Title: The Electro Shock Boy
Author: Yohanita RoseDhyana a.ka Dhy
Genre: Romance-fluff
Cast : Chinen Yuri,
Kawashima Umika & Nakajima Yuto
Type: One shot
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : UmiChi & Yutong belongs to God, Their Family,
and agency. I own nothing~
Summary: Perang basket memperebutkan Umika
A/N: ffic ini 70% di adaptasi dari komik My Electrical
Prince Takahashi. Udah baca belum komiknya? Bagus koq :>
Nah., yang saya bikinin fanficnya ini bukan cerita utama komik itu, tapi salah satu cerita tambahannya, dengan judul yang sama “The Electro Shock Boy”.
Nah., yang saya bikinin fanficnya ini bukan cerita utama komik itu, tapi salah satu cerita tambahannya, dengan judul yang sama “The Electro Shock Boy”.
Semoga pada suka yo~
Dozou^_^
Dozou^_^
The Electro Shock Boy
“Pagi Umi..”
Kawashima Umika tersenyum lebar melihat dari arah depan,
sahabatnya Irie Saaya sudah melambaikan tangan heboh sambil berlari kecil
menjemputnya.
“Pagi…” jawab gadis itu manis. Saaya berhenti tepat di
sebelah gadis itu, hendak merangkul pundaknya sekaligus memaksanya untuk memberikan
pendapat serta kiat-kiat andalannya demi menyambut festival sekolah yang sudah
di depan mata.
Mereka—umika spesifiknya—tidak tahu saja. Sesuatu
yang—baginya—selalu mengancam kehidupan
sekolahnya tengah bergerak sangat cepat pagi ini. Ketidakmunculannya selama
nyaris sebulan ini ternyata juga merupakan factor yang mempercepat gerakan
ancaman itu. Ancaman yang tidak akan pernah berakhir sampai Umika benar-benar
jatuh ke dalamnya. Ancaman dalam bentuk manusia, laki-laki.
Anak itu sudah kembali.
“UMI-CHAAAAAN!!!”
“Ukh!”
Teriakan itu sekali lagi terdengar setelah sekian lama. Umika
secepat kilat menambah laju gerak kakinya, mengabaikan pemuda bersepeda di
belakang serta teriakan-teriakannya yang lain yang ikut terdengar bersama laju
sepedanya yang kencang.
“YAHOOO UMICHAN!!” Pemuda itu mengangkat tangan kanannya dan
meletakannya di pelipisnya, pose hormat. “BUDAK CINTA, HAMBA SETIAMU CHINEN
YURI TELAH HADIR KEMBALI!!!”
“TIDAAAAAK!!” Umika balas berteriak sambil menambah
kecepatan larinya. Chinen tetap memburunya dengan santai.
“UMICHAAAN!!” pemuda itu nyengir. Ban depan sepedanya
diangkat agar bisa menaiki punggung seorang pemuda maha jangkung di depannya
guna menempatkan alat transportasi roda dua itu di atas pagar tembok sekolah.
Ya, Chinen Yuri hendak berjalan—atau dalam kasus ini
lari-larian sejajar dengan Umika. Dan caranya? Tentu saja. Tak ada jalanan
kosong, pagar tembok yang berdiamater 5 sentian pun jadi. Alhasil kini Chinen
tengah tersenyum bangga sambil memberikan kedipan-kedipan maut pada gadis manis
gebetan seumur hidupnya yang kini telah bergerak sejajar dengannya ini.
.
.
.
Tunggu-tunggu… Apa kita melupakan sesuatu?
Oh. Benar. Lalu bagaimana nasib pemuda jangkung yang
tergilas ban sepeda Chinen tadi? kalau begitu mari kita replay adengan tadi
dari sudut pandang si pemuda.
“Ohayou Nakajima-sama…”
“Kyaa! Ohayou Nakajimaaa-sama!!”
Nakajima Yuto tersenyum manis mendengar namanya di
elu-elukan gadis-gadis. Pemuda itu mengangkat tangannya, hendak membalas
lambaian mesra penggemar-penggemarnya tadi.
“Ohayou…” Yuto menoleh ke kiri. “Ohayou…” Yuto menoleh ke
kanan. “Ohaa—“
DRRRRRTTT
Sebuah benda beroda tiba-tiba saja sudah menjalari
punggungnya lalu berpindah ke pagar tembok di samping. Otomatis Yuto jatuh
terkapar sambil mencium tanah. Kepalanya terangkat sedikit, menyelidiki,
manusia hutan mana yang berani-beraninya menggilas dirinya, Nakajima Yuto-sama,
sang idola sekolah dengan sepeda.
Kening pemuda jangkung itu mengerut sebentar sebelum
akhirnya mengeluarkan teriakan dahsyatnya.
“CHINEN YURI!!! Berani-beraninya kau menggilas aku, idola
sekolah, Nakajima Yuto-sama yang keren ini!!”
.
.
. flashback end. Kembali ke sisi Umi-Chii
“UMICHAAAN!!” Chinen masih kukuh mengejar gadis pujaannya
itu. Kesal pangkat dewa, Umika lalu mengambil patung bentuk seperempat badan
kepala sekolah pertama Horikoshi gakuen tak jauh di depannya dan melemparkannya
ke kepala Chinen.
“Hentikaaan!” jerit Umika sambil menutup mata saat patung
batu itu melayang dan menimpa Chinen, otomatis membuatnya terlempar dari sepeda
merah terangnya.
Gadis itu ngosh-ngosan menatap Chinen yang kini telah
terpekur di tanah. Pemuda itu mengangkat kepalanya, dan…nyengir. Cengiran yang
membuat Umika mau tidak mau mengambil patung batu tadi untuk kembali
digunakannya kalau saja Chinen masih mau berkata-kata lagi.
“Oi, Oi! Tenang Umika. Jangan sampai membunuh orang!” Saaya
cepat-cepat menahan gerakan Umika dan melepaskan patung kepala sekolah tadi
dari tangan gadis itu. Chinen masih nyengir, tanpa menyadari aliran darah
tengah bergerak perlahan melewati keningnya.
“Lama tidak jumpa Umichan~ Aku kangen loh..”
BUKK
*****
“Ternyata setelah sebulan tak kelihatan, dia akhirnya muncul
lagi ya…? kukira dia sudah tobat~” Saaya kipas-kipas sambil mengambil tempat di
meja sebelah Umika. Menanggapi kalimat saaya barusan, Umika hanya mangut
setuju.
“Tapi bagus loh. Kehebohan Chinen itu bisa membuat perayaan
sekolah kita jadi makin seru! Cowok macam itu memang tidak bisa dihilangkan
dari event perayaan sekolah ya…” Saaya tersenyum jahil. “Perayaan sekolah kita
bakal rame loh! Selaku panitian penyusun acara, mujur sekali cowok haboh macam
Chinen itu menaruh hati padamu..”
“Mujur apaan?!” Umika protes. “Aku benci dia!” serunya
gondok. Saaya meliriknya sembari cengengesan.
“Cuma, aku salut deh Umi. Chinen itu tiap hari makan apa aja
sih? Udah nyaris 3 tahun loh dia ngejar-ngejar kamu. Dan hebatnya, meskipun
kamu nolak, dia tetap aja kukuh…!”
Umika menatap Saaya dengan wajah minta dikasihani. Meskipun
begitu, benaknya juga mempertanyakan hal yang yang sama. Apa sih yang bisa
membuat seorang Chinen Yuri bertahan mendekatinya setelah menerima penolakan
terus menerus selama 2 setengah tahun lebih?
Ya, Semua kegialan ini memang berawal dari 2 setengah tahun
lalu. Tepatnya di upacara penerimaan siswa baru. Chinen yang saat itu tidak
dikenalnya sama sekali tiba-tiba muncul di hadapannya seusai acara lalu
memperkenalkan dirinya sambil nampang wajah manis dan senyum lebar.
“Perkenalkan, aku Chinen Yuri. Uhm… memang mendadak sih,
tapi aku jatuh cinta sama kamu.” Pemuda itu mengankat tangan kanannya. “Itu
saja yang mau kusampaikan, salam kenal!”
Tidak pernah ada yang tahu apa yang membuat Chinen sebegitu
tertariknya dengan Umika sampai menempatkan gadis itu sebagai ‘buruan’nya di
sekolah. Namun sejak saat itu, tiada hari Horikoshi terlewati tanpa peristiwa ‘Chinen
mengejar Umika’. Chinen sering menyelinap diam-diam ke kelas Umika pada saat
jam pelajaran berlangsung hanya karena ingin melihat ekspresi Umika saat
belajar, selalu setia membelikan roti dengan berbagai jenis rasa saat makan
siang, tidak peduli Umika membawa bekal atau tidak, dan selalu setia datang
paling pagi ke sekolah hanya untuk membersihkan kelas gadis itu di hari
piketnya—padahal kalau hari piketnya sendiri, Chinen selalu jadi manusia
pertama yang lari dari tugasnya.
Pokoknya apapun! Apapun bisa Chinen lakukan demi mendapatkan
gadis pujaannya itu. Dan karena tindakan Chinen terkadang terlalu ekstrim,
Umika kerap jadi korban. Ia sering ditertawakan oleh siswa lain karena
perlakuan Chinen yang terlalu berlebihan padanya.
“Kalau segitu bencinya, kenapa tidak bilang saja?” Saaya
nyeletuk lagi. “Bilang tidak padahal suka tuh…”
“Sudah! Aku sudah bilang berkali-kali! Aku bahkan nyaris
meledak waktu memarahinya besar-besaran sebulan lalu!” tensi kekesalan Umika
meningkat sembari menjawab. Saaya memiringkan kepalanya 45 drajat.
“Sebulan lalu?”
--flashback:
“Hentikan!” Umika berhenti berlari, lalu berbalik dan
menatap Chinen tepat di kedua iris hitamnya.
“U-Umi—“
“Dengar ya! Tipe idealku itu tinggi, pintar, dan jago
basket! Orang kayak kamu itu tidak masuk hitungan, mengerti!!!” Emosi Umika
sudah mencapai ubun-ubun. Chinen termenung, lalu mulai mengukur dirinya sendiri
dengan standar yang baru ditetapkan Umika tadi.
Tinggi: silang!
164. Tidak mencapai standar.
Prestasi: silang lagi!!
Nilainya terendah nomor 2 seangkatan
Basket: silang besar-besar!!!
Team player paling payah yang pernah hidup di Horikoshi
gakuen mungkin adalah seorang Chinen Yuri.
Tubuh Chinen merosot ke tanah dengan wajah shock luar
biasa.
--flashback: end.
“Padahal kukira dia
menghilang karena sudah putus asa….” Umika menelengkupkan kedua tangannya ke
atas meja. Saaya hanya cekikikan.
“Kamu lumayan jahat juga ya, ngomong sampai sejauh itu.
Pantas saja sebulan ini dia bersikap tenang …” gadis itu tersenyum. Namun
sedetik kemudian senyumannya berubah jadi seringaian. “Ngomong-ngomong… tipe
idealmu itu, kok Nakajima-kun banget ya?”
“Eh?” Umika mengerutkan keningnya.
“Habisnya tinggi badan Nakajima-kun sampai 180 cm lebih,
Nilainya top, ditambah lagi, dia acenya klub basket. Tipemu banget kan?”
Tanpa disadari, tak jauh dari tempat Saaya dan Umika
ngobrol, Yuto tengah asyik menajamkan telinganya untuk mencuri dengar. Kedua
telinga pemuda itu semakin terangsang setelah namanya mulai diungkit.
‘Ah, fans lagi… apa
kusapa sebentar ya?’ batinnya. Sementara Umika dan Saaya yang tak tahu
pembicaraan mereka telah sampai ke Yuto tetap asyik bertukar cerita.
“Ah, tidak. Itu
karena terlalu emosi saja.” Umika tersenyum miring “Aku cuma mengatakan tipe
yang sebaliknya dengan Chinen kok—”
“UMI-CHAAAAN!!”
Datang lagi. Setelah sebelumnya dengan tidak peduli telah
menggilas Yuto dengan ban sepedanya, Chinen kembali hadir untuk menggilas
punggung pemuda yang sama, hanya saja kali ini dengan kaki-kakinya sendiri.
Ototmatis jejak sepatu langsung menempeli punggung baju serta kepala Yuto yang
sebelumnya sudah tercetak bekas roda.
“Ukh! Chinen Yuri!” Yuto mengumpat. Namun sayang, sang
pelaku pelindasnya tadi tidak mau ambil pusing dengan pemuda itu. Well, dia
punya ‘Umi-chan’ yang harus dilayani sekarang.
“Untuk Umi-chan sudah kubelikan roti nih…” Chinen
menumpahkan beberapa bungkus roti dari kantong plastik bawaannya ke meja Umika.
Kedua tanganya mulai beroperasi mengangkat bungkusan-bungkusan roti tersebut bergantian.
“Mau yang mana? Yang cream? Melon? Strawberry? Coklat? Keju? Kismis? Kacang?
Atau yang—“
“Hentikan!” Umika menggebrak mejanya sendiri. “Sudah
kubilang aku benci orang sepertimu!”
Chinen seketika diam dan langsung menunduk.
‘eh? D-dia marah?’
“C-Chi—“ Umika menegurnya takut-takut, spontan membuat pemuda
itu mengangkat kepalanya sambil nyengir lebar.
“Hehehe…”
*****
JRENG!!!!!!
HASIL UJIAN TENGAH
SEMESTER 2
1. Chinen Yuri 492
2. Nakajima Yuto 488
3. Shida Mirai 486
4.
……………..................
Kedua bola mata Umika melebar nyaris 2 kali lipat ketika
melihat rentetan hasil ujian yang tertera di papan pengumuman. Saaya di
sampingnya serta Yuto yang berada tak jauh di belakangnya ikut menampakan
ekspresi yang sama.
“Hahaha! Lihat hasil belajar selama sebulan!” Chinen mengangkat
tangan kanannya yang terkepal tinggi-tinggi ke atas. “Chinen Yuri telah
terlahir kembali sebagai super Chinen!!!”
Umika menatap pemuda itu horror. ‘S-SI BODOH ITU?!’
*****
“Wah… kukira dia cuma orang bodoh yang terus terang.
Ternyata… boleh juga dia…” Saaya pelan-pelan menyusun bola basket yang
berserakan di lantai ke dalam keranjang bola. Nyaris satu setengah meter di
depannya, Umika juga melakukan hal yang sama.
“Cuma kebetulan kok. Nilai-nilai itu pasti cuma kebetula—“
“KYAA!! NAKAJIMA-KUN KEREN!!” suara gadis-gadis yang
menyoraki Yuto menjadi latar belakang yang cukup mengganggu Umika menyelesaikan
kalimatnya. Namun, setelah matanya menangkap pemandangan sumber jeritan tadi,
gadis itu mengangkat telunjuknya lalu mengarahkannya ke Yuto.
“Cowok tuh harus begitu. Bukan cuma bagus nilainya… dan bisa
slam dunk lagi!”
Saaya mangut-mangut. “Sifat idolanya bakal pass banget untuk
memeriahkan perayaan sekolah…”
Keringat mengaliri pelipis Umika yang mendengarkan.
“Saaya-chan tuh cerminan penyelenggara event banget yah…”
Sementara itu sambil melirik ke arah Umika Yuto bicara
sendiri.
“Huh, untung aku punya basket. Hasil tes kebetulannya si
bodoh Chinen itu nggak perlu dipedulikan..”
SHAT
Sesuatu tiba-tiba saja melesat melewati Yuto dengan sangat
cepat dan sebelum pemuda itu menyadarinya, bola basket yang sejak tadi asyik di
dribel tangannya telah berpindah ke tangan milik orang lain.
“UWOO!! CHINEN HEBAT!!”
“DIA BERHASIL MENEROBOS NAKAJIMA DENGAN MUDAH..!”
“AYO CHINEN!!”
Murid lain mulai ribut. Dan teriakan sukses menggema setelah
Chinen berhasil memasukan bola tadi ke ring.
“EH?!” Umika bagai disengat listrik tegangan tinggi. Matanya
enggan berkedip, sementara otaknya berkali-kali memutar aksi memukau Chinen
tadi dalam benaknya.
“WOOW!! CHINEN!”
“HEBAAT!!”
“CHINEEN!!”
Seruan kagum terdengar bersahut-sahutan memenuhi gedung olah
raga. Beberapa anak bahkan ikut bertepuk tangan heboh, menambah kegaduhan.
“Dasar Chinen sial! Berani membuat marah diriku yang idola
sekolah ini ya?!” Yuto setengah berbisik.
Chinen tidak ambil pusing dengan kalimat Yuto tadi, malah
tersenyum kecil sambil berlari menuju Umika. Gigi kelincinya yang lucu
dipamerkan.
“Umi-chan! Sudah lihat belum? Sekarang aku sudah jadi cowok
idealnya Umichan!!” mata pemuda itu nampak berbinar-binar menatap Umika. Namun,
belum sempat Umika berkata-kata, seseorang sudah menghentikannya dengan
rangkulan hangat di bahunya yang mungil.
“Berhentilah jadi cowok keras kepala, Chinen.” Yuto—yang
ternyata adalah oknum yang merangkul Umika tadi tersenyum mengejek pada Chinen sembari
menatap pemuda itu dari bawah ke atas. Bukan apa, ia hanya ingin memperjelas,
seberapa besar perbedaan tinggi keduanya.
“A-Apaan sih kau, Nakajima?! Ini tidak ada hubungannya
dengamu!” Chinen menunjuk tangan Yuto yang masih belum lepas dari bahu Umika.
“Hei! jangan nempel-nempel sok akrab gitu!”
Yuto hanya tersenyum kecil sebelum menjawab. “Ada hubungannya kok..” pemuda
itu ganti menatap Umika. “Sebenarnya sejak dulu aku juga naksir
Kawashima-chan…”
“A-“
“APA KATAMU?!” Chinen naik darah. Yuto yang menatapnya tetap
memasang senyuman mengejeknya.
“Jangan kesal. Kawashima sendiri yang bilang kalau tipe
idealnya itu cowok yang tinggi kan?
Apakah kau sudah menukur tinggi badanmu itu? huh?”
“K-KAU—“
“Tunggu dulu!” seruan Saaya spontan menghentikan konflik
Chinen-Yuto yang hampir mencapai titik adu jotos. Gadis itu mendekat dan
mengambil tempat di tengah-tengah ketiga sumber masalah tadi. “Sebelum ada
korban berjatuhan, lebih baik serahkan saja duel ini padaku, Irie Saaya, ketua
pelaksana festival sekolah!”
Chinen dan Yuto saling menatap lalu spontan mengangguk.
Saaya tersenyum tipis sebelum kembali bicara. “Karena Umika menyukai basket,
bagaimana kalau kita menuntaskannya dengan permainan ini juga. Duelnya 1 lawan
1 dalam jangka waktu yang dibatasi. Tempatnya akan disiapkan panitia pada hari
terakhir festival sekolah. Bagaimana?”
“Menarik…” Yuto yang duluan bereaksi. “Kalau sudah begini
harus dituntaskan di depan semua orang..”
“Tentu saja! Itu juga mauku!” Chinen tidak kalah semangat.
“Dan pemenangnya… akan…
“Tu-tunggu! Apa-apaan ini? Siapa yang memutus—“
“Pemenangnya akan menari dengan Umi-chan di acara folk
dance!”
GUBRAK
Umika, Yuto, Saaya, dan murid-murid lain yang menonton
sontak menciptakan bunyi tadi dengan jatuhnya tubuh mereka ke lantai.
“F-Folk dance?” agak kesulitan, Yuto kembali bagun dan
berdiri seperti sedia kala. Chinen mengatupkan telapaknya serta menampang wajah
semangat 1000%.
“Betul! Event terbesar yang menghiasi malam terakhir
festival, folk dance! Bergandengan tangan dengan Umichan tanpa gantian, folk
dance dengan satu lagu terus menerus…”
“Tu-Tunggu…” Umika berusaha menghentikan ide gila Chinen
tadi namun usahanya sia-sia setelah Yuto kemudian memberikan persetujuan.
“Boleh-boleh saja sih…”
“Ok! Sudah diputuskan! Pemenangnya akan folk dance dengan
Umika!” Saaya menutup sidang penentuan pertandingan kali ini dengan 3 kali
hentakan kaki di lantai. Semua siswa sontak bertepuk tangan heboh.
“OSYAAA!! AKU TIDAK AKAN KALAH!!” Chinen mengangkat tangannya
tinggi-tinggi. “Super Chinen 2 mode: ON! Hahahaha!”
“A—“ Umika menekan kepalanya dengan tangan. “Apa-apaan
ini????”
*****
HEBOH PERTANDINGAN SPESIAL:
Nakajima Yuto Vs Chinen Yuri
Duel 1 on 1
memperebutkan Kawashima Umika
Persiapan duel panas:
Nakajima & Chinen di ruang latihan
“Hohoho… semakin meriah saja festival sekolah kita…” Ujar
Saaya senang sembari tangan dan matanya sibuk terpusat pada 2 selebaran dan 1 surat kabar yang baru saja
dibacanya. Yap! Saking hebohnya pertandingan
Yuto vs Chinen tersebut, pihak Horikoshi gakuen sampai menerbitkan surat kabar khusus
festival serta selebaran-selebaran dan poster pertandingan basket tersebut demi
memuaskan keingintahuan pengunjung festival yang sebagian besar tertarik pada
pertandingan itu sendiri.
“Ne, Saaya-chan… jangan gitu dong. Kau tahu sendiri, aku
juga sibuk dengan persiapan acara kelas…” bibir Umika manyun sambil bicara. Di
tangan gadis itu ada sekotak penuh crepes.
“Sudah..Sudah.. Nikmati saja…Yaah, jadi cewek laris memang
susah ya…” gadis itu tiba-tiba menepuk jidatnya sendiri. “Aku baru ingat ada
rapat panitia. Aku tinggal yah!” dengan
cepat Saya membentuk U-turn lalu kembali ke gedung sekolahan. Umika tetap
membawa crepesnya sambil cemberut.
“Dia kawashima Umika yang diperebutkan Nakajima-sama dan
Chinen-kun itu ya? “
“Apaan tuh? Nggak ada bagus-bagusnya…”
GLEK!
Umika menatap miris 2 siswi kelas lain yang tadi sengaja
menghinanya tepat saat ia lewat. Gadis itu mengeluh lemah sebelum kembali
berjalan dengan langkah galau. Umika sadar, ia tidak sempurna. Dan justru
karena itu, menjadi gadis rebutan 2 orang populer di sekolah tidak sama sekali
membuatnya senang, malahan benci luar biasa. Seolah, ia hanya mainan yang
digunakan baik Nakajima maupun Chinen untuk semakin mendongkrak popularitas
masing-masing.
“Semua gara-gara si bodoh Chinen itu—” Umika mengumpat.
Namun kalimatnya lalu terhenti oleh suara yang muncul di belakang.
“Kawashima-san…”
Umika berbalik, dan menemukan Yuto tengah tersenyum
sumringah sembari bergerak mendekatinya.
“Nakajima-kun?”
“Maaf ya… gara-gara aku juga, kamu jadi kesusahan begini…
aku jadi gak enak~”
“Kalau begitu, berhentilah menggoda gadis yang biasa-biasa
saja seperti aku ini..” jawab Umika gamblang. “Pasti ada cewek yang jauh lebih
baik dari pada aku.. Yang akan lebih cocok denganmu atau Chinen..”
Yuto memiringkan kepalanya sedikit sambil menampang wajah
innocent. “Loh, Padahal Kawashima-san manis sekali loh…”pemuda itu tersenyum.
“Tau gak? Aku ini emang biasa tampil mencolok dan malah kelihatan ‘gampangan’
sih.., tapi sebenarnya, sejak kelas satu, diam-diam aku sudah naksir
Kawashima-san loh…”
“Eh?”
Yuto meletakan tangannya di pundak Umika sekaligus merangkul
gadis itu. “Makanya… tolong pertimbangkan perasaanku ya~”
BUK!
Tubuh maha menjulang nan kurus milik Yuto tiba-tiba sudah
terjembab di tanah dengan satu kaki berlapis sepatu kets putih menindih
kepalanya. Bisa ditebak kan
siapa?
“Sudah dibilangin jangan nempel-nempel sama Umi-chan, dasar
mata keranjang kurang ajar! Mau mencuri start ya?!” Chinen Yuri ngamuk. Deru
nafasnya tak beraturan. Tangannya seolah ingin mencabik, kakiknya seolah ingin
menendang dan menghancurkan siapa lagi kalau bukan manusia yang baru saja ditumbangkannya
tadi.
“Chinen! Kau!” Yuto bersiap bangun dan menghajar Chinen.
Namun Umika buru-buru memisahkan mereka dengan memposisikan dirinya di antara 2
tubuh beda tinggi pemuda-pemuda itu.
“Sudah! Sudah! Hentikan! Jangan bikin ribut!!” gadis itu
lalu menarik Chinen agar menjauh dari Yuto. Setelah sosok Yuto tak terlihat
lagi, Umika spontan menumpahkan unek-uneknya dengan memarahi Chinen
habis-habisan.
“Chinen-kun jaga sikap donk! Masa cuma demi folk dance harus
sebegini ributnya! Kalau orang lain—“
“Bukan cuma!” Chinen memotong omelan Umika. “Folk dance itu
impian masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah
banget! Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!”
pemuda itu menjawab semangat. Tangannya terkepal dan terangkat setinggi dada,
seolah menunjukan kobaran api yang tengah membakar semangatnya. Melihat
antusiasme berlebih pemuda manis itu, Umika hanya menghela nafas panjang.
Pandangan Chinen lalu beralih, dari wajah Umika menuju satu
kotak penuh crepes di tangan gadis itu.
“Umi-chan, apa ini?” tanyanya polos. Umika mengikuti arah
pandang pemuda itu.
“Oh… Ini contoh crepes yang akan dijual di perayaan
sekolah..”
“Umi-chan yang bikin? Mauu!!” Chinen tiba-tiba saja sudah
duduk pose anak anjing yang minta makan di depan Umika. Gadis itui kembali
menghela nafas.
“Kalau cuma satu sih—“
HAP!
Baru saja Umika menyorongkan crepe dengan tangan kanannya,
Chinen secepat kilat menyambar makanan itu langsung dengan mulutnya. Umika
melongo beberapa detik memperhatikan pemuda itu.
“K-kok?”
“UWOO!!” Chinen backflip satu putaran dan mendarat dengan
berdiri. Tangannya—lagi-lagi terangkat ke udara, menunjukan semangatnya yang
luar biasa. “Pengisian listrik selesai! Super Chinen version up menjadi super
Chinen 2!!” pemuda itu lalu memandang Umika sambil tersenyum manis. Jari
telunjuk dan tengahnya terulur membentuk sign peace.“Lihat saja Umi-chan. Aku
pasti menang!”
Umika tersenyum.
*****
“Katua panitia perayaan sekolah disini!! Irie Saaya desu~”
Saaya heboh memberikan salam pada kumpulan besar orang yang kini tengah memenuhi
lapangan olahraga demi menyaksikan secara eksklusif interview langsung gadis
itu terhadap 3 siswa sehubungan acara istimewa yang akan digelar sekolah pada
hari terakhir festival. Yup, Interview istimewa pertandingan basket
Chinen-Nakajima dalam memperebutkan Kawashima Umika, seperti yang tertera dalam
selebaran.
“Nah, minaa…Tanpa basa-basi, mari kita langsung wawancarai 3
orang yang topik berita~” Saaya berpindah dari posisi berdirinya, lalu
mendekati tempat Chinen, Yuto, dan Umika duduk sejak tadi.
“Yang pertama Nakajima-kun. Menurutmu, bagaimana peluang
kemenanganmu di pertarungan basket?” Saaya mengoper mike kepada Yuto.
Yuto terkekeh. “Maaf saja. Tapi kalau melawan pemula seperti
itu, rasa-rasanya tidak akan jadi duel ya..”
Sementara yuto asyik menjawab, wajah Umika sudah nyaris
memerah seperti kepiting rebus karena malu ditonton banyak orang.
‘Dasar Saaya! Kenapa
sampai aku segala!’ keluhnya dalam hati.
“Wah… jawaban yang meremehkan sekali ya~”Saaya menyeringai.
“Oke, pertanyaan no.2. Kalau kamu menang, apa hubunganmu dengan Kawashima Umika
akan berlanjut?”
“Yaah… kalau aku sih tergantung Kawashima-san. Kalau
kawashima-san juga punya perasaan yang sama denganku, akan lebih baik kan? Bisa dikatakan ini asmara yang bermula dari
folk dance..”Yuto mengedipkan sebelah matanya, spontan membuat gadis-gadis yang
menyaksikan jejeritan. Tapi tidak bagi Umika. Gadis itu malah semakin mengkerut
saking malunya.
BUKK!
Tanpa diduga-duga, sepatu kets milik Chinen sekali lagi mendarat
di kepala Yuto. Kali ini, tepat di wajahnya yang maha tampan.
“OOOH~ Chinen-kun menyeruduk!!”
“Butuh di kasih tahu berapa kali sih?! Jangan suka mencuri
start!!” Chinen berdiri sambil bercakak pinggang. Yuto sudah bangkit kembali,
siap membalas pemuda itu kalau saja tidak tertahan Saaya yang kini sudah ganti
narasumber. Kok tiap kali Yuto mau membalas Chinen, selalu tidak bisa ya?
“Pertanyaan berikutnya untuk Chinen-kun..” Saaya tidak lagi
basa-basi. “Belakangan ini kepopuleranmu di antara gadis-gadis sedang melonjak.
Bagaimana menurutmu?”
“Aku nggak butuh! Mau
bilang apapun, pandanganku hanya tertuju pada Umi-chan!” Pemuda itu lagi-lagi
mengepalkan tangannya. “Bagiku Umi-chan itu harapan abadi! Cahaya! Bidadariku!
Love love ku! Malaikatku! Ra—“
“CUKUUP!” Umika menggeplak kepala Chinen dengan mike yang
tadi diambilnya paksa dari saaya.
“Ooh~! Ternyata kawashima Umika tidak tahan dengan
pernyataan Chinen yang memalukan~” Meskipun tanpa mike, Saaya masih tetap
mengomentari. Beberapa siswa mulai saling membisikan nama Umika dibelakang.
Namun, biarpun judulnya berbisik, mereka tetap sengaja memperbesar volumenya
agar gadis itu bisa mendengarkan.
“Bilangnya sih tidak suka… padahal sebenarnya malah senang kan?”
“Habisnya diperebutkan sama 2 cowok populer sih… sebagai
cewek enak kan?”
“iya..iya..”
Bukan hanya Umika yang mendengarkan ternyata. Saaya, Yuto,
Chinen, dan nyaris semua orang bisa mendengarnya. Melihat wajah Umika yang
sudah hampir menangis, Yuto jadi kasihan dan berusaha menghentikan omongan-omongan
tadi.
“Oi..oi… kalian…”
“JANGAN NGOMONG HAL BURUK TANTANG UMI-CHAN!!!”
BRAK!!
Teguran maha halus Yuto barusan sontak terhenti akibat
tindakan ekstrim Chinen yang mengamuk sambil menendang meja hingga terjantuh
ketanah dan menimbulkan bunyi berisik yang bisa memekakan telinga. Suasana
gedung olahraga sontak berubah sunyi.
“Dengar ya! Yang ribut itu kami, bukan Umi-chan! Jadi jangan
sekali-sekali ngomongin Umi-chan! Dan kalau masih ada yang berani…” Chinen
memasang kuda-kuda jurus kamehameha. “SEMUA AKAN KUHEMPASKAN DENGAN ULTRA
ELECTROSHOCK BOMBER DARI SUPER CHINEN 2!!!”
“GYAAAA!!!”
Dari tempatnya, Umika memperhatikan tingkah ajaib Chinen
sambil tersenyum kecil.
*****
“Interview itu parah banget ya….”
Saaya tertawa kecil sambil melirik Umika yang mengikutinya di belakang dengan
muka kusut luar biasa. Umika hanya bisa nyengir mentah.
“Gara-gara siapa coba?!”
Saaya kembali tertawa. “Tapi kamu
jadi mempertimbangkan perasaanmu pada Chinen kan? Yaah…meskipun kasihan dianya sih.
Soalnya, kalau tanding basket kan,
Nakajima-kun akan lebih unggul… pertama, karena dia acenya klub basket… dan
kedua…” Saaya balik belakang agar bisa menatap Umika.
“Selisih tinggi badannya itu
loh…”
*****
“Gagal lagi!” Chinen mengempaskan
tubuhnya semberono ke lantai lapangan. Kepalanya mendongak ke ring basket.
“Gimana ya…? Kalau tinggi badan sih gak bisa diapa-apain lagi…”pemuda itu
menunduk. Namun tak sampai sepersekian detik, kepalanya di angkat lagi. Kali
ini seolah ada semacam aliran listrik yang menjalari setiap syaraf-syarafnya
yang membuatnya kemudian menoleh dan menemukan seseorang berdiri tak jauh
dibelakangnya.
“Umi-chan!”
Umika terperanjat. ‘ekh! Ketahuan? Dia siluman ya?’
Gadis itu bergerak mendekati
Chinen. “Terus-terusan latihan sampai istirahat siang ya?”
Chinen tersenyum malu-malu.
“i-iya..”
“Tapi lawanmu Ace klub basket
loh…”
Chinen nyengir. “Bagi super
Chinen 2, tidak ada yang tidak mungkin! Aku pasti bisa menang kok. Sumber
kekuatanku kan
Umi-chan…”
Umika memandang Chinen dalam.
Semburat merah di pipinya muncul perlahan.
‘Kenapa dia bisa sampai seperti ini ya? Padahal aku kan cuma cewek yang biasa saja…’.
Umika masih saja menatap Chinen,
hingga lama-kalamaan jantungnya mulai berdegub tak karuan. Gadis itu mulai
merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
“A-Aku duluan ya… soalnya masih
ada persiapan penjualan di stand kelasku…”
“Eeh? Sudah mau pergi?” Chinen
terlihat kecewa. Umika berbalik, lalu tersenyum lembut.
“Berlatih ya…”
“Eh?”
“Kau mau menang kan?” Umika masih tersenyum. “Berjuang ya…”
Gadis itu lalu perlahan menghilang
di balik tikungan gedung. Chinen masih melongo. Kata-kata Umika tadi terus
terngiang dalam pikirannya.
“Berjuang ya…”
“Berjuang ya…”
“Berjuang ya…”
“HOREEEEEEEE!!! UMI-CHAN
MENDUKUNGKU!!” teriaknya super kencang, sampai-sampai Umika yang sudah keluar
dari gedung olah raga masih bisa mendengarnya. Gadis itu kembali tersenyum.
Entah kenapa, kali ini Chinen tidak membuatnya kesal sama sekali. Malahan ada
perasaan senang dan keinginan agar Chinen yang memenangi pertandingan nanti.
Umika tidak tahu sebabnya, tapi jujur, dia menikmatinya.
“Lagian, kenapa juga folk dance
ya..?” ujarnya pelan.
*****
“JUMPIIIING SHOOOOOOOT!!!”
SRASH
Chinen tersenyum bangga setelah
bola lemparan mautnya tadi berhasil masuk dengan sempurna. Beberapa meter
dibelakang, Saaya bersama sekumpulan siswa yang sejak tadi menonton latihannya
bertepuk tangan meriah.
“Penuh semangat menjeang duel ya,
Chinen-kun…” Saaya nyengir. Chinen dengan pose andalannya—mengangkat tangan
terkepal ke udara—mengangguk mantap.
“Tentu saja! Super Chinen 3 yang
sudah power Up dengan kekuatan cinta dari Umi-chan tidak mungkin
terkalahkan…”Serunya semangat full. Beberapa siswa bergidik ngeri menatapnya.
‘kok kayak ada listrik yang keluar dari badannya ya?’ pikir mereka
nyaris bersamaan.
*
“Sisa cicipan crepenya banyak
juga..” Umika melirik beberapa potong crepe sisa cicipan guru-gurunya tadi. Karena
terlalu semangat membuat, Umika lupa kalau jumlah crepe buatannya lebih banyak
dari jumlah guru di sekolah. Otomatis, makanan tersebut masih nyisa beberapa
potong.
“Apa kukasih Chinen saja ya? Dia kan suka..” gumamnya
super pelan sambil berjalan menuju gedung olahraga. Namun, baru setengah jalan,
gadis itu jadi teringat sesuatu.
“Kalau nggak dibagi untuk
Nakajima-kun, rasanya jahat ya..” Umika putar balik menuju kelasnya. “Biar
adil, kuberi juga ah..”
“Ne, Nakajima-sama… kalau menang
duel, si Kawashima itu bakal diapain? Nggak dijadiin cewek kan?” beberapa gadis tengah mengerumuni
Yuto. Umika yang sempat melihat hal itu segera menyembunyikan dirinya di balik
pintu setelah mendengar namanya disinggung.
“Yah, meskipun konyol, sesuai janji akan kutemani folk
dance…” Yuto tersenyum simpul. “Aku sih gak ada niat mau pacaran sama dia.
Habisnya aku cuma ingin mengalahkan si Chinen itu saja..”
Satu gadis lalu menimpali. “Jadi maksudmu, Kawashima itu
hanya alat untuk menghabisi Chinen?”
Yuto mengangguk. “Begitulah..”
“Waa~ Nakajima-sama jahat ih… Hahahaha..”
Di balik pintu, Umika masih berdiri dalam diam. Air matanya
menetes perlahan.
*
Wajah Chinen tiba-tiba saja berubah serius. Aktifitasnya
terhenti, bibirnya tak lagi mengeluarkan ocehan-ocehan segar bagi Saaya dan
beberapa pendukungnya tadi. Hal ini ototmatis menimbulkan tanda tanya besar
bagi mareka.
“Ada
apa Chinen-kun?” Saaya memberanikan diri bertanya. Tanpa balik menatap gadis
itu, Chinen menjawab pelan.
“Umi-chan dalam bahaya..”
“Eh?”
“Aku harus pergi…” Chinen langsung mengambil langkah seribu,
ngacir dari tempat itu juga. “UMI-CHAAAAAAAAAAAAAN!!!!”
Semua melongo menatap kepergiannya.
“Makhluk apa itu?”
*
Umika duduk diam di salah satu bangku taman. Wajahnya
tertekuk dalam. Beberapa siswa yang sekedar lewat bisa merasakan aura gelap yng
dipancarkannya sehingga mereka buru-buru berlari pergi. Tak berapa lama, Chinen
lalu muncul.
“Ne, Umi-chan.. Ada
apa?” pemuda itu mendekati Umika.
“Tidak ada apa-apa…” jawab Umika masih menunduk. Chinen
mengerutkan alisnya.
“Jangan disembunyikan donk... Katakan saja. Super Chinen 3
ini pasti akan—“
“Masa bodoh!” Umika berteriak. Matanya yang memerah
diarahkan kepada Chinen sekarang. “Hentikan saja berpura-pura mengejarku!”
“Eh? Aku tidak berpura-pura..”
“Lalu, Kenapa kau bisa menyukaiku? Kan ada banyak gadis yang seperti aku!
Kenapa harus aku? Apa spesialnya aku memang?!” Umika membrondong Chinen dengan
pertanyaan. Tatapan matanya masih tajam.
“Eh… Itu.. Di..dimana ya..”
“Tuh kan,
nggak bisa jawab!” Umika kembali meneteskan air mata. “Chinen-kun, orang lain
mungkin senang dengan semangatmu yang luar biasa itu. Tapi… coba pikirkan
perasaanku yang selalu terlibat tanpa tahu apa-apa! Selalu saja aku yang
digosipkan! Selalu aku yang dijelek-jelekan! Selalu, dan semua gara-gara
kamu!!”
“U-Umi—“
“AKU BENCI BANGET ORANG SEPERTIMU!!!”
DUARRR!!!
Bagai disambar petir, Chinen langsung melorot ke tanah
sementara Umika sudah hilang entah kemana. Beberapa siswa yang kebetulan lewat
langsung mendekati Chinen.
‘U-Umi-chan…”
Umika tidak lagi peduli. Gadis itu tetap berlari, berusaha
memisahkan jaraknya sejauh mungkin baik dari Chinen maupun Yuto. Umika sadar,
tidak seharusnya dia melampiaskan rasa sakit hatinya kepada Chinen seperti
tadi. Pemuda itu tidak salah memang. Nakajima lah yang memanfaatkannya. Tapi
hal ini malah semakin membuatnya sadar, gadis sepertinya tidak pantas jadi
rebutan seperti ini.
Chinen seharusnya bisa mendapatkan gadis lain yang jauh
lebih sempurna darinya.
*****
“Duel basket itu sudah mulai belum ya?”
“Buruan ke gedung olahraga! Waktunya tinggal 5 menit lagi
nih!!”
Umika melirik sekilas beberapa teman sekelasnya yang nampak
terburu-buru berlari menuju gedung olahraga. Namun, gadis itu tidak ambil
pusing, dan tetap meneruskan tugasnya berjaga di stand penjualan crepes
kelasnya. Malahan menurutnya, Chinen mungkin saja sudah patah hati akibat
pernyataan kasarnya kemarin.
Charachara…
chachacha…Charachara… chachacha…
Samar, Umika mendengar
bunyi musik yang biasa dimainkan saat folk dance dari ruang musik. Perlahan,
benaknya memainkan kembali memori ketika ia menolak ajakan Chinen untuk menjadi
partner folk dancenya 2 tahun
berturut-turut.
“Nggak Mau! Sampai
kapanpun aku nggak akan menari dengan Chinen-kun!!!”
Umika ingat betul bagaimana ekspresi Chinen saat kalimat
tadi diteriakan tepat didepan wajahnya 2 kali di saat yang sama 2 tahun
berturut-turut.
Kok kali ini dia merasa jahat ya?
“Folk dance itu impian
masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah banget!
Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!”
“Ck!”satu decakan menjadi pengantar Umika meninggalkan stand
kelasnya. Teman-temannya memaklumi, Umika pasti ingin menyaksikan pertandingan
yang memperebutkan dirinya itu, dan yang pasti
mereka membebaskannya dari tugas kali ini meskipun dalam hati mereka juga MAU
BANGET nonton pertandingan itu.
‘Dasar bodoh… hanya
demi folk dance…’batinnya.
Tidak butuh waktu lama bagi Umika untuk sampai ke gedung
olahraga yang penuh sesak oleh penonton. Didalam, pertandingan tengah
berlangsung panas.
“Perolehan nilai sementara saat ini 15 lawan 15. kedua pihak
tidak mau menyerah, sisa waktu tinggal sedikit lagi!” sebagai live announcer,
Saaya nampak bersemangat mengomentari jalannya pertandingan antara Chinen dan
Yuto. Kedua manusia itu memang tidak ada yang mau kalah. Yuto berjuang demi
kepopulerannya sedangkan Chinen demi Umi-channya tercinta.
“UOOO! Chinen merebut bola dengan paksa dari Nakajima!”
suara Saaya makin bersemangat. “Perjuangan yang gigih melawan Nakajima, Ace
dari klub basket! Apakah semuanya dipertaruhkan disini?!”
Chinen mendribel bola sambil ngosh-ngoshan. Di depannya,
Yuto yang tak kalah lelah siap menghalangi.
“Tinggal semenit. Sudah mepet nih… sepertinya memang harus
dituntaskan y—“
“Nakajima.” Chinen memotong kalimat Yuto sambil tetap
mendribel bola. “Ada
yang ingin kutanyakan..”
“Hah?”Yuto bingung. Sebaliknya, Chinen malah menatapnya
serius.
“Apa kau benar-benar suka Umi-chan?”
Yuto makin heran. “Kau… apaan sih tiba-tiba?”
“Kemarin keadaan Umi-chan aneh…”Chinen mulai melanturkan
teorinya.“Kurasa kamu penyebabnya..”
“Kau ngomong apa sih?!” Suara Yuto mulai membesar sehingga
penonton bisa mendengarnya. “Aku naksir sama cewek itu, sudah cukup kan?!”
“Cuma segitu?” Chinen melepaskan bola dari tangannya dan
membiarkan benda bulat kecoklatan itu berguling bebas di lantai. Matanya
menatap Yuto berapi-api. “Aku ini…SUKA! SUKA! SUKAA! SANGAT SUKAAA SAMA
UMI-CHAN! ASALKAN DEMI UMI-CHAN, APAPUN BISA KULAKUKAN!!! ASALKAN UMI-CHAN
MENYURUH, JADI MAHASISWA UNIVERSITAS TOKYO, JADI PEMAIN NBA, ATAUPUN JADI
PRESIDEN, AKAN KULAKUKAN!!! MENGUASAI DUNIA SEKALIPUN AKAN KULAKUKAN!!!!”
Kerumunan penonton otomatis melongo. Tak terkecuali Yuto dan
Umika.
“Se-seram…”Umika bahkan sempat menggumam.
“Meskipun begitu…”Nada bicara Chinen turun perlahan. “Kalau
Umi-chan bilang enyah dari hadapanku… maka akan kulakukan…” Pemuda itu kembali
mangambil bola yang kini berada tak begitu jauh darinya dan mendribelnya.
“Karena itu! Orang yang bisa berada di samping Umi-chan, kalau bukan orang yang
kuakui, Tak akan kuizinkan!!” Chinen bergerak maju. “Penentuan kalah-menang
Nakajima!”
Yuto ikut bersiaga.“Ayo maju cebol—“
BUKK!
BUKK!
Untuk yang kesekian kalinya, sepatu kets milik Chinen
kembali mendarat di wajah Yuto. Dan kali ini, Chinen memanfaatkan tubuh tinggi
Yuto agar bisa memasukan bola ke keranjang.
SRASH
“Masuk! Dunk shoot yang sempurna!!!” Suara Saaya mengawali
teriakan riuh penonton. Chinen mengepalkan tangan kanannya lalu mengankatnya
tinggi-tinggi.
“Berhasil! Rasain tuh!” Chinen tertawa lebar diiringi tepuk
tangan sekelilingnya.
“Ya, kemenangan besar Chinen kun—“
PRIT PRIT PRIT
Wasit tiba-tiba meniup peluit. “Pelanggaran! Intentional
foul!”
“EEEH?” Chinen berlari mendekati sang wasit. “Apaan tuh?
Curang!”
“Dasar bodoh, wajar saja pelanggaran…”Umika mengomentari
diam-diam.
“Chinen! Kau!” Yuto menarik kerah baju Chinen. “Tak akan
kumaafkan! Sekarang juga kau akan ku—“
BUK!
Tangan Yuto kalah cepat. Belum juga ia mengambil posisi
menyerang, Umika sudah keburu meninju pipinya. Alhasil pemuda itu terbaring tak
berdaya di lantai akibat kelelahan juga pukulan dashyat yang baru saja
diterimanya.
“U-Umi-chan?”
“Pertandingan selesai! Chinen-kun yang menang! Ada yang keberatan?!”
Serunya kencang sehingga seisi gedung bisa mendengarnya. Semua orang sontak
mengangguk. Tak ada yang berani membantah gadis mungil itu saat ini, apalagi
setelah melihatnya berhasil menjatuhkan Yuto dengan sekali tonjokan.
Umika berbalik, lalu menggenggam tangan Chinen. “Kemarin
maaf ya… aku sudah seenaknya membentakmu tanpa sebab. Tapi saat ini, jujur… aku
merasa senang dengan perasaanmu terhadapku.” Umika tersenyum lembut kepada
pemuda itu. “Arigatou, Chinen-kun…”
Chinen hanya diam. Wajahnya memerah. Melihatnya Umika jadi
khawatir.
“Loh, kenapa?”
“I-itu..anu.. ta-tangan…tangannya…”
“Tangan?” Umika mengangat tangannya dan tangan Chinen yang
masih berada dalam genggamannya tepat ke depan wajah mereka. Melihat tangan
mereka yang bertautan makin jelas, Chinen seketika merosot ke tanah.
“EEH?! Chinen-kun?”
Tak jauh dari mereka, Saaya sudah tertawa ngakak. “Oi,
Kalian masih harus folk dance loh. Apa masih bisa?” godanya.
*****
Perayaan hari itu berakhir dengan folk dance yang menjadi
pokok masalah. Sesuai dugaan, pasangan Chinen-Umika menjadi pusat perhatian
satu sekolah. Keduanya menari mengelilingi api unggun sendirian, sebab semua
orang sibuk memperhatikan keduanya. Umika malu berat, sekaligus senang. Dan
entah karena apa, Chinen menjadi sangat penurut dan bahkan lebih merah dari
pada api unggun. Aneh sih, tapi Umika tetap senang.
Dan setelah itu… hari-hari tetap terlewati dengan indahnya~
“UMI-CHAAAN!! PULANG BARENG YUUK!!!”
seperti biasa, Chinen muncul di jendela kelasnya. Sudah berkali-kali Umika menyuruhnya untuk menggunakan pintu, bukannya jendela. Namun tetap saja, jika ada satuuu saja orang yang menghalangi pendangannya di depan pintu, Chinen akan menyusup lewat jendela.
seperti biasa, Chinen muncul di jendela kelasnya. Sudah berkali-kali Umika menyuruhnya untuk menggunakan pintu, bukannya jendela. Namun tetap saja, jika ada satuuu saja orang yang menghalangi pendangannya di depan pintu, Chinen akan menyusup lewat jendela.
Saaya menoel-noel pundak Umika. “Bikin ribut. Buruan bawa
pergi..” ujarnya setengah bercanda. Umika tersenyum miring, mendekati Chinen
lalu menggenggam tangan pemuda itu. Chinen seketika terdiam. Wajahnya kembali
memerah.
“Hari ini mau mampir kemana dulu?” Ujarnya manis sambil
tersenyum penuh kemenangan. Paling tidak, kini Umika sudah tau cara menangani
pangerannya itu di saat darurat.
“ma-mana saja boleh..”
Dibelakang mereka, saya tertawa kecil. “Dasar Umika, licik
juga ya..”
Yah, begitulah. Pada akhirnya, Umika dan Chinen sama-sama
senang kan?
~end~
BetMGM agrees to multi-year partnership with William Hill for
BalasHapus“We continue to look 진주 출장마사지 forward 대구광역 출장샵 to the continued progress 의왕 출장샵 of 군포 출장마사지 the 용인 출장샵 William Hill brand, ”. “The UK” was