Title: Suddenly Married
Author: Yohanita RoseDhyana a.k.aYamada Dhy a.k.a Me 8)
Genre: Romance, comedy
Cast : Yamada
Ryosuke, Kawashima Umika, Shida Mirai, Chinen Yuri, Yuto Nakajima, Ohgo Suzuka
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : I own Ryosuke Yamada and the plot *again?!*
Summary: Pernikahan tiba-tiba Ryosuke Yamada?!
Chapter 8
“Mirai...”
Ryosuke berlari kecil mendekati adik kembarnya yang kini
tengah sibuk membereskan tas. Di tempat yang sama, sang istri yang juga
melakukan hal yang sama sontak mendongak.
“Nani?” jawab Mirai setelah memasukan pencil berdesain Mickey
Mouse yang dipakainya sepanjang 3 jam pelajaran matematika tadi.
“Kamu dan Umika cari makan di luar ya.. hari ini aku pulang
telat. Lagi ada kegiatan klub...”
“Hmm.. ok.” Mirai mengangguk. Ryosuke tersenyum sepintas
kepada istrinya yang menatap bingung di samping Mirai.
“Kenapa?”
“Tidak...” Umika cepat-cepat memasukan buku-bukunya ke dalam
tas. Ryosuke hanya tertawa kecil melihatnya.
“Yamada-kun...”
Telinga Umika spontan terangsang oleh panggilan sok manis
tadi. Aura panas membara kembali meliputi eksistensinya.
“Ah, Mariya-chan...” Ryosuke tersenyum kepada manusia yang
memanggil tadi, yang secara tidak langsung mengakibatkan aura panas sang istri
makin meluber. Di samping gadis itu, Mirai hanya bisa menatap ngeri, kepanasan,
sekaligus tertarik.
“Iku yo...” Mariya memiringkan kepalanya sedikit, sehingga
helaian-helaian rambutnya yang indah ikut bergerak seirama goyangan kepalanya.
“Ne, Mirai-chan.. kakakmu titipkan padaku saja. Akan kujaga baik-baik...”
lengkungan bulan sabit bibir gadis itu terulas. Matanya perlahan berpindah pada
Umika. “Ah, Kawashima-san. Kita belum benar-benar berkenalan ya? Nishiuchi
Mariya-desu...” Mariya menyorongkan tangannya. Dengan gerakan sekaku es dan
wajah dingin luar biasa, Umika membalas jabatan tangannya.
“Kawashima Umika...”
“Saa, Nii-can, Mariya-chan, kami berangkat sekarang ya...”
Takut terjadi perang dunia ke tiga, Mirai buru-buru menutup percakapan singkat
Umika-Mariya tadi. Soalnya kalau dilihat dari cara Umika menatap Mariya, gadis
mungil itu bisa saja tiba-tiba menyerang dan menghancurkan Mariya saat itu
juga. Kekuatan cemburu, siapa yang bisa
menandingi?
Selepas Mirai dan Umika pergi, Ryosuke dan Mariya kembali asyik
mendiskusikan sesuatu. Lewat ujung matanya, Umika melihat adegan tadi sambil
berwajah masam
“Ryosuke ikutan klub apa sih? Kenapa harus sama cewek itu?!”
Umika mulai mengintrogasi Mirai.
“Soccer..” jawab yang ditanya simple. “Mariya itu
managernya...”
Umika mengangguk. Langkahnya terhenti sebentar. Mirai ikut
berhenti, merasa ada yang aneh dengan perhentian tiba-tiba Umika.
“Mirai...”panggil gadis itu. “Ada klub soccer cewek nggak?”
*****
Umika mengamati jajaran bahan makanan yang ditata rapi dalam
rak-rak agak lama. Di samping, ada Mirai yang ikut melakukan hal yang sama.
Keduanya serius menatap berbagai merk bahan makanan yang terpajang, sesekali mereka
mengangguk-angguk sambil membaca beberapa keterangan. Puas dengan apa yang
diamatinya, gadis itu lalu menoleh ke Mirai yang belum juga pecah
konsentrasinya.
“Jadi... beli apa kita sekarang?”
Mirai spontan menatap gadis itu dengan alis terangkat.“Eh?
Bukannya kau mau bikin kue?”
“Iyaa..” Umika mengangguk. “Kalau mau bikin kue, kita harus
beli apaan?”
Mirai makin heran. “Mana kutahu. Yang mau bikin kue kan kamu?”
“Mana kutahu.. Aku kan
nggak pernah bikin kue sebelumnya..”
“HEE? Terus ngapain kamu mau bikin kue segala?”
“Aku...mau menunjukan ke Ryosuke kalau aku ini istri yang
baik! Masa aku kalah dari si Nishiuchi itu!”
Mirai terdiam lalu tersenyum misterius.
“Kau... cemburu kan?”
“Tentu saja! Dia kan
suamiku! Masa aku harus setuju dia memuji perempuan lain...” jawab Umika to the point.
Mirai mengangguk sambil tertawa kecil. “so..so... apalagi
Mariya-chan itu rival ya~”
“Iya. Karena itu, bantu aku. Lewat cake buatanku nanti, aku
jamin, Ryosuke tidak akan pernah memuji masakan perempuan lain lagi. kue
buatanku pasti yang paling top!” jawab Umika bangga.
“Hai..hai.. tapi, gimana kita bisa sukses kalau bahan-bahan
untuk bikin kuenya aja kita nggak tahu...”
“Benar juga... harus tanya siapa nih?” Umika menelungkupkan
dagunya dengan tangan. Tak berapa lama kemudian, bola mata gadis itu mulai
berbinar, menandakan ia sudah memiliki ide pengentas masalahnya kini.
Cepat-cepat, diambilnya keitai dari tasnya.
“Moshi-moshi..Saaya? ah, aku mau nanya. Bahan-bahan bikin
strawberry cake itu apa-apa saja? Hm... tentu saja untuk suamiku lah. Kau tahu kan...? Siip. Tunggu aku
ambil notes dulu...” Umika sedikit menggeser keitainya dari telinga,. “Mirai,
tolong ambil notes, catat bahan-bahannya...” perintahnya. Tanpa bertanya lagi,
Mirai langsung mengikuti.
“Ok...apa saja tadi? Tepung terigu, telur, mentega, susu, krim,
baking powder, bubuk vanila.. oke, terus strawberry, ah... oke. Itu saja?
Baiklah. Arigatou nee...ah, hai! Sampai ketemu nanti sore..” senyuman Umika
terulas, menutup pembicaraan via keitainya dengan sang menejer. “Gimana? Sudah
di catat?” tanyanya pada Mirai yang kini tengah memegang pulpen hitam beserta
notes mini di tangannya. Yang ditanyai mengangguk.
“Yosha! Ayo kita bikin strawberry cake!!” teriak Umika
semangat.
“Loh, cewek-cewek? Kalian belanja ya?”
Kepala milik Umika dan Mirai sontak tertuju kepada satu
pemuda tinggi menjulang dengan tas belanja ukuran semi-jumbo yang kini berdiri
bingung beberapa meter di samping mereka. Kedua gadis itu menatap sang pemuda beserta
barang-barang belanjaannya—yang mayoritasnya adalah bahan makanan—lama lalu
saling pandang.
“Nakajima Yuto-kun...” Umika mendekati Yuto lalu bercakak
pinggang didepannya. “Kau bisa masak?”
“Ah...sedikit. Ada
apa memangnya?”Yuto makin bingung. Umika dan Mirai kembali saling pandang, kali
ini dibumbui senyum licik.
“Culik dia!!!”
*****
Ryosuke banyak melakukan kesalahan. Permainannya nampak tidak terkontrol. Berkali-kali
ia mencoba mencetak gol, mengingat posisinya sebagai penyerang mengharuskannya
untuk melakukan tugas itu. Namun tetap saja, meskipun berkali-kali pelatih
memperingatkan oemuda itu untuk dapat mengontrol pemainannya, performa Ryosuke
di latihan siang ini tetap tidak begitu maksimal.
“Ne, Ryosuke, doushita? jarang-jarang kamu mainnya jelek
begini...” Chinen mendekati pemuda tu sambil meneguk sebotol pocary sweat.
Ryosuke tersenyum miris sembari mengelap keringatnya.
“Entahlah... cuma... perasaanku kok nggak enak ya?”
....sementara itu di
kediaman Yamada.
“Yes! Jadi! Jadi!” Umika berteriak heboh lalu ber-high five
dengan Mirai dan Yuto di sampingnya. Ketiga manusia itu nampak puas menyaksikan
strawberry cake maha karya mereka yang tepampang cantik di atas meja. Tidak
dipedulikan tumpahan krim, terigu, dan berbagai bahan pembuat kue yang
mengotori seragam mereka. Yang ada hanyalah senyuman puas nan bahagia karena
berhasil menyelesaikan sesuatu dengan sempurna.
“Cake ini pasti bakal menang dari punyanya si Nishiuchi
itu!” Umika tersenyum bangga. Yuto menatapnya keget.
“Nishiuchi? Mariya? Kamu mau saingan bikin kue sama Mariya-chan?
Waah! Susah tuh. Mariya kan ‘istri idaman’. Masakannya selalu
enak...” pemuda itu jeda sebentar. “Ada
kontes bikin kue ya, emangnya?”
“Nggak, baka! Umi-chan mau nunjukin ke Ryosuke-nii kalau dia
juga bisa masak...”Mirai menoleh ke Umika. “Kan?”
Umika mengangguk. “Dakara, dengan kue menakjubkan seperti
ini, aku pasti bisa mengalahkan nenek sishir penggoda itu dan jadi ‘istri
idaman’ sekaligus ‘istri yang baik’ dan ‘istri nomor satu’ untuk Ryosuke”
jelasnya dengan mata bling-bling. Yuto dan Mirai bertepuk tangan sambil menatap
gadis yang lebih pendek dari mereka itu kagum.
‘Kimi ni shika
miserarenai kao.., ga aru...’
Satu benda kotak bergetar heboh dalam saku celana Yuto. Sadar,
ringtone lagu tadi disetingnya khusus hanya untuk seseorang, pemuda itu cepat-cepat
mengangkatnya sambil sumringah.
“Hai, darling? Ah, imakara? Ok desu~ jaa, mate ne...”flip
keitai ditutup. Yuto yang masih sumringah segera mengambil tas beserta kantong
belanjaan ukuran semi-jumbonya yang terlempar di sofa. “Aku berangkat ya, mau
jemput Suzuhime my darling di sekolah..”
“Suzuka ngapain di sekolah jam segini? Ah, klub soccer ya?”
Umika nyeletuk. Yuto nyengir kuda sambil menggeleng.
“Suzuhime my baby ikut klub eigo. Kebetulan jadwalnya sama
kayak klub soccer..”
“souka na..”
“Saa, ladies.. aku berangkat sekarang ya. Aku nggak mau
membuat Suzuhime my angel-ku nunggu lama.. Jaa ne...” brutal, Yuto beranjak
keluar dari rumah Yamada bersaudara. Umika melirik Mirai sambil mengerutkan
kening.
“Panggilannya Yuto-kun untuk Suzuka itu ada berapa banyak
sih? Kok kayaknya semua embel di pake deh...”
Mirai mendengus. “Banyak banget. Suzuhime my darling lah, my
angel, my love, my beautiful, my sweet dreams, my venus, my shinning star, my
moonlight, my sun, my star, my everything, my camera, my sweet horse meat
sahsimi, my little insect—“
“Tunggu-tunggu! Apa tadi? My camera? Horse meat sashimi?
Insect?! Apa-apaan itu?! Siapa yang bakal senang dipanggil kayak gitu?”
“Suzuka. Soalnya, panggilan-panggilan aneh itu datangnya
dari 3 hal yang disukai Yuto dari daftar 10 hal yang paling disukai Yuto. Dan
tentu saja, Suzuka ada di urutan 1..” Mirai menggulirkan bola matanya malas. “Aku,
Chii dan Nii-chan udah dikuliahin materi ini sama dia dari jaman neneknya
dinosaurus. Kami hafal semuanya!”
Umika mengangguk sambil tetap mengerutkan kening. “Yuto-kun
pencinta banget ya...”
Gantian mirai yang mengangguk.
“Eh Umika... seragammu...” Mirai menunjuk berbagai macam
noda dan sisa bahan pembuat kue yang menempel di seragam gadis itu. Umika
melirik seragamnya, terkejut, lalu ikut menunjuk seragam Mirai.
“Seragammu juga...”
“Tadi kita bertiga lupa pake celemek ya?”
Anggukan. Keduanya saling pandang lagi, kali ini dengan bola
mata yang melebar.
“YUTO!”
*****
“Ok, aku berangkat sekarang. Sebentar kalau dia datang,
nggak usah cerita apa-apa. Cukup todongin pake ini saja, ngerti?” Umika memberi
intruksi kepada Mirai samentara tangannya menunjuk-nunjuk strawberry cake haris
kerja kelompok tadi. mirai mengangguk paham sebelum membiarkan sang kakak ipar
pergi dengan damai.
“Sukses ya shooting iklannya...” ujarnya yang dibalas oleh
senyuman manis Umika sebelum gadis itu cepat-cepat keluar rumah karena Saaya
sang menejer sudah menunggunya di luar.
Mirai baru mau masuk kamar ketika terdengar bunyi lain dari
ruang depan. Mengira Umika melupakan sesuatu, gadis itu lalu mendatangi ruang
tamunya, mengecek.
“Mirai tadaima..” Ryosuke menubrukan dirinya ke lantai
akibat kelelahan. Usut punya usut, Ternyata, akibat kesalahannya yang
berulang-ulang kali di pertandingan tadi, Ryosuke disetrap push up 50 kali
tambah lari keliling lapangan sekolah 5 kali oleh pelatihnya yang maha kejam
namun juga sarap, Yaotome Hikaru. Mirai yang melihat kakaknya terkulai tak
berdaya itu tersenyum prihatin, lalu duduk disampingnya. Kedua tangannya
bergerak untuk membuka sepatu Ryosuke.
“Arigatou...”ujar Ryosuke pelan. Mirai hanya balas
tersenyum.
“Nii-chan lapar? Ada
yang spesial di dalam...”
Ryosuke mengambil posisi duduk. “Spesial?”
“Un. Nii-chan pasti suka..” selesai menaruh sepatu sang
kakak di rak, Mirai lalu menarik tangan pemuda itu. “Iku yo...”
Ryosuke menuruti. Dan setelah ‘sesuatu yang spesial’ yang
dikatakan sang adik mulai terlihat jelas bentuknya, wajah Ryosuke sontak
berubah cerah.
“Sugee! Strawberry cakenya gede banget! Hari ini kok banyak
yang yang ngasih aku strawberry cake ya? Ulang tahunku kan udah lewat! Hahaha! Kamu yang buat nih?”
Mirai menggeleng. “Umika..”
“Eh? Umika? hontou ni?”
Mirai ganti mengangguk. “Seharusnya aku nggak bilang sih,
tapi...ah sudahlah.” Gadis itu menatap Ryosuke sambil tersenyum nakal. “Begini,
Umika bikin cake ini khusus untuk Nii-chan karena dia cemburu Nii-chan memuji
kue buatan Mariya-chan. Apalagi sampai mengatainya istri yang baik.. Dakara,
Umika punya ide bikin ginian untuk menunjukan ke Nii-chan kalo dia juga istri
yang baik. Lebih baik malah, soalnya cakenya lebih besar...”
“Eh hontou?” Ryosuke masih nampak tidak percaya. Namun
sepintas, Mirai bisa melihat senyuman bahagia di wajah kakaknya yang tampan.
“Nih, dicoba...” Mirai memotong satu bagian besar dan
menyerahkannya pada pemuda itu. Ryosuke mengambil sesendok, menatap potongan
kecil kue bermuatan strawberry itu sambil tersenyum cerah, lalu melahapnya.
.
.
.
“Uhuk! Uhuk! Uhuuk!” Ryosuke mencengkam lehernya sambil menutup
mata layaknya orang keracunan. Panik, Mirai menggoncang tubuh sang kakak brutal.
“Nii-chan kenapa? Keselek ya? Keselek? Tunggu aku ambilkan
a—“belum sempat Mirai mengambil segelas air untuk sang kakak, Ryosuke sudah
keburu menahan tangannya demi mencegahnya pergi.
“Ku-kuenya...” suara pemuda itu parau dan tersendat.
“Hai? Kuenya?”
“Kue..nyah...”
“Kuenyaaa???”
“Kuenyaaa???”
“...asin.”
*****
“Hai, selesai! Kerja bagus Kawashima-chan...” kalimat
seorang pria berusia nyaris 40an mengakhiri akting Umika di depan kamera.
Segera gadis itu tersenyum lalu membungkuk hormat kepada para kru di set.
“Arigatou...”
“Hai, Arigatou...” balas mereka serempak. Umika tersenyum
lagi, kemudian duduk di kursinya.
“Demo ne, akhir-akhir ini ekspresi Kawashima-chan tambah
bagus deh... sedang jatuh cinta ya?” seru seorang fotografer majalah yang kini
mendekati gadis itu sambil mengambil foto close-upnya. Wajah Umika sontak
memerah.
“Me-memangnya kelihatan seperti itu ya?” tanyanya gugup.
“Oh..jadi benar ya? Waah, siapa pemuda beruntung yang kau
sukai itu?” sang fotografer makin antusias, mengakibatkan rona merah di wajah
Umika semakain bertambah. Gadis itu menggeleng.
“Ti-tidak kok... aku hanya sedang senang saja...”
“Masa? Tapi kok wajahmu memerah?”
“Aku...”
“Umika-chan, waktunya pulang...” Muncul sebagai penyelamat,
Saaya berhasil mengaktifkan sakelar gerakan gesit Umika. Setelah bersay goodbye
singkat dengan fotografer tadi, Umika langsung melesat kilat ke ruang ganti.
Bukan apa, dia takut wajahnya bisa semakin memerah karena pertanyaan-pertanyaan
fotografer tadi.
Nah, kenapa wajahnya memerah memang?
*****
“Stop! Stop! Itu dia..” perintah bersuara sopran barusan
berhasil menghetinkan pergerakan mobil minibus hitam yang ditumpanginya. Sorot
mata dan lensa kameranya wanita yang berseru tadi itu terfokus lurus kearah
seorang gadis remaja yang baru saja turun dari mobil memasuki sebuah rumah. Jemarinya
memencet tombol pengambil gambar beberapa kali. Dan tepat setelah gadis tadi
masuk ke kediaman tersebut, sang wanita keluar dari mini busnya, memotret sebuah
papan nama keluarga yang terpampang di depan pagar.
“Yamada huh?” senyum tipisnya terulas. “Ada hubungan apa Kawashima Umika dengan rumah
ini?”
//TBC//
bagus ff-nya,,,lanjutin donkk...*maksa..ahahaa
BalasHapusbtw, salam kenal...iu