Rabu, 04 Juli 2012

[fic/oneshoot] The Electro Shock Boy

Title: The Electro Shock Boy 
Author: Yohanita RoseDhyana a.ka Dhy
Genre: Romance-fluff
Cast  : Chinen Yuri, Kawashima Umika & Nakajima Yuto
Type: One shot
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : UmiChi & Yutong belongs to God, Their Family, and agency. I own nothing~
Summary: Perang basket memperebutkan Umika

A/N: ffic ini 70% di adaptasi dari komik My Electrical Prince Takahashi. Udah baca belum komiknya? Bagus koq :>
Nah., yang saya bikinin fanficnya ini bukan cerita utama komik itu, tapi salah satu cerita tambahannya, dengan judul yang sama “The Electro Shock Boy”.
Semoga pada suka yo~
Dozou^_^

The Electro Shock Boy

“Pagi Umi..”
Kawashima Umika tersenyum lebar melihat dari arah depan, sahabatnya Irie Saaya sudah melambaikan tangan heboh sambil berlari kecil menjemputnya.

“Pagi…” jawab gadis itu manis. Saaya berhenti tepat di sebelah gadis itu, hendak merangkul pundaknya sekaligus memaksanya untuk memberikan pendapat serta kiat-kiat andalannya demi menyambut festival sekolah yang sudah di depan mata.

Mereka—umika spesifiknya—tidak tahu saja. Sesuatu yang—baginya—selalu  mengancam kehidupan sekolahnya tengah bergerak sangat cepat pagi ini. Ketidakmunculannya selama nyaris sebulan ini ternyata juga merupakan factor yang mempercepat gerakan ancaman itu. Ancaman yang tidak akan pernah berakhir sampai Umika benar-benar jatuh ke dalamnya. Ancaman dalam bentuk manusia, laki-laki.

Anak itu sudah kembali.

“UMI-CHAAAAAN!!!”

“Ukh!”

Teriakan itu sekali lagi terdengar setelah sekian lama. Umika secepat kilat menambah laju gerak kakinya, mengabaikan pemuda bersepeda di belakang serta teriakan-teriakannya yang lain yang ikut terdengar bersama laju sepedanya yang kencang.

“YAHOOO UMICHAN!!” Pemuda itu mengangkat tangan kanannya dan meletakannya di pelipisnya, pose hormat. “BUDAK CINTA, HAMBA SETIAMU CHINEN YURI TELAH HADIR KEMBALI!!!”

“TIDAAAAAK!!” Umika balas berteriak sambil menambah kecepatan larinya. Chinen tetap memburunya dengan santai.

“UMICHAAAN!!” pemuda itu nyengir. Ban depan sepedanya diangkat agar bisa menaiki punggung seorang pemuda maha jangkung di depannya guna menempatkan alat transportasi roda dua itu di atas pagar tembok sekolah.

Ya, Chinen Yuri hendak berjalan—atau dalam kasus ini lari-larian sejajar dengan Umika. Dan caranya? Tentu saja. Tak ada jalanan kosong, pagar tembok yang berdiamater 5 sentian pun jadi. Alhasil kini Chinen tengah tersenyum bangga sambil memberikan kedipan-kedipan maut pada gadis manis gebetan seumur hidupnya yang kini telah bergerak sejajar dengannya ini.
.
.
.
Tunggu-tunggu… Apa kita melupakan sesuatu?
Oh. Benar. Lalu bagaimana nasib pemuda jangkung yang tergilas ban sepeda Chinen tadi? kalau begitu mari kita replay adengan tadi dari sudut pandang si pemuda.

“Ohayou Nakajima-sama…”

“Kyaa! Ohayou Nakajimaaa-sama!!”

Nakajima Yuto tersenyum manis mendengar namanya di elu-elukan gadis-gadis. Pemuda itu mengangkat tangannya, hendak membalas lambaian mesra penggemar-penggemarnya tadi.

“Ohayou…” Yuto menoleh ke kiri. “Ohayou…” Yuto menoleh ke kanan. “Ohaa—“

DRRRRRTTT

Sebuah benda beroda tiba-tiba saja sudah menjalari punggungnya lalu berpindah ke pagar tembok di samping. Otomatis Yuto jatuh terkapar sambil mencium tanah. Kepalanya terangkat sedikit, menyelidiki, manusia hutan mana yang berani-beraninya menggilas dirinya, Nakajima Yuto-sama, sang idola sekolah dengan sepeda.

Kening pemuda jangkung itu mengerut sebentar sebelum akhirnya mengeluarkan teriakan dahsyatnya.

“CHINEN YURI!!! Berani-beraninya kau menggilas aku, idola sekolah, Nakajima Yuto-sama yang keren ini!!”
.
.
. flashback end. Kembali ke sisi Umi-Chii

“UMICHAAAN!!” Chinen masih kukuh mengejar gadis pujaannya itu. Kesal pangkat dewa, Umika lalu mengambil patung bentuk seperempat badan kepala sekolah pertama Horikoshi gakuen tak jauh di depannya dan melemparkannya ke kepala Chinen.

“Hentikaaan!” jerit Umika sambil menutup mata saat patung batu itu melayang dan menimpa Chinen, otomatis membuatnya terlempar dari sepeda merah terangnya.

Gadis itu ngosh-ngosan menatap Chinen yang kini telah terpekur di tanah. Pemuda itu mengangkat kepalanya, dan…nyengir. Cengiran yang membuat Umika mau tidak mau mengambil patung batu tadi untuk kembali digunakannya kalau saja Chinen masih mau berkata-kata lagi.

“Oi, Oi! Tenang Umika. Jangan sampai membunuh orang!” Saaya cepat-cepat menahan gerakan Umika dan melepaskan patung kepala sekolah tadi dari tangan gadis itu. Chinen masih nyengir, tanpa menyadari aliran darah tengah bergerak perlahan melewati keningnya.

“Lama tidak jumpa Umichan~ Aku kangen loh..”

BUKK

*****
“Ternyata setelah sebulan tak kelihatan, dia akhirnya muncul lagi ya…? kukira dia sudah tobat~” Saaya kipas-kipas sambil mengambil tempat di meja sebelah Umika. Menanggapi kalimat saaya barusan, Umika hanya mangut setuju.
“Tapi bagus loh. Kehebohan Chinen itu bisa membuat perayaan sekolah kita jadi makin seru! Cowok macam itu memang tidak bisa dihilangkan dari event perayaan sekolah ya…” Saaya tersenyum jahil. “Perayaan sekolah kita bakal rame loh! Selaku panitian penyusun acara, mujur sekali cowok haboh macam Chinen itu menaruh hati padamu..”

“Mujur apaan?!” Umika protes. “Aku benci dia!” serunya gondok. Saaya meliriknya sembari cengengesan.

“Cuma, aku salut deh Umi. Chinen itu tiap hari makan apa aja sih? Udah nyaris 3 tahun loh dia ngejar-ngejar kamu. Dan hebatnya, meskipun kamu nolak, dia tetap aja kukuh…!”

Umika menatap Saaya dengan wajah minta dikasihani. Meskipun begitu, benaknya juga mempertanyakan hal yang yang sama. Apa sih yang bisa membuat seorang Chinen Yuri bertahan mendekatinya setelah menerima penolakan terus menerus selama 2 setengah tahun lebih?

Ya, Semua kegialan ini memang berawal dari 2 setengah tahun lalu. Tepatnya di upacara penerimaan siswa baru. Chinen yang saat itu tidak dikenalnya sama sekali tiba-tiba muncul di hadapannya seusai acara lalu memperkenalkan dirinya sambil nampang wajah manis dan senyum lebar.

“Perkenalkan, aku Chinen Yuri. Uhm… memang mendadak sih, tapi aku jatuh cinta sama kamu.” Pemuda itu mengankat tangan kanannya. “Itu saja yang mau kusampaikan, salam kenal!”

Tidak pernah ada yang tahu apa yang membuat Chinen sebegitu tertariknya dengan Umika sampai menempatkan gadis itu sebagai ‘buruan’nya di sekolah. Namun sejak saat itu, tiada hari Horikoshi terlewati tanpa peristiwa ‘Chinen mengejar Umika’. Chinen sering menyelinap diam-diam ke kelas Umika pada saat jam pelajaran berlangsung hanya karena ingin melihat ekspresi Umika saat belajar, selalu setia membelikan roti dengan berbagai jenis rasa saat makan siang, tidak peduli Umika membawa bekal atau tidak, dan selalu setia datang paling pagi ke sekolah hanya untuk membersihkan kelas gadis itu di hari piketnya—padahal kalau hari piketnya sendiri, Chinen selalu jadi manusia pertama yang lari dari tugasnya.
Pokoknya apapun! Apapun bisa Chinen lakukan demi mendapatkan gadis pujaannya itu. Dan karena tindakan Chinen terkadang terlalu ekstrim, Umika kerap jadi korban. Ia sering ditertawakan oleh siswa lain karena perlakuan Chinen yang terlalu berlebihan padanya.

“Kalau segitu bencinya, kenapa tidak bilang saja?” Saaya nyeletuk lagi. “Bilang tidak padahal suka tuh…”

“Sudah! Aku sudah bilang berkali-kali! Aku bahkan nyaris meledak waktu memarahinya besar-besaran sebulan lalu!” tensi kekesalan Umika meningkat sembari menjawab. Saaya memiringkan kepalanya 45 drajat.

“Sebulan lalu?”

--flashback:

“Hentikan!” Umika berhenti berlari, lalu berbalik dan menatap Chinen tepat di kedua iris hitamnya.

“U-Umi—“

“Dengar ya! Tipe idealku itu tinggi, pintar, dan jago basket! Orang kayak kamu itu tidak masuk hitungan, mengerti!!!” Emosi Umika sudah mencapai ubun-ubun. Chinen termenung, lalu mulai mengukur dirinya sendiri dengan standar yang baru ditetapkan Umika tadi.

Tinggi: silang!
164. Tidak mencapai standar.

Prestasi: silang lagi!!
Nilainya terendah nomor 2 seangkatan

Basket: silang besar-besar!!!
Team player paling payah yang pernah hidup di Horikoshi gakuen mungkin adalah seorang Chinen Yuri.

Tubuh Chinen merosot ke tanah dengan wajah shock luar biasa.

--flashback: end.

 “Padahal kukira dia menghilang karena sudah putus asa….” Umika menelengkupkan kedua tangannya ke atas meja. Saaya hanya cekikikan.

“Kamu lumayan jahat juga ya, ngomong sampai sejauh itu. Pantas saja sebulan ini dia bersikap tenang …” gadis itu tersenyum. Namun sedetik kemudian senyumannya berubah jadi seringaian. “Ngomong-ngomong… tipe idealmu itu, kok Nakajima-kun banget ya?”

“Eh?” Umika mengerutkan keningnya.

“Habisnya tinggi badan Nakajima-kun sampai 180 cm lebih, Nilainya top, ditambah lagi, dia acenya klub basket. Tipemu banget kan?”

Tanpa disadari, tak jauh dari tempat Saaya dan Umika ngobrol, Yuto tengah asyik menajamkan telinganya untuk mencuri dengar. Kedua telinga pemuda itu semakin terangsang setelah namanya mulai diungkit.

‘Ah, fans lagi… apa kusapa sebentar ya?’ batinnya. Sementara Umika dan Saaya yang tak tahu pembicaraan mereka telah sampai ke Yuto tetap asyik bertukar cerita.

 “Ah, tidak. Itu karena terlalu emosi saja.” Umika tersenyum miring “Aku cuma mengatakan tipe yang sebaliknya dengan Chinen kok—”

“UMI-CHAAAAN!!”

Datang lagi. Setelah sebelumnya dengan tidak peduli telah menggilas Yuto dengan ban sepedanya, Chinen kembali hadir untuk menggilas punggung pemuda yang sama, hanya saja kali ini dengan kaki-kakinya sendiri. Ototmatis jejak sepatu langsung menempeli punggung baju serta kepala Yuto yang sebelumnya sudah tercetak bekas roda.

“Ukh! Chinen Yuri!” Yuto mengumpat. Namun sayang, sang pelaku pelindasnya tadi tidak mau ambil pusing dengan pemuda itu. Well, dia punya ‘Umi-chan’ yang harus dilayani sekarang.

“Untuk Umi-chan sudah kubelikan roti nih…” Chinen menumpahkan beberapa bungkus roti dari kantong plastik bawaannya ke meja Umika. Kedua tanganya mulai beroperasi mengangkat bungkusan-bungkusan roti tersebut bergantian. “Mau yang mana? Yang cream? Melon? Strawberry? Coklat? Keju? Kismis? Kacang? Atau yang—“

“Hentikan!” Umika menggebrak mejanya sendiri. “Sudah kubilang aku benci orang sepertimu!”

Chinen seketika diam dan langsung menunduk.

‘eh? D-dia marah?’

“C-Chi—“ Umika menegurnya takut-takut, spontan membuat pemuda itu mengangkat kepalanya sambil nyengir lebar.

“Hehehe…”

*****

JRENG!!!!!!
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER 2

1. Chinen Yuri              492
2. Nakajima Yuto         488
3. Shida Mirai               486
4. ……………..................


Kedua bola mata Umika melebar nyaris 2 kali lipat ketika melihat rentetan hasil ujian yang tertera di papan pengumuman. Saaya di sampingnya serta Yuto yang berada tak jauh di belakangnya ikut menampakan ekspresi yang sama.

“Hahaha! Lihat hasil belajar selama sebulan!” Chinen mengangkat tangan kanannya yang terkepal tinggi-tinggi ke atas. “Chinen Yuri telah terlahir kembali sebagai super Chinen!!!”

Umika menatap pemuda itu horror. ‘S-SI BODOH ITU?!’

*****

“Wah… kukira dia cuma orang bodoh yang terus terang. Ternyata… boleh juga dia…” Saaya pelan-pelan menyusun bola basket yang berserakan di lantai ke dalam keranjang bola. Nyaris satu setengah meter di depannya, Umika juga melakukan hal yang sama.

“Cuma kebetulan kok. Nilai-nilai itu pasti cuma kebetula—“

“KYAA!! NAKAJIMA-KUN KEREN!!” suara gadis-gadis yang menyoraki Yuto menjadi latar belakang yang cukup mengganggu Umika menyelesaikan kalimatnya. Namun, setelah matanya menangkap pemandangan sumber jeritan tadi, gadis itu mengangkat telunjuknya lalu mengarahkannya ke Yuto.

“Cowok tuh harus begitu. Bukan cuma bagus nilainya… dan bisa slam dunk lagi!”

Saaya mangut-mangut. “Sifat idolanya bakal pass banget untuk memeriahkan perayaan sekolah…”

Keringat mengaliri pelipis Umika yang mendengarkan. “Saaya-chan tuh cerminan penyelenggara event banget yah…”

Sementara itu sambil melirik ke arah Umika Yuto bicara sendiri.
“Huh, untung aku punya basket. Hasil tes kebetulannya si bodoh Chinen itu nggak perlu dipedulikan..”

SHAT

Sesuatu tiba-tiba saja melesat melewati Yuto dengan sangat cepat dan sebelum pemuda itu menyadarinya, bola basket yang sejak tadi asyik di dribel tangannya telah berpindah ke tangan milik orang lain. 

“UWOO!! CHINEN HEBAT!!”

“DIA BERHASIL MENEROBOS NAKAJIMA DENGAN MUDAH..!”

“AYO CHINEN!!”

Murid lain mulai ribut. Dan teriakan sukses menggema setelah Chinen berhasil memasukan bola tadi ke ring.

“EH?!” Umika bagai disengat listrik tegangan tinggi. Matanya enggan berkedip, sementara otaknya berkali-kali memutar aksi memukau Chinen tadi dalam benaknya.

“WOOW!! CHINEN!”

“HEBAAT!!”

“CHINEEN!!”

Seruan kagum terdengar bersahut-sahutan memenuhi gedung olah raga. Beberapa anak bahkan ikut bertepuk tangan heboh, menambah kegaduhan.

“Dasar Chinen sial! Berani membuat marah diriku yang idola sekolah ini ya?!” Yuto setengah berbisik.
Chinen tidak ambil pusing dengan kalimat Yuto tadi, malah tersenyum kecil sambil berlari menuju Umika. Gigi kelincinya yang lucu dipamerkan.

“Umi-chan! Sudah lihat belum? Sekarang aku sudah jadi cowok idealnya Umichan!!” mata pemuda itu nampak berbinar-binar menatap Umika. Namun, belum sempat Umika berkata-kata, seseorang sudah menghentikannya dengan rangkulan hangat di bahunya yang mungil.

“Berhentilah jadi cowok keras kepala, Chinen.” Yuto—yang ternyata adalah oknum yang merangkul Umika tadi tersenyum mengejek pada Chinen sembari menatap pemuda itu dari bawah ke atas. Bukan apa, ia hanya ingin memperjelas, seberapa besar perbedaan tinggi keduanya.

“A-Apaan sih kau, Nakajima?! Ini tidak ada hubungannya dengamu!” Chinen menunjuk tangan Yuto yang masih belum lepas dari bahu Umika. “Hei! jangan nempel-nempel sok akrab gitu!”

Yuto hanya tersenyum kecil sebelum menjawab. “Ada hubungannya kok..” pemuda itu ganti menatap Umika. “Sebenarnya sejak dulu aku juga naksir Kawashima-chan…”

“A-“

“APA KATAMU?!” Chinen naik darah. Yuto yang menatapnya tetap memasang senyuman mengejeknya.

“Jangan kesal. Kawashima sendiri yang bilang kalau tipe idealnya itu cowok yang tinggi kan? Apakah kau sudah menukur tinggi badanmu itu? huh?”

“K-KAU—“

“Tunggu dulu!” seruan Saaya spontan menghentikan konflik Chinen-Yuto yang hampir mencapai titik adu jotos. Gadis itu mendekat dan mengambil tempat di tengah-tengah ketiga sumber masalah tadi. “Sebelum ada korban berjatuhan, lebih baik serahkan saja duel ini padaku, Irie Saaya, ketua pelaksana festival sekolah!”

Chinen dan Yuto saling menatap lalu spontan mengangguk. Saaya tersenyum tipis sebelum kembali bicara. “Karena Umika menyukai basket, bagaimana kalau kita menuntaskannya dengan permainan ini juga. Duelnya 1 lawan 1 dalam jangka waktu yang dibatasi. Tempatnya akan disiapkan panitia pada hari terakhir festival sekolah. Bagaimana?”

“Menarik…” Yuto yang duluan bereaksi. “Kalau sudah begini harus dituntaskan di depan semua orang..”

“Tentu saja! Itu juga mauku!” Chinen tidak kalah semangat. “Dan pemenangnya… akan…

“Tu-tunggu! Apa-apaan ini? Siapa yang memutus—“

“Pemenangnya akan menari dengan Umi-chan di acara folk dance!”

GUBRAK
Umika, Yuto, Saaya, dan murid-murid lain yang menonton sontak menciptakan bunyi tadi dengan jatuhnya tubuh mereka ke lantai.

“F-Folk dance?” agak kesulitan, Yuto kembali bagun dan berdiri seperti sedia kala. Chinen mengatupkan telapaknya serta menampang wajah semangat 1000%.

“Betul! Event terbesar yang menghiasi malam terakhir festival, folk dance! Bergandengan tangan dengan Umichan tanpa gantian, folk dance dengan satu lagu terus menerus…”

“Tu-Tunggu…” Umika berusaha menghentikan ide gila Chinen tadi namun usahanya sia-sia setelah Yuto kemudian memberikan persetujuan.

“Boleh-boleh saja sih…”

“Ok! Sudah diputuskan! Pemenangnya akan folk dance dengan Umika!” Saaya menutup sidang penentuan pertandingan kali ini dengan 3 kali hentakan kaki di lantai. Semua siswa sontak bertepuk tangan heboh.

“OSYAAA!! AKU TIDAK AKAN KALAH!!” Chinen mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Super Chinen 2 mode: ON! Hahahaha!”

“A—“ Umika menekan kepalanya dengan tangan. “Apa-apaan ini????”

*****

HEBOH PERTANDINGAN SPESIAL: Nakajima Yuto Vs Chinen Yuri

Duel 1 on 1 memperebutkan Kawashima Umika

Persiapan duel panas: Nakajima & Chinen di ruang latihan

“Hohoho… semakin meriah saja festival sekolah kita…” Ujar Saaya senang sembari tangan dan matanya sibuk terpusat pada 2 selebaran dan 1 surat kabar yang baru saja dibacanya. Yap! Saking hebohnya pertandingan Yuto vs Chinen tersebut, pihak Horikoshi gakuen sampai menerbitkan surat kabar khusus festival serta selebaran-selebaran dan poster pertandingan basket tersebut demi memuaskan keingintahuan pengunjung festival yang sebagian besar tertarik pada pertandingan itu sendiri.

“Ne, Saaya-chan… jangan gitu dong. Kau tahu sendiri, aku juga sibuk dengan persiapan acara kelas…” bibir Umika manyun sambil bicara. Di tangan gadis itu ada sekotak penuh crepes.

“Sudah..Sudah.. Nikmati saja…Yaah, jadi cewek laris memang susah ya…” gadis itu tiba-tiba menepuk jidatnya sendiri. “Aku baru ingat ada rapat panitia. Aku tinggal yah!”  dengan cepat Saya membentuk U-turn lalu kembali ke gedung sekolahan. Umika tetap membawa crepesnya sambil cemberut.

“Dia kawashima Umika yang diperebutkan Nakajima-sama dan Chinen-kun itu ya? “

“Apaan tuh? Nggak ada bagus-bagusnya…”

GLEK!

Umika menatap miris 2 siswi kelas lain yang tadi sengaja menghinanya tepat saat ia lewat. Gadis itu mengeluh lemah sebelum kembali berjalan dengan langkah galau. Umika sadar, ia tidak sempurna. Dan justru karena itu, menjadi gadis rebutan 2 orang populer di sekolah tidak sama sekali membuatnya senang, malahan benci luar biasa. Seolah, ia hanya mainan yang digunakan baik Nakajima maupun Chinen untuk semakin mendongkrak popularitas masing-masing.

“Semua gara-gara si bodoh Chinen itu—” Umika mengumpat. Namun kalimatnya lalu terhenti oleh suara yang muncul di belakang.

“Kawashima-san…”
Umika berbalik, dan menemukan Yuto tengah tersenyum sumringah sembari bergerak mendekatinya.

“Nakajima-kun?”

“Maaf ya… gara-gara aku juga, kamu jadi kesusahan begini… aku jadi gak enak~”

“Kalau begitu, berhentilah menggoda gadis yang biasa-biasa saja seperti aku ini..” jawab Umika gamblang. “Pasti ada cewek yang jauh lebih baik dari pada aku.. Yang akan lebih cocok denganmu atau Chinen..”

Yuto memiringkan kepalanya sedikit sambil menampang wajah innocent. “Loh, Padahal Kawashima-san manis sekali loh…”pemuda itu tersenyum. “Tau gak? Aku ini emang biasa tampil mencolok dan malah kelihatan ‘gampangan’ sih.., tapi sebenarnya, sejak kelas satu, diam-diam aku sudah naksir Kawashima-san loh…”

“Eh?”

Yuto meletakan tangannya di pundak Umika sekaligus merangkul gadis itu. “Makanya… tolong pertimbangkan perasaanku ya~”

BUK!
Tubuh maha menjulang nan kurus milik Yuto tiba-tiba sudah terjembab di tanah dengan satu kaki berlapis sepatu kets putih menindih kepalanya. Bisa ditebak kan siapa?

“Sudah dibilangin jangan nempel-nempel sama Umi-chan, dasar mata keranjang kurang ajar! Mau mencuri start ya?!” Chinen Yuri ngamuk. Deru nafasnya tak beraturan. Tangannya seolah ingin mencabik, kakiknya seolah ingin menendang dan menghancurkan siapa lagi kalau bukan manusia yang baru saja ditumbangkannya tadi.

“Chinen! Kau!” Yuto bersiap bangun dan menghajar Chinen. Namun Umika buru-buru memisahkan mereka dengan memposisikan dirinya di antara 2 tubuh beda tinggi pemuda-pemuda itu.

“Sudah! Sudah! Hentikan! Jangan bikin ribut!!” gadis itu lalu menarik Chinen agar menjauh dari Yuto. Setelah sosok Yuto tak terlihat lagi, Umika spontan menumpahkan unek-uneknya dengan memarahi Chinen habis-habisan.
“Chinen-kun jaga sikap donk! Masa cuma demi folk dance harus sebegini ributnya! Kalau orang lain—“

“Bukan cuma!” Chinen memotong omelan Umika. “Folk dance itu impian masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah banget! Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!” pemuda itu menjawab semangat. Tangannya terkepal dan terangkat setinggi dada, seolah menunjukan kobaran api yang tengah membakar semangatnya. Melihat antusiasme berlebih pemuda manis itu, Umika hanya menghela nafas panjang.

Pandangan Chinen lalu beralih, dari wajah Umika menuju satu kotak penuh crepes di tangan gadis itu.  

“Umi-chan, apa ini?” tanyanya polos. Umika mengikuti arah pandang pemuda itu.

“Oh… Ini contoh crepes yang akan dijual di perayaan sekolah..”

“Umi-chan yang bikin? Mauu!!” Chinen tiba-tiba saja sudah duduk pose anak anjing yang minta makan di depan Umika. Gadis itui kembali menghela nafas.

“Kalau cuma satu sih—“

HAP!

Baru saja Umika menyorongkan crepe dengan tangan kanannya, Chinen secepat kilat menyambar makanan itu langsung dengan mulutnya. Umika melongo beberapa detik memperhatikan pemuda itu.

“K-kok?”

“UWOO!!” Chinen backflip satu putaran dan mendarat dengan berdiri. Tangannya—lagi-lagi terangkat ke udara, menunjukan semangatnya yang luar biasa. “Pengisian listrik selesai! Super Chinen version up menjadi super Chinen 2!!” pemuda itu lalu memandang Umika sambil tersenyum manis. Jari telunjuk dan tengahnya terulur membentuk sign peace.“Lihat saja Umi-chan. Aku pasti menang!”

Umika tersenyum.

*****
“Katua panitia perayaan sekolah disini!! Irie Saaya desu~” Saaya heboh memberikan salam pada kumpulan besar orang yang kini tengah memenuhi lapangan olahraga demi menyaksikan secara eksklusif interview langsung gadis itu terhadap 3 siswa sehubungan acara istimewa yang akan digelar sekolah pada hari terakhir festival. Yup, Interview istimewa pertandingan basket Chinen-Nakajima dalam memperebutkan Kawashima Umika, seperti yang tertera dalam selebaran.
“Nah, minaa…Tanpa basa-basi, mari kita langsung wawancarai 3 orang yang topik berita~” Saaya berpindah dari posisi berdirinya, lalu mendekati tempat Chinen, Yuto, dan Umika duduk sejak tadi.

“Yang pertama Nakajima-kun. Menurutmu, bagaimana peluang kemenanganmu di pertarungan basket?” Saaya mengoper mike kepada Yuto.

Yuto terkekeh. “Maaf saja. Tapi kalau melawan pemula seperti itu, rasa-rasanya tidak akan jadi duel ya..”

Sementara yuto asyik menjawab, wajah Umika sudah nyaris memerah seperti kepiting rebus karena malu ditonton banyak orang.
‘Dasar Saaya! Kenapa sampai aku segala!’ keluhnya dalam hati.

“Wah… jawaban yang meremehkan sekali ya~”Saaya menyeringai. “Oke, pertanyaan no.2. Kalau kamu menang, apa hubunganmu dengan Kawashima Umika akan berlanjut?”

“Yaah… kalau aku sih tergantung Kawashima-san. Kalau kawashima-san juga punya perasaan yang sama denganku, akan lebih baik kan? Bisa dikatakan ini asmara yang bermula dari folk dance..”Yuto mengedipkan sebelah matanya, spontan membuat gadis-gadis yang menyaksikan jejeritan. Tapi tidak bagi Umika. Gadis itu malah semakin mengkerut saking malunya.  

BUKK!

Tanpa diduga-duga, sepatu kets milik Chinen sekali lagi mendarat di kepala Yuto. Kali ini, tepat di wajahnya yang maha tampan.

“OOOH~ Chinen-kun menyeruduk!!”

“Butuh di kasih tahu berapa kali sih?! Jangan suka mencuri start!!” Chinen berdiri sambil bercakak pinggang. Yuto sudah bangkit kembali, siap membalas pemuda itu kalau saja tidak tertahan Saaya yang kini sudah ganti narasumber. Kok tiap kali Yuto mau membalas Chinen, selalu tidak bisa ya?

“Pertanyaan berikutnya untuk Chinen-kun..” Saaya tidak lagi basa-basi. “Belakangan ini kepopuleranmu di antara gadis-gadis sedang melonjak. Bagaimana menurutmu?”

 “Aku nggak butuh! Mau bilang apapun, pandanganku hanya tertuju pada Umi-chan!” Pemuda itu lagi-lagi mengepalkan tangannya. “Bagiku Umi-chan itu harapan abadi! Cahaya! Bidadariku! Love love ku! Malaikatku! Ra—“

“CUKUUP!” Umika menggeplak kepala Chinen dengan mike yang tadi diambilnya paksa dari saaya.

“Ooh~! Ternyata kawashima Umika tidak tahan dengan pernyataan Chinen yang memalukan~” Meskipun tanpa mike, Saaya masih tetap mengomentari. Beberapa siswa mulai saling membisikan nama Umika dibelakang. Namun, biarpun judulnya berbisik, mereka tetap sengaja memperbesar volumenya agar gadis itu bisa mendengarkan.

“Bilangnya sih tidak suka… padahal sebenarnya malah senang kan?”

“Habisnya diperebutkan sama 2 cowok populer sih… sebagai cewek enak kan?”

“iya..iya..”

Bukan hanya Umika yang mendengarkan ternyata. Saaya, Yuto, Chinen, dan nyaris semua orang bisa mendengarnya. Melihat wajah Umika yang sudah hampir menangis, Yuto jadi kasihan dan berusaha menghentikan omongan-omongan tadi.

“Oi..oi… kalian…”

“JANGAN NGOMONG HAL BURUK TANTANG UMI-CHAN!!!”

BRAK!!

Teguran maha halus Yuto barusan sontak terhenti akibat tindakan ekstrim Chinen yang mengamuk sambil menendang meja hingga terjantuh ketanah dan menimbulkan bunyi berisik yang bisa memekakan telinga. Suasana gedung olahraga sontak berubah sunyi.

“Dengar ya! Yang ribut itu kami, bukan Umi-chan! Jadi jangan sekali-sekali ngomongin Umi-chan! Dan kalau masih ada yang berani…” Chinen memasang kuda-kuda jurus kamehameha. “SEMUA AKAN KUHEMPASKAN DENGAN ULTRA ELECTROSHOCK BOMBER DARI SUPER CHINEN 2!!!”

“GYAAAA!!!”

Dari tempatnya, Umika memperhatikan tingkah ajaib Chinen sambil tersenyum kecil.

*****

“Interview itu parah banget ya….” Saaya tertawa kecil sambil melirik Umika yang mengikutinya di belakang dengan muka kusut luar biasa. Umika hanya bisa nyengir mentah.

“Gara-gara siapa coba?!”

Saaya kembali tertawa. “Tapi kamu jadi mempertimbangkan perasaanmu pada Chinen kan? Yaah…meskipun kasihan dianya sih. Soalnya, kalau tanding basket kan, Nakajima-kun akan lebih unggul… pertama, karena dia acenya klub basket… dan kedua…” Saaya balik belakang agar bisa menatap Umika.

“Selisih tinggi badannya itu loh…”

*****

“Gagal lagi!” Chinen mengempaskan tubuhnya semberono ke lantai lapangan. Kepalanya mendongak ke ring basket. “Gimana ya…? Kalau tinggi badan sih gak bisa diapa-apain lagi…”pemuda itu menunduk. Namun tak sampai sepersekian detik, kepalanya di angkat lagi. Kali ini seolah ada semacam aliran listrik yang menjalari setiap syaraf-syarafnya yang membuatnya kemudian menoleh dan menemukan seseorang berdiri tak jauh dibelakangnya.

“Umi-chan!”

Umika terperanjat. ‘ekh! Ketahuan? Dia siluman ya?’
Gadis itu bergerak mendekati Chinen. “Terus-terusan latihan sampai istirahat siang ya?”

Chinen tersenyum malu-malu. “i-iya..”

“Tapi lawanmu Ace klub basket loh…”

Chinen nyengir. “Bagi super Chinen 2, tidak ada yang tidak mungkin! Aku pasti bisa menang kok. Sumber kekuatanku kan Umi-chan…”

Umika memandang Chinen dalam. Semburat merah di pipinya muncul perlahan.
‘Kenapa dia bisa sampai seperti ini ya? Padahal aku kan cuma cewek yang biasa saja…’.
Umika masih saja menatap Chinen, hingga lama-kalamaan jantungnya mulai berdegub tak karuan. Gadis itu mulai merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
“A-Aku duluan ya… soalnya masih ada persiapan penjualan di stand kelasku…”

“Eeh? Sudah mau pergi?” Chinen terlihat kecewa. Umika berbalik, lalu tersenyum lembut.

“Berlatih ya…”

“Eh?”

“Kau mau menang kan?” Umika masih tersenyum. “Berjuang ya…”
Gadis itu lalu perlahan menghilang di balik tikungan gedung. Chinen masih melongo. Kata-kata Umika tadi terus terngiang dalam pikirannya.

“Berjuang ya…”

“Berjuang ya…”

“Berjuang ya…”

“HOREEEEEEEE!!! UMI-CHAN MENDUKUNGKU!!” teriaknya super kencang, sampai-sampai Umika yang sudah keluar dari gedung olah raga masih bisa mendengarnya. Gadis itu kembali tersenyum. Entah kenapa, kali ini Chinen tidak membuatnya kesal sama sekali. Malahan ada perasaan senang dan keinginan agar Chinen yang memenangi pertandingan nanti. Umika tidak tahu sebabnya, tapi jujur, dia menikmatinya. 

“Lagian, kenapa juga folk dance ya..?” ujarnya pelan.

*****

“JUMPIIIING SHOOOOOOOT!!!”

SRASH

Chinen tersenyum bangga setelah bola lemparan mautnya tadi berhasil masuk dengan sempurna. Beberapa meter dibelakang, Saaya bersama sekumpulan siswa yang sejak tadi menonton latihannya bertepuk tangan meriah.

“Penuh semangat menjeang duel ya, Chinen-kun…” Saaya nyengir. Chinen dengan pose andalannya—mengangkat tangan terkepal ke udara—mengangguk mantap.

“Tentu saja! Super Chinen 3 yang sudah power Up dengan kekuatan cinta dari Umi-chan tidak mungkin terkalahkan…”Serunya semangat full. Beberapa siswa bergidik ngeri menatapnya.

‘kok kayak ada listrik yang keluar dari badannya ya?’ pikir mereka nyaris bersamaan.

*

“Sisa cicipan crepenya banyak juga..” Umika melirik beberapa potong crepe sisa cicipan guru-gurunya tadi. Karena terlalu semangat membuat, Umika lupa kalau jumlah crepe buatannya lebih banyak dari jumlah guru di sekolah. Otomatis, makanan tersebut masih nyisa beberapa potong.
“Apa kukasih Chinen saja ya? Dia kan suka..” gumamnya super pelan sambil berjalan menuju gedung olahraga. Namun, baru setengah jalan, gadis itu jadi teringat sesuatu.
“Kalau nggak dibagi untuk Nakajima-kun, rasanya jahat ya..” Umika putar balik menuju kelasnya. “Biar adil, kuberi juga ah..”

“Ne, Nakajima-sama… kalau menang duel, si Kawashima itu bakal diapain? Nggak dijadiin cewek kan?” beberapa gadis tengah mengerumuni Yuto. Umika yang sempat melihat hal itu segera menyembunyikan dirinya di balik pintu setelah mendengar namanya disinggung.

“Yah, meskipun konyol, sesuai janji akan kutemani folk dance…” Yuto tersenyum simpul. “Aku sih gak ada niat mau pacaran sama dia. Habisnya aku cuma ingin mengalahkan si Chinen itu saja..”

Satu gadis lalu menimpali. “Jadi maksudmu, Kawashima itu hanya alat untuk menghabisi Chinen?”

Yuto mengangguk. “Begitulah..”

“Waa~ Nakajima-sama jahat ih… Hahahaha..”

Di balik pintu, Umika masih berdiri dalam diam. Air matanya menetes perlahan.

*

Wajah Chinen tiba-tiba saja berubah serius. Aktifitasnya terhenti, bibirnya tak lagi mengeluarkan ocehan-ocehan segar bagi Saaya dan beberapa pendukungnya tadi. Hal ini ototmatis menimbulkan tanda tanya besar bagi mareka.

“Ada apa Chinen-kun?” Saaya memberanikan diri bertanya. Tanpa balik menatap gadis itu, Chinen menjawab pelan.

“Umi-chan dalam bahaya..”

“Eh?”

“Aku harus pergi…” Chinen langsung mengambil langkah seribu, ngacir dari tempat itu juga. “UMI-CHAAAAAAAAAAAAAN!!!!”

Semua melongo menatap kepergiannya.

“Makhluk apa itu?”

*

Umika duduk diam di salah satu bangku taman. Wajahnya tertekuk dalam. Beberapa siswa yang sekedar lewat bisa merasakan aura gelap yng dipancarkannya sehingga mereka buru-buru berlari pergi. Tak berapa lama, Chinen lalu muncul.

“Ne, Umi-chan.. Ada apa?” pemuda itu mendekati Umika.

“Tidak ada apa-apa…” jawab Umika masih menunduk. Chinen mengerutkan alisnya.

“Jangan disembunyikan donk... Katakan saja. Super Chinen 3 ini pasti akan—“

“Masa bodoh!” Umika berteriak. Matanya yang memerah diarahkan kepada Chinen sekarang. “Hentikan saja berpura-pura mengejarku!”

“Eh? Aku tidak berpura-pura..”

“Lalu, Kenapa kau bisa menyukaiku? Kan ada banyak gadis yang seperti aku! Kenapa harus aku? Apa spesialnya aku memang?!” Umika membrondong Chinen dengan pertanyaan. Tatapan matanya masih tajam.

“Eh… Itu.. Di..dimana ya..”

“Tuh kan, nggak bisa jawab!” Umika kembali meneteskan air mata. “Chinen-kun, orang lain mungkin senang dengan semangatmu yang luar biasa itu. Tapi… coba pikirkan perasaanku yang selalu terlibat tanpa tahu apa-apa! Selalu saja aku yang digosipkan! Selalu aku yang dijelek-jelekan! Selalu, dan semua gara-gara kamu!!”

“U-Umi—“

“AKU BENCI BANGET ORANG SEPERTIMU!!!”

DUARRR!!!

Bagai disambar petir, Chinen langsung melorot ke tanah sementara Umika sudah hilang entah kemana. Beberapa siswa yang kebetulan lewat langsung mendekati Chinen.

‘U-Umi-chan…”

Umika tidak lagi peduli. Gadis itu tetap berlari, berusaha memisahkan jaraknya sejauh mungkin baik dari Chinen maupun Yuto. Umika sadar, tidak seharusnya dia melampiaskan rasa sakit hatinya kepada Chinen seperti tadi. Pemuda itu tidak salah memang. Nakajima lah yang memanfaatkannya. Tapi hal ini malah semakin membuatnya sadar, gadis sepertinya tidak pantas jadi rebutan seperti ini.

Chinen seharusnya bisa mendapatkan gadis lain yang jauh lebih sempurna darinya.

*****

“Duel basket itu sudah mulai belum ya?”

“Buruan ke gedung olahraga! Waktunya tinggal 5 menit lagi nih!!”

Umika melirik sekilas beberapa teman sekelasnya yang nampak terburu-buru berlari menuju gedung olahraga. Namun, gadis itu tidak ambil pusing, dan tetap meneruskan tugasnya berjaga di stand penjualan crepes kelasnya. Malahan menurutnya, Chinen mungkin saja sudah patah hati akibat pernyataan kasarnya kemarin.

Charachara… chachacha…Charachara… chachacha…

Samar, Umika mendengar bunyi musik yang biasa dimainkan saat folk dance dari ruang musik. Perlahan, benaknya memainkan kembali memori ketika ia menolak ajakan Chinen untuk menjadi partner folk dancenya 2 tahun berturut-turut.

“Nggak Mau! Sampai kapanpun aku nggak akan menari dengan Chinen-kun!!!”

Umika ingat betul bagaimana ekspresi Chinen saat kalimat tadi diteriakan tepat didepan wajahnya 2 kali di saat yang sama 2 tahun berturut-turut.

Kok kali ini dia merasa jahat ya?

“Folk dance itu impian masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah banget! Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!”

“Ck!”satu decakan menjadi pengantar Umika meninggalkan stand kelasnya. Teman-temannya memaklumi, Umika pasti ingin menyaksikan pertandingan yang memperebutkan dirinya itu, dan yang pasti mereka membebaskannya dari tugas kali ini meskipun dalam hati mereka juga MAU BANGET nonton pertandingan itu.

‘Dasar bodoh… hanya demi folk dance…’batinnya.
Tidak butuh waktu lama bagi Umika untuk sampai ke gedung olahraga yang penuh sesak oleh penonton. Didalam, pertandingan tengah berlangsung panas.

“Perolehan nilai sementara saat ini 15 lawan 15. kedua pihak tidak mau menyerah, sisa waktu tinggal sedikit lagi!” sebagai live announcer, Saaya nampak bersemangat mengomentari jalannya pertandingan antara Chinen dan Yuto. Kedua manusia itu memang tidak ada yang mau kalah. Yuto berjuang demi kepopulerannya sedangkan Chinen demi Umi-channya tercinta.
“UOOO! Chinen merebut bola dengan paksa dari Nakajima!” suara Saaya makin bersemangat. “Perjuangan yang gigih melawan Nakajima, Ace dari klub basket! Apakah semuanya dipertaruhkan disini?!”

Chinen mendribel bola sambil ngosh-ngoshan. Di depannya, Yuto yang tak kalah lelah siap menghalangi.

“Tinggal semenit. Sudah mepet nih… sepertinya memang harus dituntaskan y—“

“Nakajima.” Chinen memotong kalimat Yuto sambil tetap mendribel bola. “Ada yang ingin kutanyakan..”

“Hah?”Yuto bingung. Sebaliknya, Chinen malah menatapnya serius.

“Apa kau benar-benar suka Umi-chan?”

Yuto makin heran. “Kau… apaan sih tiba-tiba?”

“Kemarin keadaan Umi-chan aneh…”Chinen mulai melanturkan teorinya.“Kurasa kamu penyebabnya..”

“Kau ngomong apa sih?!” Suara Yuto mulai membesar sehingga penonton bisa mendengarnya. “Aku naksir sama cewek itu, sudah cukup kan?!”

“Cuma segitu?” Chinen melepaskan bola dari tangannya dan membiarkan benda bulat kecoklatan itu berguling bebas di lantai. Matanya menatap Yuto berapi-api. “Aku ini…SUKA! SUKA! SUKAA! SANGAT SUKAAA SAMA UMI-CHAN! ASALKAN DEMI UMI-CHAN, APAPUN BISA KULAKUKAN!!! ASALKAN UMI-CHAN MENYURUH, JADI MAHASISWA UNIVERSITAS TOKYO, JADI PEMAIN NBA, ATAUPUN JADI PRESIDEN, AKAN KULAKUKAN!!! MENGUASAI DUNIA SEKALIPUN AKAN KULAKUKAN!!!!”

Kerumunan penonton otomatis melongo. Tak terkecuali Yuto dan Umika.

“Se-seram…”Umika bahkan sempat menggumam.

“Meskipun begitu…”Nada bicara Chinen turun perlahan. “Kalau Umi-chan bilang enyah dari hadapanku… maka akan kulakukan…” Pemuda itu kembali mangambil bola yang kini berada tak begitu jauh darinya dan mendribelnya. “Karena itu! Orang yang bisa berada di samping Umi-chan, kalau bukan orang yang kuakui, Tak akan kuizinkan!!” Chinen bergerak maju. “Penentuan kalah-menang Nakajima!”

Yuto ikut bersiaga.“Ayo maju cebol—“

BUKK!

Untuk yang kesekian kalinya, sepatu kets milik Chinen kembali mendarat di wajah Yuto. Dan kali ini, Chinen memanfaatkan tubuh tinggi Yuto agar bisa memasukan bola ke keranjang.

SRASH

“Masuk! Dunk shoot yang sempurna!!!” Suara Saaya mengawali teriakan riuh penonton. Chinen mengepalkan tangan kanannya lalu mengankatnya tinggi-tinggi.

“Berhasil! Rasain tuh!” Chinen tertawa lebar diiringi tepuk tangan sekelilingnya.

“Ya, kemenangan besar Chinen kun—“

PRIT   PRIT   PRIT
Wasit tiba-tiba meniup peluit. “Pelanggaran! Intentional foul!”

“EEEH?” Chinen berlari mendekati sang wasit. “Apaan tuh? Curang!”

“Dasar bodoh, wajar saja pelanggaran…”Umika mengomentari diam-diam.

“Chinen! Kau!” Yuto menarik kerah baju Chinen. “Tak akan kumaafkan! Sekarang juga kau akan ku—“

BUK!

Tangan Yuto kalah cepat. Belum juga ia mengambil posisi menyerang, Umika sudah keburu meninju pipinya. Alhasil pemuda itu terbaring tak berdaya di lantai akibat kelelahan juga pukulan dashyat yang baru saja diterimanya.

“U-Umi-chan?”

“Pertandingan selesai! Chinen-kun yang menang! Ada yang keberatan?!” Serunya kencang sehingga seisi gedung bisa mendengarnya. Semua orang sontak mengangguk. Tak ada yang berani membantah gadis mungil itu saat ini, apalagi setelah melihatnya berhasil menjatuhkan Yuto dengan sekali tonjokan.
Umika berbalik, lalu menggenggam tangan Chinen. “Kemarin maaf ya… aku sudah seenaknya membentakmu tanpa sebab. Tapi saat ini, jujur… aku merasa senang dengan perasaanmu terhadapku.” Umika tersenyum lembut kepada pemuda itu. “Arigatou, Chinen-kun…”

Chinen hanya diam. Wajahnya memerah. Melihatnya Umika jadi khawatir.

“Loh, kenapa?”

“I-itu..anu.. ta-tangan…tangannya…”

“Tangan?” Umika mengangat tangannya dan tangan Chinen yang masih berada dalam genggamannya tepat ke depan wajah mereka. Melihat tangan mereka yang bertautan makin jelas, Chinen seketika merosot ke tanah.
“EEH?! Chinen-kun?”

Tak jauh dari mereka, Saaya sudah tertawa ngakak. “Oi, Kalian masih harus folk dance loh. Apa masih bisa?” godanya.

*****

Perayaan hari itu berakhir dengan folk dance yang menjadi pokok masalah. Sesuai dugaan, pasangan Chinen-Umika menjadi pusat perhatian satu sekolah. Keduanya menari mengelilingi api unggun sendirian, sebab semua orang sibuk memperhatikan keduanya. Umika malu berat, sekaligus senang. Dan entah karena apa, Chinen menjadi sangat penurut dan bahkan lebih merah dari pada api unggun. Aneh sih, tapi Umika tetap senang.

Dan setelah itu… hari-hari tetap terlewati dengan indahnya~

“UMI-CHAAAN!! PULANG BARENG YUUK!!!”
seperti biasa, Chinen muncul di jendela kelasnya. Sudah berkali-kali Umika menyuruhnya untuk menggunakan pintu, bukannya jendela. Namun tetap saja, jika ada satuuu saja orang yang menghalangi pendangannya di depan pintu, Chinen akan menyusup lewat jendela.

Saaya menoel-noel pundak Umika. “Bikin ribut. Buruan bawa pergi..” ujarnya setengah bercanda. Umika tersenyum miring, mendekati Chinen lalu menggenggam tangan pemuda itu. Chinen seketika terdiam. Wajahnya kembali memerah.

“Hari ini mau mampir kemana dulu?” Ujarnya manis sambil tersenyum penuh kemenangan. Paling tidak, kini Umika sudah tau cara menangani pangerannya itu di saat darurat.

“ma-mana saja boleh..”

Dibelakang mereka, saya tertawa kecil. “Dasar Umika, licik juga ya..”

Yah, begitulah. Pada akhirnya, Umika dan Chinen sama-sama senang kan?

~end~

1 komentar:

  1. BetMGM agrees to multi-year partnership with William Hill for
    “We continue to look 진주 출장마사지 forward 대구광역 출장샵 to the continued progress 의왕 출장샵 of 군포 출장마사지 the 용인 출장샵 William Hill brand, ”. “The UK” was

    BalasHapus