Selasa, 15 November 2011

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.2

CHAPTER 2
-The word ‘sayonara’-

“Umika …?”
Ryosuke tersenyum senang sembari berlari menyongsong sesosok gadis manis yang berdiri tidak jauh di depannya. Gadis itu tersenyum, membuat langkah Ryosuke makin bersemangat menjangkaunya.

Tapi, kenapa?

Sudah nyaris ratusan langkah terhitung sejak Ryosuke mulai berlari, namuni kenapa gadis itu tak juga terjangkau olehnya? Padahal dia tidak bergerak, padahal Umika masih terus tersenyum padanya.

“Umika..!” Ryosuke berhenti untuk mengatur nafas sebentar. Tapi di detik itu juga senyum di bibir Umika menghilang, terganti dengan air mata yang mengalir deras. Terus mengalir.

“gomenasai…”

“Eh?”

Ryosuke secepat mungkin memulihkan tenaganya lalu kembali berlari.

Kenapa Umika menangis? Kenapa minta maaf?

Tinggal selangkah lagi sampai Ryosuke menjangkau tubuh mungil gadis itu ketika tiba-tiba saja sosoknya remuk menjadi butiran-butiran debu yang kemudian berterbangan entah kemana.

Satu kata terakhir terdengar sebelumnya.

“sayonara Ryosuke…”

* * * * * * * *

Pagi ini kediaman keluarga Kawashima berlimpah pengunjung. Bukan hanya satu, tapi 3 orang dan semuanya adalah gadis-gadis. Shida Mirai, Tsugunaga Momoko, dan Ohgo Suzuka hari ini datang berkunjung, rencanaya sih untuk bantu-bantu Umika berbenah sebelum pergi meninggalkan Tokyo selama seminggu. Tapi entah kenapa rencana awal itu melenceng karena ternyata kedatangan mereka tidak membawa bantuan alih-alih keuntungan apapun. Umika tetap mengurusi keperluan bepergiannya sendiri sementara 3 dara manis itu sibuk memenuhi kamarnya dengan curhatan, majalah remaja, dan chocolate cookies buatan ibu Umika. Meskipun begitu, pada akhirnya kedatangan mereka tidak begitu sia-sia. Umika sambil membereskan perlengkapannya, memanfaatkan sesi curhat yang mereka ciptakan sebelumnya menjadi ajang sharing tingkah Ryosuke yang rada egois kemarin. Mirai  Momoko dan Suzuka mencermati dengan seksama keluhan-keluhan Umika tanpa sekalipun berkedip.

“Terus, habis itu dia ngamuk?” Mirai yang duluan memberi tanggapan atas cerita Umika sedari tadi. satu tangannya bergerak, mengambil sepotong chocolate cookies yang tertata rapi di piring di depannya lalu mulai mengunyahnya sambil memperhatikan Umika yang nampak agak kesibukan memilih-milih baju mana saja yang akan dibawanya ke Kyuushu. Di sampingnya ada Momoko yang juga ikut memperhatikan sambil mengunyah jenis hidangan yang sama. Di tempat tidur di belakang mereka, Suzuka tengah tidur tengkurap sambil iseng membaca majalah.

Umika berhenti sejenak lalu barbalik menatap teman-temannya. “tidak juga sih… cuma butuh perjuangan besar sekali sampai dia mengijinkanku pergi..”gadis itu kembali mengurusi tumpukan baju di depannya kemudian menarik keluar sebuah gaun merah muda selutut. “ini bagus tidak?” tanyanya sambil menunjuk gaun tersebut. 3 eksistensi lain dalam ruangan tersebut mengangguk.

“Kenapa tidak bilang saja, ‘ijinkan aku pergi atau kita putus’. Yakin deh, Ryosuke pasti akan langsung mengijinkanmu pergi..” Suzuka menimpali tanpa berpindah focus dari majalah di depannya. Umika, Mirai, dan Momoko langsung memandang gadis itu dengan dahi mengkerut, jelas usulan telat Suzuka ‘nggak boleh banget’ dicoba. Suzuka hanya tersenyum kecil merasakan aura-aura tidak setuju dari ketiga temannya.

“Tapi menurutku wajar saja sih kalau Ryosuke sampai begitu…kau sendiri tahu sifatnya kan, Umika..”Mirai membawa pembicaraan kembali ke topik. Umika mengangguk sambil tetap memilih beberapa baju.

 “Egois, cerewet, keras kepala, meyebalkan..”

Suzuka dan Momoko langsung tertawa ngakak sedangkan Mirai hanya nyengir sambil geleng-geleng kepala.

“Ryosuke banyak sifat jeleknya ternyata..”Momoko menambahkan. Memang sejak sebulan lalu gadis itu tidak lagi memanggil Ryosuke dengan sebutan Yamada-kun. Begitu pula Suzuka. Entah kenapa, sejak Umika berpacaran dengan Ryosuke, hubungan mereka ber-8 menjadi semakin akrab. Sangat akrab bahkan. Momoko dan Suzuka tidak lagi segan dengan Mirai ataupun sahabat-sahabat kekasih mereka yang lain.

“Demo, Umichan hebat yo.., bisa mengatasi sifat-sifat jelek Ryosuke itu..” kembali ke kamar Umika, Suzuka ikut bicara—atau lebih tepatnya memuji. Yang dipuji hanya cengengesan.

“Berarti kami pasangan serasi, deshou?”balas Umika memuji dirinya sendiri. Mirai, Momoko, dan suzuka membuka mulut mereka sembari menjulurkan lidahnya keluar—pose muntah.

“Cih! Baru dipuji sekali saja sudah besar kepala..”Momoko menambahkan. Umika nyengir lebar sambil kembali berurusan dengan tumpukan baju dalam lemarinya.

* * * * * * * *


Hari yang ditunggu-tunggu Kawashima sekeluarga sekaligus hari yang paling tidak diharapkan Ryosuke akhirnya tiba. 30 Januari, hari yang tepat untuk bergerak ke Kyuushu guna mempersiapkan acara pernikahan salah satu anggota keluarga mereka. Yuya, Rubi dan Umika sudah siap berangkat dengan bus kesana. Sekeluarga itu tidak memilih Shinkasen karena kabarnya terdapat pemandangan indah dan exotis sepanjang perjalanan dengan bus. Lalu, bagaimana dengan putra bungsu, Ryutaro?

Pemuda 16 tahun itu tidak diijinkan ikut karena harus menjalani kelas remedial. Ya, malang memang nasibnya karena tidak lulus 5 mata pelajaran ujian dan harus mengikuti pelajaran tambahan di sekolah, padahal sedang musim libur. Oleh sebab itu, selain karena harus mengikuti pelajaran tambahan di masa liburan, ketidakikutsertaan Ryuu ke Kyuushu juga merupakan sebuah hukuman dari sang ayah. Berbeda dengan Umika yang diajak karena nilainya nyaris sempurna dalam semua mata pelajaran—minus bahasa inggris tentu saja. Sudah bukan rahasia lagi kalau Umika sangat amat ‘buta’ berbahasa inggris.
Meskipun ditelantarkan begitu saja*A/N: ditelantarkan? Emang Ryuu anak jalanan??*, Ryuu tidak terlalu berkecil hati karena Kanon Fukuda—pacarnya yang termanis, terkawaii, tersayang, tercintanya sepanjang masa juga harus mengikuti kelas remedial bersamanya—tidak lulus 6 mata pelajaran ujian soalnya. Paling tidak, Ryuu tidak sendirian di Tokyo.

Pada akhirnya, pagi ini, berkumpulah Kawashima sekeluarga di terminal bus antar prefektur bersama Ryosuke, Yuto, Mirai, Chinen, Suzuka, Daiki, Momoko, dan Kanon. Sepuluh menit mereka menunggu, bus menuju Kyuushu akhirnya tiba. Sebelum bus tersebut benar-benar berhenti di depan mereka, Ryosuke sontak menggenggam tangan Umika sambil berbisik.  

“Sudah, bilang ayahmu kuantar saja..” tawar pemuda itu—lagi. Sebelum-sebelumnya, Ryosuke sudah menawari berkali-kali baik Umika maupun keluarganya untuk diantar saja ke Kyuushu. Selain karena keamanannya terjamin, tawaran ini juga berupa cara agar Ryosuke mengetahui dimana persisnya Umika berdomisili di Kyuushu nanti. Supaya, pemuda itu bisa dapat dengan mudah mengunjunginya kapanpun ia merindukan gadis itu, tanpa harus cari-cari alamat lagi.  
Tapi alasan-alasan tadi hanyalah alasan penyerta dari satu alasan terbesarnya tidak merestui kepergian Umika.  Meskipun hanya seminggu disana, entah kenapa, pemuda itu tidak bisa begitu saja melepaskannya pergi. Ada sesuatu, entah apa yang membuat hatinya takut. Sesuatu itu seolah memberinya sugesti kalau –mungkin saja, gadis itu tidak akan kembali padanya lagi.

Melihat Ryosuke yang berwajah agak khawatir, Umika tersenyum lalu meremas tangan pemuda itu kuat.
“Daijoubu…kami sudah lama tidak naik bus. Anggap saja kami bernostalgia yo..”

“demo..,”

“da-i-jo-bu..”Umika mengeja perkataannya sambil satu tangannya terangkat mengacak-ngacak rambut Ryosuke. Saat itu juga, pintu bus terbuka dan siap memberi jalan bagi penumpangnya untuk masuk. Umika berpisah dari Ryosuke, lalu mendekati teman-temannya. Kelompok manusia itu lalu saling mendekat, mengucapkan perpisahan.

“nee-chan curang!” Ryuu melengos, sok menatap kakak perempuannya kesal. Umika hanya nyengir.

“Makanya belajar biar nilaimu bagus. Baik-baik sama Kanon ya...Dan ingat! Seminggu ini jangan macam-macam. Kau sendirian di rumah tapi harus ada aturannya!” ancam Umika sambil menjitak pelan kepala Ryuu. Ryuu kembali melengos namun kemudian mengangguk, sementara Kanon hanya tertawa kecil. Umika berpindah kepada Mirai dan yang lain.

“Hati-hati di jalan ya Umichan..nikmati pestanya!” Ujar Mirai. Umika tersenyum lalu memberi pelukan selamat tinggal pada gadis itu juga Suzuka dan Momoko serta pacar-pacar ketiganya, Yuto, Chinen dan Daiki.

“jaga diri ya..”ujar Yuto.

“ingat oleh-oleh loh…”tambah Momoko.

“ne, Umichan, ketika kau pulang nanti persiapkan dirimu, karena berikutnya aku dan Suzuchan yang bakal merit. Ne Suzuchan?” satu salam perpisahan panjang—yang sebenarnya lebih mirip pengumuman tersebut terlontar dari 2 sisi bibir milik Chinen. Suzuka yang tepat berdiri di sampingnya menggeplak bahu pemuda itu pelan sambil manyun. Umika hanya cekikikan. Bola matanya lalu diputar, menatap satu pemuda yang sampai detik ini pun masih terlihat belum bisa merelakannya pergi. Umika menyentuh kedua pipi pemuda itu dengan telapak tangannya yang hangat.

“Daijoubu, Ryosuke…”

Ryosuke terlihat hampir menangis. Dadanya sesak, jelas memberi penolakan terhadap kata-kata Umika barusan. Sesuatu dalam hatinya itu terus menyiksanya, memberinya perasaan tidak nyaman hanya untuk memberikan senyum terbaiknya sebelum gadis itu pergi. Hanya seminggu kan? Dan Umika.., pasti akan kembali kan?

“Umika…” Ryosuke agak kesulitan menghirup udara. Gadis itu menatapnya, menunggu lanjutan kata-katanya. Ryosuke menekan semua perasaannya, semua ketidaknyamanan dalam hatinya, mencoba mengukir sebentuk senyum dan ucapan perpisahan yang pantas.

“..jaga dirimu. Ingat, kembalilah dengan selamat..”

Umika terkesima sesaat mendengar pesan kekasihnya itu. Senyumnya merekah lalu diikuti anggukan mantap. “Hai!”

“Umichan, ayo cepat. Busnya hampir berangkat..”Rubi memanggil dari dalam bus setelah menyediakan satu tempat kosong untuk putrinya. Gadis itu mengangguk lagi.

“hai!”

Umika memberikan kecupan terakhir di pipi Ryosuke. “sayonara Ryosuke…” ujarnya pelan, kemudian segera melompat masuk ke bus. Tak lupa, satu salam lagi bagi mereka yang ditinggal di belakang.

“JAA MINAA~”

Pintu lalu ditutup. Masih samar terlihat sosok Umika di dalam terus melambai ketika bus bergerak menjauh. Kelompok manusia yang ditinggal ikut melambaikan tangan sampai bus tidak terlihat lagi.

Ryosuke masih diam ditempatnya. Tubuhnya entah kenapa membeku mendengar ucapan terakhir Umika yang khusus diberikan padanya tersebut.

“sayonara Ryosuke...”

Rasa-rasanya ia pernah mendengar Umika menyebut kata itu sekali. Tapi dimana? Kenapa dia lupa?

“sayonara Ryosuke...”

* * * * * * * *

Kekasihnya baru berangkat dua jam lalu namun kini Ryosuke sudah sangat merindukannya. Pemuda itu terbaring lemah di tempat tidurnya. Sejak tiba di rumah tadi, ia langsung masuk kamar dan belum sekalipun keluar hingga sekarang. Bukan karena apa, Ryosuke hanya ingin menenangkan pikirannya dan meluruskan sesuatu. Kalimat terakhir Umika tadi, ia yakin100 % pernah mendengarnya sekali dari gadis itu dengan cara penyampaian dan intonasi yang sama persis. Tapi dimana?

“sayonara Ryosuke...”

“Oi, Ryosuke!” satu suara familiar terdengar disusul dengan munculnya sesosok kepala yang menyembul dari balik pintu kamar Ryosuke yang tak terkunci. Sosok itu kemudian masuk dan langsung duduk di tempat tidur pemuda itu. Ryosuke tidak bergerak.

“Apaan Chii?”

Chinen—orang yang dipanggil Chii itu mendecak kesal.
“Apaan…! Ayo bangun pemalas. Kau mirip orang yang baru diputusin ah! Baru datang langsung diam-diaman di kamar…” Chinen menarik lengan Ryosuke agar bangun. Namun Ryosuke tidak juga mau bergerak.

“Aku malas aah..” tolaknya. Chinen mengangkat sebelah alis.

“JIAAH! Malas. Umika masih pulang seminggu lagi heh, nikmati waktumu sedikit. Ayo ikut aku berkuda!”

Ryosuke menggeleng. “Kau ajak Yuto saja aah! Atau Daiki!”

“Yuto nggak bisa, lagi ada urusan di perusahaanya. Daiki nggak tau kemana. Ayolah Ryosuke…!”

“Suzuka? Bukannya bagus kalau kau bareng Suzuka?”

“Suzuka lagi bareng Miraichan dan Momoko. Susah gangguin gadis-gadis kalau mereka lagi ngegosip..”

“Lha? Jadi aku bisa diganggu?”

“YUP! Ayolah~ Cuma kau yang punya waktu luang!” Chinen kembali menarik-narik lengan Ryosuke, kali ini dengan sedikit paksaan. Tidak tahan lagi goncangan di tubuhnya Ryosuke akhirnya bangun dengan amat sangat teramat terpaksa. Matanya menatap Chinen kesal.

“iya. Puas?”

Chinen nyengir kuda lalu mengangguk. “Ayo berangkat!” ujarnya kemudian segera bergerak keluar kamar. Ryosuke mengambil kunci mobilnya yang terletak dimeja. Saat itu juga, sorot matanya menangkap sebentuk wajah penuh senyum yang tercetak dalam pigura kecil yang juga terletak diatas meja. Wajah itu milik gadis yang dicintainya.

Hatinya tiba-tiba terasa sesak.

Kenapa?

To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar