Senin, 27 Desember 2010

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 4


Part 4
Time to say Goodbye

Yamada Ryosuke’s POV
“Terima kasih banyak atas tumpangannya…” aku membungkuk hormat pada ayah dan ibu Ichigo. Keduanya tersenyum lembut.  

‘kapan-kapan datang main lagi ya, Yamada Nii-chan”  seru Ryutaro yang tiba-tiba saja berlalari ke arahku. Ichigo mengikutinya dari belakang.

“aku telpon taksi ya?” ujarnya juga. Aku menggeleng.

“biar aku tunggu saja di depan…”

“tapi...”

“sudahlah. Lebih baik Ichigo-chan memperbaiki PR kimia tadi, mungkin saja masih ada yang salah…”
Ichigo masih terlihat ragu-ragu. Tapi kemudian dia mengangguk.

“nah…aku pulang dulu ya. sayonara..”

“un. Itarashai…”
Aku berbalik, meninggalkan rumah Ichigo.

*_*_*

“tadaima…” aku membuka pintu perlahan. Dari dalam tidak terdengar suara apapun. mungkinTou-chan belum pulang. Cepat-cepat aku masuk. Aku ngantuk sekali, ingin tidur. Tapi tiba-tiba saja seseorang berlari kencang mendekatiku.

“Ryosuke!!!” serunya lalu tiba-tiba memelukku erat. Ini, Tou-chan? Lalu kenapa dia…menangis?

“Ehh? Tou-chan kenapa?” tanyaku. Tou-chan segera menghapus air matanya kemudian tersenyum lebar. Dia mengacak-ngacak rambutku.

“Tou-chan senang sekali. Sekarang anak kesayangan Tou-chan bisa sembuh. Kau bisa sembuh Ryo-chan!!!”

“Ma-maksud Tou-chan apa? A-aku…” aku bingung. Sungguh. Aku bisa sembuh? Apa Tou-chan sudah menemukan donor jantung yang cocok untukku? Benarkah?

“sini. Duduk dulu. Biar Tou-chan jelaskan semuanya…”

*_*_*

“EHH?? Hontou ni?? Uwaa…arigato Tou-chan” seruku senang. Aku sontak memeluk ayahku. Ia sendiri dengan senang membalas pelukanku. Akhirnya, setelah bertahun-tahun mencari, kami berhasil menemukan donor jantung yang tepat untukku.

Aku sudah lama mengelami kelainan jantung. Dan sulit bagiku untuk menemukan jantung pengganti yang tepat karena struktur tubuhku yang sedikit ‘berbeda’ dibanding yang lain. Tapi kali ini, akhirnya. Ditemukan juga. Ini benar-banar keajaiban. Tuhan pasti terus mendengar doaku.
Tapi… ada satu yang hampir kulupakan. Sesuatu yang penting…
Aku melepaskan pelukanku. Tou-chan sedikit kaget, dan ikut melepaskan linkaran tangannya.

“ne, Tou-chan…bagaimana dengan kemungkinan berhasilnya?”
Kulihat raut wajah Tou-chan berubah. Jadi lebih senduh. Sudah kuduga, meskipun sudah menemukan donor yang tepat, belum tentu penderitaanku akan berakhir begitu saja kan?

“Ryo-chan, kemungkinan berhasilnya 50 : 50. kecil memang. Tapi Tou-chan yakin, Ryo-chan pasti bisa. Yamada Ryosuke yang tou-chan kenal tidak gampang menyerah ne? jadi meskipun sulit, dia pasti berusaha! Dan Tou-chan juga yakin, Dia akan sembuh. Pasti!”

Pastikah?

“Arigato ne, tou-chan…”Aku tersenyum kecil. Berusaha percaya dengan apa yang Tou-chan katakan. Semoga saja aku bisa sembuh.

Semoga saja…

“terus? Operasinya dimana nanti?’

“ohh. Tou-chan hampir lupa. Operasimu nanti di New York. Tidak apa-apa kan? “

“EHH???”
Sial! Sekarang bagaimana dengan Ichigo?

*_*_*
Yamada Ichigo’s POV
Aku sudah menyelesaikan setengah bagian dari PR matematika Ryosuke. Masih ada 5 nomor lagi. Yosh! ganbatte Ichigo!

‘Ichigo-chan…” seseorang memanggilku. Ryosuke? Cepat sekali latihan sepak bolanya? Apa, memang dia yang sudah lelah dan ingin beristirahat?
Ryosuke berjalan mendekat. Wajahnya tampak sangat serius. Kenapa? Ada apa sebenarnya?

Ryosuke sudah berdiri tepat di depanku. Wajahnya masih saja serius.  Senyum yang biasa dia tunjukan setiap kali aku melihatnya tidak ada. Sama sekali tidak ada.
Aku...takut.  apa Ryosuke marah? Tapi apa yang sudah kulakukan?

“Suki desu!”
Aku membeku. Ta-tadi APA?! Ryosuke bilang apa? Su-suki?! Aku?!

Wajahnya tiba-tiba mendekat.Tu-tunggu. I-ini..aku..jangan-jangan….

“……….”

Bibirnya tepat menyentuh bibirku. Menguncinya beberapa lama. Aku hanya bisa memejamkan mata. Pikiranku kosong. Sungguh. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Setelah sepersekian detik, wajah Ryosuke akhirnya menjauh. Aku masih diam. Shock…

“arigatou ne, Ichigo-chan…”


“………”


“Sayonara…”

Ryosuke pergi. Meninggalkanku yang masih saja membeku dan berusaha mencerna apa yang ia lakukan tadi. Membiarkanku terdiam dengan berjuta pertanyaan melintas di kepalaku.

Ada apa ini sebenarnya???

*_*_*

“Ichigo…ayo bangun! Nanti kamu terlambat ke sekolah” kaa-chan menggedor-gedor pintu kamarku. Aku semakin menenggelamkan tubuhku dalam selimut. Aku tidak mau ke sekolah hari ini. sangat. Tentu saja karena kejadian kemarin. Aku tidak mungkin bisa bertemu Ryosuke. Bisa dibilang aku masih shock, dan belum bisa menerimanya secara nyata. Kejadian kemarin itu seperti mimpi. Sungguh!

“Ichigo…!!”

“Aku nggak mau ke sekolah Kaa-chaaaan!! Nggak enak badan!!” aku balas berteriak. Kaa-chan berhenti menggedor-gedor pintu.

“Ehh? Kalau begitu keluar, biar kaa-chan kasih obat….” Suara Kaa-chan melembut. Mungkin khawatir putri satu-satunya ini sakit. Aku tersenyum kecil di balik selimut.

“nanti deh! Aku mau tidur sedikit dulu…”

“kok tidur? Minum obat dulu baru tidur, Ichigo!” kaa-chan kembali berteriak. Aku bangun malas-malasan dan akhirnya membuka pintu. Kaa-chan langsung saja menempelkan punggung tangannya ke keningku. Alisnya bertaut.

“nggak panas kok…kamu beneran sakit, Ichigo?” Kaa-chan melepaskan tangannya. Aku memutar bola mataku. Berpikir Ichigo! Bagaimana cara mengelabui ibumu!!

“Yaah, kalau nggak enak badan tubuhku nggak harus panas laah Kaa-chan…” Aku mengomel. Kalau begini, akan lebih mudah membohongi ibu.

“Iya juga ya…”
Yes! Percaya kan akhirnya?. Ibu hanya tidak melihat, disampingnya aku sedang tertawa kecil.

*_*_*

Akhirnya hari ini tiba. Hari dimana aku harus bertemu Ryosuke setelah insiden ’ciuman’ 2 hari yang lalu. Aku takut. Nanti apa yang harus kulakukan ketika bertemu Ryosuke? Apa sebaiknya aku biasa-biasa saja? Atau terlihat senang mungkin? Sumpah! Aku bingung!
Kakiku akhirnya mencapai pintu kelas. Masih gugup, sekali lagi aku meremas ujung blazerku. Tenangkan dirimu Ichigo! Bersikaplah yang sewajarnya. Dan akhirnya aku masuk!
EHH?? Kenapa kelas sepi sekali? Ini sudah jam tujuh, kok hanya ada beberapa orang saja? Ditambah lagi, kenapa ada yang menangis? Apa aku ketinggalan sesuatu?
Aku mendekati bangkuku. Tas Ryosuke tidak ada. Apa Ryosuke juga tidak datang hari ini? ada apa sih dengan semua orang?
Tidak mau menjadi satu-satunya yang tak tahu apa-apa, aku mendekati beberapa temanku yang sedang menghibur Miya yang menangis. Kenapa lagi Miya menangis?

“Ne, Miya-chan kenapa?” aku menepuk pundak Sayaka teman sebangku Miya. Sayaka langsung bangun.

“Ooh, ini soal Yamada Ryosuke-kun..” jawabnya. Ryosuke?

“Memangnya Yamada-kun kenapa?” tanyaku lagi. Sayaka terlihat sedikit kaget.
Tapi kemudian tersenyum maklum.

“Kemarin Ichigo tidak datang kan?, pantas saja tidak tahu. Begini, kemarin ada pengumuman dari kepala sekolah, katanya Yamada-kun pindah sekolah”

“EHH?!” teriakku kaget.

“Iya! Tidak ada info juga dia pindah kemana. Teman-teman banyak yang tidak percaya dan hari ini pergi mengecek di rumahnya. Baru saja kami di sms, nih! hasilnya nihil. Rumah Yamada-kun kosong total.”
Aku membeku. Otakku berputar cepat, kembali mengingat kejadian 2 hari lalu.

“Arigatou ne, Ichigo-chan…”

“Sayonara…”

Jadi maksud Ryosuke, ini…?
Aku berlari keluar. Secepatnya. Jujur, aku tidak tahu kemana. Dan memang kenyataannya, kemanapun aku berlari semuanya percuma. Ryosuke belum tentu akan kembali, kan?
Kakiku terantuk, dan aku jatuh di tengah rerumputan hijau kecil. Aku sudah tak tahan lagi. Aku menangis keras. Aku ingin Ryosuke kembali. Aku ingin bilang aku juga menyukainya. Aku ingin Ryosuke, lagi! Apakah ini hukuman untukku karena selama ini selalu saja diam dan tidak mengatakan apapun tentang perasaanku? Tapi kenapa baru sekarang aku tahu? Kenapa?!

“Arigatou ne, Ichigo-chan…”

“RYOSUKE!!!!!”

“Sayonara…”

Part 4 end

Sosok itu memandang ke depan nanar. Sesekali bahunya terangkat, menarik nafas pelan. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil, disusul tubuhnya yang berputar, meninggalkan ‘sesuatu’ itu.
Dia, Yamada Ichigo. Gadis yang tepat hari ini terbebas dari label ‘siswa SMU’. Wajahnya terlihat mantap meninggalkan gedung yang disebutnya sekolah selama 3 tahun terakhir itu. Ada banyak kenangan di sana. Pelajaran sehari hari, teman sekelas, para sensei yang baik -meskipun banyak juga yang keras- dan, seseorang…

Yamada Ryosuke…

Gadis itu tersenyum kecil. Yamada Ryosuke, pemuda yang sudah menggenggam hatinya selama 2 tahun terakhir. Yang menciumnya dan bilang ‘suki desu’ sehari sebelum dia pergi, yang menghilang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, juga yang tidak jelas sekarang sudah dimana.
Ichigo menatap ke depan, menyadari sepertinya ada orang yang memperhatikannya dari tadi. Alisnya bertaut, kakinya berjalan cepat. Penasaran siapa sebenarnya orang itu.
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Matanya sontak melebar. Sosok itu tersenyum manis. Senyuman yang selalu ia ingat.

“Tadaima, Ichigo chan…”
Tetesan bening mengaliri pipi Ichigo.  Dua sudut bibirnya tertarik, membentuk senyuman yang tidak kalah manisnya dengan senyuman orang tadi. Kaget, senang, terharu, juga lega. ‘Dia’ akhirnya kembali.

“Okaeri, Ryosuke! “

~ fin ~

Minaaa,, akhirnya abis juga…^^,, maaf kalo ceritanya nggak sesuai deskripsinya..*_*
Soalnya gw sendiri aja bingung,, genrenya pindah…dari angst jadi love kali ya…hehe*hehe jidat lo!*
Gomen ne, buat genrenya yang cap cus gak jelas….>w<
teruss…,,comment please…*sembah sujud readers* ^^

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 3

Part 3
The Truth
Yamada Ichigo’s POV
“huffh…” helaan nafas. Entah sudah keberapa kalinya hari ini. Ryosuke benar-benar membuatku shock. SANGAT!
Petama tugas dari Takaki sensei yang membuatku harus bersamanya sampai malam, lalu dia mengantarku pulang, terus motornya mogok, kemudian dia mampir ke rumahku, lalu orang tuaku mengajaknya makan malam, dan sekarang dia disini, MENGINAP SEMALAM DI RUMAHKU!. Bahkan dewi Fortuna bisa jadi sangat jahat, deshou?
Aku memang beruntung, terhitung sejak pulang sekolah sampai besok Ryosuke bangun, aku akan bersamanya kira-kira 14 jam lebih. Tapi, err… itu terlalu lama mungkin. Meskipun dia nyata disini, dirumahku, tapi tetap saja aku tidak punya keberanian untuk sedikit mengajaknya ngobrol. Aku malu, dan takut. Sungguh, lebih baik aku menantinya untuk bicara di sekolah, dari pada ini, dengan jarak sedekat ini, aku sama sekali tidak bisa bicara apa-apa. Ayolah Ichigo…

“Nee-chan…” suara Ryutaro. Kulihat dia mengintip dari pintu kamarku. Aku tersenyum kecil, lalu menyuruhnya masuk.

“doushita no?” tanyaku. Ryutaro agak ragu-ragu bicara. Apa ini menyangkut Ryosuke? Apa ada yang mungkin ingin dia tanyakan?

“Yamada-kun wa…”

“hn? Yamada-kun kenapa?”

“tadi aku lihat… dia meringis memegang dadanya. Seperti… kesakitan….”

Tidak mungkin! Aku segera berlari keluar, menuju kamar Nii-chan. Ryosuke kenapa? Apa ada yang salah? Mungkin perutnya tidak bisa menerima makanan rumahku? HUH! Seharusnya aku sudah menyadari hal itu. Tou-chan sih, gara-gara menyuruh Ryosuke makan malam disini, jadi begini kan?, tapi apa benar karena itu? atau…
Aku sudah didepan kamar Nii-chan dan sudah membuka pintu,

“Ya-”
Pintu kembali kututup.
Ya Tuhan! Apa yang tadi kulihat? Ryosuke, di-dia berdiri ta-tanpa kemeja piyama, hanya dengan celananya, telanjang dada, dan.. HAAA!!
Bisa kurasakan wajahku memerah. Aku masih mengingat jelas dadanya yang bidang, lengan-lengannya yang berotot, dan kulitnya yang putih mulus seperti vanila,,
KYAAA!!!
Pikir apa aku tadi. Aku bahkan belum minta maaf sudah sembarangan membuka pintu kamarnya.

“Ya-Yamada-kun, gomenasai..” teriakku. Dari dalam terdengar tawa kecil Ryosuke.
Pintu tiba-tiba saja terbuka. Ryosuke keluar dengan senyuman manisnya yang-tentu saja-bisa membuatku meleleh. Untunglah, dia sudah memakai kemeja piyamanya, kalau tidak, mungkin aku akan benar-benar meleleh.

“daijobu…! tapi, Ichigo-chan agresif sekali ne.. aku tidak menyangka Ichigo-chan akan langsung menyerangku di kamar…” Ryosuke kembali terenyum. Tapi senyuman kali ini, nakal.

“Ti-Tidak kok..hontou ni…aku Cuma datang mengecek Yamada-kun..itu saja!!” Jawabku buru-buru. Takut, gugup, ma-malu…

“mengecekku?” tanyanya. Wajahnya sedikit serius.

“Err..Iya. so-soalnya tadi Ryuu bilang, dia lihat Yamada-kun seperti sedang kesakitan. Aku kira Yamada-kun salah makan atau …mm… tidak cocok dengan makanan rumahku…”
Ryosuke terdiam cukup lama, kemudian tersenyum lembut.

“Jadi Ichigo-chan khawatir padaku ya? …daijobu desu…” Ryosuke mengacak puncak kepalaku gemas. Demi Tuhan, aku merasa benar-benar diberkati.

“Tadi aku hanya digigit semut, dan rasanya lumayan sakit sih…tapi benar, perutku tidak kenapa-napa kok…aku tidak keracunan makanan rumahmu… jangan cemas…” Kali ini gantian aku yang tersenyum. Tetapi, sungguh, aku tidak begitu yakin dengan ucapan Ryosuke. Sepertinya, ada yang ia sembunyikan. Tapi apa?

“Ne Ichigo-chan, bisa tunjukin aku terasnya dimana?” suara Ryosuke menyadarkanku dari lamunan.

“Oh iya! Tentu!” Aku buru-buru berjalan ke teras. Ryosuke mengikutiku dari belakang.

*_*_*

“aah…kimochi…” Ryosuke duduk di lantai teras rumah kami. Kakinya digoyang-goyang sambil memainkan air hujan, seperti anak kecil. Tampaknya, dia sangat menikmati suasana di sini.

“ne, Ichigo-chan…aku boleh tanya sesuatu?” gumamnya tiba-tiba. Aku mengangguk. Jantungku berdetak cepat. Apa, dia mau…AHH! Jangan mimpi Ichigo. Tidak mungkin Ryosuke mau menyatakan perasaan padamu. Sangat sangat sangat tidak mungkin.

“Kalau aku mati, Ichigo-chan akan bagaimana??”

“…Maksud Yamada-kun apa? Aku… tidak mengerti…”
Ryosuke tertawa kecil, membuatku lebih bingung. Apa maksudnya? Kenapa dia sampai bicara seperti tadi? Apa, dia hanya bercanda?

“Yamada-kun..”

“sudahlah…aku hanya bercanda tadi…” serunya, masih tertawa kecil. Tapi apa benar hanya bercanda?
Suasana kembali tenang. Tawa Ryosuke tidak terdengar lagi. Aku memandangnya takut-takut.

“Ichigo, aku…”

“hn…?”
Wajah Ryosuke tiba-tiba mendekat. Di-dia mau apa? Tangannya juga tiba-tiba saja menyentuh pipiku. I-ini…apa dia mau me-….

“ada kotoran di pipimu…”
Apa? Hanya itu? ma-maksudku bukannya aku mau dicium Ryosuke -ralat, aku mau- , tapi… ternyata dia hanya mau membersihkan kotoran di wajahku. Apa aku yang terlalu berhayal?

“a-arigatou…”
Ryosuke tersenyum kecil.  Senyuman yang manis seperti biasanya. Kenapa jantungku kembali berdetak cepat. Bahkan lebih cepat dari yang sebelumnya. Hoo.. Ichigo. Jangan mimpi lagi. Lebih baik sekarang kembali ke kamarmu dari pada detak jantungmu ini bisa di dengar Ryosuke.

“Err…Yamada-kun, apa aku boleh ke kamarku sekarang? Bukannya aku…itu…ma-“

“Tentu saja… Ichigo-chan pasti lelah deshou? Oyasumi…tidur yang nyenyak ya…”

 ”Ha-Hai! Oyasuminasai” aku segera berjalan cepat menuju kamarku. Debaran jantungku semakin sulit ku kendalikan.

*_*_*

Yamada Ryosuke’s POV
Mataku mengikuti gerakan tubuh Ichigo yang akhirnya menghilang dari pandanganku. Aku menghelah nafas, kembali mengingat kejadian tadi.
Tadi…
Tadi itu, apa yang aku pikirkan?! Tiba-tiba saja aku ingin mencium Ichigo. Dan lagi, kenapa aku sampai bertanya seperti tadi?

“Kalau aku mati, Ichigo-chan akan bagaimana??”
Pintar Ryosuke. Kau hampir saja membocorkan semuanya. Ichigo bukan gadis bodoh. Dia tentu akan curiga. Apalagi tadi waktu sakitku kambuh. Kalau saja aku terlambat meminum pil pereda sakit itu, tentu semuanya akan ketahuan. Dan Ichigo, akan tahu…
Tapi, Kenapa?
Kenapa aku ingin Ichigo tahu? Kenapa aku sulit mengendalikan diriku, dan hampir saja mengatakan kepada Ichigo kalau aku,… sakit?

Aku suka Ichigo. Sungguh. Sejak pertama kali kami menjadi classmate di kelas 2-D. aku suka wajahnya yang manis, sikapnya yang tenang, senyumnya yang hanya ditunjukan sesekali, serta keberadaannya yang membuatku selalu merasa nyaman.
Dan kurasa Ichigo –mungkin- juga menyukaiku. Dia selalu membantuku, membuatku merasa lebih baik.

Tapi aku,…takut. Aku takut mengungkapkan perasaanku padanya. Maaf ya, aku bukan pengecut yang tidak punya keberanian untuk menyatakan cinta pada gadis yang kusukai. Hanya saja, aku takut. Takut kalau tiba-tiba aku mati, Ichigo akan bagaimana? Dan lagi, kalau aku sudah mengatakan semua, apakah aku akan tetap diberi waktu untuk bersamanya? Walau cuma sebentar, aku ingin. Sungguh…

Aku melihat jam tanganku. Jam 10 malam. Aku harus tidur. Tidak seharusnya aku memikirkan hal tadi lagi. Lupakan Ryosuke. Lupakan saja…

Aku memandang ke atas. Langit masih gelap, Hujan juga belum reda. Aku menutup mataku perlahan, merasakan hawa disekelilingku.

Apakah suasana seperti ini masih bisa kurasakan?
Mungkin besok masih bisa, tapi bagaimana nanti?

Satu tetesan bening mengaliri pipiku.


Continue to part 4

Kamis, 23 Desember 2010

Yamada Taro Monogatari

Kemarin gw nonton Yamada Taro monogatari..
Gila!! biar udah jadul,, nih dorama bisa ngacak-ngacak perasaan gw.
bikin gw jadi jadi nangis, ketawa, udah gitu tereak2 gara2 Ninomiya Kazunari ganteng banget...*GILA*
mana gw jadi nostalgia lagi sama 'Happiness'nya Arashi...
Keren banget deh pokoknya!!!

yamada Ryosuke-Ichigo ffic part 2


Part 2
There is something about Ryosuke

Yamada Ryosuke’s POV
Aku memacu kakiku lebih cepat. harus! Akhirnya, pintu kamar mandi berhasil kubuka. Aku masuk, menguncinya. Dan tiba-tiba saja, aku jatuh…
Rasa sakit ini, sungguh…lebih perih dari yang biasanya. Kenapa? Masih kuingat jelas tadi pagi aku menelan semua pil yang diberikan dokter pribadiku. lalu kenapa rasa sakit ini masih datang juga?
Aku mencengkram dadaku, mencoba menggapai jantungku yang perih sekali. aku mohon, sedikit saja, tolong kurangi sakit ini..aku tidak sanggup…
Lalu bayangan itu melintas di pikiranku. Gadis itu…

“I..chi…”
……semuanya menjadi gelap.

*_*_*

“Ryo-chan, daijobu?” suara ayahku. Aku memandang sekeliling. Tempat ini, tidak asing lagi..

“Maaf, Tou-chan membawamu ke rumah sakit. Tapi kata Inoo sensei kau butuh perawatan dan peralatan yang lebih lengkap..” kulihat wajah ayahku panik. Aku bisa mengerti. Ibuku sudah meninggal dan hanya aku saja anaknya. Tentu dia akan sangat mengkhawatirkanku.

“Daijobu. Tou-chan tidak kerja?” 

“Tidak..hari ini kebetulan tidak ada dokumen yang harus tou-chan tandatangani..”

“bohong kan?” Aku tahu. Ayahku selalu punya segudang pekerjaan yang harus dia urus. Dan ketika aku sakit seperti ini, ia akan mengbaikannya dan hanya mau mengurusku. Tapi kali ini aku tidak akan bersikap egois. Ayahku punya urusan dengan perusahaannya, dan aku tidak akan menghalangi.

“Tou-chan pergi saja…nanti pekerjaanmu malah menumpuk… biarkan saja aku bersama Inoo sensei di sini…aku tidak apa-apa kok…”

“tidak mau! hari ini Tou-chan mau libur. Mau main sama anak kesayangannya seharian…” jawab ayahku manja. Terkadang, laki-laki ini bisa jadi sangat kekanakan jika aku menolak permintaannya. Karena itu, tidak ada jalan lain…

“baiklah! Tapi hari ini saja ya! besok Tou-chan harus masuk kantor…”

“Roger!”

*_*_*

Aku membuka mataku perlahan. Kepalaku agak pusing. Aku jadi ingat tadi Inoo-sensei menyuntikan sesuatu, entah apalah namanya dan membuatku tertidur. Aku mengangkat kepala, dan mendapati sosok ayahku tertidur pulas di samping ranjang.
Dia terlihat sangat lelah. Tentu saja, dia sudah menjagaku seharian penuh dan mungkin baru ini saat baginya untuk beristirahat.
Dadaku sakit. Bukan karena penyakit laknat ini, melainkan karena wajah ayahku yg bahkan dalam tidurnya pun terlihat sangat cemas. Aku tahu, ia menghawatirkanku. Tapi sungguh, melihatnya seperti ini, kelelahan karena mengurusku membuat hatiku sakit. Sangat sakit. Bahkan jauh lebih sakit dibanding ketika penyakitku kambuh.
Aku tidak bisa menahannya lagi, dan akhirnya setetes air mata sukses jatuh dan mengaliri pipiku.

“Tou-chan..” bisiku. Aku tidak ingin membangunkannya. Wajahnya masih statis. Ia masih tertidur.

“Gomenasai…” tetesan bening tadi kembali membasahi wajahku.

“Hontou ni, gomenasai….”

*_*_*

Aku tersenyum singkat pada gadis-gadis yang kemudian pergi menjauhiku. Syukurlah, semuanya tersembunyi dengan rapi. Berita tentang pingsannya aku kemarin di kamar mandi jadi bahan pembicaraan di sekolah. Banyak yang datang padaku dan menanyakan alasannya. Untunglah, sebelumnya ayahku juga sudah berbohong kepada para guru kalau aku keracunan suplemen sehingga cukup mudah bagiku untuk mengelabui teman-temanku.
Aku memandang ke samping. Yamada Ichigo. Gadis itu masih saja statis, berkutat dengan rumus-rumus kimia dalam bukunya, atau bisa dibilang bukuku. Dia satu-satunya gadis yang selalu aku minta untuk mengerjakan prku. Gadis yang selalu mau membantuku membuat pr namun terkesan tidak peduli. Hari ini pun, dia sama sekali tidak menanyakan apapun tentang kejadian kemarin. Padahal, dia teman sebangkuku. Tapi, bertanya sedikitpun tidak. Harus aku akui, aku ingin dia menoleh padaku, bicara, itu saja sudah membuatku cukup lega. Karena kurasa, aku menemukan sesuatu yang berbeda dalam dirinya.

*_*_*

“… dan untuk tugas kali ini, dikerjakan berdua teman sebangku. Bisa kan?” Takaki sensei tersenyum lebar melihat ekspresi kelas yang berbeda-beda. Para gadis banyak yang malu-malu memandang teman sebangku mereka, sementara yang lelaki berpura-pura berwajah tidak setuju terhadap keputusan sensei, walau menurutku beberapa dari mereka sebenarnya sangat senang bisa menghabiskan waktu dengan gadis – gadis menyelesaikan tugas kimia yang lumayan banyak itu. sungguh, aku juga sangat senang. Aku bisa punya waktu berdua Ichigo. Meskipun Ichigo sendiri terlihat biasa saja mendengar hal tadi. Tapi –yaah- begitu saja sudah membuatku senang.

“ Oh! Dan jangan lupa, kumpulkan tugasnya lusa! Besok hari minggu kan, jadi kalian punya banyak waktu untuk mengerjakannya. Ok? Jaa “ Lanjut Takaki sensei kemudian berjalan keluar kelas diiringi bunyi bel dan sama sekali tidak menghiraukan protes kami. Lelah berteriak, semua teman-temanku duduk kembali di bangku mereka, mulai mendiskusikan masalah tugas itu dengan teman sebangkunya. Aku tidak mau ketinggalan. Segera kuputar tubuhku, tepat menghadap Ichigo. Gadis itu sedikit kaget, namun kembali menetralkan raut wajahnya.

“Jadi tugas ini..bagaimana kalau mulai kita kerjakan sepulang sekolah? Aku akan minta ijin Yuto-kun untuk bolos latihan hari ini. Ichigo-chan bisa kan?”

Ichigo berpikir sejenak kemudiak mengangguk.

“baiklah kalau begitu!”

*_*_*

“Yosh! akhirnya selesai sebagian! Are? Sudah jam segini?!” teriakku ketika menatap jam tanganku. Jam setengah 8 malam. Kulihat Ichigo cepat-cepat membereskan bukunya. Mungkin ia takut dimarahi orang tuanya karena pulang telat. Aku juga ikut membereskan buku-bukuku.

“ne, Ichigo-chan..sudah malam, aku antar ya..orang tuamu pasti khawatir kalau kau pulang larut..” ujarku pelan. Firasatku mengatakan, ia akan menolaknya.

“tidak usah. Aku sudah telpon kaa-san tadi, bilang pulangnya agak telat. Jadi tidak apa-apa..” dan benar saja!

“tapi ini sudah malam loh, bahaya. Atau, Ichigo-chan tidak percaya padaku?”

“Bukan begitu! Hanya saja…”

“hn..?”

“haah…baiklah..”
Aku tersenyum senang.

“iku yo?”
Ichigo lalu mengangguk.

*_*_*

“Kenapa ?” Ichigo ikut menunduk, memperhatikannku yang sedang mencoba mengutak-atik sepeda motorku. Aku tersenyum kecil.

Ada yang salah dengan mesinnya. Entah apa, aku tidak begitu tahu...” 

“Kalau begitu bawa saja ke rumahku. Sudah dekat kok. Tapi..” Ichigo memperhatikanku dan sepeda motorku bergantian. “Sepeda motor Yamada-kun lumayan besar. Apa Yamada-kun bisa mendorongnya?”

“.. HMPPFT—BWAKAKAKAKA!!...”

“Ehh? Yamada-kun kenapa tertawa?” Ichigo memandangku sedikit cemas. Mungkin dia mengira aku sudah gila.

“Ichigo-chan ternyata memang tidak percaya padaku yah.. masa hanya motor begini tidak bisa kudorong? Aku diremehkan ternyata…”

“Ti..Tidak, maksudku kalau Yamada-kun kesulitan mendorongnnya, aku bisa menelpon Tou-san untuk datang membantu..” wajah Ichigo sedikit memerah. Aku masih sedikit tertawa melihatnya.

“aku bisa kok. Tenang saja! Sekarang, Ichigo-chan tunjukan saja jalannya. Biar kita bisa cepat sampai…”

“un!”

*_*_*

Aku memandang kagum. Rumah ini, rumah Ichigo. Sederhana, namun sangat menarik. Aku jadi ingat tipe-tipe rumah seperti ini banyak aku lihat di komik. Dan sudah lama juga aku ingin punya rumah seperti ini.

“Yamada-kun, sepeda motornya diparkir di sini saja..” tunjuk Ichigo ke sebuah garasi kecil yang isinya sebuah sepeda motor bebek dan 2 sepeda. Aku segera mendorong sepeda motorku dan memarkirkannya, lalu mengikuti Ichigo masuk ke rumah.

“tadaima..”

“Okaeri Ichigo. Sudah pulang?” sesosok wanita berusia sekitar 40 tahunan keluar. Wanita itu menatapku agak heran. “Ichigo bawa teman ya? ahh, mari masuk..” serunya ramah. Ichigo lalu menariku agar mengikutinya.

*_*_*

Dan disinilah aku, ruang makan keluarga Yamada. Didepanku ada ayah dan ibu Ichigo. Lalu disamping kiri Ryutaro, adik laki-laki Ichigo, dan disebelah kanan Ichigo sendiri. Karena tadi Ichigo bilang sepeda motorku mogok, aku dipaksa untuk makan malam dulu disini. Harus kuakui, rasanya menyenangkan bisa makan bersama dengan ramai seperti ini. biasanya, kalau makan malam hanya aku dan To-chan, itupun kalau To-chan pulang cepat atau sakitku kambuh.
“Haaa..Tidak disangka yaah..orang bermarga Yamada banyak sekali. Teman sebangku Ichigo juga, bahkan, Bos pemilik perusahaan teman paman bekerja juga bermarga Yamada..” ayah Ichigo bercerita dengan semangat. Dia seperti ayahku. Sehabis makan selalu saja punya segudang topic untuk dibicarakan.

“ayah hanya tidak tahu saja..Yamada-kun itu put-- … aww!” Aku mencubit lengan Ichigo pelan. Aku tahu, dia pasti ingin memberitahu orang tuanya tentang ayahku. Ichigo sendiri tersenyum kecil memandangku sambil mengelus-elus tanganya.

“kenapa memangnya Ichigo?” Ibu Ichigo ikut-ikutan. Mati aku! Kalau begini, bisa-bisa ketahuan.

“AHH! Masaka! Yamada-kun ini..putranya Yamada Rikuta-san??” Tamat kau Ryosuke! Aku memandang Ichigo, memasang tampang kesal. Ichigo malah tertawa lebih keras.

“Ha..hai.”

“Sokka! Benar juga! Yamada-san punya putra tunggal kelas 2 SMU. Tidak kusangka, ternyata sekelas dengan Ichigo..” ayah Ichigo tertawa. Sedikit shock mungkin. Aku juga ikut tertawa. Keluarga ini, benar-benar nyaman. Eh, kok udara semakin dingin ya?

“WAAA! Hujan” Ryutaro berteriak. Aku sontak lari ke teras dan, yaah… memang hujan. Deras sekali lagi. Kalau begini, sepertinya akan lama.

“Yaah… bagaimana ini. Hujan Yamada-kun..” ayah Ichigo mengikutiku dari belakang disusul istrinya dan Ichigo.

‘kalau deras begini, akan lama redanya. Mungkin bisa sampai besok. Yamada-kun bagaimana kalau menginap disini dulu. Yamada-kun bisa tidur di kamar Daiki” seru Yamada -san, ibu Ichigo. Ichigo sendiri terlihat kaget mendengar kata-kata ibunya.

“aah kaa-san..tapi…”  ichigo mendekatiku lalu berbisik.”Yamada-kun mau nginap disini? Rumahku jelek loh, nanti tidurmu tidak nyenyak..”.
Aku langsung tertawa kemudian memandang Ichigo jahil.

“Hai! Terima kasih atas tumpangannya!!” seruku sambil membungkuk hormat ke pasangan suami istri tadi..
Bisa kulihat, Ichigo memasang wajah kesalnya ke arahku.

*_*_*

“Nah Yamada-kun silahkan..maaf kamarnya kecil. Ini milik kakak laki-laki Ichigo. Sekarang dia kuliah di Osaka…” Yamada-san mempersilahkanku masuk. Kamar ini,,  KEREN SEKALI!!
Meskipun tidak begitu lebar, tapi sangat bersih. Barang-barangnya tertata rapi, padahal sudah cukup lama ditinggal. Dan menurutku yang paling keren adalah itu! FUTON.
Yeah! Futon!!
Seumur hidup aku tidak pernah tidur di futon. Dan sekarang akhirnya, datang kesempatan pertamaku. Kalau misalnya aku mati sekarang, paling tidak aku sudah menikmati rasanya tidur di futon. Pasti menyenangkan.

“terima kasih Yamada-san…” aku menunduk. Yamada-san tersenyum padaku.

“Oyasumi..”

 “Hai! Oyasumi..”

Aku menutup pintu, bersiap mengganti bajuku dengan piyama milik Yamada Daiki-kun*kakak Ichigo* yang tadi diberikan Yamada-san padaku. Tapi tiba-tiba saja…

Sakit…

Aku mencengkram dada kiriku kuat. Rasa sakit ini, kembali. Kenapa? Kenapa sekarang? Kenapa harus disini?

Sakit…

Seseorang…,,

Tolong aku…

Continue to part 3

Senin, 20 Desember 2010

yamada Ryosuke-Ichigo ffic


Tittle  : Something Behind Us
Cast    : Yamada Ryosuke, Yamada Ichigo (OC), beberapa member HSJ jadi figuran
Genre : angst, *mungkin?*
Discl.  : Saya memiliki Yamada Ichigo dan alurnya,, kalau Yamada Ryosuke serta para figuran dalam mimpi^^

SOMETHING BEHIND US

Sosok itu memandang ke depan nanar. Sesekali bahunya terangkat, menarik nafas pelan. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil, disusul tubuhnya yang berputar, meninggalkan ‘sesuatu’ itu.

Part 1
I wish that My name is not Yamada
Yamada Ichigo’s POV

”Ichigo, pr matematika...”
Suara itu. Hufff! Aku tahu dia akan datang. Tentu saja! Siapa lagi orang yang akan disuruh mengerjakan pr seorang Yamada Ryosuke kalau bukan Yamada Ichigo?
Ya! Yamada.Bukan keluarga, hanya Marga yang sama. Tapi merupakan satu alasan canggih yang bisa membuat Yamada Ryosuke memerintah Yamada Ichigo mengerjakan PRnya setiap hari. SETIAP HARI!!, bayangkan! Dan entah kenapa aku mau saja diperintah seperti itu. Maaf ya, semua bukan karena ayah Ryosuke adalah pemilik sekolah serta beberapa  perusahaan besar yang tentu saja akan diwariskannya pada putra semata wayangnya itu. Hanya saja, ada hal lain. Entah apa kau  menyebutnya. Tapi hal ini…baiklah aku jujur. Aku –uhuk- mm.. menyukai ryosuke. Siapa yang tidak? Maniak strawberry itu, Wajahnya sangat sangat tampan, tubuhnya atletis meskipun tidak begitu tinggi. Kaya Raya, Gaya bicaranya sopan, jagoan sepak bola, jago nyanyi dan dance pula. Apalagi yang kau harapkan?
Sedangkan aku? Haah...siapa yang kenal Yamada Ichigo? Yang diketahui orang-orang tentang Yamada Ichigo hanyalah ‘gadis yang selalu disuruh si tampan Yamada Ryosuke mengerjakan PRnya’. Julukan yang tidak mengenakan memang. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku hanya seorang pelayan yang ternyata diam-diam menyukai sang pangeran. Marga yang sama ini justru membuatku lebih terlihat sebagai pengecut. Aku bukan apa-apa dibanding Ryosuke. Perbedaan antara kami terlalu besar. Ayahnya punya perusahaan, ayahku hanya pegawai biasa di perusahaannya. Hidup memang sulit bukan?
Aku menarik pelan buku pr yang diletakannya di mejaku. Dia tersenyum. Tapi aku terus mencoba statis. Aku tidak mau, sangat tidak mau ryosuke tahu perasaanku. Apalagi memikirkan dia memiliki perasaan yang sama? Dalam mimpi pun tidak pernah.

“Ichigo kenapa diam saja?” Tanya Ryosuke yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku. Memang itu tempat duduknya*tempat duduk kami diatur menurut absent*, tapi biasanya dia bertamasya entah ke pojokan kelas bersama teman-teman cowok juga fans cewek tentunya, atau ke ruang kesehatan untuk sekedar tidur.

“lalu Yamada-kun mau aku bicara apa?” jawabku tetap statis sambil mulai membuka buku tulisnya dan menyalin pr yang sudah kukerjakan dari kemarin.

“tidak juga siih,, hanya saja, setiap kali aku minta kau mengerjakan pr ku, kau tidak pernah bicara. Menolak pun tidak…”

“jadi Yamada-kun mau aku menolak?” tidak! Kata-kataku barusan apa terlalu dingin ya?? jangan-jangan besok Ryosuke tidak akan memintaku membuatkan pr untuknya lagi. Hebat, Ichigo! Kau baru saja membuka gerbang kehancuranmu.

“hahaha….Ichigo-chan lucu sekali yoo…” haah? Lucu? Ada apa dengan anak ini? Memangnya apa yang ku katakan? Lalu kenapa juga dia menambah embel-embel chan pada namaku? Untuk memanggilku hanya ’ichigo’ saja bisa ku mengerti karena dengan marga yang sama, tentu sulit baginya memanggil orang lain dengan namanya.
Tapi ini, embel-embel chan ini???

“yamada, latihan…” oke, pengganggu! Ini pasti Hukuman buatku karena sudah bicara dingin tadi.  Nakajima Yuto, kapten team sepak bola yang juga salah satu sahabat akrab ryosuke. Ku maafkan karena memang Ryosuke sangat menyukai sepak bola. Tapi, sedih juga harus berpisah dengannya beberapa saat ini.

“aku pergi dulu ya Ichigo-chan… kalau sudah selesai, letakan saja bukunya di mejaku, dan.. jangan lupa isi jurnalnya …”
Aku mengangguk pelan, dan sekali lagi tetap membiarkan wajahku statis. Aku tidak ingin Ryosuke menangkap aura kesedihanku karena harus ditinggal. Meski aku sendiri tetap tidak bisa menahan diri untuk sesekali mencuri pandang mengikuti sosoknya yang bergerak meninggalkan kelas.

*_*_*

“huff..”
Sudah kedua kalinya untuk hari ini aku menghela nafas seperti ini. aku berhenti menyalin, kemudian membereskan buku-buku di mejaku. Ryosuke belum kembali. Latihannya pasti keras sekali, karena kudengar akan ada pertandingan sepak bola antar sekolah dalam bulan ini, entah tanggal berapa. 
Pelan-pelan kumasukan buku PR Ryosuke ke dalam tasnya, lalu mengisi jurnal pribadinya. Entah apa yang dipikirkan anak itu, sampai membuat jurnal pribadi dan mengharuskanku untuk mengisinya setiap kali aku mengerjakan PRnya.
Sudah hampir sore. Aku harus segera pulang kalau tidak ingin dibunuh ibuku.

Tapi, Jantungku tiba-tiba berhenti berdetak. Begitu pula kakiku yang dari tadi berjalan. Pupil mataku melebar, mencoba menangkap dengan baik apa yang kini ada di depanku.
Itu… yang berciuman itu,,,

“Sugaya-senpai, hentikan! Apa yang kau lakukan?” suara itu! benar! Ryosuke!
Aku buru-buru bersembunyi. Jangan sampai dia tahu aku melihat kejadian tadi. Tapi lebih dari itu, hatiku terasa sangat sakit. Ryosuke berciuman,,

“Yamada-kun,, aku sudah bilang berkali-kali kan? Aku menginginkanmu.. aku mohon,, terima aku…” terdengar suara Sugaya senpai yang hampir menangis. Jadi tadi, ciuman itu bukan keinginan Ryosuke? Oh..untunglah. aku pikir…

“Maaf senpai, tapi aku menyukai orang lain…”
Duniaku runtuh! Ryosuke ternyata..menyukai orang lain. Haha..aku memang bodoh. Baru sedetik aku bahagia karena Ryosuke menolak Sugaya senpai. Tapi sekarang, rasanya bahkan lebih perih. Ryosuke ternyata menyukai seseorang, dan aku tak tahu siapa.

“siapa Yamada? Katakan padaku… aku akan berusaha jadi lebih baik darinya…! Atau, aku mau kok meskipun hanya jadi yang kedua. Yamada-kun..aku mohon..aku sangat sangat menyukaimu…”

“sekali lagi maaf senpai… aku hanya menyukai gadis itu…” cukup! hatiku sudah ditusuk seribu jarum. Bukan, sejuta. Tidak ada harapan lagi Ichigo… tidak pernah dan tidak akan pernah ada.

*_*_*

Hari ini, entah kenapa aku berangkat sekolah terlalu pagi. Apa mungkin karena menangis semalaman? Huff.. ayolah Ichigo, dari awal kau memang tidak punya harapan. Ryosuke bukan untukmu, dan kau tahu jelas itu.
Perlahan aku memasuki kelas. Kosong pasti. Tidak mungkin ada anak yang sudah datang sepagi ini.
Tapi, perkiraanku salah. Seseorang sudah di sana. Tertidur di tempat duduku. Ehh? Itu, Ryosuke kan?
Aku berjalan pelan mendekatinya. Demi Tuhan! Aku gadis paling beruntung di dunia. Melihat wajah tertidur Ryosuke yang seperti ini, sungguh….haaah! mimpi apa aku semalam?
Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. segera kuambil keitai dari sakuku, mengaktifkan kamera dan mengarahkannya ke wajah Ryosuke.

Clik”  Kau pintar Ichigo!

“hmm…” Tidak! Jangan bilang Ryosuke sudah bangun. Tunggu, tunggu aku masukan keitai ini ke sakuku dulu. Tunggu…

“suki……………ichigo…”

………………………………….

APA? Apa yang tadi dia katakan? Suki? Dan…Ichigo? Apa mungkin….oke! kau bermimpi Ichigo. Suki*suka* dan Ichigo yang Ryosuke maksud adalah strawberry*ichigo*. Maniak Strawberry itu mungkin saja memimpikan sebuah strawberry extra besar dan kemudian menyatakan cinta padanya.

Tidak sengaja kakiku menabrak kursi yang didudukinya. Dan…

“mmm…?? Ehh,, Ichigo-chan…gomen aku..HOAAH..duduk di tempatmu..” Ryosuke bangun. Aku tersenyum kecil melihat wajah baru bangun tidurnya itu.

“Yamada-kun datang dari tadi?”

“aah tidak..baru sekitar 10 menit yang lalu. Aku pakai sepeda motor, jadi cepat. Tidak disangka, aku bisa ngebut sekali di jalanan…”  aku mengangguk paham sambil sesekali memandang wajah tampannya. Dia mengucek-ngucek matanya lalu kemudian bangkit berdiri.

“aku mau cuci muka dulu. Ichigo-chan tidak apa-apa kan kalau ku tinggal?”

“tentu..”

Ryosuke lalu tersenyum dan berjalan keluar kelas. Aku sedikit menyesal. Kenapa juga tadi aku tidak menjawab aku akan sangat kesepian jika dia pergi. Tapi tentu, Yamada Ichigo pasti sudah gila jika ia berani mengatakan hal itu pada Yamada Ryosuke.

Continue to part 2

Kamis, 09 Desember 2010

Gomen Gomen...:)


SORRY SORRY J
MINAAA!!! GOMENASAI!! HONTOU NIIII!!!!
Gw udah hiatus hampir sebulan..gak ngasih kabar pula.. L
Demo,, itu gara2 gw mau ujian..
Peace!
Nah,, skrg karna uda selesai n mao liburan natal,, mungkin gw bakalan balik lagee sama updetan2 terbaru…karna itu,,
Matte ne J <3 <3 <3