Kamis, 04 November 2010

Thank You


“nggak! Aku nggak mau di operasi! aku bakal mati kaa-chan!! Biarin aja!!” sebuah teriakan terdengar jelas dari kamar no 393. Chinen Yuri disana, menggenggam jari-jarinya erat. Berusaha menahan amarah dan air mata yang akhirnya tidak bisa di bendung lagi. Melampiaskan semuanya pada ibunya. Semua kesakitan yang dirasakannya selama ini. Kesakitan karena penyakit laknat itu.

“Yuu-chan… maafin kaa-chan…kaa-chan hanya ingin kamu sem~”

“cukup! Aku nggak mau dengar apa-apa lagi. Aku bakal mati kaa-chan…jadi biarin aja…”

“tapi, Yuu~”

“Udah Kaa-chan! Cukup! Sekarang, aku minta Kaa-chan keluar! Please! Tinggalin aku sendiri..”

“Yuu-chan..”

“aku mohon…”

Wanita paruh baya itu terdiam, lalu keluar dengan berlinang air mata. Yuri mengalihkan matanya, tidak ingin melihat ibunya saat ini. Perasaanya kacau setelah ibunya bilang ia bisa sembuh dengan menjalani operasi. Lagi! Yuri menderita kanker otak dan sekarang sudah memasuki stadium 3. setahun lalu ia pernah di operasi ketika penyakitnya baru masuk stadium awal. tapi operasi itu gagal. Sejak saat itu, Yuri tidak pernah punya harapan lagi untuk sembuh. Kegagalan di operasi pertama seperti membuktikan kalau ia memang harus mati karena penyakit itu.
Yuri menghapus beberapa tetes air mata di pipinya. Menyesali tindakan yang ia lakukan pada ibunya tadi. Tapi, apa yang bisa ia perbuat? Pikirannya terlalu kacau, sehingga dengan refleks, ia memarahi ibunya. Yuri baru 16 tahun, emosinya masih labil. Wajar jika ia bertindak kekanak-kanakan seperti tadi. Dia memang terlalu kecil untuk memikul beban sebesar itu.
Matanya kini mengamati sesuatu di balik jendela. Seorang anak laki-laki, kira-kira seusianya, sedang bermain lempar tangkap bersama seekor anjing. Yuri yersenyum, membayangkan anak yang bermain dengan bebas itu adalah dirinya. Tidak harus takut kalau-kalau sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh, tidak juga khawatir kalau tiba-tiba dia harus mendengar kabar bahwa umurnya tinggal beberapa jam lagi. Dan yang paling menyenangkan, dia tidak harus merasakan sakit luar biasa akibat penyakit itu. tapi, semua tidak mungkin. Dia sakit! Hayalan menjadi orang lain yang sehat hanya akan membuatnya lebih terjerumus ke dalam kesedihan. 

______________________________________

Yuri mengamati sekitarnya. Mencoba-coba mencari sosok ibunya. Aman! Tidak ada satu orang pun yang lewat sekarang. Pelan-pelan, Yuri meninggalkan kamarnya. Ia hanya ingin keluar hari ini. Berada terus-menerus dalam kamar bernuansa putih dengan bau obat yang tajam bisa membuatnya gila.
Sinar matahari yang sedikit menyilaukan matanya membuat Yuri mengangkat tangan kanannya, mencoba menghalagi cahaya matahari yang menurutnya sangat ganas itu. Perlahan, dia berjalan mendekati bangku panjang di bawah pohon yang kini sedang ditempati seseorang.

“ehh?” serunya heran. Mengagetkan penghuni bangku yang ternyata adalah anak laki-laki yang dilihatnya kemarin. Anak itu memandang Yuri sedikit bingung, namun dengan cepat mengubah raut wajahnya menjadi ramah karena senyumannya.

“hey! Mau duduk di sini juga?” tanyanya sambil menggeser tubuhnya, memberi cukup tempat untuk Yuri duduki. Tanpa menunggu di persilahkan lagi, Yuri langsung menempati setengah bangku itu.

“arigato!..” balasnya sambil sedikit tersenyum.

“Douitashimashite! Yamada Ryosuke desu..” anak itu menyodorkan tangan kanannya. Yuri menyalaminya, agak kaget dengan ketidakcanggungan anak itu. mereka baru beberapa detik bertemu, tetapi ia dengan santai memperkenalkan dirinya.

“Chinen Yuri desu!”

“kau pasien rumah sakit ini juga?”
Yuri mengangguk. Juga? Berarti anak itu…

“aku baru masuk kemarin. Haah!! sedih sekali harus berpisah dengan rumah. Apalagi dengan anjingku, sora! Kemarin aku mengajaknya ke sini. Tapi dimarahin sama suster yang merawatku. Katanya Sora bisa membahayakan pasien lain. Dia tidak tahu, kalau tidak kutahan,  Sora bisa saja menggigitnya. Anjing itu pintar sekali!!” cerita Ryosuke berapi-api. Yuri sendiri sekali lagi hanya bisa menatapnya kaget karena ketidakcanggungannya terhadap orang yang baru ditemui. Tapi jujur, dia merasa senang mendengar cerita si Yamada ini. Rasanya seperti punya teman.

“aku kemarin melihatmu main dengan anjingmu itu.” tidak mau hanya dia yang merasa canggung, Yuri mulai berbicara. Yamada memandangnya senang.

“oh,Ya? Nah, bagaimana sora menurutmu? Dia keren kan? Jago! Eh. tapi, dari mana kau bisa melihat kami ?” sekali lagi Yamada menunjukan senyumannya. Senyuman yang menurut Yuri senyuman persahabatan.

“kamarku disana…kapan-kapan datanglah buat main…” Yuri memengarahkan telunjuknya ke salah satu jendela kamar di lantai tiga rumah sakit tersebut. Yamada mangut-mangut setelah jelas melihat kamar yang ditunjuk tadi.

“tentu! Aku pasti datang!”

___________________________________


“Ohayo…” tanpa sebelumnya mengetuk pintu, Yamada seenaknya memasuki kamar Yuri. Pemuda di dalam menatap sahabatnya yang seenaknya itu senang. Sahabatnya! Sejak bertemu dengan Yamada seminggu lalu, sudah cukup ada relasi kuat antara keduannya. Tak pernah dibayangkan, ia bisa bertemu sahabat sebaik Yamada, di rumah sakit pula. Meskipun kata Yamada, ia harus keluar dari rumah sakit bulan depan, itu tidak menutup kemungkinan bagi Yuri untuk sedikit bersenang-senang tanpa memikirkan tentang penyakitnya.

“ohayo…datang lagi! Hari ini kita ke mana?” yuri turun dari tempat tidurnya, menggunakan sandal, dan siap mengikuti sahabatnya itu berpetualang keliling rumah sakit.

“hari ini kita ke gedung sebelah. ke tempat onee-sanku di bagian obstetric dan gynecology. Udah 3 bulan dia jadi perawat disana. Biasanya dia rutin menjengukku waktu malam. Tapi, hari ini, aku mau ngasih kejutan. Bikin dia kaget dikiit…” wajah jahil yamada mulai nampak. Yuri hanya bisa tersenyum kecil, lalu mengikuti Yamada menuju ke tempat kakaknya yang jaraknya cukup jauh dari gedung perawatan mereka.
Setelah sekitar 5 menit berjalan, mereka sampai di depan sebuah pintu bertuliskan ‘nurse room’. Dari dalam, terdengar suara –suara perempuan yang sepertinya sedang bergosip ria. Sambil tertawa kacil, Yamada mengetuk pintu itu.

“ada apa? EHH!! Ryosuke! Ngapain ke sini? Aduh… disini kan jauh banget dari kamarmu..” kebetulan sekali, yang membuka pintu adalah kakak perempuan Yamada. Segera, pemuda itu mendapat ceramahan dari kakaknya itu.

“Dare, Chihiro?” beberapa perawat yang lain ikut mendekati pintu mendengar teman seprofesi mereka itu marah-marah. Tanpa diduga-duga, mata mereka menangkap sesosok, eh bukan, dua sosok pemuda imut yang kini dikuliahi oleh Chihiro. Sontak mereka langsung berteriak heboh.

“Ya ampun Chii…gila! Ini siapa aja? Imuut banget…”

“chii! Adek kamu ya? Kawaii!! Sumpah!”

“Chii! Kenalin donk! Ada cowok imut koq ga dikenalin ke kita-kita..” 

Chihiro, Yamada, dan Yuri hanya bisa memandangi suster-suster meriah tadi heran. Beberapa detik kemudian mata elang Chihiro sudah menatap adiknya kesal.

“karena ini nih, nee-chan bilang kamu jangan datang. Kamu bisa dikerubutin temen-temen nee-chan. Terus, teman kamu juga bisa ikutan dikerubutin. Kalian ga tau, suster-suster sini pada kuat semua. Bisa-bisa kalian balik ke kamar ga ada kaki atau tangannya lagi. Bisa juga kepala…” bisiknya mencoba menakut-nakuti adiknya. Tapi, melihat dari cara suster-suster tadi memandang Yamada dan Yuri, bukan tidak mungkin kalau hal itu sampai terjadi.

“gomen ya Nee-chan… aku cuma mau ngasih kejutan aja…oh, kenalin. Ini temanku, Chinen…” jawab Yamada lalu memperkenalkan Yuri pada kakaknya.

“Chinen Yuri desu…” Yuri menunduk.

“Yamada Chihiro. One-channya Ryosuke..” ujar Chihiro, lalu tersenyum. Wajahnya jelas langsung berubah manis.

________________________________________

2 weeks later…
“ternyata suster-suster ruang perawatan bayi galak juga ..kita jadi tidak bisa mendekati bayi-bayi tadi…” Yuri membuka pintu kamarnya perlahan sambil Yamada mengikutinya dari belakang. Tapi kaki-kakinya terhenti ketika melihat keberadaan 2 orang yang dikenalnya di dalam.

“kaa-chan..”

“Yuri…syukurlah kamu sudah pulang. Kemarilah, ada yang ingin Kaa-chan bicarakan…”
Wanita paruh baya ibu yuri itu menepuk-nepuk sofa, memberikan Yuri tempat. Yuri mendekatinya pelan-pelan, diikuti Yamada yang meskipun tidak di undang tetap ingin menjadi bagian dari pembicaraan yang tampaknya penting itu.

“Chinen-kun, kami baru saja membicarakan tentang operasimu. Sudah ada cukup tenaga yang bisa melakukannya. Dan kalau kau setuju, dalam seminggu ini~”

“aku sudah bilang kan? Aku tidak mau dioperasi lagi! Percuma!!” Yuri berteriak kesal, jelas menolak rencana itu.

“Yuu-chan..kemungkinan berhasilnya 75%. Kamu pasti bisa sembuh..”

“percuma Kaa-chan!!”

“Yuri!” Yamada membuka suara. Tiba-tiba. Berhasil membuat Yuri diam selama beberapa detik.

“Ibumu benar… kamu harusnya beruntung punya kesempatan untuk sembuh. Ayolah, jalani operasi itu. .kamu pasti bisa..”

“Sudahlah Yamada! Kau tidak tahu apa-apa. Aku sudah menjalani 2 kali operasi, asal kau tahu. Dan operasi ini juga akan gagal seperti sebelumnya. Coba bayangkan jika kau berada di posisi  ku. Haah…, kau memang tidak akan mengerti. Karena kau bukan aku!!”
Yuri melampiaskan kekesalannya pada Yamada. Membuat pemuda itu ikut bungkam. Ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya karena sudah mengatai Yamada seperti itu. Tapi..

“Kau benar Yuri. Aku bukan kamu. Dan seperti apapun aku berusaha, aku tidak akan bisa menjadi sepertimu…” Yamada bersuara palan lalu memberikan seulas senyum kearah Yuri. Senyuman pahit. Sukses membuat rasa bersalah Yuri semakin besar. Yamada lalu keluar, meninggalkan semua eksistensi di ruangan itu dalam keheningan.

______________________________________

Kedua mata itu bertemu. Mata yang sama-sama berharap. Namun, sepasang mencoba menolak. Ia, masih merasa bersalah..

“Yuri…”

“maaf, aku sedang terburu-buru..” Yuri melangkahkan kakinya cepat, meninggalkan Yamada yang kemudian tak bergeming. Ia ingin minta maaf. Tapi entah kenapa rasanya sulit. Ia bahkan tidak berani bicara pada Yamada sekarang. Bimbang. Hati nuraninya bilang, perkataan Yamada beberapa hari yang lalu benar. Ia masih punya kesempatan. Ia masih bisa sehat. Ia masih bisa menjadi seperti Yamada!
Tanpa sadar, Langkah Yuri terhenti di depan ruang dokter yang menanganinya. Matanya memandang pintu ruangan itu, ragu-ragu. Jari-jarinya bergerak pelan, ingin menggapai kenop pintu. Sulit. Tapi akhirnya, pintu itu terbuka…

_____________________________________

Cahaya lampu pelan-pelan menusuk. Mata itu mengerjap, berusaha agar terbiasa dengan cahaya. setelah beberapa kedipan, mata itu akhirnya terbuka lebar.

“Yuu-chan…untunglah kamu sudah sadar…Kaa-chan senang sekali, operasinya berjalan dengan lancar..” Sosok pertama yang terlihat adalah ibunya.

Yuri tersenyum kecil, lalu mengamati sekeliling. Ada ayahnya, Beberapa dokter, perawat, dan…yaah! Yamada memang tidak di sana. Jelas saja. Ia bahkan tidak memberi tahu Yamada kalau akhirnya ia bersedia di operasi. Ia ingin memberi kejutan kecil pada sahabatnya itu.

“Kaa-chan…besok aku ingin keluar…”

______________________________________

“Yama-chan…” Yuri menyeruak begitu saja ke dalam kamar Yamada. Matanya mengamati sekeliling.

Kamar Yama-chan rapi ? tidak mungkin! Ada apa dengan anak itu ?lalu, kemana juga dia ? pikirnya.
Tiba-tiba seseorang ikut masuk.  

“Yuri..?”

“Ah! Chihiro-nee.. Yama-chan dimana ?”

________________________________________

Yuri terduduk pelan dia atas hamparan rumput halus. Matanya mengamati nisan batu abu-abu  di depannya. Pikirannya menerawang, kembali mengingat kata-kata Chihiro beberapa hari yang lalu.

Ryosuke… dia sakit. Kanker otak, sama sepertimu. Hanya saja, sudah parah sekali. Sudah stadium 4. Dokter bahkan meramalkan umulnya tinggal sebulan lagi, dan… ternyata benar. Sebulan ini, dia tinggal di rumah sakit hanya agar dapat menjaga tubuhnya, sehingga dia tidak berbaring saja di tempat tidur. Dia bilang, meskipun hanya sedetik, ia ingin bisa hidup lebih lama…

“Gomen ne..Yama-chan..”

Sudahlah Yamada! Kau tidak tahu apa-apa. Aku sudah menjalani 2 kali operasi, asal kau tahu. Dan operasi ini juga akan gagal seperti sebelumnya. Coba bayangkan jika kau berada di posisi  ku. Haah…, kau memang tidak akan mengerti. Karena kau bukan aku!!

“aku sudah sangat bodoh ya..?”

Kau benar Yuri. Aku bukan kamu. Dan seperti apapun aku berusaha, aku tidak akan bisa menjadi sepertimu…

“Yama-chan…” setetas air mata jatuh. Yuri menyekanya pelan.

hey! Mau duduk di sini juga ?

Yamada Ryosuke desu…

“Arigatou…”

tentu! Aku pasti datang!

Ayolah, jalani operasi itu…kamu pasti bisa…

“hontou ni.. arigatou…”senyuman terulas. Tiba-tiba angin berhembus lembut. Satu senyuman ikut terulas.

Douitashimashite, Yuri…

OWARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar