Senin, 20 Agustus 2012

[fic] Suddenly Married - chapter 8

Title: Suddenly Married 
Author: Yohanita RoseDhyana a.k.aYamada Dhy a.k.a Me 8)
Genre: Romance, comedy
Cast  : Yamada Ryosuke, Kawashima Umika, Shida Mirai, Chinen Yuri, Yuto Nakajima, Ohgo Suzuka
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : I own Ryosuke Yamada and the plot *again?!*
Summary: Pernikahan tiba-tiba Ryosuke Yamada?! 




 

Chapter 8

“Mirai...”

Ryosuke berlari kecil mendekati adik kembarnya yang kini tengah sibuk membereskan tas. Di tempat yang sama, sang istri yang juga melakukan hal yang sama sontak mendongak.

“Nani?” jawab Mirai setelah memasukan pencil berdesain Mickey Mouse yang dipakainya sepanjang 3 jam pelajaran matematika tadi.

“Kamu dan Umika cari makan di luar ya.. hari ini aku pulang telat. Lagi ada kegiatan klub...”

“Hmm.. ok.” Mirai mengangguk. Ryosuke tersenyum sepintas kepada istrinya yang menatap bingung di samping Mirai. 

“Kenapa?”

“Tidak...” Umika cepat-cepat memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Ryosuke hanya tertawa kecil melihatnya.

“Yamada-kun...”

Telinga Umika spontan terangsang oleh panggilan sok manis tadi. Aura panas membara kembali meliputi eksistensinya.

“Ah, Mariya-chan...” Ryosuke tersenyum kepada manusia yang memanggil tadi, yang secara tidak langsung mengakibatkan aura panas sang istri makin meluber. Di samping gadis itu, Mirai hanya bisa menatap ngeri, kepanasan, sekaligus tertarik.

“Iku yo...” Mariya memiringkan kepalanya sedikit, sehingga helaian-helaian rambutnya yang indah ikut bergerak seirama goyangan kepalanya. “Ne, Mirai-chan.. kakakmu titipkan padaku saja. Akan kujaga baik-baik...” lengkungan bulan sabit bibir gadis itu terulas. Matanya perlahan berpindah pada Umika. “Ah, Kawashima-san. Kita belum benar-benar berkenalan ya? Nishiuchi Mariya-desu...” Mariya menyorongkan tangannya. Dengan gerakan sekaku es dan wajah dingin luar biasa, Umika membalas jabatan tangannya.

“Kawashima Umika...”

“Saa, Nii-can, Mariya-chan, kami berangkat sekarang ya...” Takut terjadi perang dunia ke tiga, Mirai buru-buru menutup percakapan singkat Umika-Mariya tadi. Soalnya kalau dilihat dari cara Umika menatap Mariya, gadis mungil itu bisa saja tiba-tiba menyerang dan menghancurkan Mariya saat itu juga. Kekuatan cemburu, siapa yang  bisa menandingi?

Selepas Mirai dan Umika pergi, Ryosuke dan Mariya kembali asyik mendiskusikan sesuatu. Lewat ujung matanya, Umika melihat adegan tadi sambil berwajah masam

“Ryosuke ikutan klub apa sih? Kenapa harus sama cewek itu?!” Umika mulai mengintrogasi Mirai.

“Soccer..” jawab yang ditanya simple. “Mariya itu managernya...”

Umika mengangguk. Langkahnya terhenti sebentar. Mirai ikut berhenti, merasa ada yang aneh dengan perhentian tiba-tiba Umika.

“Mirai...”panggil gadis itu. “Ada klub soccer cewek nggak?”

*****

Umika mengamati jajaran bahan makanan yang ditata rapi dalam rak-rak agak lama. Di samping, ada Mirai yang ikut melakukan hal yang sama. Keduanya serius menatap berbagai merk bahan makanan yang terpajang, sesekali mereka mengangguk-angguk sambil membaca beberapa keterangan. Puas dengan apa yang diamatinya, gadis itu lalu menoleh ke Mirai yang belum juga pecah konsentrasinya.

“Jadi... beli apa kita sekarang?”

Mirai spontan menatap gadis itu dengan alis terangkat.“Eh? Bukannya kau mau bikin kue?”

“Iyaa..” Umika mengangguk. “Kalau mau bikin kue, kita harus beli apaan?”

Mirai makin heran. “Mana kutahu. Yang mau bikin kue kan kamu?”

“Mana kutahu.. Aku kan nggak pernah bikin kue sebelumnya..”

“HEE? Terus ngapain kamu mau bikin kue segala?”

“Aku...mau menunjukan ke Ryosuke kalau aku ini istri yang baik! Masa aku kalah dari si Nishiuchi itu!”

Mirai terdiam lalu tersenyum misterius.

“Kau... cemburu kan?”

“Tentu saja! Dia kan suamiku! Masa aku harus setuju dia memuji perempuan lain...” jawab Umika to the point.

Mirai mengangguk sambil tertawa kecil. “so..so... apalagi Mariya-chan itu rival ya~”

“Iya. Karena itu, bantu aku. Lewat cake buatanku nanti, aku jamin, Ryosuke tidak akan pernah memuji masakan perempuan lain lagi. kue buatanku pasti yang paling top!” jawab Umika bangga.

“Hai..hai.. tapi, gimana kita bisa sukses kalau bahan-bahan untuk bikin kuenya aja kita nggak tahu...”

“Benar juga... harus tanya siapa nih?” Umika menelungkupkan dagunya dengan tangan. Tak berapa lama kemudian, bola mata gadis itu mulai berbinar, menandakan ia sudah memiliki ide pengentas masalahnya kini. Cepat-cepat, diambilnya keitai dari tasnya.

“Moshi-moshi..Saaya? ah, aku mau nanya. Bahan-bahan bikin strawberry cake itu apa-apa saja? Hm... tentu saja untuk suamiku lah. Kau tahu kan...? Siip. Tunggu aku ambil notes dulu...” Umika sedikit menggeser keitainya dari telinga,. “Mirai, tolong ambil notes, catat bahan-bahannya...” perintahnya. Tanpa bertanya lagi, Mirai langsung mengikuti.
“Ok...apa saja tadi? Tepung terigu, telur, mentega, susu, krim, baking powder, bubuk vanila.. oke, terus strawberry, ah... oke. Itu saja? Baiklah. Arigatou nee...ah, hai! Sampai ketemu nanti sore..” senyuman Umika terulas, menutup pembicaraan via keitainya dengan sang menejer. “Gimana? Sudah di catat?” tanyanya pada Mirai yang kini tengah memegang pulpen hitam beserta notes mini di tangannya. Yang ditanyai mengangguk.

“Yosha! Ayo kita bikin strawberry cake!!” teriak Umika semangat.

“Loh, cewek-cewek? Kalian belanja ya?”

Kepala milik Umika dan Mirai sontak tertuju kepada satu pemuda tinggi menjulang dengan tas belanja ukuran semi-jumbo yang kini berdiri bingung beberapa meter di samping mereka. Kedua gadis itu menatap sang pemuda beserta barang-barang belanjaannya—yang mayoritasnya adalah bahan makanan—lama lalu saling pandang.

“Nakajima Yuto-kun...” Umika mendekati Yuto lalu bercakak pinggang didepannya. “Kau bisa masak?”

“Ah...sedikit. Ada apa memangnya?”Yuto makin bingung. Umika dan Mirai kembali saling pandang, kali ini dibumbui senyum licik.

“Culik dia!!!”

*****

Ryosuke banyak melakukan kesalahan.  Permainannya nampak tidak terkontrol. Berkali-kali ia mencoba mencetak gol, mengingat posisinya sebagai penyerang mengharuskannya untuk melakukan tugas itu. Namun tetap saja, meskipun berkali-kali pelatih memperingatkan oemuda itu untuk dapat mengontrol pemainannya, performa Ryosuke di latihan siang ini tetap tidak begitu maksimal.

“Ne, Ryosuke, doushita? jarang-jarang kamu mainnya jelek begini...” Chinen mendekati pemuda tu sambil meneguk sebotol pocary sweat. Ryosuke tersenyum miris sembari mengelap keringatnya.

“Entahlah... cuma... perasaanku kok nggak enak ya?”

....sementara itu di kediaman Yamada.

“Yes! Jadi! Jadi!” Umika berteriak heboh lalu ber-high five dengan Mirai dan Yuto di sampingnya. Ketiga manusia itu nampak puas menyaksikan strawberry cake maha karya mereka yang tepampang cantik di atas meja. Tidak dipedulikan tumpahan krim, terigu, dan berbagai bahan pembuat kue yang mengotori seragam mereka. Yang ada hanyalah senyuman puas nan bahagia karena berhasil menyelesaikan sesuatu dengan sempurna.

“Cake ini pasti bakal menang dari punyanya si Nishiuchi itu!” Umika tersenyum bangga. Yuto menatapnya keget.

“Nishiuchi? Mariya? Kamu mau saingan bikin kue sama Mariya-chan? Waah! Susah tuh. Mariya kan ‘istri idaman’. Masakannya selalu enak...” pemuda itu jeda sebentar. “Ada kontes bikin kue ya, emangnya?”

“Nggak, baka! Umi-chan mau nunjukin ke Ryosuke-nii kalau dia juga bisa masak...”Mirai menoleh ke Umika. “Kan?”

Umika mengangguk. “Dakara, dengan kue menakjubkan seperti ini, aku pasti bisa mengalahkan nenek sishir penggoda itu dan jadi ‘istri idaman’ sekaligus ‘istri yang baik’ dan ‘istri nomor satu’ untuk Ryosuke” jelasnya dengan mata bling-bling. Yuto dan Mirai bertepuk tangan sambil menatap gadis yang lebih pendek dari mereka itu kagum.

‘Kimi ni shika miserarenai kao.., ga aru...’

Satu benda kotak bergetar heboh dalam saku celana Yuto. Sadar, ringtone lagu tadi disetingnya khusus hanya untuk seseorang, pemuda itu cepat-cepat mengangkatnya sambil sumringah.

“Hai, darling? Ah, imakara? Ok desu~ jaa, mate ne...”flip keitai ditutup. Yuto yang masih sumringah segera mengambil tas beserta kantong belanjaan ukuran semi-jumbonya yang terlempar di sofa. “Aku berangkat ya, mau jemput Suzuhime my darling di sekolah..”

“Suzuka ngapain di sekolah jam segini? Ah, klub soccer ya?” Umika nyeletuk. Yuto nyengir kuda sambil menggeleng.

“Suzuhime my baby ikut klub eigo. Kebetulan jadwalnya sama kayak klub soccer..”

“souka na..”

“Saa, ladies.. aku berangkat sekarang ya. Aku nggak mau membuat Suzuhime my angel-ku nunggu lama.. Jaa ne...” brutal, Yuto beranjak keluar dari rumah Yamada bersaudara. Umika melirik Mirai sambil mengerutkan kening.

“Panggilannya Yuto-kun untuk Suzuka itu ada berapa banyak sih? Kok kayaknya semua embel di pake deh...”

Mirai mendengus. “Banyak banget. Suzuhime my darling lah, my angel, my love, my beautiful, my sweet dreams, my venus, my shinning star, my moonlight, my sun, my star, my everything, my camera, my sweet horse meat sahsimi, my little insect—“

“Tunggu-tunggu! Apa tadi? My camera? Horse meat sashimi? Insect?! Apa-apaan itu?! Siapa yang bakal senang dipanggil kayak gitu?”

“Suzuka. Soalnya, panggilan-panggilan aneh itu datangnya dari 3 hal yang disukai Yuto dari daftar 10 hal yang paling disukai Yuto. Dan tentu saja, Suzuka ada di urutan 1..” Mirai menggulirkan bola matanya malas. “Aku, Chii dan Nii-chan udah dikuliahin materi ini sama dia dari jaman neneknya dinosaurus. Kami hafal semuanya!”

Umika mengangguk sambil tetap mengerutkan kening. “Yuto-kun pencinta banget ya...”

Gantian mirai yang mengangguk.

“Eh Umika... seragammu...” Mirai menunjuk berbagai macam noda dan sisa bahan pembuat kue yang menempel di seragam gadis itu. Umika melirik seragamnya, terkejut, lalu ikut menunjuk seragam Mirai.

“Seragammu juga...”

“Tadi kita bertiga lupa pake celemek ya?”

Anggukan. Keduanya saling pandang lagi, kali ini dengan bola mata yang melebar.

“YUTO!”

*****

“Ok, aku berangkat sekarang. Sebentar kalau dia datang, nggak usah cerita apa-apa. Cukup todongin pake ini saja, ngerti?” Umika memberi intruksi kepada Mirai samentara tangannya menunjuk-nunjuk strawberry cake haris kerja kelompok tadi. mirai mengangguk paham sebelum membiarkan sang kakak ipar pergi dengan damai.

“Sukses ya shooting iklannya...” ujarnya yang dibalas oleh senyuman manis Umika sebelum gadis itu cepat-cepat keluar rumah karena Saaya sang menejer sudah menunggunya di luar.

Mirai baru mau masuk kamar ketika terdengar bunyi lain dari ruang depan. Mengira Umika melupakan sesuatu, gadis itu lalu mendatangi ruang tamunya, mengecek.

“Mirai tadaima..” Ryosuke menubrukan dirinya ke lantai akibat kelelahan. Usut punya usut, Ternyata, akibat kesalahannya yang berulang-ulang kali di pertandingan tadi, Ryosuke disetrap push up 50 kali tambah lari keliling lapangan sekolah 5 kali oleh pelatihnya yang maha kejam namun juga sarap, Yaotome Hikaru. Mirai yang melihat kakaknya terkulai tak berdaya itu tersenyum prihatin, lalu duduk disampingnya. Kedua tangannya bergerak untuk membuka sepatu Ryosuke.

“Arigatou...”ujar Ryosuke pelan. Mirai hanya balas tersenyum.

“Nii-chan lapar? Ada yang spesial di dalam...”

Ryosuke mengambil posisi duduk. “Spesial?”

“Un. Nii-chan pasti suka..” selesai menaruh sepatu sang kakak di rak, Mirai lalu menarik tangan pemuda itu. “Iku yo...”

Ryosuke menuruti. Dan setelah ‘sesuatu yang spesial’ yang dikatakan sang adik mulai terlihat jelas bentuknya, wajah Ryosuke sontak berubah cerah.

“Sugee! Strawberry cakenya gede banget! Hari ini kok banyak yang yang ngasih aku strawberry cake ya? Ulang tahunku kan udah lewat! Hahaha! Kamu yang buat nih?”

Mirai menggeleng. “Umika..”

“Eh? Umika? hontou ni?”

Mirai ganti mengangguk. “Seharusnya aku nggak bilang sih, tapi...ah sudahlah.” Gadis itu menatap Ryosuke sambil tersenyum nakal. “Begini, Umika bikin cake ini khusus untuk Nii-chan karena dia cemburu Nii-chan memuji kue buatan Mariya-chan. Apalagi sampai mengatainya istri yang baik.. Dakara, Umika punya ide bikin ginian untuk menunjukan ke Nii-chan kalo dia juga istri yang baik. Lebih baik malah, soalnya cakenya lebih besar...”

“Eh hontou?” Ryosuke masih nampak tidak percaya. Namun sepintas, Mirai bisa melihat senyuman bahagia di wajah kakaknya yang tampan.

“Nih, dicoba...” Mirai memotong satu bagian besar dan menyerahkannya pada pemuda itu. Ryosuke mengambil sesendok, menatap potongan kecil kue bermuatan strawberry itu sambil tersenyum cerah, lalu melahapnya.
.
.
.
“Uhuk! Uhuk! Uhuuk!” Ryosuke mencengkam lehernya sambil menutup mata layaknya orang keracunan. Panik, Mirai menggoncang tubuh sang kakak brutal.

“Nii-chan kenapa? Keselek ya? Keselek? Tunggu aku ambilkan a—“belum sempat Mirai mengambil segelas air untuk sang kakak, Ryosuke sudah keburu menahan tangannya demi mencegahnya pergi.

“Ku-kuenya...” suara pemuda itu parau dan tersendat.

“Hai? Kuenya?”

“Kue..nyah...”

“Kuenyaaa???”

“...asin.”

*****
“Hai, selesai! Kerja bagus Kawashima-chan...” kalimat seorang pria berusia nyaris 40an mengakhiri akting Umika di depan kamera. Segera gadis itu tersenyum lalu membungkuk hormat kepada para kru di set.

“Arigatou...”

“Hai, Arigatou...” balas mereka serempak. Umika tersenyum lagi, kemudian duduk di kursinya.

“Demo ne, akhir-akhir ini ekspresi Kawashima-chan tambah bagus deh... sedang jatuh cinta ya?” seru seorang fotografer majalah yang kini mendekati gadis itu sambil mengambil foto close-upnya. Wajah Umika sontak memerah.

“Me-memangnya kelihatan seperti itu ya?” tanyanya gugup.

“Oh..jadi benar ya? Waah, siapa pemuda beruntung yang kau sukai itu?” sang fotografer makin antusias, mengakibatkan rona merah di wajah Umika semakain bertambah. Gadis itu menggeleng.

“Ti-tidak kok... aku hanya sedang senang saja...”

“Masa? Tapi kok wajahmu memerah?”

“Aku...”

“Umika-chan, waktunya pulang...” Muncul sebagai penyelamat, Saaya berhasil mengaktifkan sakelar gerakan gesit Umika. Setelah bersay goodbye singkat dengan fotografer tadi, Umika langsung melesat kilat ke ruang ganti. Bukan apa, dia takut wajahnya bisa semakin memerah karena pertanyaan-pertanyaan fotografer tadi.

Nah, kenapa wajahnya memerah memang?

*****
“Stop! Stop! Itu dia..” perintah bersuara sopran barusan berhasil menghetinkan pergerakan mobil minibus hitam yang ditumpanginya. Sorot mata dan lensa kameranya wanita yang berseru tadi itu terfokus lurus kearah seorang gadis remaja yang baru saja turun dari mobil memasuki sebuah rumah. Jemarinya memencet tombol pengambil gambar beberapa kali. Dan tepat setelah gadis tadi masuk ke kediaman tersebut, sang wanita keluar dari mini busnya, memotret sebuah papan nama keluarga yang terpampang di depan pagar.

“Yamada huh?” senyum tipisnya terulas. “Ada hubungan apa Kawashima Umika dengan rumah ini?”

//TBC//

1 komentar:

  1. bagus ff-nya,,,lanjutin donkk...*maksa..ahahaa
    btw, salam kenal...iu

    BalasHapus