Sabtu, 28 Juli 2012

[fic/on writting] Suddenly Merried - chapter 5

Title: Suddenly Married 
Author: Yohanita RoseDhyana a.k.aYamada Dhy a.k.a Me 8)
Genre: Romance, comedy
Cast  : Yamada Ryosuke, Kawashima Umika, Shida Mirai, Chinen Yuri, Yuto Nakajima, Ohgo Suzuka
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : I own Ryosuke Yamada and the plot *again?!*
Summary: Pernikahan tiba-tiba Ryosuke Yamada?! 

A/N: Pairing no 2 favoritku—Yamashi kujadiin sodara kembar di fic ini..
Aku menghianati YamaShi!!! Nooo!!!

Ah..ahahaha… Dozou.. >0< *itu doang?*



Chapter 5

“Kawashima Umika kenapa?” Chinen berdiri di depan keduanya dengan alis bertaut. Suzuka dan Yuto saling menatap lama sebelum buru-buru menggeleng.

“Tidaak~ siapa yang ngomongin Kawashima Umika...hehehe, iya kan Yuto?” Suzuka tertawa kikuk lalu buru-buru melemparkan pandangannya kepada sang kekasih, minta bantuan. Yuto sontak mengangguk mantap.

“I-iya... kami kan lagi ngomongin Ryosuke yang mau nikah..” setengah pede setengah ragu pemuda itu menjawab. Seketika tatapan membunuh Suzuka telak diarahkan padanya. Ekspresi wajah gadis itu seolah berkata ‘dasar bodoh! Apa yang baru saja kau katakan?!’.  

Tanpa menyadari perubahan ekspresi Suzuka, Chinen terbelalak. “Menikah? Ah, masa! Sama siapa?”tanyanya antusias. Suzuka memijat dahinya, frustrasi sekaligus kesulitan mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan manusia didepannya. Terima kasih untuk Yuto, kekasihnya tersayang yang sukses menghancurkan rencana menutupi berita Ryosuke-Umika ini. Sementara, sang kekasih yang butuh nyaris 5 detik untuk menyadari kata-kata apa saja yang baru saja dilontarkannya, hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangan sambil menatap Suzuka takut-takut.

“Ne, ayo katakan.. Kalian curang ah! Ne, Yuto.. Suzu..” Chinen melepaskan serangan puppy eyes-nya yang terkenal bisa meluluhkan hati siapapun yang melihat. Sesuai kepopulerannya tentu saja, Yuto dan Suzuka langsung luluh. Meskipun begitu, ada sedikit tembok keras dalam hati masing-masing—terlebih Suzuka yang masih berdiri untuk melindungi informasi seputar pernikahan Ryosuke. Karena jauh didalam lubuk hati, mereka yakin, jika sampai Chinen mendengarnya, bumi mungkin saja akan berhenti berputar. 

“Itu...Ryosuke...” Suzuka duluan bicara. Antisipasi, agar Yuto tak lagi membuka suara. Berdasarkan sejarah kejadian barusan, bocornya masalah pernikahan Ryosuke inipun adalah akibat ketidakmampuan kekasihnya tersayang untuk menjaga bicaranya. “Ryosuke emang mau nikah sih, cuma...”

“Cuma..?” Chinen membeo ucapan Suzuka.

“Cuma..”

“Cuma drama!” Yuto spontan menyabotase jawaban Suzuka. Pemuda itu nyengir miring.”iya..Gini loh, Ryosuke baru-baru ini terpilih untuk jadi pemeran utama dalam sebuah dorama terbaru... nah, ceritanya, dia harus menikah karena udah hamilin anak orang..,mirip-mirip 14 sai no haha gitu. Iya kan Suzu-hime?”

Suzuka menatap kekasihnya itu lama sekaligus terkesima dengan jawabannya yang briliant. “Hai! Hai! Itu cuma drama, iya!” gadis itu tersenyum cerah, lalu berbisik super pelan hingga Chinen sama sekali tidak bisa mendengar mereka. ‘kerja bagus Yuto! I love you!’. Yuto hanya kesemsem.

“Sugee!” Chinen kagum. Ekspresi wajahnya tak kalah cerah dibanding senyum Suzuka. “Aku nggak tahu Ryosuke minat akting juga. Terus, lawan mainnya siapa nih?”

Pasangan OhgoJima terdiam. Kali ini lebih lama dari sebelumnya. Keduanya baru sadar, ‘sebuah drama’ bukanlah alasan bagus untuk mengatakan pada Chinen bahwa Ryosuke dan Umika akan menikah. Ini Chinen Yuri loh. Dan bagi seorang Chinen Yuri, tidak akan ada alasan yang tepat untuk membuatnya menerima berita penuh marabahaya tadi.

Terdiamnya Yuto dan Suzuka dalam jangka waktu yang relatif lebih lama ternyata menimbulkan kecurigaan. Dengan salah satu alis terangkat, Chinen menatap sepasang manusia itu lekat-lekat. Sorot matanya mengandung ketidakpercayaan sekaligus rasa nyaris meledak yang merayap pelan-pelan.

“Jangan bilang kalau lawan main Ryosuke adalah Kawashima Umika.”

*****

“HACHII! HACHII!! HACH..HACH..HACHUII!!” setengah cemberut, Ryosuke menggosok-gosok hidungnya. Capek juga sih, bersin-bersin mulu. Sementara tak jauh dari tempatnya berdiri, Kawashima Umika yang sejak tadi tengah melihat-lihat beberapa jenis gaun pengantin dalam majalah sontak mengalihkan perhatiannya kepada pemuda tersebut.

“Daijoubu ka?” tanyanya sedikit khawatir. Maklum, berhubung 2 hari lagi mereka akan mengikat janji sebagai sepasang suami-istri—bohongan, Umika merasa sudah sepantasnya melakukan tugas dasar seorang calon pengantin wanita yakni menjaga kesehatan pasangannya, atau dalam hal ini memastikan calon suami bohongannya tidak menderita penyakit apapun yang bisa mengagalkan rencana pernikahan mereka.

Ryosuke menoleh ke arah gadis itu. “Daijoubu..”senyum tipisnya terulas, kali ini mengakibatkan munculnya rona kemerahan di kedua pipi Umika.

“So-sou kah...” balasnya setengah gugup. Entah kenapa setelah mendengar pernyataan tegas Ryosuke yang bersedia dengan sepenuh hati menuruti kemauannya, saat ini nyaris selalu muncul getaran-getaran aneh dalam diri Umika setiap kali pemuda itu tersenyum ataupun bersikap manis padanya. Bahkan terkadang, suara hatinya bisa jejeritan heboh ketika tahu perlakuan Ryosuke yang lembut hanya ditujukan padanya.

“Ne, Kawashima-san...” sang pemuda berpindah dari tempatnya lalu mengambil tepat di samping gadisnya itu. “Ngapain?”

“Nyari gaun pengantin..”jawab Umika tanpa melihat kesampingnya. Ryosuke sontak mengerutkan alis.

“Gaun? Kita mau menikah resmi ya? Di gereja?”

Umika memutar bola matanya sehingga bisa melihat Ryosuke dengan jelas. “Tentu saja. Pertanyaanmu aneh ah!” gadis itu kembali sibuk dengan majalahnya sementara Ryosuke makin ternganga.

 “Bukannya kita cuma ke catatan sipil ya?!” pemuda itu makin gusar. “Kalau acaranya sampai se-spesial itu, aku tidak mau ah!”protesnya. Umika sontak menatapnya kaget.

“Kau gila! Tinggal 2 hari lagi kita menikah, dan kau mau membatalkannya?” Umika ngamuk, seolah pernikahan yang rencananya akan berlangsung dalam 2 hari lagi itu benar-benar merupakan sebuah pernikahan yang sah. Ryosuke saja kaget dengan reaksi super serius gadis itu. “Kau tidak memikirkan bagaimana nasib jabang bayi kita, hah?!” gadis itu menambahkan lagi. Kali ini, Ryosuke mangap makin lebar.

“Jabang bayi apaan?! Sejak kapan kita punya anak?!” Ryosuke balas ngamuk, jelas tidak setuju dengan alasan asalnya barusan. Umika cemberut sebentar, namun tiba-tiba saja sudah merangkul lengan kanan Ryosuke dan menariknya kedalam pelukannya. Kepalanya bersandar manja di bahu pemuda itu.

“Gomen ne, Ryosuke... aku kan kaget saja kau tiba-tiba menolak untuk menikah denganku... padahal orang tuaku sudah merestuimu...”jelasnya dengan suara pelan dan lembut. Namun sedetik setelahnya, gadis itu baru menyadari tindakan mesra yang dilakukannya pada Ryosuke tadi. “Go-gomen...”

Wajah Ryosuke memerah, ikut terpengaruh. Jarang-jarang Umika bersikap manja padanya. Meskipun begitu, ketika saatnya tiba, Ryosuke tidak dapat menyangkal, ia merasa senang. Ada semacam getaran-getaran asing yang menjalari tubuhnya, membuatnya gemetar bimbang sekaligus bahagia di saat yang bersamaan. Kok rasanya ‘surga’ banget gitu. Well, siapa juga pria yang tidak senang dipeluk dan dijadikan sandaran gadis super unyu macam Umika. Ribuan pria diluar sana mengantri hanya untuk memperoleh foto ataupun tanda tangannya. Nah, Ryosuke ini berhasil dipeluknya loh! Kan berkah!

“Demo, Kawashima-san...” Ryosuke menghela nafas. “Kan dosa kalau kita sampai pura-pura menggelar Upacara pernikahan yang sakral begitu. Aku nggak enak banget kalau harus mengikat janji palsu depan altar...”

“Ck, Ryo-chan...” Umika geleng-geleng. “Aku juga gak mungkin melibatkan Tuhan dalam kepura-puraanku. Entar aku kena karma lagi...”

“Terus?” wajah polos nan imut Ryosuke kemudian terpampang. Umika sudah jejeritan heboh dalam hati menerikan nama pemuda itu.

“U-untuk tempat acara, kupilih di taman biar gak sakral-sakral amat..” Mata Umika terus memperhatikan wajah maha imut pemuda didepannya sementara otaknya mentransisikan pikirannya menjadi sebuah jawaban dan hatinya terus menyoraki Ryosuke. “terus imamnya juga, aku tidak minta imam beneran. Menejerku menyewa aktor untuk pura-pura jadi pemimpin upacara pernikahannya nanti...”

“Demo...”

“Sudahlah Ryosuke, terima saja. Gak dosa kok!” Lama-lama, Umika jadi panas juga. Butuh waktu sekitar 5 menit bagi pemuda itu sebelum akhirnya ia mengangguk. Umika tersenyum.

“Kalau begitu sekarang temani aku nyari baju ya?” gadis itu menarik lengan Ryosuke untuk bergerak bersamanya keluar rumah. Ryosuke hanya berwajah bingung.

“Eh?”

*****
“Oni-chan?” Mirai memiringkan kepalanya ketika tak sengaja melihat satu-satunya saudara yang dimilikinya bersama satu-satunya perempuan yang sempat menjadi orang paling dibencinya tengah bergerak memasuki sebuah butik khusus gaun pernikahan mewah tak jauh di depan. Cepat-cepat gadis itu mengekori.

Umika mulai memilih beberapa gaun dan menunjukannya kepada Ryosuke. Keduanya nampak bercakap-cakap, mendiskusikan setiap gaun yang dipilih Umika apakah akan cocok dengan gadis itu atau tidak, meskipun jawaban yang Ryosuke berikan mayoritas adalah gelengan kepala dan kata ‘tidak’.

“Mau fitting gaun pengantin ya?? Ciee... yang mau nikah bentar lagi...” Sosok Mirai tiba-tiba saja muncul tepat di belakang kedua manusia tadi. Umika dan Ryosuke tersentak kaget dan langsung menoleh ke sumber suara barusan.

“Mirai-chan?!” Ryosuke nampak shock melihat adik kembarnya sudah senyum-senyum tak jelas kepadanya dan juga pada...Umika? kok bisa? Bukannya dia membenci gadis itu?

“Gaunya bagus, cuma sepertinya belahan dadanya terlalu rendah... kurasa tidak cocok untukmu nee-chan...:” Mirai mengabaikan ucapan bernada tanda tanya kakaknya barusan dan malah ikut memperhatikan gaun yang dipegang Umika. Pasangan Umika-Ryosuke hanya bisa mangap.

“Nee-chan?”

Mirai tersenyum manis kepada gadis itu. “Un! Berhubung 2 hari lagi margamu sudah berganti menjadi Yamada, kurasa aku harus mulai memanggilmu nee-chan, deshou?”

“Jadi kau menyetujui pernikahan kami?” setengah tidak percaya setengah ngeri Ryosuke bertanya. Mirai serketika mengangguk sambil memasang cengiran lebarnya.

“Yatta!!” Umika yang tadi bersorak heboh langsung menggenggam kedua tangan Mirai sambil tersenyum senang. “Sudah kuduga kau akan menyetujuinya, Mirai! Ne, berhubung kau sudah ada disini, ayo kita sekalian pilihkan gaun untukmu. Tentu kau akan jadi pendamping pengantinku kan?”

“WOAA... mochiron! Aku juga akan membantu memilihkan gaun pengantin yang bisa membuat penampilanmu secantik malaikat...” Mirai bersemangat. Keduanya lalu mulai memilah-milah baju mana yang cocok sambil berdiskusi heboh. Aura kegembiraan dan semangat membara terpancar dari keduanya, berbeda dengan aura suram nan redup yang meliputi manusia di samping mereka.

Ryosuke hanya bisa mangap, entah untuk kali yang keberapa.

*****

“Ryosuke...”
Satu panggilan lembut mengagetkan Ryosuke yang kini tengah setengah tertidur menunggu di sofa putih sebuah butik terkenal. Mengingat sudah hampir 2 jam pemuda itu menunggu sang ‘kekasih’ dan sang adik kembar memilih-milih gaun pernikahan mereka, wajar saja kalau detik ini Ryosuke ditemukan sudah menutup penuh kelopak matanya dan siap mengembara ke alam mimpi kalau saja suara manis seorang Kawashima Umika tidak mengagetkannya.

“Apa?!” pemuda itu menoleh ke belakang, setengah penasaran setengah kesal karena tidurnya diganggu. Namun, pemandangan di belakang sukses membuatnya terpana.

Kawashima Umika—calon istri palsunya tampil sangat cantik dengan sebuah gaun putih polos panjang tanpa lengan membalut tubuhnya. Modelnya yang jatuh mengembang memang sangat cocok dengan bentuk tubuh Umika yang rada mungil. Rambutnya diangkat dan dipakaikan mahkota keperakan dengan selubung putih transparan menutupi dari setengah bagian rambutnya hingga jatuh menjulur bersama gaunnya. Wajahnya dipoles make up, minimals namun benar-benar menunjukan kecantikannya yang nautral. Sosok pengantin wanita yang diidampkan pria manapun di seluruh dunia. Sesaat, Ryosuke berpikir ialah pria paling beruntung didunia karena berhasil ‘menikahi’ gadis bewajah malaikat tersebut.

“Gimana Nii-chan? Kirei deshou?” Yamada Mirai muncul dari balik punggung Umika sambil tersenyum lebar. Gadis itu nampak tak kalah menawan dengan balutan gaun kuning muda 5 senti diatas lutut yang nampak indah, cocok dengan auranya yang yang juga cerah. Sebelah matanya dikedipkan, memberi isyarat pada sang kakak untuk bereaksi. Wajah Ryosuke memerah.

“U-Un...” pemuda itu mengangguk, seketika membuat Umika ikut memerah. Malahan sekarang gadis itu jadi tak berani memandang pemuda didepannya. Mirai tertawa licik.

“Nii-chan memerah! Ah, Umika mo!!” goda gadis itu. Sontak kedua manusia yang namanya tersebut tadi menunduk malu-malu menyembunyikan rona kemerahan wajah masing-masing.

“Ka-kalau bagus, kuambil yang ini saja...” Umika sontak kembali berlari masuk ke dalam ruang ganti. Mirai tertawa lagi, lalu mengikuti gadis itu, meninggalkan Ryosuke yang masih terpana di luar. Pemuda itu menyentuh dada kirinya yang bergetar hebat oleh deguban jantungnya.

‘apa lagi ini?’

*****

“Bagus ya...”

Chinen melipat tangannya di dada dan menancapkan tatapan membunuh kepada eksistensi beriris coklat yang baru memasuki kediamannya 10 detik lalu. Yamada Ryosuke sontak mengangkat alisnya tinggi-tinggi, kaget melihat sahabatnya yang mini itu bisa ada dirumahnya.

“Chii?! Loh, masuk lewat mana kamu?”tanyanya heran. Chinen masih menatapnya tajam. Apalagi setelah satu eksistensi lain berjenis kelamin berbeda namun berwajah nyaris sama dengan Ryosuke tadi ikut memasuki rumah.

“Mirai juga! Kalian sepakat menyembunyikan hal ini dariku yah?” seru pemuda iti kesal. Mirai ikut mengangkat alis.

“Menyembunyikan apa?” tanyanya tak kalah bernada kesal. Chinen manyun.

“Nggak usah pura-pura...”

“Pura-pura apa sih?! Kau aneh!” nada suara Mirai makin tinggi. Gadis itu cepat-cepat berjalan melewati Chinen memasuki kamarnya. Tatapan membunuh Chinen lalu pindah ke Ryosuke.

“Semua gara-gara kamu!” Chinen menunjuk Ryosuke dengan dagunya. Pemuda itu mengerutkan kening.

“Apanya sih?! Kau yang aneh, tiba-tiba muncul di rumahku dan marah-marah. Lihat, Mirai jadi ngambek kan?! Gara-gara siapa coba?!” Ryosuke balas mengomel.

“Ya gara-gara kamu!”

“Kok aku?”

“Kau ingin menikah dengan Kawashima Umika kan?!” Chinen menyipitkan matanya. Ryosuke sontak menahan nafas.

“Ta-tau darimana?” bisiknya super pelan, namun sayang berhasil terdengar oleh Chinen. Pemuda itu tersenyum sakratis.

“Mereka!” Chinen menunjuk ke dapur. “Oi kalian berdua keluar!”perintahnya. Dalam hitungan detik, pasangan Ohgo Suzuka-Yuto Nakajima sudah keluar dari dapur keluarga Yamada dengan cengiran tertempel di bibir masing-masing.

“Okaeri Ryosuke...”Ucap keduanya bersamaan. Tatapan membunuh kini berpindah dari Chinen ke Ryosuke menjadi Ryosuke ke Yuto dan Suzuka. Suzuka secepat mungkin geleng-geleng.

“Bukan aku!” telunjuknya diarahkan ke kiri, posisi kekasihnya berada. “Dia!”

Yuto cengengesan, tidak berani mengumbar alasan bagi Yamada—mengingat setiap kata yang keluar dari bibirnya hari ini berimbas bencana. Sumpah, Yuto tobat di-death glare Suzuka tercintanya. .   

Ryosuke menghela nafas. Tatapannya kembali pada Chinen.

“Chii, dengar dulu... aku...”

“Katanya kamu udah bikin Umika hamil ya?” Chinen memotong, kali ini nadanya tajam. Ryosuke menggeleng cepat.

“Tidak! Itu cuma kesalahpahaman Suzuka saja!”

“Kok aku sih?” Suzuka menyambung.

“Kamu kan yang bilang Umika hamil?”

“Habis ngapain kamu mau cepat-cepat menikah kalau pacarmu tidak kenapa-kenapa?”

“Itu karena...” kalimat Ryosuke tersendat sejenak. Pemuda itu ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, kalau semua heboh pernikahan ini hanya pura-pura belaka. Kesannya, ia jadi tak setia dengan perjanjiannya dengan Umika. “Karena...aku...”

“Kau menghamili Umika!”

“Tidak! dengar dulu! Sebenarnya pernikahan kami ini cuma...”

“Ryo-chan konbanwa!!” satu sosok baru tiba-tiba memasuki rumah. Empat eksistensi yang baru saja perang heboh langsusng menghentikan kegiatan mereka dan menatap sang gadis. Umika nampak kebingungan melihat 3 manusia yang sama sekali tak dikenalanya tengah ribut-ribut dengan calon suaminya. “Eh? Aku...mengganggu ya?”tanyanya pelan.

“Umika kawashima-chan...” Chinen menggumam terpesona. Semburat merah muda muncul di kedua pipinya, membuat wajahnya yang sudah super imut naik pangkat jadi super duper imut. Namun, pemandangan ‘blushing Chinen’ tak berlangsung lama, sebab 2 sekon setelahnya, pemuda itu sudah mendaratkan tatapan tajam menusuk ke arah Ryosuke. Satu tangannya yang terkepal diangkat, siap meninju sementara kakinya sudah bergerak mendekati sang pemuda yang disebutkan namanya tadi. “Ryosuke!! Beraninya kau menghamili Kawashima Umika-chan yang seperti malaikat ini!!!” serunya sambari menerjang Ryosuke dengan pukulan mautnya. Tak tahu harus bereaksi apa, Ryosuke hanya bisa menutup mata sementara pasangan Ohgojima telah berpelukan heboh saking ngerinya.

BUKK!

“Eh?” sebelah alis Ryosuke terangkat ketika menyadari tinjuan Chinen tidak mendarat di wajahnya, melainkan di tembok tepat di sebelahnya.

“Rasakan! Kau mau lagi huh?!” Chinen kembali meninju tempat yang sama. Bunyi pukulan maha dashyat tadi kembali menggema, membuat telinga mana saja yang mendengarnya jadi ngeri. Chinen berhenti sejenak, wajahnya diam-diam ditolehkan ke pintu kamar Mirai.

Siiiiing...........................

Tidak ada reaksi. Pemuda itu kembali mendaratkan tinjuan yang berbeda, sementara lewat gerakan bibirnya, ia memberi isyarat pada Ryosuke untuk pura-pura berteriak kesakitan. Heran dan tentu karena takut ditinju betulan karena tidak mau mengikuti perintahnya, Ryosuke sontak menurut.

“AAh! Sakit! Chinen hentikan!”

Chinen melayangkan tatapannya ke pasangan Ohgojima. Mengerti, kedua manusia itu ikut melengkingkan teriakan.

“Chii! Sudah hentikan! Ryosuke bisa mati!!”

“Chii! Kau membuat wajah Ryosuke jadi jelek kalau babak belur seperti itu!”

Tinjuan Chinen terhenti, begitu pula teriakan Ryosuke dan Suzuka. Semua mata menatap aneh pada Yuto yang baru saja melontarkan kata-kata tadi. Takut, Pemuda itu langsung berwajah anak anjing yang minta makan. Cengiran mentahnya sedikit terulas.

“...Nanti kawashima-san tidak mau menikah dengannya...”

BRAKK!!

Pintu kamar Mirai dibanting keras. Gadis itu keluar dari kamarnya dengan wajah marah yang kentara jelas. Semburan api yang menyala-nyala seolah dapat terlihat keluar dari belakangnya. Matanya menatap tajam. Selidik punya selidik, ternyata kalimat terakhir yang dilontarkan Yuto tadi berandil besar dalam keluarnya gadis manis itu dari kamarnya.

“Tidak ada yang boleh menggagalkan pernikahan Nii-chan ku!” Mirai melangkah pelan mendekati 4 manusia tadi. Tatapan tajamnya yang siap membunuh membuat Chinen, Ryosuke, pasangan Ohgojima dan Umika bergetar ketakutan. Meskipun begitu, tatapan tadi ternyata hanya ditujukan kepada sang kekasih yang memiliki postur terkecil diantara semua pria yang ada.
Mirai berhenti tepat di depan Chinen. “Kau pikir siapa dirimu sampai berani-beraninya menghajar Nii-chanku dan membuat wajahnya jadi jelek sehingga Kawashima Umika tidak ingin menikah lagi dengannya?! Huh?!” Mirai mengancungkan telunjuknya di depan wajah Chinen. “Dengar ya! Meski kau membuatnya babak belur sekalipun, ketampanan Nii-chanku tetap tak akan pudar! Dia itu ketampanan abadi, tau kau! Iya kan Ryosuke-nii?” gadis itu menoleh ke arah kakaknya di samping. Matanya sontak membulat sempurna ketika mendapati wajah sang kakak masih aman tanpa ada bekas-bekas hantaman seperti yang dibayangkannya.. “EH?! Nii-chan wajahmu...” pandangan Mirai lalu berlih ke tembok di samping sang kakak yang terdapat sedikit bekas noda darah lalu ke punggung tangan Chinen yang memerah dan juga sedikit berdarah.  “Chii..”

Tubuh pemuda yang dipanggil tadi langsung merosot ke tanah. Dalam keadaan duduk, Chinen meratap. “Ternyata Mirai-chan memang jauh lebih mencintai Ryosuke dibandingkan aku. Padahal kukira, kalau kupukul Ryosuke, kau akan cemburu karena mengira alasanku menghajar Ryosuke karena aku tidak ingin dia menikah dengan Kawashima-san... ternyata aku salah. Pantas saja kau tidak pernah cemburu kalau aku membicarakan Kawashima-san. Selama ini kau memang tidak mempunyai perasaan apa-apa padaku...”

“EEH?” Kening Mirai berkerut. “Tunggu! Tunggu! Ada apa ini sebenarnya? Apa maksudmu aku tidak pernah cemburu pada Umika?”

“Habis... tiap kali aku fanboying-an Kawashima-san, Kau selalu tidak peduli. Kadang-kadang malah pergi. Padahal kukira, kalau aku terus-terusan membicarakan Kawashima-san, kau akan memarahiku dan menyuruhku berhenti. Gitu kan reaksi orang yang lagi cemburu? Dan kalau kau cemburu, berarti kau memang menyukaiku kan...”Chinen menjelaskan sambil manyun. Mirai menekan-nekan pelipisnya dengan 2 telapak tangannya yang terangkat.

“Kamu mikir apa sih?!” bentaknya kesal. “Siapa bilang aku tidak menyukaimu! Aku itu sangat menyayangimu bodoh! Kau pikir aku juga tidak cemburu apa, kalau setiap kali kencan kau selalu membicarakan Umika. Aku tuh hampir mendidih! Aku bahkan hampir menolak Umika untuk menjadi kakak iparku karena takut kau akan semakin tergila-gila padanya setelah tahu dia sedekat ini! AAh! Bodoh sekali! Dapat ide dari mana kau untuk membuatku cemburu?!”

Tanpa ba-bi-bu, Chinen langsung menunjuk Yuto dengan telunjuknya.

“Eh?”

“Yuto yang bilang cara cepat untuk tahu seorang gadis menyukai kita adalah dengan melihatnya cemburu...”

“Eh?”

“Baka!” Suzuka menggeplak kepala Yuto dengan tangannya. Yuto hanya bisa meringis kesakitan sambil mengelus-elus bagian tubuh yang terpukul tadi.

“Gomen... aku sendiri nggak menyangka Chinen bakal mengikuti saranku... mana kutahu obsesinya dengan Kawashima Umika hanya alasan untuk membuat Mirai cemburu...”

“Chii juga bodoh!” Mirai ikut-ikutan menggeplak kepala Chinen. Sama seperti Yuto, Chinen hanya bisa meringis kesakitan sambil mengelus-elus bagian tubuh yang terpukul tadi.

Terpisah beberapa puluh sentimeter dari mereka, Ryosuke dan Umika nyaris tak bisa mengedipkan mata karena heran plus kaget akut dengan rentetan adegan-adegan tadi.

“Cinta itu rumit ya...” Umika berbisik. Ryosuke hanya bisa mengangguk.
Bola matanya sedikit bergulir untuk melihat gadis disampingnya.   

//TBC//

Rabu, 11 Juli 2012

[fic] Suddenly Married - chapter


Title: Suddenly Married 
Author: Yohanita RoseDhyana a.k.aYamada Dhy a.k.a Me 8)
Genre: Romance, comedy
Cast  : Yamada Ryosuke, Kawashima Umika, Shida Mirai, Chinen Yuri, Yuto Nakajima, Ohgo Suzuka
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : I own Ryosuke Yamada and the plot *again?!*
Summary: Pernikahan tiba-tiba Ryosuke Yamada?! 

A/N: Pairing no 2 favoritku—Yamashi kujadiin sodara kembar di fic ini..
Aku menghianati YamaShi!!! Nooo!!!

Ah..ahahaha… Dozou.. >0< *itu doang?*
Chapter 4

 “Ini rumahmu?” Ryosuke menengadahkan kepalanya sembari menatap bangunan megah bergaya eropa didepannya. Matanya nyaris tak bisa berkedip, sementara gadis manis disampingnya nyengir lebar.

“Gimana? Keren kan?” Umika ikut menatap bangunan rumahnya. Ryosuke meliriknya sedikit lalu tersenyum kecut.

“Ayo masuk, Tou-chan dan Kaa-chan sudah tidak sabar ingin melihatmu…” Umika menarik tangan Ryosuke agar pemuda itu ikut bergerak bersamanya. Ryosuke menuruti dalam diam sementara benaknya sibuk memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi padanya hari ini. Ditinjau dari segi kebiasaannya sehari hari, hari ini ia sudah melakukan cukup banyak penyimpangan yang selama ini tak pernah dibayangkan, alih-alaih dilakukannya sekalipun.
Pertama, pagi ini dia terpaksa bolos sekolah. Terima kasih untuk Kawashima Umika yang sudah membebaskannya dari pelajaran Fisika dan matematika yang dibenci sekaligus yang paling tidak bisa dikuasainya. Bagus, akibat bolos hari ini, bertambahlah ketidaktahuannya terhadap dua mata pelajaran biadab tersbut.
Kedua, pagi ini dia harus menghadapi calon mertua –bohongan-nya hanya dengan memakai seragam sekolah. Bentuk penyimpangan lagi, sebab dalam angan-angan pemuda itu dihari yang lalu, jika suatu saat ia akan menemui calon mertuanya untuk melamar, ia akan datang dengan tampilan mewah khas pengusaha kaya raya, dengan jas bagus serta sebuket bunga mawar merah segar ditangannya. Tapi yang terjadi hari ini, berbeda jauh. Sudah datang dengan seragam SMU lengkap dengan emblem sekolahnya, Horikoshi Gakuen, barang yang dibawanya tak elit pula. Tas sekolah biru gelap dan bentou berisi tuna untuk Mirai. Bagus lagi! Ryosuke yakin, hari ini ia pasti akan meninggalkan kesan mendalam bagi kedua orang tua Umika. Terang saja, manusia mana yang datang melamar sambil bawa bento isi tuna?

“Gugup?” Umika memecah konsentrasi Ryosuke dangan satu kata yang dilontarkannya. Ryosuke tersigap lalu tersenyum miris.

“Tidak… cuma nervous..” jawabnya serius. Umika tersenyum miring sembari tetap menarik tangan Ryosuke. Tidak lama hingga keduanya sampai di depan satu pintu kayu berwarna coklat penuh ukiran.

“Mereka di dalam. Ready?” Umika memberi aba-aba siap membuka pintu. Ryosuke hanya mengangguk, maskipun harus diakui jantungnya tengah berdisko hebat menantikan momen pertemuannya dengan orang tua Umika tersebut. 
Kenop pintu di putar, dan sedetik setelahnya Ryosuke sudah digandeng Umika menuju sepasang manusia yang tengah duduk diam di sofa. Melihat putrinya datang bersama seorang pemuda asing, kedua manusia itu langsung berdiri.

“Kaa-chan, Tou-chan… Kenalkan, ini calon suamiku, Ryosuke…” Umika memperkenalkan Ryosuke pada kedua orang tuanya. Ryosuke sontak membungkuk hormat pada kadua orang dewasa tersebut.

“Yamada Ryosuke desu…” Ucapnya tegas. Yuya dan Rubi saling pandang dengan wajah shock.

“I-ini beneran pacarmu, Umichan…?” Kawashima Yuya bertanya setengah tidak percaya. Umika mengangguk mantap sambil memasang cengiran lebarnya.

“Gimana? Tou-chan kaget kan?” Gadis itu menggoda ayahnya. Yuya speechless saat menatap putrinya dan Ryosuke bergantian.

“Uwaa… pacarmu tampan sekali Umichan!!” Rubi bergerak mendekati Ryosuke dan menatap lekat-lekat wajahnya. “Kau mewarisi kehebatan Kaa-chan! Kau memang pintar cari calon suami!” Rubi ber-high five dengan Umika sementara suaminya dan Ryosuke hanya menatap pasangan ibu-anak itu heran.

“Putriku memang lebih banyak mewarisi sifat ibunya..” Yuya berbisik pelan. Ryosuke hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari ibu-anak kawashima. “Ah, Ryosuke-kun.. duduklah dulu, kita bicara..” Yuya tersadar dari konsentrasinya menonton tadi dan langsung mempersilahkan Ryosuke untuk menempati salah satu bagian sofa putih tempatnya dan sang istri duduk tadi. Pemuda itu menurut, diikuti Umika dan Rubi.

“Jadi, apa pekerjaanmu…” Tanpa ba-bi-bu, Yuya langsung menyerang dengan pertanyaan pertama. Ryosuke sedikit shock, namun dengan jujur menjawab.

“Aku belum bekerja paman. Aku masih kelas 3 SMU sekarang…” jawabnya tenang. Yuya mengangguk lalu tertawa pelan.

“Gomen, aku tidak sadar kalau kau masih pake seragam Oh, Horikoshi gakuen… itu kan sekolah swasta TOP. Kau pasti siswa yang pintar ya…”

“Ah.., tidak… prestasiku di sekolah biasa-biasa saja..” Ryosuke tersenyum kikuk.

“Terus, orang tuamu tidak datang ya? Atau besok mungkin?” Rubi yang memberikan pertanyaan berikut. Ryosuke sontak membeku, otaknya sesegera mungkin bekerja keras menghasilkan jawaban yang tepat namun kalau bisa tidak perlu membuatnya berbohong.

“A, anoo.. Gomenasai, paman, bibi… Orang tuaku sedang di Amerika sekarang dan baru akan pulang 2 bulan lagi…”

“Eh, orang tuamu orang asing ya?” Yuya langsung menyambung. Wajahnya nampak kaget namun juga kagum. Yah, dilihat dari wajahnya sih, calon suami putrinya ini memang bertampang agak kebarat-baratan. Meskipun namanya asli Jepang, siapa tahu, salah satu dari orang tua pemuda itu adalah orang asing.

Ryosuke tertawa kecil mendengar dirinya disangka orang asing. Pemuda itu hendak menjawab iya, namun diurungkan karena takut akan ketahuan jika ia berbohong kali ini.
“Iie…  orang tuaku asli jepang. Mereka di amerika karena pekerjaan..”

“Pekerjaan?” Rubi ikut menyambung dengan nada bertanya.


“Iya… orang tuaku bekerja di WHO…” jawab Ryosuke kalem. Yuya dan Rubi langsung mengangguk.

“Hebat..! Umika memang pintar mencari suami!” Rubi memekik kegirangan sambil menggerling kepada putrinya. Umika mengedipkan sebelah matanya sebagai ungkapan terima kasih atas pujian sang ibu. Sementara itu, Ryosuke nampak kebingungan dengan kalimat Rubi tadi. Apa hubungan antara Orang tuanya yang bekerja di WHO dengan diklaimnya Umika untuk kepintarannya dalam mencari suami?

“Uhm.. baiklah..” Suara Yuya kembali terdengar, menandakan pembicaraan akan diteruskan. “Karena menurutku ini sudah cukup jelas, kurasa kita mulai bisa membicarakan soal pernikahan kalian…”

Ryosuke langsung mangap sekalian berpikir.

‘cepat amat!’

*****

“Oni-chan kemana aja tadi? Kok bolos?” Mirai melipat tangannya di dada, sementara kaki kanannya dihentakan cepat dan berirama ketika siluet kakaknya terlihat baru saja memasuki pintu rumah. Sang kakak kembar hanya tertawa miris.

“Itu…”

“Mi-chan, konichiwaa!!” Umika tiba-tiba menyembul dari balik punggung Ryosuke, membuat Mirai kaget seketika. Wajahnya sontak berubah masam.

“Kau lagi! Mau apa kau?” Tanyanya masih dengan nada mengintimidasi seperti sebelumnya. Umika tersenyum manis lalu menghampirinya.

“Jangan bicara sekasar itu… aku kan calon kakak iparmu…” jawabnya santai kemudian bergerak pelan melewati Mirai menuju sofa dan mengambil tempat di sana. Gadis itu mengikutinya.

“Jangan bercanda..” Mirai tersenyum sinis. “Kau pikir karena Nii-chanku sudah menghamilimu, jadi kau bisa seenak jidat bilang akan menikah dengannya? Aku tidak setuju! Tidak ada bukti bahwa kau memang lagi mengandung anak Nii-chan …” jawabnya ketus. Umika menatap mata gadis itu lama tanpa melepaskan senyuman dari bibirnya.

“Kau benar… aku memang tidak sedang mengandung anak Ryosuke. Tapi, tunggu saja… sesaat lagi doamu itu pasti jadi kenyataan. Aku tidak peduli, kau mau setuju atau tidak. Karena, tanpa persetujuanmu pun, aku akan tetap menikah dengan kakakmu. Kau tidak bisa menghentikan cinta, Mi-chan…” senyum Umika sedikit berubah sinis. “Dan, kurasa kau sudah tidak punya waktu lagi untuk berusaha mengentikan kami. Ryosuke sudah bertemu keluargaku, dan kami sudah memutuskan akan menikah tanggal 9. Yaah…4 hari lagi..”  

Mirai mangap. “EEH?!” mata elangnya sontak diarahkan pada sang kakak. “Onii-chan? 9 Mei? Kenapa harus dihari ulang tahun kita? Kau merusak suasana!”

Ryosuke tersenyum pasrah. “Gomen ne Mirai… Tapi aku… Aku harus menikah secepatnya…”

“Hanya karena bayimu kan?!”

“Sudah kubilang, aku tidak mengahmili Umikaa!!” Ryosuke protes lagi. Namun Mirai sama sekali tak menghiraukannya.

“Lalu bagaimana dengan Kaa-chan dan Tou-chan? Nii-chan tidak memberitahu mereka kalau Nii-chan sudah bikin hamil anak orang? Artis lagi!”

“SUDAH KUBILANG—Aah! Sudahlah.Aku sudah mengatakan soal hal ini pada kaa-chan dan touchan, dan pokoknya aku dan Umika-san tetap akan menikah.” Jawab Ryosuke jelas bohong besar. Mana berani pemuda itu memberitahukan tentang pernikahannya kepada orang tuanya sendiri.

Sementara Mirai makin mengerutkan wajahnya. “Nii-chan baka!” umpat gadis itu sebelum berlari keluar rumah. Kali ini Ryosuke tidak mengejarnya.

“Kau tidak mengejarnya?” tanya Umika pelan. Pemuda di depannya menggeleng.

“Sudah setuju mau membantumu, aku harus melakukannya sebaik mungkin kan?”Ujarnya pelan sambil tersenyum tipis.

Perlahan, jantung Umika mulai berdegup lebih cepat.

*****

“Mereka mau nikah tanggal 9! Gila aja!”  Mirai menjatuhkan dirinya ke kasur busa pink milik Suzuka. Keningnya terlipat, jelas menunjukan rasa kesalnya yang sudah mencapai ubun-ubun. Suzuka menutup komik conan-nya lalu berbalik ke arah gadis itu.

“Bagus tuh… semakin cepat mereka nikah, semakin nggak ketahuan mereka MBA…”

“MBA??” Kening Mirai makin terlipat, tidak mudeng dengan jawaban sahabatnya barusan. Suzuka geleng-geleng sejenak.

“MBA masa nggak tahu? Married by accident..”

Mirai mengangguk, namun sedetik kemudian balas menggeleng. “Aku tetap gak setuju ah! Masa depan Ryo-nii bisa kacau…”

Suzuka menghela nafas. “Sudahlah Mirai… relakan saja. Itu kan salah Ryosuke juga. Siapa suruh dia menghamili anak orang… harus tanggung jawab donk. Kan kasihan Kawashima-san nya kalau kakakmu tidak mau tanggung jawab..”

“Tapi tetap aja… Nikah gitu. Mana ini Kawashima Umika-nya Chinen …ARRGH!” Mirai mengacak-ngacak rambutnya frustrasi. “Nii-chan sih, nyari cewek nggak kira-kira. Artis di embat juga!”

“Ryosuke ganteng sih. Wajar aja, sampe ada artis yang naksir dia...”

Mirai mengangguk. “Itu! Nii-chan sih, pake acara ganteng segala! Aku yang susah deh sekarang!” omelnya. Suzuka terdiam sambil memandang gadis itu heran. Kenapa malah menyalahkan Ryosuke karena kegantengannya?

“Tapi Mirai...” Suzuka menepuk bahu temannya itu. “Bukannya bagus buatmu dan Chinen kalau orang yang dinikahi Ryosuke itu Kawashima-san?”

“Bagus apanya~ Chinen kan nanti bakal heboh! Ntar aku dicuekin lagi..”

“ck.ck.ck” Suzuka geleng-geleng. “Gini ya... Awalnya Chinen memang bakal ngamuk kalau tahu Kawashima-san udah menikah, apalagi sama temannya sendiri.., tapi, lama-kelamaan dia pasti bakal nyerah dan tidak lagi tergila-gila sama Kawashima. Nah, bagus kan, Chinen jadi ‘tottaly yours’ deh..”

Mirai terdiam sejenak sembari berpikir. Tak berapa lama, kedua bola mata gadis itu sontak berbinar. “Benar juga!” Senyum tipisnya terulas. “Kau jenius Suzu!”

Suzuka nyengir. “Jadi sekarang kau tinggal memberi mereka restu, beres kan?”

Mirai mengangguk heboh. “Tentu saja! Mereka mendapat restuku sepenuhnya!”

*****

“UHUK!! UAPHAA? MUENIKKAHH?” Yuto Nakajima memekik heboh dengan mulut masih dipenuhi nasi bentonya setelah mendengar berita yang baru saja disampaikan kekasihnya—selaku oknum yang membawakannya bento tadi. Akibatnya, beberapa manusia lain yang juga tengah memfungsikan lapangan basket tampat Yuto bertanding sebelumnya mengarahkan segenap pandangan ke pasangan kekasih tersebut.

 “SSST! Nggak usah teriak-teriak napa! Bahaya kalau ketahuan yang lain...” Suzuka mencubit perut Yuto. Pemuda itu mengaduh sesaat sebelum ngangguk-ngangguk.

“GHOMEN..” Omongan Yuto masih tidak jelas karena nasih masih memenuhi mulutnya. Selang sepersekian detik, makanan itu akhirnya berhasil melewati tenggorokannya. “Ne, Suzu.. serius nih?”

“Iyaa!” Suzuka menjawab antusias. “Pacarnya udah hamil duluan, makanya Ryosuke ngebet pengen cepat-cepat menikah...”

“Sugee~ Ryosuke hebat juga!” Yuto setengah kagum.”Eh, emang siapa pacarnya Ryosuke itu? Perasaan dia tiak pernah cerita-cerita deh kalo udah pacaran..”

“Itu dia... alasan Ryosuke tidak pernah cerita soal pacarnya, karena pacarnya itu artis...”

“Eh? Artis?”

“Iya!”Suzuka menganguk mantap. “Kawashima Umika, yang idolanya Chinen itu... sekarang dia lagi hamil anaknya Ryosuke loh..”

“KAWASHIMA UMIKA HAMIL ANAKNYA RYOSU—HUMMPH!!!” Sebelum Yuto kembali menarik perhatian sekelilingnya, Suzuka sesegera mungkin membekap mulut pemuda itu dengan kedua tangannya. Sayang, yang tidak mereka sadari, seseorang sudah bergabung dengan mereka, tepat setelah mendengar pekikan Yuto barusan.

“Kawashima Umika kenapa?” Chinen berdiri di depan keduanya dengan alis bertaut.

//TBC//

[fic] Samurai Vampire - chapter 1

Title: Samurai Vampire
Author: Yohanitha RoseDhyana a.k.aYamada Dhy a.k.a Me 8)
Genre: Misteri(?) angst(?) *author bingung*
Cast  : Yuto Nakajima, Ohgo Suzuka, member HSJ lain sebagai figuran
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : Ohgo Suzuka and HSJ belongs to God, their Family and agency. Yamada Ryosuke belong to me *dikeroyok fansu ayam*
Summary: ...Seseorang ingin menuntut balas. Tapi orang itu bukan tandingannya...

A/N: Fic requestan Futagawa Amane nih.., berhubung mintanya cerita vampire, dan biar gak sama kayak fanfic lain, aku bikinin spesies baru deh: samurai vampire *dicakar*. Inspirasinya dari perpaduan boku wa vampire dan Hurry Up! Untuk Seragam para samurai vampire, sama kayak yukata merah-hitam-emas tanpa lengan sebelah yang JUMP pake buat nyanyi Hurry Up di first asian tour. Ohohoho~
Gomen kalo ceritanya jadi aneh :3

*dozou~
Samurai Vampire

Gelap. Langit malam itu pekat ditutupi kumpulan awan hitam yang menghalangi cahaya bulan. Kesunyian ikut merambah seiring waktu yang bergerak perlahan, detik demi detik. Menyeramkan, memang. Namun inilah saatnya. Saat yang ditunggu-tunggunya. Saat dimana ia terlahir kembali sebagai pribadi yang berbeda. Pribadi haus darah yang bisa menebas siapapun dengan katana panjangnya yang tak terlihat.

“Ck, membosankan...” Decaknya pelan ketika mata elang beriris merah tuanya mengamati sekitar. Hanya ada beberapa orang di tempat itu, dan sayangnya, mereka kurang—tidak menarik baginya. Dia butuh mangsa yang tepat untuk memuaskannya. Dia butuh mangsa yang bisa memacu adrenalinnya, yang meningkatkan gairahnya, Dia butuh seseorang yang ‘menantang’.

“ck!” ia kembali mendecak.

“Sampai disini saja, terima kasih Sakamoto-kun...”

Satu suara lembut menarik perhatiannya. Seorang gadis manis berambut lurus panjang baru saja berpisah jalan dangan teman lelakinya. Sosok itu memperhatikan si gadis lekat-lekat, kemudian menyeringai.

‘gotcha!’

SHATT

Gadis bernama Ohgo Suzuka itu menolahkan kepalanya ke belakang, merasa tengah diikuti. Tapi, tak ada apapun. Ia kembali bergerak. Namun, baru beberapa langkah, gadis itu kemudian berhenti karena melihat sesuatu di depannya.

Seorang pemuda jangkung tengah bersandar di salah satu pohon lebat tak jauh darinya. Wajahnya tak terlihat karena tertutupi bayangan pohon. Namun Suzuka bisa melihat jelas yukata perpaduan warna merah-hitam-emas serta sebuah katanya panjang mengkilat yang digenggamnya.

“Samurai vampire, huh?” gumamnya pelan, namun sukses membuat sosok tadi menatap tajam ke arahnya. Sosok itu mendekat, dan Suzuka kini bisa melihat jelas wajah maha tampan dari pemilik tubuh tinggi menjulang itu tadi.

“Kau tahu siapa aku?” tanyanya pelan. Suzuka tidak mengangguk, malah memperhatikan katana pemuda itu lekat-lekat.

“Sudah berapa orang yang kau bunuh dengan pedangmu?” tanyanya balik, tidak ambil pusing dengan pertanyaan pemuda itu sebelumnya. “Sepertinya kau profesiaonal...darah dari orang yang kau bunuh cukup beragam ya...”

Pemuda itu mengerutkan kening. Gadis ini...bisa melihat katananya? Bagaimana bisa? Hanya seorang samurai vampire yang bisa melihat katanya sendiri, serta katana sesamanya—itu yang dia tahu. Tapi gadis ini, manusia biasa kan? Bagaimana—

“Aku tidak mengerti kalian deh...” Suzuka mulai melangkah pelan. Tanpa sadar, pemuda itu mengikutinya. “Kalau kalian ini vampire, kenapa tidak cukup jadi vampire saja? Kenapa harus pake samurai segala? Toh ujung-ujungnya kalian juga tetap minum darah..”

Pemuda itu tersentak. Emosinya sedikit melunjak mendengar protes menusia biasa atas kaumnya barusan. Tanpa sadar, ia menanggapi celotehan gadis itu. “Hei, dengar ya!”ujarnya setengah kesal. “Alasan kami disebut samurai vampire itu, karena biarpun kami minum darah, tapi kami tidak pakai mulut atau taring, tau! Kami minum dengan katana kami! Darah-darah yang tertumpah di katana kami lah yang jadi makanan kami!”

Suzuka mengangguk. “aku tahu...”

“Lalu kenapa bertanya?!”

“Penasaran saja..” gadis itu menjawab cuek. Matanya lalu melirik jam tangan biru muda di pergelangan kirinya. “Sudah jam 8, aku harus pulang. Selamat tinggal Nakajima-kun..”Suzuka mulai berlari kecil. Pemuda yang ditinggal itu mengangkat alisnya heran.

“Eh?”

“Namamu.” Suzuka berhenti sejenak. “Nakajima Yuto kan?”

“Bagaimana kau—“

“Ohgo Suzuka desu. Jaa ne~” dan gadis itu kembali berlari hingga sosoknya sempurna hilang di kegelapan malam. Pemuda bernama Nakajima Yuto itu ditinggal dengan mulut ternganga.

“EH?”
*****

“Kaum kita itu gak ada yang cewek kan?!” Yuto masuk begitu saja setelah membiarkan pintu rumah megah bergaya vitoriannya terbanting keras di belakang.

“Pintunya bisa rusak, Yuto!” Daiki Arioka, yang sedang santai membersihkan katananya di ruang tengah berteriak keras pada sahabatnya yang baru masuk itu. Yuto tidak ambil pusing, dan malah mendekati Yamada dan Chinen—sahabatnya yang juga seorang samurai vampire yang kini menatapnya heran.

“Apa?” Yamada mengerutkan alisnya, tidak begitu mendengar apa yang baru saja Yuto tanyakan. Terpaksa, pemuda jangkung tadi harus mengulangi kalimatnya.

“Anggota kita nggak ada yang cewek kan? Semua samurai vampire cowok kan? Dan di Tokyo cuma kita bersepuluh kan? Terus Cuma samurai vampire yang bisa melihat katananya sendiri atau katana kawannya kan?” tanyanya bertubi-tubi dan tergesa. Nada tidak tenang kentara jelas dari suaranya.

“I-iya... kenapa memang?” Yamada makin bingung.

Yuto langsung terduduk di sofa di samping yamada. Pemuda itu mengelap bulir keringatnya yang besar-besar dengan tangan.

“Terus cewek tadi itu apa?”

“Cewek?” Daiki yang baru selesai membersihkan katananya dan sudah menyarungkan benda itu dengan rapi kemudian ikut mendekati Yuto. Yuto memandang mata Daiki, Yamada, dan Chinen bergantian.

“Ada cewek yang tahu siapa kita, dan... dia bisa melihat katanaku...”

“EEEEHHH??!!” Suasana rumah langsung berubah ramai lewat pekikan Daiki, Yamada, dan Chinen bersamaan.  

“Serius Yuto-kun?” Chinen nampak tak percaya. Namun melihat begitu antusiasnya Yuto mengangguk dan betapa ketakutannya pemuda itu, Chinen jadi yakin dengan perkataan Yuto barusan.
‘Lagian Yuto bukan tipe tukang becanda macam Hikaru-kun’pikirnya.

“Masa sih cewek? Cowok kali? Kan udah malam, siapa tau kau salah lihat... Dia mungkin saja juga seorang samurai vampire, tapi dari daerah lain... yah kali aja dia lagi mau tamasya gitu...” Daiki memberikan hipotesa asal. Yuto buru-buru menggeleng.

“Tidak ada yang punya kemampuan mata melihat dalam gelap melebihiku..” Yuto menunjuk iris merah terangnya. “Dan lagi tadi, aku tidak melihat katananya...”

“Berarti dia bukan samurai vampire?” Chinen menyambung. “Loh, tapi kan hanya sesama kita yang bisa saling mengenal. Orang lain tidak tahu siapa kita...”

“Apalagi manusia...” timpal Yamada.

Yuto masih kelihatan gusar. “Dia itu manusia biasa, aku bisa mengetahuinya. Hanya saja entah kenapa dia bisa mengenalku. Dia bahkan tahu namaku...”

“Memang ada makhluk lain yang mengenal kita?” Yamada meletakan tangannya di dagu pose berpikir. Ketiga temannya yang lain ikut melakukan hal yang sama. Keheningan seketika menyeruak di ruangan itu. Namun tak berlangsung lama karena akhirnya suara seseorang kembali menggemparkannya.

“TADAIMA!!!” Hikaru Yaotome muncul dengan senyum cerah di wajahnya. Katananya kelihatan sedikit kotor oleh noda darah, menandakan pemuda itu baru selesai ‘makan malam’. Disampingnya ada Okamoto Keito dan Inoo Kei yang tidak seperti Hikaru, telah membersihkan noda darah di katana masing-masing hingga benda itu bersih dan mengkilap seperti biasanya.

“Hikaru-kun!” Chinen berlari menjangkau seniornya yang lebih tua 2 tahun itu sambil merengek. “Bahaya! Bahaya!”

“Bahaya apa?” tanya pemuda yang disebut namanya itu santai sambil bergerak menuju sofa dan kemudian menjatuhkan dirinya di sana. Matanya yang beriris ungu tua diarahkan kepada Yuto. “Kau kenapa Yuto? Pucat amat?”candanya. Yuto hanya memasang wajah memelas.

“Yuto ketemu cewek yang bisa lihat katananya. Dan hebatnya lagi, dia manusia biasa.” Yamada yang menjawab. Seketika, raut wajah Hikaru berubah mengeras.

Moonlight shadow...” bisiknya pelan. “Inoo! Pinjam laptopmu, kita hubungi Yabu-sekarang!”

Tanpa disuruh 2 kali, Inoo segera mengaktifkan laptopnya dan langsung menghubungi leader Mereka, Yabu Kota yang saat ini ada di Rumania via skype.
*A/N: hebaat... vampire pake skype~ *ditoyor yabuchan*

“Minaa, doushita?” Dari seberang, Yabu menjawab santai. Di pipinya terdapat bekas noda darah yang masih baru, sekali lagi menandakan bahwa pemuda itu juga baru saja bersantap malam.

“Yabu..” Suara Hikaru sedikit tertahan. Bola matanya menatap tajam ke arah lawan bicaranya. “Moonlight shadow... mereka kembali.”

Wajah Yabu ikut berubah dingin. Pemuda itu terdiam cukup lama sambil menatap balik Hikaru. “Siapa yang pertama kali melihat mereka?”

Yamada dan Chinen sontak menarik Yuto ke depan laptop agar Yabu bisa melihat jelas wajahnya.

“Kau Yuto?”

Yuto mengangguk. “Ke-kenapa emang? Yang tadi itu cuma cewek biasa kan?” pemuda itu melirik ke hikaru. “Iya kan Hikaru-kun?”

“Kau tidak diapa-apakan, iya kan?” Yabu kembali bertanya. Wajahnya masih serius. Yuto sontak mengerutkan alisnya.

“Kena—maksudku...Nggak kebalik tuh? Bukannya seharusnya aku yang ngapa-ngapain dia??”

“Dengar Yuto...” Yabu menaikan volume suaranya sedikit. “Kalian semua juga..”tambahnya lagi, membuat seisi ruangan itu mendekat ke arah laptop.

“Maaf kalau selama ini aku menyembunyikannya... aku juga tidak menduga kalau masih ada moonlight shadow yang hidup di jaman sekarang ini..”pemuda itu berhenti sejenak, mengatur nafas. “Gadis yang Yuto lihat itu, Moonlight shadow. Mereka pembasmi vampire, samurai vampire khusunya. Mereka terlatih, mereka bisa melihat katana kita, mereka tahu segalanya tentang kita, dan yang terpenting... mereka akan membunuh kita. Tugas seorang moonlight shadow adalah memusnahkan vampire. Dan mereka ada untuk membunuh kita...”

“Lalu kenapa kau tidak pernah memberitahu kami tentang masalah sepenting ini?” Yamada menyambung. Wajahnya nampak dingin dan menyeramkan, jelas menunjukan dia tidak suka apa yang didengarnya dari Yabu barusan.

“Karena moonlight shadow sudah musnah! Mereka sudah dimusnahkan sejak dulu, jauh-jauh sebelum kita ada! Karena itu kita sebagai vampire generasi ini tidak punya pengetahuan apapun tentang mereka... informasi inipun baru kutemukan setahun lalu ketika membaca di perpustakaan tua.. Dan hanya Hikaru yang berani kuberitahu, karena aku yakin tidak ada lagi moonlight shadow yang masih hidup...”

“Ini sepertinya menjelaskan kenapa Ryuu menghilang...” Inoo tiba-tiba bersuara. Matanya yang beriris hitam pekat menatap sekeliling, setiap bola mata milik teman-temannya. “Ryuu bukannya pergi, dia dibunuh...”

“Oleh gadis yang kulihat tadi... brengsek!” Yuto menyabet katananya cepat lalu berjalan pergi. Keito sontak menarik bahunya.

“Apa yang kau lakukan?”

“Membunuhnya tentu saja! Aku harus membalaskan dendam Ryuu!”

“Jangan bodoh Yuto!” Yabu membentak. “Seorang moonlight shadow bukan tandinganmu. Bahkan kita semua sekaligus!”

“Jadi kau mau aku diam saja mengetahui saudaraku dibunuh oleh seorang wanita tanpa membalas apa-apa?” Yuto menatap tajam Yabu. “Aku bukan pengecut! Kita ini bukan hanya vampire, kita juga samurai! Kita seharusnya punya harga diri!” Yuto berjalan lagi. Kali ini Hikaru yang menghentikannya dengan menjatuhkan tubuh jangkung pemuda itu di lantai dan mengunci tangannya.

“Jangan bertindak seenaknya! Pikirkan keselamatan yang lain! Kita tidak tahu berapa sebenarnya jumlah moonlight shadow yang masih tersisa saat ini. Jangan buat kerajaan kita diserang lagi! Tidak ada yang mau mati karena kecerobohanmu!”

Yuto meringis. Sekuat mungkin ia berusaha melepaskan diri, namun tetap saja. Kuncian Hikaru tetap mengagalkannya.

“Dengar Yuto, jangan bertindak gegabah...” Yabu kembali bicara. “Kau beruntung moonlight shadow tidak menghabisimu saat itu juga. Jangan coba mengusiknya, atau kita semua bisa habis di bantainya...”

Yuto tidak membalas, hanya mendecak kesal.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan Yabu-kun?” Tanya Yamada. Yabu terdiam sejenak.

“Berusahalah untuk tidak menarik perhatiannya..”

“Jadi kita tidak boleh makan?”sambung Daiki. Yabu langsung menggeleng.

“Boleh, hanya saja hati-hati... yang kita ketahui sekarang hanya ada seorang moonlight shadow, dan daerah operasinya tentu terbatas. Kita masih bisa makan, asalkan cari di daerah yang agak jauh, dan jangan memangsa manusia-manusia yang bisa menimbulkan kehebohan atau berita. Itu bisa menarik mereka. Aku akan pulang besok dan kita diskusikan apa tindakan kita selanjutnya...”

Seisi ruangan itu mengangguk, terkecuali Yuto. Pemuda itu hanya menatap marah dalam kuncian Hikaru.

*****

“Yuto! Psst! Yuto!”

Yuto mengangkat kepalanya sedikit mendengar bisikan namanya tadi. Di tepi pintu kamarnya yang setengah terbuka, terlihat siluet Chinen dan Yamada yang tengah mengintip sembari memberi sinyal padanya untuk mendekat. Pemuda itu bangun malas-malasan lalu membuka pintu lebih lebar agar 2 orang tadi bisa masuk.

“Apa sih?”

“Yama-chan dan aku punya informasi tentang moonlight shadow...”bisik Chinen. Wajah Yuto langsung berubah serius. Dengan cepat ia menarik 2 pemuda itu agar masuk ke dalam kamarnya sebelum menguncinya.

“Info apa?” tanyanya antusias. Chinen meletakan buku tebal ratusan halaman yang sudah nampak tua di atas tempat tidur pemuda jangkung itu.

“Tadi aku sama Yama-chan ke perpustakaan kota, dan kami menemukan ini...” Chinen mulai membolak balik halaman. “Ini spesifiknya...” pemuda itu menunjuk satu paragraf “Disini dikatakan kalau moonlight shadow itu manusia biasa, namun pilihan. Mereka tidak memperoleh kemampuan lewat berlatih atau apa. Mereka hanya menerima takdirnya. Di umur 14 tahun, seorang moonlight shadow akan dengan sendirinya menyadari siapa dirinya dan mulai memburu vampire. Mereka akan meninggalkan keluarga masing-masing, dengan cara apapun dan memulai tugas mereka, seperti apa yang ditakdirkan...”

“Dengan kata lain,”Yamada menyambung”mereka seperti kita.”

Yuto merenung, dalam hati membenarkan teori Yamada. Moonlight shadow sama seperti mereka, para samurai vampire. Yuto masih ingat betul saat usianya yang ke 14, ia tiba-tiba saja menyadari sebuah fakta tentang siapa dirinya. Bagaimana ia bisa menyadari jati dirinya sebagai samurai vampire dan dengan sadar menghilang dari kehidupannya. Meninggalkan ayah, ibu, dan adik lelakinya dan mencari kawanannya, membentuk sebuah perkumpulan seperti ini, tinggal bersama dan memulai kehidupan baru sebagai samurai vampire. Mereka sama, berawal dari manusia biasa hingga takdir menunjukan jalan yang berbeda. Tapi Yuto tetap tidak bisa menerima fakta bahwa kembalinya para—atau dalam kasus ini salah satu dari moonlight shadow itu telah merenggut sahabat sekaligus orang yang dianggapnya adik sendiri, Ryutaro.

“Kita tidak sama dengan mereka...” Yuto menggumam. “Mereka musuh kita! Mereka yang sudah membunuh Ryutaro. Jangan pernah samakan diri kita dengan mereka!”

“Yuto...”

“Chii, ada cara untuk menghancurkan mereka kan? Ada cara untuk membunuh moonlight shadow kan?” tanya Yuto ambisius. Chinen mulai menyibak halaman demi halaman, mencoba menemukan informasi yang Yuto minta.

“Ada!” serunya setelah beberapa menit mencari. Tangan dan matanya mulai beroprasi menerjemahkan kalimat demi kalimat. “Cara membunuh samurai vampire dan moonlight shadow sama. Tusuk jantungnya. Bedanya, untuk membunuh moonlight shadow, kita gunakan katana. Untuk samurai vampire, mereka menggunakan anak panah suci..”

“Menusuk jantungnya, huh?” Yuto tersenyum tipis. “Tidak sulit. Aku sudah berkali-kali mencabut keluar jantung manusia dengan katanaku ini..”

“Jangan Yuto..” Yamada mencela, sembari menatap temannya itu dingin. “Kau tidak dengar apa kata Yabu? moonlight shadow bukan tandingan kita..”

“Tidak.. kita bisa mengalahkannya. Coba kau pikir, bagaimana leluhur kita dulu berhasil memusnahkan mereka? Mereka mengalahkannya kan? Jadi apa yang membuatmu berpikir kita tidak bisa mengalahkan mereka?” Yuto mengeluarkan katananya  dari sarungnya. “Aku akan membunuh gadis itu...” iris matanya yang merah terang nampak berkilauan terpantul dari ujung katananya yang tajam.. “Ohgo Suzuka...”

*****

“Ohgo Suzuka desu... Yoroshiku...”

Yuto hampir mati kehabisan nafas ketika kalimat tadi tercelat dari bibir mungil seorang gadis yang kini tengah berdiri manis di depan kelas. Demi apa gadis moonlight shadow itu bisa tiba-tiba muncul di sekolahnya begini.

‘apa dia memang mengincarku?’ pikir Yuto. Tepat saat itu juga Suzuka bertemu mata dengannya. Langsung saja gadis itu memasang seyum tipis.

‘ukh!’

“Nah Ohgo-kun, kau bisa duduk di sebelah Nakajima-kun...”

“Eh, sensei! Kenapa harus duduk di sebelahku?” Yuto protes. Wali kelasnya, Ohno Satoshi langsung menatapnya heran.

“Memang kenapa Nakajima-kun? Hanya tempat disebelahmu yang kosong kan?”

“Demo...”

“Aah, aku tidak terima alasan.” Ohno langsung bermuka manis pada Suzuka. “Silahkan Ohgo-kun..”

“Hai! Arigatou sensei...” tanpa dipersilahkan 2 kali, Suzuka langsung bergerak menuju tempat barunya. Yuto hanya berwajah masam ketika gadis itu telah mencapai bangkunya.

“Ketemu lagi vampire..., samurai...” Suzuka tersenyum kecil. Yuto menatapnya kesal.

“Sampai pindah kemari... Kau memburuku moonlight shadow?”desisnya tajam. Suzuka pura-pura terkejut.

“Ah, kau mengenalku? Kupikir akan butuh waktu lama bagimu untuk mengetahui siapa aku..”gadis itu tersenyum lagi. ”Aku tidak niat membunuhmu. Aku bahkan tidak tahu kalau seorang samurai vampire juga bersekolah...demo, kalau kita bertemu lagi, anggap saja ini takdir.., ne?”

*****

Yuto mengukur kecepatannya, menyesuaikannya dengan kegesitan dan ketepatan serangannya. Pas! Iris matanya mulai memerah, menandakan trasnformasinya telah sempurna. Dan dengan sekali serangan, Yuto yakin sosok di depannya itu akan meregang nyawa dengan cepat.

SHAT

“Ingin membunuhku vampire?” Suzuka tersenyum mengejek. Katana Yuto yang nyaris menghujam jantungnya dari belakang tertahan oleh sebuah busur perak berkilauan, entah dari mana asalnya. Secepat kilat Yuto menarik katananya tadi menjauhi jantung gadis itu.

“Samurai.” Jawab pemuda itu dingin. Katananya kembali hunuskan ke arah gadis itu. dan sama seperti sebelumnya Suzuka berhasil menangkisnya.

“Samurai...” Suzuka mengulangi ucapan Yuto tadi sambil terus melawan serangan-serangan yang pemuda itu berikan. Sesekali matanya melirik sekitar. Untunglah sedang tidak ada siswa di gedung olahraga saat ini, sehingga pertarungannya dengan Yuto tak memancing keributan. Meskipun senjata masing-masing tak terlihat oleh mata awam, namun tetap saja, dengan menyaksikan ekspresi serta tingkah keduanya saja, orang sudah bisa menyimpulkan kalau mereka tengah bertarung.

“Samurai vampire!” Yuto kembali menghunuskan pedangnya ke jantung Suzuka, dan kali ini, bukan tangkisan biasa yang didapatnya, melainkan satu dorongan besar yang datangnya entah darimana, membuatnya terlempar beberapa meter ke belakang. Rasa sakit mulai meliputi tubuhnya. Suzuka lalu mengambil salah satu anak panah perak berkilauan dari wadahnya yang tergantung di punggungnya lalu mengarahkannya kepada Yuto, tepat di jantung pemuda itu.

“Ya... samurai vampire.” Ujarnya pelan sambil melepaskan anak panahnya. Yuto sontak menutup mata, pasrah dengan kematiannya yang ternyata terjadi begitu cepat. Dalam hati, pemuda itu sedikit menyesali tindakan gegabahnya. Tidak disangka hidupnya sebagai vampire akan berakhir secepat ini, di tangan seorang gadis pula.

SHAT

‘Eh?’

Yuto membuka mata sambil tangan kanannya menyentuh dada kirinya.

Deg  deg 

Masih ada. Jantungnya masih ada. Sontak matanya terarah pada Suzuka yang kini tengah berjalan mendatanginya dan dengan cepat mencabut sebuah anak panah perak yang tertancap di dinding, tepat di sebelah kiri lehernya.

“Kau sudah diberitahu belum? Kau bukan tandinganku...” Suzuka memasukan anak panah tadi kewadahnya yang sontak menghilang. Begitu pula dengan busur yang tadi digenggamnya.

“Brengsek! Kenapa tidak bunuh saja aku?!” Umpat Yuto marah. Suzuka menatap iris merahnya yang tajam.

“Sudah kubilang, aku tidak niat membunuhmu..” Gadis itu berbalik dan berjalan pergi. Yuto bangkit dan cepat-cepat menahan tangannya.

“Tapi itu tugasmu kan? Memusnahkan samurai vampire!”

“Aku tahu...” Suzuka berbalik. “Tapi aku tidak suka suara vampire yang meringis kesakitan ketika panahku menembus jantungnya.”

“Apa maksudmu? Kau mencoba mempermainkanku ya?” Yuto bersiap menghunus katananya lagi, namun kembali Suzuka menahannya dengan busur perak yang seketika muncul di tangannya.

“Aku tidak lagi membunuh samurai vampire. Aku hanya mengawasinya, mengawasi kalian untuk tidak lagi menyantap manusia, terlebih di teritoriku.”gadis itu tersenyum licik. “Jadi, selama aku disini, jangan mimpi kau bisa membunuh teman-teman sekolahmu lagi, mengerti Nakajima?”

Yuto mendecak kesal. Suzuka tidak menghiraukannya, dan berjalan keluar gedung olahraga. Setelah gadis itu menghilang di balik pintu, Yuto meninju dinding dengan marah. Matanya yang masih beriris merah nampak bernyala seolah terbakar.

“Aku pasti akan membunuhmu Ohgo Suzuka!” Gumamnya geram.

//TBC//

Fanfic Gagal~ tabokin aku Futagawa amane
#plak
Btw, kalo belum liat, ini nih baju kebangsaannya para samurai vampire 

Rabu, 04 Juli 2012

Holiday : BORING!!!



Minaa, o genki desuka?
Dhy wa genki desu ^^
Mau curhat niiiih… boleh donk :D kan blog gw sendiri… #di blender

Ok, mina tau gak.., Liburan sebulan gue yang seharusnya berjalan INDAH ternyata gak kerasa apa-apa buat gw~
Gak tau yah, gue seolah kehabisan ide untuk bikin sesuatu yang menarik selama liburan ini… rasanya koq ya… malas gitu.
Padahal berdasarkan rencana nih, gue bakal nyelesain SUDDENLY MARRIED dan bikin series baru lagi. Kalo nggak AFTER YEARS PASSED ya SKY OF HOPE. Ide ceritanya udah muncul beberapa kali di kepala, sampe kebawa mimpi malah. Tapi selalu aja gw gak punya inspirasi buat nulis plotnya. Berasa Maleeeeeeeeeeeees aja gitu. Tiap hari kalau gua buka lappie, kerjaanya yah maen game sama bikin fanpic doank, itu aja. Jarang banget nulis.
Dan Bayangin deh, setelah 3 mingguan ini libur, satu-satunya fanfic yang bisa gue selesaiin dengan baik cuma Oneshot: THE ELECTRO SHOCK BOY-nya UmiChii aja..
GYAAAH! Rasanya kok gagal yaah?
Padahal THE DREAM LOVERS itu jalannya cepat bgt… gak nyangkut2 gini… sehari bisa satu chapter. Terus kalo gw mau nulis oneshot, cuma butuh waktu sejam aja. Tapi sekarang??
JYAAAH! Dewa malas merajai!!
Sampe gw ngetik ini aja udah rada malas nih O_o
---------------------eh, tunggu. Gw jadi keingat. Gw udah cerita belum? Tentang kesusksesan The dream lovers??
hehehe :D jadi gini, beberapa hari lalu gw ngeliat The Dream Lovers gw sama Suddenly Married di re-post orang di blognya—apa forum ya? Gak tau lah. Orang Thailand gitu. Awalnya, gw kira ini plagiat-isme.., ternyata kagak :D
The dream lovers sama suddenly married di promosiin sama tuh orang. Udah gitu dipuji-puji lagi.. UWAA!! Bangga bo~ :D
tapi gw agak aneh, kok dy bisa ngerti TDL ya? Kan gw nulisnya paka bahasa Indonesia0_o
Apa mungkin dy pake google translater? Atau dy bisa bahasa Indonesia? Whatever lah…
Eh, dan dy itu ternyata Yama-Umi Lovers. Jadi wajar ya kalo dy bisa nemu TDL gue :D
---------------------------------------back tu curhat….,
So.. hal2 yang gue lakuin selama ini cuma maen game, re-watch semua dorama jepang yg gw beli and donlot, smsan, curhat2an sama detha, maen ke rumah detha, jalan-jalan dan… satu yang bikin gw rada bangga, ikut lomba debat bhs Inggris antar SMA. Yaah, biarpun cuma dapet Juara Harapan Satu, tapi gak apa lah. Lumayan buat pengalaman pertama…
Saa~ di waktu libutran yang tinggal seminggu lebih ini, apa yang harus gue lakuin? Ada saran??
kalo punya komen y0o….

Oyasumi mina >_<

[fic/oneshoot] The Electro Shock Boy

Title: The Electro Shock Boy 
Author: Yohanita RoseDhyana a.ka Dhy
Genre: Romance-fluff
Cast  : Chinen Yuri, Kawashima Umika & Nakajima Yuto
Type: One shot
Theme: Non-yaoi
Rating: G
Discl : UmiChi & Yutong belongs to God, Their Family, and agency. I own nothing~
Summary: Perang basket memperebutkan Umika

A/N: ffic ini 70% di adaptasi dari komik My Electrical Prince Takahashi. Udah baca belum komiknya? Bagus koq :>
Nah., yang saya bikinin fanficnya ini bukan cerita utama komik itu, tapi salah satu cerita tambahannya, dengan judul yang sama “The Electro Shock Boy”.
Semoga pada suka yo~
Dozou^_^

The Electro Shock Boy

“Pagi Umi..”
Kawashima Umika tersenyum lebar melihat dari arah depan, sahabatnya Irie Saaya sudah melambaikan tangan heboh sambil berlari kecil menjemputnya.

“Pagi…” jawab gadis itu manis. Saaya berhenti tepat di sebelah gadis itu, hendak merangkul pundaknya sekaligus memaksanya untuk memberikan pendapat serta kiat-kiat andalannya demi menyambut festival sekolah yang sudah di depan mata.

Mereka—umika spesifiknya—tidak tahu saja. Sesuatu yang—baginya—selalu  mengancam kehidupan sekolahnya tengah bergerak sangat cepat pagi ini. Ketidakmunculannya selama nyaris sebulan ini ternyata juga merupakan factor yang mempercepat gerakan ancaman itu. Ancaman yang tidak akan pernah berakhir sampai Umika benar-benar jatuh ke dalamnya. Ancaman dalam bentuk manusia, laki-laki.

Anak itu sudah kembali.

“UMI-CHAAAAAN!!!”

“Ukh!”

Teriakan itu sekali lagi terdengar setelah sekian lama. Umika secepat kilat menambah laju gerak kakinya, mengabaikan pemuda bersepeda di belakang serta teriakan-teriakannya yang lain yang ikut terdengar bersama laju sepedanya yang kencang.

“YAHOOO UMICHAN!!” Pemuda itu mengangkat tangan kanannya dan meletakannya di pelipisnya, pose hormat. “BUDAK CINTA, HAMBA SETIAMU CHINEN YURI TELAH HADIR KEMBALI!!!”

“TIDAAAAAK!!” Umika balas berteriak sambil menambah kecepatan larinya. Chinen tetap memburunya dengan santai.

“UMICHAAAN!!” pemuda itu nyengir. Ban depan sepedanya diangkat agar bisa menaiki punggung seorang pemuda maha jangkung di depannya guna menempatkan alat transportasi roda dua itu di atas pagar tembok sekolah.

Ya, Chinen Yuri hendak berjalan—atau dalam kasus ini lari-larian sejajar dengan Umika. Dan caranya? Tentu saja. Tak ada jalanan kosong, pagar tembok yang berdiamater 5 sentian pun jadi. Alhasil kini Chinen tengah tersenyum bangga sambil memberikan kedipan-kedipan maut pada gadis manis gebetan seumur hidupnya yang kini telah bergerak sejajar dengannya ini.
.
.
.
Tunggu-tunggu… Apa kita melupakan sesuatu?
Oh. Benar. Lalu bagaimana nasib pemuda jangkung yang tergilas ban sepeda Chinen tadi? kalau begitu mari kita replay adengan tadi dari sudut pandang si pemuda.

“Ohayou Nakajima-sama…”

“Kyaa! Ohayou Nakajimaaa-sama!!”

Nakajima Yuto tersenyum manis mendengar namanya di elu-elukan gadis-gadis. Pemuda itu mengangkat tangannya, hendak membalas lambaian mesra penggemar-penggemarnya tadi.

“Ohayou…” Yuto menoleh ke kiri. “Ohayou…” Yuto menoleh ke kanan. “Ohaa—“

DRRRRRTTT

Sebuah benda beroda tiba-tiba saja sudah menjalari punggungnya lalu berpindah ke pagar tembok di samping. Otomatis Yuto jatuh terkapar sambil mencium tanah. Kepalanya terangkat sedikit, menyelidiki, manusia hutan mana yang berani-beraninya menggilas dirinya, Nakajima Yuto-sama, sang idola sekolah dengan sepeda.

Kening pemuda jangkung itu mengerut sebentar sebelum akhirnya mengeluarkan teriakan dahsyatnya.

“CHINEN YURI!!! Berani-beraninya kau menggilas aku, idola sekolah, Nakajima Yuto-sama yang keren ini!!”
.
.
. flashback end. Kembali ke sisi Umi-Chii

“UMICHAAAN!!” Chinen masih kukuh mengejar gadis pujaannya itu. Kesal pangkat dewa, Umika lalu mengambil patung bentuk seperempat badan kepala sekolah pertama Horikoshi gakuen tak jauh di depannya dan melemparkannya ke kepala Chinen.

“Hentikaaan!” jerit Umika sambil menutup mata saat patung batu itu melayang dan menimpa Chinen, otomatis membuatnya terlempar dari sepeda merah terangnya.

Gadis itu ngosh-ngosan menatap Chinen yang kini telah terpekur di tanah. Pemuda itu mengangkat kepalanya, dan…nyengir. Cengiran yang membuat Umika mau tidak mau mengambil patung batu tadi untuk kembali digunakannya kalau saja Chinen masih mau berkata-kata lagi.

“Oi, Oi! Tenang Umika. Jangan sampai membunuh orang!” Saaya cepat-cepat menahan gerakan Umika dan melepaskan patung kepala sekolah tadi dari tangan gadis itu. Chinen masih nyengir, tanpa menyadari aliran darah tengah bergerak perlahan melewati keningnya.

“Lama tidak jumpa Umichan~ Aku kangen loh..”

BUKK

*****
“Ternyata setelah sebulan tak kelihatan, dia akhirnya muncul lagi ya…? kukira dia sudah tobat~” Saaya kipas-kipas sambil mengambil tempat di meja sebelah Umika. Menanggapi kalimat saaya barusan, Umika hanya mangut setuju.
“Tapi bagus loh. Kehebohan Chinen itu bisa membuat perayaan sekolah kita jadi makin seru! Cowok macam itu memang tidak bisa dihilangkan dari event perayaan sekolah ya…” Saaya tersenyum jahil. “Perayaan sekolah kita bakal rame loh! Selaku panitian penyusun acara, mujur sekali cowok haboh macam Chinen itu menaruh hati padamu..”

“Mujur apaan?!” Umika protes. “Aku benci dia!” serunya gondok. Saaya meliriknya sembari cengengesan.

“Cuma, aku salut deh Umi. Chinen itu tiap hari makan apa aja sih? Udah nyaris 3 tahun loh dia ngejar-ngejar kamu. Dan hebatnya, meskipun kamu nolak, dia tetap aja kukuh…!”

Umika menatap Saaya dengan wajah minta dikasihani. Meskipun begitu, benaknya juga mempertanyakan hal yang yang sama. Apa sih yang bisa membuat seorang Chinen Yuri bertahan mendekatinya setelah menerima penolakan terus menerus selama 2 setengah tahun lebih?

Ya, Semua kegialan ini memang berawal dari 2 setengah tahun lalu. Tepatnya di upacara penerimaan siswa baru. Chinen yang saat itu tidak dikenalnya sama sekali tiba-tiba muncul di hadapannya seusai acara lalu memperkenalkan dirinya sambil nampang wajah manis dan senyum lebar.

“Perkenalkan, aku Chinen Yuri. Uhm… memang mendadak sih, tapi aku jatuh cinta sama kamu.” Pemuda itu mengankat tangan kanannya. “Itu saja yang mau kusampaikan, salam kenal!”

Tidak pernah ada yang tahu apa yang membuat Chinen sebegitu tertariknya dengan Umika sampai menempatkan gadis itu sebagai ‘buruan’nya di sekolah. Namun sejak saat itu, tiada hari Horikoshi terlewati tanpa peristiwa ‘Chinen mengejar Umika’. Chinen sering menyelinap diam-diam ke kelas Umika pada saat jam pelajaran berlangsung hanya karena ingin melihat ekspresi Umika saat belajar, selalu setia membelikan roti dengan berbagai jenis rasa saat makan siang, tidak peduli Umika membawa bekal atau tidak, dan selalu setia datang paling pagi ke sekolah hanya untuk membersihkan kelas gadis itu di hari piketnya—padahal kalau hari piketnya sendiri, Chinen selalu jadi manusia pertama yang lari dari tugasnya.
Pokoknya apapun! Apapun bisa Chinen lakukan demi mendapatkan gadis pujaannya itu. Dan karena tindakan Chinen terkadang terlalu ekstrim, Umika kerap jadi korban. Ia sering ditertawakan oleh siswa lain karena perlakuan Chinen yang terlalu berlebihan padanya.

“Kalau segitu bencinya, kenapa tidak bilang saja?” Saaya nyeletuk lagi. “Bilang tidak padahal suka tuh…”

“Sudah! Aku sudah bilang berkali-kali! Aku bahkan nyaris meledak waktu memarahinya besar-besaran sebulan lalu!” tensi kekesalan Umika meningkat sembari menjawab. Saaya memiringkan kepalanya 45 drajat.

“Sebulan lalu?”

--flashback:

“Hentikan!” Umika berhenti berlari, lalu berbalik dan menatap Chinen tepat di kedua iris hitamnya.

“U-Umi—“

“Dengar ya! Tipe idealku itu tinggi, pintar, dan jago basket! Orang kayak kamu itu tidak masuk hitungan, mengerti!!!” Emosi Umika sudah mencapai ubun-ubun. Chinen termenung, lalu mulai mengukur dirinya sendiri dengan standar yang baru ditetapkan Umika tadi.

Tinggi: silang!
164. Tidak mencapai standar.

Prestasi: silang lagi!!
Nilainya terendah nomor 2 seangkatan

Basket: silang besar-besar!!!
Team player paling payah yang pernah hidup di Horikoshi gakuen mungkin adalah seorang Chinen Yuri.

Tubuh Chinen merosot ke tanah dengan wajah shock luar biasa.

--flashback: end.

 “Padahal kukira dia menghilang karena sudah putus asa….” Umika menelengkupkan kedua tangannya ke atas meja. Saaya hanya cekikikan.

“Kamu lumayan jahat juga ya, ngomong sampai sejauh itu. Pantas saja sebulan ini dia bersikap tenang …” gadis itu tersenyum. Namun sedetik kemudian senyumannya berubah jadi seringaian. “Ngomong-ngomong… tipe idealmu itu, kok Nakajima-kun banget ya?”

“Eh?” Umika mengerutkan keningnya.

“Habisnya tinggi badan Nakajima-kun sampai 180 cm lebih, Nilainya top, ditambah lagi, dia acenya klub basket. Tipemu banget kan?”

Tanpa disadari, tak jauh dari tempat Saaya dan Umika ngobrol, Yuto tengah asyik menajamkan telinganya untuk mencuri dengar. Kedua telinga pemuda itu semakin terangsang setelah namanya mulai diungkit.

‘Ah, fans lagi… apa kusapa sebentar ya?’ batinnya. Sementara Umika dan Saaya yang tak tahu pembicaraan mereka telah sampai ke Yuto tetap asyik bertukar cerita.

 “Ah, tidak. Itu karena terlalu emosi saja.” Umika tersenyum miring “Aku cuma mengatakan tipe yang sebaliknya dengan Chinen kok—”

“UMI-CHAAAAN!!”

Datang lagi. Setelah sebelumnya dengan tidak peduli telah menggilas Yuto dengan ban sepedanya, Chinen kembali hadir untuk menggilas punggung pemuda yang sama, hanya saja kali ini dengan kaki-kakinya sendiri. Ototmatis jejak sepatu langsung menempeli punggung baju serta kepala Yuto yang sebelumnya sudah tercetak bekas roda.

“Ukh! Chinen Yuri!” Yuto mengumpat. Namun sayang, sang pelaku pelindasnya tadi tidak mau ambil pusing dengan pemuda itu. Well, dia punya ‘Umi-chan’ yang harus dilayani sekarang.

“Untuk Umi-chan sudah kubelikan roti nih…” Chinen menumpahkan beberapa bungkus roti dari kantong plastik bawaannya ke meja Umika. Kedua tanganya mulai beroperasi mengangkat bungkusan-bungkusan roti tersebut bergantian. “Mau yang mana? Yang cream? Melon? Strawberry? Coklat? Keju? Kismis? Kacang? Atau yang—“

“Hentikan!” Umika menggebrak mejanya sendiri. “Sudah kubilang aku benci orang sepertimu!”

Chinen seketika diam dan langsung menunduk.

‘eh? D-dia marah?’

“C-Chi—“ Umika menegurnya takut-takut, spontan membuat pemuda itu mengangkat kepalanya sambil nyengir lebar.

“Hehehe…”

*****

JRENG!!!!!!
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER 2

1. Chinen Yuri              492
2. Nakajima Yuto         488
3. Shida Mirai               486
4. ……………..................


Kedua bola mata Umika melebar nyaris 2 kali lipat ketika melihat rentetan hasil ujian yang tertera di papan pengumuman. Saaya di sampingnya serta Yuto yang berada tak jauh di belakangnya ikut menampakan ekspresi yang sama.

“Hahaha! Lihat hasil belajar selama sebulan!” Chinen mengangkat tangan kanannya yang terkepal tinggi-tinggi ke atas. “Chinen Yuri telah terlahir kembali sebagai super Chinen!!!”

Umika menatap pemuda itu horror. ‘S-SI BODOH ITU?!’

*****

“Wah… kukira dia cuma orang bodoh yang terus terang. Ternyata… boleh juga dia…” Saaya pelan-pelan menyusun bola basket yang berserakan di lantai ke dalam keranjang bola. Nyaris satu setengah meter di depannya, Umika juga melakukan hal yang sama.

“Cuma kebetulan kok. Nilai-nilai itu pasti cuma kebetula—“

“KYAA!! NAKAJIMA-KUN KEREN!!” suara gadis-gadis yang menyoraki Yuto menjadi latar belakang yang cukup mengganggu Umika menyelesaikan kalimatnya. Namun, setelah matanya menangkap pemandangan sumber jeritan tadi, gadis itu mengangkat telunjuknya lalu mengarahkannya ke Yuto.

“Cowok tuh harus begitu. Bukan cuma bagus nilainya… dan bisa slam dunk lagi!”

Saaya mangut-mangut. “Sifat idolanya bakal pass banget untuk memeriahkan perayaan sekolah…”

Keringat mengaliri pelipis Umika yang mendengarkan. “Saaya-chan tuh cerminan penyelenggara event banget yah…”

Sementara itu sambil melirik ke arah Umika Yuto bicara sendiri.
“Huh, untung aku punya basket. Hasil tes kebetulannya si bodoh Chinen itu nggak perlu dipedulikan..”

SHAT

Sesuatu tiba-tiba saja melesat melewati Yuto dengan sangat cepat dan sebelum pemuda itu menyadarinya, bola basket yang sejak tadi asyik di dribel tangannya telah berpindah ke tangan milik orang lain. 

“UWOO!! CHINEN HEBAT!!”

“DIA BERHASIL MENEROBOS NAKAJIMA DENGAN MUDAH..!”

“AYO CHINEN!!”

Murid lain mulai ribut. Dan teriakan sukses menggema setelah Chinen berhasil memasukan bola tadi ke ring.

“EH?!” Umika bagai disengat listrik tegangan tinggi. Matanya enggan berkedip, sementara otaknya berkali-kali memutar aksi memukau Chinen tadi dalam benaknya.

“WOOW!! CHINEN!”

“HEBAAT!!”

“CHINEEN!!”

Seruan kagum terdengar bersahut-sahutan memenuhi gedung olah raga. Beberapa anak bahkan ikut bertepuk tangan heboh, menambah kegaduhan.

“Dasar Chinen sial! Berani membuat marah diriku yang idola sekolah ini ya?!” Yuto setengah berbisik.
Chinen tidak ambil pusing dengan kalimat Yuto tadi, malah tersenyum kecil sambil berlari menuju Umika. Gigi kelincinya yang lucu dipamerkan.

“Umi-chan! Sudah lihat belum? Sekarang aku sudah jadi cowok idealnya Umichan!!” mata pemuda itu nampak berbinar-binar menatap Umika. Namun, belum sempat Umika berkata-kata, seseorang sudah menghentikannya dengan rangkulan hangat di bahunya yang mungil.

“Berhentilah jadi cowok keras kepala, Chinen.” Yuto—yang ternyata adalah oknum yang merangkul Umika tadi tersenyum mengejek pada Chinen sembari menatap pemuda itu dari bawah ke atas. Bukan apa, ia hanya ingin memperjelas, seberapa besar perbedaan tinggi keduanya.

“A-Apaan sih kau, Nakajima?! Ini tidak ada hubungannya dengamu!” Chinen menunjuk tangan Yuto yang masih belum lepas dari bahu Umika. “Hei! jangan nempel-nempel sok akrab gitu!”

Yuto hanya tersenyum kecil sebelum menjawab. “Ada hubungannya kok..” pemuda itu ganti menatap Umika. “Sebenarnya sejak dulu aku juga naksir Kawashima-chan…”

“A-“

“APA KATAMU?!” Chinen naik darah. Yuto yang menatapnya tetap memasang senyuman mengejeknya.

“Jangan kesal. Kawashima sendiri yang bilang kalau tipe idealnya itu cowok yang tinggi kan? Apakah kau sudah menukur tinggi badanmu itu? huh?”

“K-KAU—“

“Tunggu dulu!” seruan Saaya spontan menghentikan konflik Chinen-Yuto yang hampir mencapai titik adu jotos. Gadis itu mendekat dan mengambil tempat di tengah-tengah ketiga sumber masalah tadi. “Sebelum ada korban berjatuhan, lebih baik serahkan saja duel ini padaku, Irie Saaya, ketua pelaksana festival sekolah!”

Chinen dan Yuto saling menatap lalu spontan mengangguk. Saaya tersenyum tipis sebelum kembali bicara. “Karena Umika menyukai basket, bagaimana kalau kita menuntaskannya dengan permainan ini juga. Duelnya 1 lawan 1 dalam jangka waktu yang dibatasi. Tempatnya akan disiapkan panitia pada hari terakhir festival sekolah. Bagaimana?”

“Menarik…” Yuto yang duluan bereaksi. “Kalau sudah begini harus dituntaskan di depan semua orang..”

“Tentu saja! Itu juga mauku!” Chinen tidak kalah semangat. “Dan pemenangnya… akan…

“Tu-tunggu! Apa-apaan ini? Siapa yang memutus—“

“Pemenangnya akan menari dengan Umi-chan di acara folk dance!”

GUBRAK
Umika, Yuto, Saaya, dan murid-murid lain yang menonton sontak menciptakan bunyi tadi dengan jatuhnya tubuh mereka ke lantai.

“F-Folk dance?” agak kesulitan, Yuto kembali bagun dan berdiri seperti sedia kala. Chinen mengatupkan telapaknya serta menampang wajah semangat 1000%.

“Betul! Event terbesar yang menghiasi malam terakhir festival, folk dance! Bergandengan tangan dengan Umichan tanpa gantian, folk dance dengan satu lagu terus menerus…”

“Tu-Tunggu…” Umika berusaha menghentikan ide gila Chinen tadi namun usahanya sia-sia setelah Yuto kemudian memberikan persetujuan.

“Boleh-boleh saja sih…”

“Ok! Sudah diputuskan! Pemenangnya akan folk dance dengan Umika!” Saaya menutup sidang penentuan pertandingan kali ini dengan 3 kali hentakan kaki di lantai. Semua siswa sontak bertepuk tangan heboh.

“OSYAAA!! AKU TIDAK AKAN KALAH!!” Chinen mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Super Chinen 2 mode: ON! Hahahaha!”

“A—“ Umika menekan kepalanya dengan tangan. “Apa-apaan ini????”

*****

HEBOH PERTANDINGAN SPESIAL: Nakajima Yuto Vs Chinen Yuri

Duel 1 on 1 memperebutkan Kawashima Umika

Persiapan duel panas: Nakajima & Chinen di ruang latihan

“Hohoho… semakin meriah saja festival sekolah kita…” Ujar Saaya senang sembari tangan dan matanya sibuk terpusat pada 2 selebaran dan 1 surat kabar yang baru saja dibacanya. Yap! Saking hebohnya pertandingan Yuto vs Chinen tersebut, pihak Horikoshi gakuen sampai menerbitkan surat kabar khusus festival serta selebaran-selebaran dan poster pertandingan basket tersebut demi memuaskan keingintahuan pengunjung festival yang sebagian besar tertarik pada pertandingan itu sendiri.

“Ne, Saaya-chan… jangan gitu dong. Kau tahu sendiri, aku juga sibuk dengan persiapan acara kelas…” bibir Umika manyun sambil bicara. Di tangan gadis itu ada sekotak penuh crepes.

“Sudah..Sudah.. Nikmati saja…Yaah, jadi cewek laris memang susah ya…” gadis itu tiba-tiba menepuk jidatnya sendiri. “Aku baru ingat ada rapat panitia. Aku tinggal yah!”  dengan cepat Saya membentuk U-turn lalu kembali ke gedung sekolahan. Umika tetap membawa crepesnya sambil cemberut.

“Dia kawashima Umika yang diperebutkan Nakajima-sama dan Chinen-kun itu ya? “

“Apaan tuh? Nggak ada bagus-bagusnya…”

GLEK!

Umika menatap miris 2 siswi kelas lain yang tadi sengaja menghinanya tepat saat ia lewat. Gadis itu mengeluh lemah sebelum kembali berjalan dengan langkah galau. Umika sadar, ia tidak sempurna. Dan justru karena itu, menjadi gadis rebutan 2 orang populer di sekolah tidak sama sekali membuatnya senang, malahan benci luar biasa. Seolah, ia hanya mainan yang digunakan baik Nakajima maupun Chinen untuk semakin mendongkrak popularitas masing-masing.

“Semua gara-gara si bodoh Chinen itu—” Umika mengumpat. Namun kalimatnya lalu terhenti oleh suara yang muncul di belakang.

“Kawashima-san…”
Umika berbalik, dan menemukan Yuto tengah tersenyum sumringah sembari bergerak mendekatinya.

“Nakajima-kun?”

“Maaf ya… gara-gara aku juga, kamu jadi kesusahan begini… aku jadi gak enak~”

“Kalau begitu, berhentilah menggoda gadis yang biasa-biasa saja seperti aku ini..” jawab Umika gamblang. “Pasti ada cewek yang jauh lebih baik dari pada aku.. Yang akan lebih cocok denganmu atau Chinen..”

Yuto memiringkan kepalanya sedikit sambil menampang wajah innocent. “Loh, Padahal Kawashima-san manis sekali loh…”pemuda itu tersenyum. “Tau gak? Aku ini emang biasa tampil mencolok dan malah kelihatan ‘gampangan’ sih.., tapi sebenarnya, sejak kelas satu, diam-diam aku sudah naksir Kawashima-san loh…”

“Eh?”

Yuto meletakan tangannya di pundak Umika sekaligus merangkul gadis itu. “Makanya… tolong pertimbangkan perasaanku ya~”

BUK!
Tubuh maha menjulang nan kurus milik Yuto tiba-tiba sudah terjembab di tanah dengan satu kaki berlapis sepatu kets putih menindih kepalanya. Bisa ditebak kan siapa?

“Sudah dibilangin jangan nempel-nempel sama Umi-chan, dasar mata keranjang kurang ajar! Mau mencuri start ya?!” Chinen Yuri ngamuk. Deru nafasnya tak beraturan. Tangannya seolah ingin mencabik, kakiknya seolah ingin menendang dan menghancurkan siapa lagi kalau bukan manusia yang baru saja ditumbangkannya tadi.

“Chinen! Kau!” Yuto bersiap bangun dan menghajar Chinen. Namun Umika buru-buru memisahkan mereka dengan memposisikan dirinya di antara 2 tubuh beda tinggi pemuda-pemuda itu.

“Sudah! Sudah! Hentikan! Jangan bikin ribut!!” gadis itu lalu menarik Chinen agar menjauh dari Yuto. Setelah sosok Yuto tak terlihat lagi, Umika spontan menumpahkan unek-uneknya dengan memarahi Chinen habis-habisan.
“Chinen-kun jaga sikap donk! Masa cuma demi folk dance harus sebegini ributnya! Kalau orang lain—“

“Bukan cuma!” Chinen memotong omelan Umika. “Folk dance itu impian masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah banget! Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!” pemuda itu menjawab semangat. Tangannya terkepal dan terangkat setinggi dada, seolah menunjukan kobaran api yang tengah membakar semangatnya. Melihat antusiasme berlebih pemuda manis itu, Umika hanya menghela nafas panjang.

Pandangan Chinen lalu beralih, dari wajah Umika menuju satu kotak penuh crepes di tangan gadis itu.  

“Umi-chan, apa ini?” tanyanya polos. Umika mengikuti arah pandang pemuda itu.

“Oh… Ini contoh crepes yang akan dijual di perayaan sekolah..”

“Umi-chan yang bikin? Mauu!!” Chinen tiba-tiba saja sudah duduk pose anak anjing yang minta makan di depan Umika. Gadis itui kembali menghela nafas.

“Kalau cuma satu sih—“

HAP!

Baru saja Umika menyorongkan crepe dengan tangan kanannya, Chinen secepat kilat menyambar makanan itu langsung dengan mulutnya. Umika melongo beberapa detik memperhatikan pemuda itu.

“K-kok?”

“UWOO!!” Chinen backflip satu putaran dan mendarat dengan berdiri. Tangannya—lagi-lagi terangkat ke udara, menunjukan semangatnya yang luar biasa. “Pengisian listrik selesai! Super Chinen version up menjadi super Chinen 2!!” pemuda itu lalu memandang Umika sambil tersenyum manis. Jari telunjuk dan tengahnya terulur membentuk sign peace.“Lihat saja Umi-chan. Aku pasti menang!”

Umika tersenyum.

*****
“Katua panitia perayaan sekolah disini!! Irie Saaya desu~” Saaya heboh memberikan salam pada kumpulan besar orang yang kini tengah memenuhi lapangan olahraga demi menyaksikan secara eksklusif interview langsung gadis itu terhadap 3 siswa sehubungan acara istimewa yang akan digelar sekolah pada hari terakhir festival. Yup, Interview istimewa pertandingan basket Chinen-Nakajima dalam memperebutkan Kawashima Umika, seperti yang tertera dalam selebaran.
“Nah, minaa…Tanpa basa-basi, mari kita langsung wawancarai 3 orang yang topik berita~” Saaya berpindah dari posisi berdirinya, lalu mendekati tempat Chinen, Yuto, dan Umika duduk sejak tadi.

“Yang pertama Nakajima-kun. Menurutmu, bagaimana peluang kemenanganmu di pertarungan basket?” Saaya mengoper mike kepada Yuto.

Yuto terkekeh. “Maaf saja. Tapi kalau melawan pemula seperti itu, rasa-rasanya tidak akan jadi duel ya..”

Sementara yuto asyik menjawab, wajah Umika sudah nyaris memerah seperti kepiting rebus karena malu ditonton banyak orang.
‘Dasar Saaya! Kenapa sampai aku segala!’ keluhnya dalam hati.

“Wah… jawaban yang meremehkan sekali ya~”Saaya menyeringai. “Oke, pertanyaan no.2. Kalau kamu menang, apa hubunganmu dengan Kawashima Umika akan berlanjut?”

“Yaah… kalau aku sih tergantung Kawashima-san. Kalau kawashima-san juga punya perasaan yang sama denganku, akan lebih baik kan? Bisa dikatakan ini asmara yang bermula dari folk dance..”Yuto mengedipkan sebelah matanya, spontan membuat gadis-gadis yang menyaksikan jejeritan. Tapi tidak bagi Umika. Gadis itu malah semakin mengkerut saking malunya.  

BUKK!

Tanpa diduga-duga, sepatu kets milik Chinen sekali lagi mendarat di kepala Yuto. Kali ini, tepat di wajahnya yang maha tampan.

“OOOH~ Chinen-kun menyeruduk!!”

“Butuh di kasih tahu berapa kali sih?! Jangan suka mencuri start!!” Chinen berdiri sambil bercakak pinggang. Yuto sudah bangkit kembali, siap membalas pemuda itu kalau saja tidak tertahan Saaya yang kini sudah ganti narasumber. Kok tiap kali Yuto mau membalas Chinen, selalu tidak bisa ya?

“Pertanyaan berikutnya untuk Chinen-kun..” Saaya tidak lagi basa-basi. “Belakangan ini kepopuleranmu di antara gadis-gadis sedang melonjak. Bagaimana menurutmu?”

 “Aku nggak butuh! Mau bilang apapun, pandanganku hanya tertuju pada Umi-chan!” Pemuda itu lagi-lagi mengepalkan tangannya. “Bagiku Umi-chan itu harapan abadi! Cahaya! Bidadariku! Love love ku! Malaikatku! Ra—“

“CUKUUP!” Umika menggeplak kepala Chinen dengan mike yang tadi diambilnya paksa dari saaya.

“Ooh~! Ternyata kawashima Umika tidak tahan dengan pernyataan Chinen yang memalukan~” Meskipun tanpa mike, Saaya masih tetap mengomentari. Beberapa siswa mulai saling membisikan nama Umika dibelakang. Namun, biarpun judulnya berbisik, mereka tetap sengaja memperbesar volumenya agar gadis itu bisa mendengarkan.

“Bilangnya sih tidak suka… padahal sebenarnya malah senang kan?”

“Habisnya diperebutkan sama 2 cowok populer sih… sebagai cewek enak kan?”

“iya..iya..”

Bukan hanya Umika yang mendengarkan ternyata. Saaya, Yuto, Chinen, dan nyaris semua orang bisa mendengarnya. Melihat wajah Umika yang sudah hampir menangis, Yuto jadi kasihan dan berusaha menghentikan omongan-omongan tadi.

“Oi..oi… kalian…”

“JANGAN NGOMONG HAL BURUK TANTANG UMI-CHAN!!!”

BRAK!!

Teguran maha halus Yuto barusan sontak terhenti akibat tindakan ekstrim Chinen yang mengamuk sambil menendang meja hingga terjantuh ketanah dan menimbulkan bunyi berisik yang bisa memekakan telinga. Suasana gedung olahraga sontak berubah sunyi.

“Dengar ya! Yang ribut itu kami, bukan Umi-chan! Jadi jangan sekali-sekali ngomongin Umi-chan! Dan kalau masih ada yang berani…” Chinen memasang kuda-kuda jurus kamehameha. “SEMUA AKAN KUHEMPASKAN DENGAN ULTRA ELECTROSHOCK BOMBER DARI SUPER CHINEN 2!!!”

“GYAAAA!!!”

Dari tempatnya, Umika memperhatikan tingkah ajaib Chinen sambil tersenyum kecil.

*****

“Interview itu parah banget ya….” Saaya tertawa kecil sambil melirik Umika yang mengikutinya di belakang dengan muka kusut luar biasa. Umika hanya bisa nyengir mentah.

“Gara-gara siapa coba?!”

Saaya kembali tertawa. “Tapi kamu jadi mempertimbangkan perasaanmu pada Chinen kan? Yaah…meskipun kasihan dianya sih. Soalnya, kalau tanding basket kan, Nakajima-kun akan lebih unggul… pertama, karena dia acenya klub basket… dan kedua…” Saaya balik belakang agar bisa menatap Umika.

“Selisih tinggi badannya itu loh…”

*****

“Gagal lagi!” Chinen mengempaskan tubuhnya semberono ke lantai lapangan. Kepalanya mendongak ke ring basket. “Gimana ya…? Kalau tinggi badan sih gak bisa diapa-apain lagi…”pemuda itu menunduk. Namun tak sampai sepersekian detik, kepalanya di angkat lagi. Kali ini seolah ada semacam aliran listrik yang menjalari setiap syaraf-syarafnya yang membuatnya kemudian menoleh dan menemukan seseorang berdiri tak jauh dibelakangnya.

“Umi-chan!”

Umika terperanjat. ‘ekh! Ketahuan? Dia siluman ya?’
Gadis itu bergerak mendekati Chinen. “Terus-terusan latihan sampai istirahat siang ya?”

Chinen tersenyum malu-malu. “i-iya..”

“Tapi lawanmu Ace klub basket loh…”

Chinen nyengir. “Bagi super Chinen 2, tidak ada yang tidak mungkin! Aku pasti bisa menang kok. Sumber kekuatanku kan Umi-chan…”

Umika memandang Chinen dalam. Semburat merah di pipinya muncul perlahan.
‘Kenapa dia bisa sampai seperti ini ya? Padahal aku kan cuma cewek yang biasa saja…’.
Umika masih saja menatap Chinen, hingga lama-kalamaan jantungnya mulai berdegub tak karuan. Gadis itu mulai merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
“A-Aku duluan ya… soalnya masih ada persiapan penjualan di stand kelasku…”

“Eeh? Sudah mau pergi?” Chinen terlihat kecewa. Umika berbalik, lalu tersenyum lembut.

“Berlatih ya…”

“Eh?”

“Kau mau menang kan?” Umika masih tersenyum. “Berjuang ya…”
Gadis itu lalu perlahan menghilang di balik tikungan gedung. Chinen masih melongo. Kata-kata Umika tadi terus terngiang dalam pikirannya.

“Berjuang ya…”

“Berjuang ya…”

“Berjuang ya…”

“HOREEEEEEEE!!! UMI-CHAN MENDUKUNGKU!!” teriaknya super kencang, sampai-sampai Umika yang sudah keluar dari gedung olah raga masih bisa mendengarnya. Gadis itu kembali tersenyum. Entah kenapa, kali ini Chinen tidak membuatnya kesal sama sekali. Malahan ada perasaan senang dan keinginan agar Chinen yang memenangi pertandingan nanti. Umika tidak tahu sebabnya, tapi jujur, dia menikmatinya. 

“Lagian, kenapa juga folk dance ya..?” ujarnya pelan.

*****

“JUMPIIIING SHOOOOOOOT!!!”

SRASH

Chinen tersenyum bangga setelah bola lemparan mautnya tadi berhasil masuk dengan sempurna. Beberapa meter dibelakang, Saaya bersama sekumpulan siswa yang sejak tadi menonton latihannya bertepuk tangan meriah.

“Penuh semangat menjeang duel ya, Chinen-kun…” Saaya nyengir. Chinen dengan pose andalannya—mengangkat tangan terkepal ke udara—mengangguk mantap.

“Tentu saja! Super Chinen 3 yang sudah power Up dengan kekuatan cinta dari Umi-chan tidak mungkin terkalahkan…”Serunya semangat full. Beberapa siswa bergidik ngeri menatapnya.

‘kok kayak ada listrik yang keluar dari badannya ya?’ pikir mereka nyaris bersamaan.

*

“Sisa cicipan crepenya banyak juga..” Umika melirik beberapa potong crepe sisa cicipan guru-gurunya tadi. Karena terlalu semangat membuat, Umika lupa kalau jumlah crepe buatannya lebih banyak dari jumlah guru di sekolah. Otomatis, makanan tersebut masih nyisa beberapa potong.
“Apa kukasih Chinen saja ya? Dia kan suka..” gumamnya super pelan sambil berjalan menuju gedung olahraga. Namun, baru setengah jalan, gadis itu jadi teringat sesuatu.
“Kalau nggak dibagi untuk Nakajima-kun, rasanya jahat ya..” Umika putar balik menuju kelasnya. “Biar adil, kuberi juga ah..”

“Ne, Nakajima-sama… kalau menang duel, si Kawashima itu bakal diapain? Nggak dijadiin cewek kan?” beberapa gadis tengah mengerumuni Yuto. Umika yang sempat melihat hal itu segera menyembunyikan dirinya di balik pintu setelah mendengar namanya disinggung.

“Yah, meskipun konyol, sesuai janji akan kutemani folk dance…” Yuto tersenyum simpul. “Aku sih gak ada niat mau pacaran sama dia. Habisnya aku cuma ingin mengalahkan si Chinen itu saja..”

Satu gadis lalu menimpali. “Jadi maksudmu, Kawashima itu hanya alat untuk menghabisi Chinen?”

Yuto mengangguk. “Begitulah..”

“Waa~ Nakajima-sama jahat ih… Hahahaha..”

Di balik pintu, Umika masih berdiri dalam diam. Air matanya menetes perlahan.

*

Wajah Chinen tiba-tiba saja berubah serius. Aktifitasnya terhenti, bibirnya tak lagi mengeluarkan ocehan-ocehan segar bagi Saaya dan beberapa pendukungnya tadi. Hal ini ototmatis menimbulkan tanda tanya besar bagi mareka.

“Ada apa Chinen-kun?” Saaya memberanikan diri bertanya. Tanpa balik menatap gadis itu, Chinen menjawab pelan.

“Umi-chan dalam bahaya..”

“Eh?”

“Aku harus pergi…” Chinen langsung mengambil langkah seribu, ngacir dari tempat itu juga. “UMI-CHAAAAAAAAAAAAAN!!!!”

Semua melongo menatap kepergiannya.

“Makhluk apa itu?”

*

Umika duduk diam di salah satu bangku taman. Wajahnya tertekuk dalam. Beberapa siswa yang sekedar lewat bisa merasakan aura gelap yng dipancarkannya sehingga mereka buru-buru berlari pergi. Tak berapa lama, Chinen lalu muncul.

“Ne, Umi-chan.. Ada apa?” pemuda itu mendekati Umika.

“Tidak ada apa-apa…” jawab Umika masih menunduk. Chinen mengerutkan alisnya.

“Jangan disembunyikan donk... Katakan saja. Super Chinen 3 ini pasti akan—“

“Masa bodoh!” Umika berteriak. Matanya yang memerah diarahkan kepada Chinen sekarang. “Hentikan saja berpura-pura mengejarku!”

“Eh? Aku tidak berpura-pura..”

“Lalu, Kenapa kau bisa menyukaiku? Kan ada banyak gadis yang seperti aku! Kenapa harus aku? Apa spesialnya aku memang?!” Umika membrondong Chinen dengan pertanyaan. Tatapan matanya masih tajam.

“Eh… Itu.. Di..dimana ya..”

“Tuh kan, nggak bisa jawab!” Umika kembali meneteskan air mata. “Chinen-kun, orang lain mungkin senang dengan semangatmu yang luar biasa itu. Tapi… coba pikirkan perasaanku yang selalu terlibat tanpa tahu apa-apa! Selalu saja aku yang digosipkan! Selalu aku yang dijelek-jelekan! Selalu, dan semua gara-gara kamu!!”

“U-Umi—“

“AKU BENCI BANGET ORANG SEPERTIMU!!!”

DUARRR!!!

Bagai disambar petir, Chinen langsung melorot ke tanah sementara Umika sudah hilang entah kemana. Beberapa siswa yang kebetulan lewat langsung mendekati Chinen.

‘U-Umi-chan…”

Umika tidak lagi peduli. Gadis itu tetap berlari, berusaha memisahkan jaraknya sejauh mungkin baik dari Chinen maupun Yuto. Umika sadar, tidak seharusnya dia melampiaskan rasa sakit hatinya kepada Chinen seperti tadi. Pemuda itu tidak salah memang. Nakajima lah yang memanfaatkannya. Tapi hal ini malah semakin membuatnya sadar, gadis sepertinya tidak pantas jadi rebutan seperti ini.

Chinen seharusnya bisa mendapatkan gadis lain yang jauh lebih sempurna darinya.

*****

“Duel basket itu sudah mulai belum ya?”

“Buruan ke gedung olahraga! Waktunya tinggal 5 menit lagi nih!!”

Umika melirik sekilas beberapa teman sekelasnya yang nampak terburu-buru berlari menuju gedung olahraga. Namun, gadis itu tidak ambil pusing, dan tetap meneruskan tugasnya berjaga di stand penjualan crepes kelasnya. Malahan menurutnya, Chinen mungkin saja sudah patah hati akibat pernyataan kasarnya kemarin.

Charachara… chachacha…Charachara… chachacha…

Samar, Umika mendengar bunyi musik yang biasa dimainkan saat folk dance dari ruang musik. Perlahan, benaknya memainkan kembali memori ketika ia menolak ajakan Chinen untuk menjadi partner folk dancenya 2 tahun berturut-turut.

“Nggak Mau! Sampai kapanpun aku nggak akan menari dengan Chinen-kun!!!”

Umika ingat betul bagaimana ekspresi Chinen saat kalimat tadi diteriakan tepat didepan wajahnya 2 kali di saat yang sama 2 tahun berturut-turut.

Kok kali ini dia merasa jahat ya?

“Folk dance itu impian masa muda, roman lelaki! Dan bisa folk dance dengan Umi-chan itu berkah banget! Harta karun! Gak mungin aku merelakannya buat si Nakajima-genit itu!”

“Ck!”satu decakan menjadi pengantar Umika meninggalkan stand kelasnya. Teman-temannya memaklumi, Umika pasti ingin menyaksikan pertandingan yang memperebutkan dirinya itu, dan yang pasti mereka membebaskannya dari tugas kali ini meskipun dalam hati mereka juga MAU BANGET nonton pertandingan itu.

‘Dasar bodoh… hanya demi folk dance…’batinnya.
Tidak butuh waktu lama bagi Umika untuk sampai ke gedung olahraga yang penuh sesak oleh penonton. Didalam, pertandingan tengah berlangsung panas.

“Perolehan nilai sementara saat ini 15 lawan 15. kedua pihak tidak mau menyerah, sisa waktu tinggal sedikit lagi!” sebagai live announcer, Saaya nampak bersemangat mengomentari jalannya pertandingan antara Chinen dan Yuto. Kedua manusia itu memang tidak ada yang mau kalah. Yuto berjuang demi kepopulerannya sedangkan Chinen demi Umi-channya tercinta.
“UOOO! Chinen merebut bola dengan paksa dari Nakajima!” suara Saaya makin bersemangat. “Perjuangan yang gigih melawan Nakajima, Ace dari klub basket! Apakah semuanya dipertaruhkan disini?!”

Chinen mendribel bola sambil ngosh-ngoshan. Di depannya, Yuto yang tak kalah lelah siap menghalangi.

“Tinggal semenit. Sudah mepet nih… sepertinya memang harus dituntaskan y—“

“Nakajima.” Chinen memotong kalimat Yuto sambil tetap mendribel bola. “Ada yang ingin kutanyakan..”

“Hah?”Yuto bingung. Sebaliknya, Chinen malah menatapnya serius.

“Apa kau benar-benar suka Umi-chan?”

Yuto makin heran. “Kau… apaan sih tiba-tiba?”

“Kemarin keadaan Umi-chan aneh…”Chinen mulai melanturkan teorinya.“Kurasa kamu penyebabnya..”

“Kau ngomong apa sih?!” Suara Yuto mulai membesar sehingga penonton bisa mendengarnya. “Aku naksir sama cewek itu, sudah cukup kan?!”

“Cuma segitu?” Chinen melepaskan bola dari tangannya dan membiarkan benda bulat kecoklatan itu berguling bebas di lantai. Matanya menatap Yuto berapi-api. “Aku ini…SUKA! SUKA! SUKAA! SANGAT SUKAAA SAMA UMI-CHAN! ASALKAN DEMI UMI-CHAN, APAPUN BISA KULAKUKAN!!! ASALKAN UMI-CHAN MENYURUH, JADI MAHASISWA UNIVERSITAS TOKYO, JADI PEMAIN NBA, ATAUPUN JADI PRESIDEN, AKAN KULAKUKAN!!! MENGUASAI DUNIA SEKALIPUN AKAN KULAKUKAN!!!!”

Kerumunan penonton otomatis melongo. Tak terkecuali Yuto dan Umika.

“Se-seram…”Umika bahkan sempat menggumam.

“Meskipun begitu…”Nada bicara Chinen turun perlahan. “Kalau Umi-chan bilang enyah dari hadapanku… maka akan kulakukan…” Pemuda itu kembali mangambil bola yang kini berada tak begitu jauh darinya dan mendribelnya. “Karena itu! Orang yang bisa berada di samping Umi-chan, kalau bukan orang yang kuakui, Tak akan kuizinkan!!” Chinen bergerak maju. “Penentuan kalah-menang Nakajima!”

Yuto ikut bersiaga.“Ayo maju cebol—“

BUKK!

Untuk yang kesekian kalinya, sepatu kets milik Chinen kembali mendarat di wajah Yuto. Dan kali ini, Chinen memanfaatkan tubuh tinggi Yuto agar bisa memasukan bola ke keranjang.

SRASH

“Masuk! Dunk shoot yang sempurna!!!” Suara Saaya mengawali teriakan riuh penonton. Chinen mengepalkan tangan kanannya lalu mengankatnya tinggi-tinggi.

“Berhasil! Rasain tuh!” Chinen tertawa lebar diiringi tepuk tangan sekelilingnya.

“Ya, kemenangan besar Chinen kun—“

PRIT   PRIT   PRIT
Wasit tiba-tiba meniup peluit. “Pelanggaran! Intentional foul!”

“EEEH?” Chinen berlari mendekati sang wasit. “Apaan tuh? Curang!”

“Dasar bodoh, wajar saja pelanggaran…”Umika mengomentari diam-diam.

“Chinen! Kau!” Yuto menarik kerah baju Chinen. “Tak akan kumaafkan! Sekarang juga kau akan ku—“

BUK!

Tangan Yuto kalah cepat. Belum juga ia mengambil posisi menyerang, Umika sudah keburu meninju pipinya. Alhasil pemuda itu terbaring tak berdaya di lantai akibat kelelahan juga pukulan dashyat yang baru saja diterimanya.

“U-Umi-chan?”

“Pertandingan selesai! Chinen-kun yang menang! Ada yang keberatan?!” Serunya kencang sehingga seisi gedung bisa mendengarnya. Semua orang sontak mengangguk. Tak ada yang berani membantah gadis mungil itu saat ini, apalagi setelah melihatnya berhasil menjatuhkan Yuto dengan sekali tonjokan.
Umika berbalik, lalu menggenggam tangan Chinen. “Kemarin maaf ya… aku sudah seenaknya membentakmu tanpa sebab. Tapi saat ini, jujur… aku merasa senang dengan perasaanmu terhadapku.” Umika tersenyum lembut kepada pemuda itu. “Arigatou, Chinen-kun…”

Chinen hanya diam. Wajahnya memerah. Melihatnya Umika jadi khawatir.

“Loh, kenapa?”

“I-itu..anu.. ta-tangan…tangannya…”

“Tangan?” Umika mengangat tangannya dan tangan Chinen yang masih berada dalam genggamannya tepat ke depan wajah mereka. Melihat tangan mereka yang bertautan makin jelas, Chinen seketika merosot ke tanah.
“EEH?! Chinen-kun?”

Tak jauh dari mereka, Saaya sudah tertawa ngakak. “Oi, Kalian masih harus folk dance loh. Apa masih bisa?” godanya.

*****

Perayaan hari itu berakhir dengan folk dance yang menjadi pokok masalah. Sesuai dugaan, pasangan Chinen-Umika menjadi pusat perhatian satu sekolah. Keduanya menari mengelilingi api unggun sendirian, sebab semua orang sibuk memperhatikan keduanya. Umika malu berat, sekaligus senang. Dan entah karena apa, Chinen menjadi sangat penurut dan bahkan lebih merah dari pada api unggun. Aneh sih, tapi Umika tetap senang.

Dan setelah itu… hari-hari tetap terlewati dengan indahnya~

“UMI-CHAAAN!! PULANG BARENG YUUK!!!”
seperti biasa, Chinen muncul di jendela kelasnya. Sudah berkali-kali Umika menyuruhnya untuk menggunakan pintu, bukannya jendela. Namun tetap saja, jika ada satuuu saja orang yang menghalangi pendangannya di depan pintu, Chinen akan menyusup lewat jendela.

Saaya menoel-noel pundak Umika. “Bikin ribut. Buruan bawa pergi..” ujarnya setengah bercanda. Umika tersenyum miring, mendekati Chinen lalu menggenggam tangan pemuda itu. Chinen seketika terdiam. Wajahnya kembali memerah.

“Hari ini mau mampir kemana dulu?” Ujarnya manis sambil tersenyum penuh kemenangan. Paling tidak, kini Umika sudah tau cara menangani pangerannya itu di saat darurat.

“ma-mana saja boleh..”

Dibelakang mereka, saya tertawa kecil. “Dasar Umika, licik juga ya..”

Yah, begitulah. Pada akhirnya, Umika dan Chinen sama-sama senang kan?

~end~