     “ kami kayaknya mengganggu deh..kita pulang aja yuk..”
     “wah mirai, udah kayak nonton drama aja sekarang…”
Wajah mirai seketika memerah mendengar ejekan yurina, momoko, dan miya. Sementara ketiga gadis itu segera menyerbu ryosuke.
     “hai..pacarnya mirai..namaku Momoko..” momoko duluan memberi salam. Setelah itu yurina dan miya. Yamada tersenyum manis kearah mereka semua.
     “ yamada ryosuke..” ujarnya kalem. Ketiga gadis tadi langsung terkesima melihat senyumannya dan gaya bicaranya yang lembut. Mereka buru-buru mendekati mirai dan berbisik-bisik.
     “ mirai, pacarmu keren sekali…imut, Ganteng, Manis. Sumpah!” seru miya berapi-api. 2 temannya mengangguk setuju.
    “orangnya baik lagi. Lembut, kalem. Nemu dimana sih? “ kali ini yurina yang berbicara. Mirai menatap teman-temannya heran.
     “nemu ? emang barang ? lagian aku sama dia nggak pacaran koq…”ujarnya tegas. Ketiga temannya tidak percaya. Mereka tetap bersikukuh kalau ryosuke adalah pacar mirai. Dan mirai juga tetap tidak mau berhenti berkata bahwa ryosuke bukan pacarnya. Akhirnya yurina, momoko, dan miya berhenti menginterogasi mirai. Namun, bukan karena mereka percaya dengan kata-katanya, tetapi karena mereka punya sasaran baru yang bisa dijadikan sumber jawaban atas pertanyaan mereka. Dengan cepat mereka kembali menyerbu ryosuke. Dan mirai tidak cukup cepat untuk menghentikan mereka. Alhasil, sekarang ryosuke sudah dikerubuti 3 gadis teman akrab mirai tadi.
     “kalau dibilang pacaran aku nggak keberatan koq..lagian aku juga suka sama mirai. Tapi kalian nanya dulu ke dia, dia mau nggak dibilang pacaran sama aku..takutnya mirai nggak suka lagi..” jawab ryosuke ketika ditanya ia dan mirai pacaran atau tidak. Yurina, momoko, dan miya sontak kaget. Namun mirai lebih kaget lagi. Dia tidak menyangka ryosuke akan dengan gambleng bilang suka padanya. Gadis itu mulai menduga-duga. Pasti dia Cuma bercanda..atau mau bikin heboh aja..pikirnya. sekarang ketiga temannya sedang menatapnya seolah-olah minta penjelasan lengkap atas informasi tadi. Mirai pura-pura tertawa.
     “eh..udah yuk..makan aja sekarang..kalian pasti lapar kan ?” ujarnya menghentikan tatapan teman-temannya. Mereka bertiga menuruti kata-katanya karena sudah lapar juga merasa cukup puas dengan jawaban ryosuke tadi.
Beberapa jam telah mereka lalui bersama sambil bercerita dan main game. Dan sekarang tiba waktunya mengakhiri semua dan pulang. Yurina, momoko, dan miya pamit pulang duluan. Tinggal mirai dan ryosuke yang masih membersihkan tempat piknik kecil mereka tadi. Mirai memandang ryosuke gugup. Dia ingin bertanya apakah ryosuke serius ketika berkata menyukainya. Dan akhirnya, setelah terlebih dahulu mengumpulkan keberanian, mirai berani mengatakannya pada ryosuke. Ketika mendengar pertanyaan mirai, ryosuke tersenyum lembut lalu menatap wajah mirai dalam.
     “aku suka sama kamu..serius! kamu mau jadi pacarku, mirai..? “ jawabnya disertai pertanyaan. Mirai menatap mata ryosuke. Jujur. Mata ryosuke saat itu terlihat jujur dan tulus. Tanpa menunggu lama-lama, mirai mengangguk.
     “aku mau..aku juga suka kamu! “

9 april
5 hari sebelum operasi, 100 origami lagi yang harus kubuat..

Mirai berlari terburu-buru menuju taman depan rumah sakit. Gadis itu terlihat sangat kesal. Ada banyak hal yang harus iya tanyakan. Apa, Mengapa, dimana, bagaimana, semua kata Tanya itu siap ia keluarkan ketika ia bertemu ryosuke. Ketika  berhasil menemukan ryosuke, mirai cepat-cepat mendatanginya. Ditempat itu,tempat mereka pernah hanami bareng seminggu yang lalu, ryosuke sedang duduk dan menunggunya dengan senyum. Melihat senyum ryosuke, mirai sempat kehilangan kata-kata juga lupa semua pertanyaan yang sudah disusunya saat berlari tadi. Namun seketika dia sadar dan siap menyerang pacarnya itu dengan berbagai pertanyaan.
     “kenapa nggak ngasih tahu aku sih mau ke kota sebelah buat operasinya ? aku kan pacarmu..kenapa juga suster-suster itu yang tau duluan. Sekalian aja pacaran sama suster-suster itu..” seru mirai kesal. Ryosuke tertawa kecil mendengar pertanyaan mirai. Dia langsung bangun dan mengelus kepala cewek itu pelan.
     “maaf ya..aku belum bisa ngasih tahu kamu, soalnya aku udah felling kamu akan bereaksi kayak gini. Terus rencananya sih, aku mau pergi diam-diam aja..takut kamu khawatir..”ujarnya lembut. Mirai menatapnya marah.
     “kalau kamu pergi nggak ngomong dulu kayak gini malah bikin aku lebih khawatir kan?” seru mirai lagi. Lebih kesal dari sebelumnya. Ryosuke tidak tersenyum lagi, tetapi menunduk.
     “maaf..aku hanya tidak ingin kamu sedih kalau sampai operasi itu gagal.. aku ingin kamu melupakan aku kalau nanti aku mati. Aku tidak ingin membebani hidupmu lagi, bahkan setelah meninggal..”jawabnya pelan. Wajahnya lesu. Senyum tidak lagi terlihat di bibirnya. Air mata mirai kini mulai berjatuhan. Gadis itu memegang pipi ryosuke dan mengangkatnya sehingga ryosuke bisa dengan jelas melihat wajahnya.
     “kenapa kau sampai berpikiran seperti itu ?aku menyayangimu ryosuke.. aku nggak mungkin akan melupakanmu..kamu juga, nagpain mikir mati-mati segala..kamu harus percaya, kamu bisa sehat, dan kita bisa sama-sama lagi..”ujarnya sambil tetap menangis. Ryosuke langsung memeluknya.
     “maafkan aku..aku janji, aku pasti akan kembali..” jawabnya pelan. Mirai menghentikan tangisannya.
     “lalu kapan kau akan berangkat?”
     “2 hari lagi..”
     “apa ???” teriak mirai kaget. Ryosuke refleks melepas tangannya.
     “masih 100 origami lagi yang belum kubuat..aku harus pulang sekarang..kamu juga dari pada nganggur aja, mending bantuin bikin origaminya. Aku juga bakal minta yurina, momoko, sama miya bantuin. Nanti kalau mau berangkat jangan lupa telpon aku. aku mau ikut ngantar..”ujarnya lalu berlari pergi. Ryosuke hanya bisa melambaikan tangan dan memandang pacarnya itu bingung.
Mirai tidak main-main dengan perkataannya. Selama 2 hari itu dia dengan tekun membuat origami burung bangau. Dia juga menyandra ke 3 temannya di rumahnya untuk membantu dia membuat origami. Mereka juga dengan senang hati membantunya karena dengan origami, mereka bisa membantu percintaan sahabat mereka itu.
Selama 2 hari itu pula, mirai rajin sekali menelpon ryosuke. Setiap beberapa jam sekali dia menelpon cowok itu. Basa-basi Menanyakan kabarnya dan juga tujuannya nelpon untuk menanyakan sudah berapa origami yang dia buat. Dan setiap kali origami yang di buat ryosuke tidak bertambah banyak, mirai akan mengomelinya panjang lebar di telepon dan menyuruhnya untuk segera membuatnya. Ketika hal itu terjadi ryosuke hanya bisa tertawa dan bilang iya. Dia senang mendengar suara mirai yang lagi ngomel di telpon karena menurutnya sangat lucu. Tapi tentu saja dia tidak mengatakannya pada mirai. Bisa-bisa pacarnya itu ngamuk beneran.

12 april
Ryosuke harus ke kota sebelah untuk menjalani operasinya
Dan 1000 origami bangau yang sudah jadi akan menemaninya kesana..

Mirai memandangi jalanan di luar dan jam tangannya bergantian. Satu jam lagi ryosuke akan berangkat dan sampai sekarang dia belum juga sampai di bandara. Karena terlalu lelah begadang membuat origami, ia ketiduran dan sampai terlambat bangun. Gadis itu memandang ransel besar di sampingnya. Ransel itu berisi 170 origami burung bangau yang dibuatnya bersama yurina, momoko, miya. Bahkan dia juga minta bantuan ibu dan bibi tetangga untuk membuatnya. Ryosuke hanya bisa menyelesaikan 30 karena banyak yang harus dia urus untuk operasinya. Setelah cukup lama menunggu, taksi yang ditumpangi mirai akhirnya sampai di bandara. Hampir saja dia lupa membayar ongkos taksi. Syukur supir taksi itu mengingatkannya sebelum turun dari taksi. Supir itu sepertinya tahu mirai sangat terburu-buru sehingga begitu sampai, mirai langsung diingatkan pada kewajibannya membayar taksi yang ia tumpangi.
Mirai cepat-cepat berlari masuk ke dalam bandara. Di ruang tunggu, ryosuke dari tadi hanya mondar-mandir menanti mirai dengan cemas. Raut wajahnya langsung berubah senang ketika ia melihat mirai berlari kencang ke arahnya.
     “koq lama banget? Aku udah mau berangkat…” sambutnya ketika mirai sudah berdiri di depannya. Gadis itu tertawa cengengesan.
     “maaf..tadi aku ketiduran. Nih..” jawab gadis itu sambil memberikan ransel berisi origami tadi. Ryosuke mengambil ransel itu dan memakainya. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah gelang indah dengan manik-manik berbentuk burung bangau yang brgantungan di sepanjang sisinya. Manik-manik itu sangat banyak, sampai-sampai hanya terlihat seperti ribuan helai benang. Ryosuke memakaikan gelang itu di pergelangan tangan kanan mirai. Mirai sangat terkesima melihat gelang itu.
    “aku menemukan gelang itu kemarin di toko dekat rumah sakit..aku nggak yakin sih, tapi kata penjualnya, manik-manik berbentuk bangau itu jumlahnya ada 1000. jadi udah berasa kayak origami 1000 bangau deh..” kata ryosuke lembut. Mirai menangis melihat gelang itu. Ryosuke menghapus air mata yang mengalir di pipinya kemudian…tiba-tiba saja menciumnya. Mirai yang tidak menyangka akan di cium hanya membeku di tempat. Ryosuke lelu memeluknya.
    “sampai jumpa mirai”ujarnya.
    “hati-hati ya..dan ingat, harus pulang! Janji kan? “ balas mirai yang masih terus menangis. Ryosuke mengangguk, lalu berjalan pergi karena pesawat yangdi tumpanginya akan segera berangkat. Mirai hanya menatap ryosuke cemas. Dalam hatinya, dia terus mendoakan ryosuke agar tiba dengan selamat dan operasi yang akan dijalaninya sukses.

14 mei
Ryosuke, bagaimana kabarmu?

Mirai keluar dari ruang informasi dengan wajah lesu. Sekali lagi, kedatangannya ke rumah sakit itu sia-sia. Sudah satu bulan berlalu sejak ryosuke pergi untuk menjalani operasi. Tapi sampai sekarang dia tidak memperoleh satu pun kabar tentang cowok itu. Menurut gossip yang beredar di kalngan suster-suster rumah sakit, operasi ryosuke gagal dan ia meninggal. Namun, mirai tidak ingin mempercayai hal itu. Dia percaya pada ryosuke yang sudah berjanji akan kembali untuknya. Dia percaya pada 1000 origami burung bangau yang dibuatnya untuk ryosuke. Dan dia percaya, usahanya membuat 1000 origami itu tidak sia-sia.
Mirai berjalan dengan malas dari kamarnya. Dia sedang mencari informasi tentang ryosuke di internet. Meskipun pencariannya selalu tidak berhasil, dia tdak pernah menyerah. Rasa percayanya membuat dia tidak pernah ingin berhenti mencari tahu. Dan sekarang aktivitasnya itu harus di ganggu oleh suara bell rumah yang terus berbunyi dari tadi. Ibunya ada di dapur sehingg tidak bisa mendengar bunyi bell. Terpaksa mirai yang harus ke depan dan membuka pintu untuk tamu yang dari tadi tidak sabaran itu. Dengan kesal mirai membuka pintu. Begitu terkejutnya gadis itu melihat siapa yang sekarang berdiri di depanya.
     “ RYOSUKE ?! “

*-*-*-*-*