Sabtu, 17 Maret 2012

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.20

CHAPTER 20
- Uncover the truth -

“BRAAAAAKKK!!”
Bantingan keras pintu depan kediaman Yukimura menjadi pengantar munculnya sesosok gadis yang berlinang air mata ke dalam rumah tersebut. Mendengar bunyi yang luar biasa keras tadi, Yukimura Sayu yang nyaris berangkat ke kantor seketika meletakan tasnya hati-hati di meja dan buru-buru mengecek, siapa yang sudah membuat keributan di rumahnya barusan. Namun, langkahnya terhenti begitu saja saat tiba di ruang depan.

“Misaki…” Serunya kaget melihat putrinya dalam keadaan sangat kacau. Misaki melirik sepintas kearah sang ibu kmudian buru-buru berlari ke kamarnya dan sekali lagi membanting pintu dengan keras. Sayu mengikutinya.
“Misaki…daijoubu? Ne, ada apa? Ceritakan pada kaa-chan…” pintu kamar Misaki diketok berkali-kali. Namun yang terdengar dari dalam hanya tangisan si gadis. Sayu makin cemas.
“Ne, Misa—“

“Daijoubu...” akhirnya terdengar suara dari dalam. Susah payah, Misaki menahan tangisnya sebentar. “Daijoubu, Kaa-chan…Aku hanya ingin menangis sekarang… biarkan saja aku…”

“Demo..,”

“Daijoubu…”Misaki kembali meyakinkan. Nada bicara gadis itu tegas, meskipun sampai saat ini ia belum juga bisa menghentikan produksi air matanya. Sayu terdiam sejenak.

“Kalau begitu menangislah…. Biarkan sakitmu reda. Kalau sudah bisa cerita, hubungi Kaa-chan. Kaa-chan tidak bakal lama di kantor, ne?” ujarnya lembut. Misaki hanya berdeham, namun cukup untuk membuat sang ibu tahu kalau ia setuju dengan ucapannya barusan.
“Itekimas…”

Misaki sekali lagi tak menjawab. Sayu hanya menrik nafas dalam sebelum mengenakan tasnya lagi dan siap berangkat. Namun, sebelum benar-benar resmi meninggalkan rumah, wanita itu mengeluarkan keitainya dari tas dan menghubungi seseorang.

“Moshi-moshi… ah, Miki… Baa-chan bisa minta tolong?”

* * * * * * * *

“Oi, Ryosuke! Daijoubu?” Chinen Yuri yang baru sepersekian detik lalu memunculkan wujudnya pada salah satu kamar VIP rumah sakit langsung berlari menerjang temannya ketika sosok yang baru disebutkan tadi sedikit bergerak dari posisi berbaringnya hendak bangun. Ryosuke agak kesulitan membangkitkan tubuhnya dan dengan bantuan Chinen, pemuda itu akhirnya bisa mengambil posisi duduk.

“M-Misaki mana?” tanyanya agak kesulitan bicara. Chinen memiringkan kepalanya sejenak lalu mendelik pada Suzuka yang juga baru saja memasuki ruang tersebut dan kebetulan mendengar apa yang baru saja Ryosuke tanyakan.

“Misaki…Yukimura? maksudmu Umika?” tanya Chinen mengulang. Pemuda itu memang tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Ia hanya menerima telepon singkat dari Fuma-san yang mengatakan bahwa sahabatnya itu tiba-tiba pingsan dan masuk rumah sakit karena demam parah. Sudah begitu, pada saat yang bersamaan, cuma dirinya dan Suzuka yang punya jam kosong. Mirai dan Yuto ada kuliah, begitu pula pasangan Momo-Dai. Jadi, hanya keduanya yang punya kesempatan untuk menjenguk Ryosuke pagi ini.

Beralih dari hal tadi, pertanyaan Ryosuke barusan cukup membuat Chinen heran. Apa maksud pemuda itu dengan ’Misaki dimana?’. Bukannya sejak tadi yang menungguinya di rumah sakit adalah Ryuu dan Fuma-san. Dan setelah mereka datangpun, hanya dua orang itu yang keluar sebentar untuk mengurus beberapa hal bersama Inoo-sensei—mengingat sekali lagi Yamada Tsukasa punya urusan bisnis di negeri entah berantah—. Nah lalu, kapan Misaki pergi? Memangnya dia pernah datang?

Ryosuke menghela nafasnya agak lama sebelum menjawab pertanyaan balik Chinen.
“Misaki marah… Dia mengira aku hanya menjadikannya sebagai pengganti Umika.. Aku—“

“Tunggu! Tunggu!” Chinen cepat-cepat menyela. “Pengganti Umika apanya? Dia sendiri kan Umika!” Pemuda itu makin bingung, kentara jelas dari wajahnya yang menampakan beberapa jenis ekspresi sekaligus. Kaget, aneh, heran, plus tidak percaya. Suzuka yang berdiri tegak disampingnya hanya memasang pose berpikir dengan kepalan tangan menyangga dagu.

“Dakara… aku tidak sengaja memanggilnya Umika. Aku tidak sadar, dan memeluknya begitu saja sambil menyebut nama Umika… dia tiba-tiba marah, dan mengira selama ini aku hanya mempermainkannya..”

“Ehh? Sou kah? Ck… masalahnya jadi makin rumit sekarang…” Chinen menyambung, ikut mengambil pose berpikir layaknya Suzuka. Ryosuke hanya menatap pasangan kompak itu hopeless. Dia tahu, keduanya tengah berpikir untuk membantunya kali ini, sama seperti dirinya sendiri. Namun nampaknya sulit, bahkan untuk otak jenius ketiganya.

“Itu karena sejak awal tindakan kita sudah salah ….” Suzuka tiba-tiba berucap pelan, namun cukup untuk membuat Ryosuke menancapkan tatapan kaget padanya. Jantung pemuda itu sontak berdetak cepat.

“Eh, apanya yang salah Suzuchan? Aku tidak mengerti...” Chinen mengungkapkan kebingungannya atas pernyataan Suzuka barusan. Suzuka tidak balik menatap kekasihnya yang bertanya tersebut, melainkan pemuda sakit didepannya.

“Jika sejak awal kita tidak membohongi Umika, dia tidak akan lari seperti ini…”

“demo, Suzu-“

“Akuilah Ryosuke, kita memang salah. Dan sekarang tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu amarah Umika reda lalu menjelaskan semuanya serta berbagai bukti yang ada. Mau tidak mau Umika harus tahu yang sebenarnya. Kita tidak bisa terus-terusan melindunginya… sudah 8 bulan lebih sejak orang tuanya meninggal. Masih ada Ryuu adiknya, masih ada kau, Ryosuke…orang yang dicintainya. Umika harus tahu itu…” jelas Suzuka tanpa melepaskan iris hitam cemerlangnya dari iris coklat bening kembar milik Ryosuke.
“Misaki adalah Umika, Ryosuke… itu faktanya…”

* * * * * * * *

Gadis berambut lurus sebahu itu melepas ikatan rambutnya perlahan lalu dengan tenang membasuh wajahnya yang penuh berkas air mata. Setelah beberapa kali basuhan ringan, wajahnya diangkat demi menatap lurus pantulan dirinya pada kaca berukuran 1 x 2 meter didepannya.
Wajah itu masih nampak kacau, meski terlihat lebih fresh dibanding sebelumnya. Jemari sang gadis bergerak pelan merayapi pelipisnya lalu turun ke pipi lalu hidungnya dan kemudian berakhir di bibir.
Sentuhan hangat bibir pemuda itu masih terasa. Manis, namun sekaligus menyakitkan. Karena, seindah apapun ciuman yang pemuda itu berikan, sentuhan bibir itu tak pernah ditujukan untuknya.
Ciuman itu hanya untuk Umika, gadis yang berwajah sama dengannya.

Tanpa sadar, setetes air mata kembali mengaliri sebelah pipi Misaki. Gadis itu menyekanya cepat dengan jemarinya yang sebelumnya bertumpu pada bibir, kemudian menyeka keseluruhan wajahnya dengan handuk tipis disampingnya. Misaki mengerti, ia tidak bisa lari dari kenyataan ini, sesakit apapun hatinya. Ia mencintai Ryosuke, ia tahu, namun ia juga tahu kalau tidak akan pernah ada gadis yang bisa menyaingi kehadiran seorang Umika dalam hati Ryosuke, meskipun gadis itu sedniri adalah dia yang berwajah sama. Karena bagi Ryosuke, tidak ada yang lebih berarti, selain Umika-nya.

Misaki mengangkat kepalanya kemudian sekali lagi menatap pantulan wajahnya dalam cermin. Pikirannya berkecamuk, cukup lama sampai akhirnya matanya dipejam, mengiringi gerakannya memutar tubuhnya dan bergerak menjauh dari cermin tadi. Gadis itu tak lagi membutuhkan suasana senyap kamarnya, dan kali ini lebih memilih menghabiskan waktu diluar. Toh, rumahnya kini kosong. Diamanapun ia berada, ia tetap akan merasakan ketenangan yang sama. Tak ada pertanyaan, tak ada saran, hanya waktu yang dipersembahkan baginya untuk merenung. Hanya kebisuan yang menjernihkan otaknya dan membantunya melupakan setiap bekas sakit yang ditorehkan padanya hari ini.

Pintu kamar bernuansa coklat itu terbuka, bersamaan dengan munculnya sosok Misaki dari dalam. Langkahnya pelan dan teratur, hendak menuju ruang tengah dan berniat menjadikan sofa hijau muda ruangan itu sebagai tempat bertapanya berikut. Namun, gerakannya seketika terhenti ketika melihat siluet seorang pemuda sudah lebih dulu duduk disana sambil memangku sebuah buku tebal. Merasakan kehadiran Misaki, pemuda itu lalu mendongak dan tersenyum.

“yo, Misaki… sudah baikan?” ujarnya pelan. Misaki menatapnya agak kaget.

“Miki…” gadis itu berbisik. Kamiki terus mempertahankan rupa senyumnya lalu sedikit bergeser dari tempat duduknya di sofa.

“Duduk sini…” ajaknya sambil menepuk-nepuk bagian sofa yang kosong. Misaki mengikuti ajakan pemuda itu dalam diam. “Daijoubu?” tanyanya lagi.

“Daijoubu desu…” bisik Misaki perlahan. Kamiki mengusap puncak kepala gadis itu pelan. “Seharusnya aku tahu kalau yang dilihat Ryosuke selama ini bukan aku, tapi Umika… aku bodoh sudah menyukainya Miki…”Misaki kembali memproduksi tetesan bening air mata seiring mulutnya turut melontakan kata. Kamiki sontak mengerti apa yang terjadi. Lengannya cepat-cepat terangkat dan melingkari bahu kecil Misaki yang bergetar. Samar, senyum tipisnya terulas.

“Wakatta… itu bukan salahmu. Tidak ada yang bisa disalahkan jika kita menyukai seseorang… hanya saja, kita harus mengerti perasaan orang yang kita sukai itu juga. Apakah orang itu juga memiliki perasaan yang sama atau tidak… bukan salahmu jika Yamada masih mencintai kekasihnya. Kau hanya korban keegoisannya sendiri…”jelas Kamiki pelan sambil terus memeluk Misaki. Misaki hanya sesegukan, namun dalam hati ia membenarkan perkataan pemda itu. Ia memang harus mengerti, kalau bagi Ryosuke tidak ada gadis lain selain Umika yang bisa memiliki hatinya.

“Aku bodoh Miki… Aku terlalu bodoh …” Misaki balas memeluk Kamiki. Pemuda itu menarik nafas panjang.

“Aku paling benci kalau harus melihatmu menangis seperti ini. Sudahlah Misaki…, Kau bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari Yamada…” Kamiki mengangkat pelan dagu Misaki sehingga wajah gadis itu kini tegak lurus menatapnya. Satu tangannya yang lain lalu menghapus bulir air mata yang bergerak perlahan mengaliri pipi Misaki. “Lupakan Yamada… dia tidak pantas untukmu…”

Misaki menggigit bibirnya menahan perih ketika merasakan sakit hatinya semakin menjadi saat kalimat tadi terlontar. Namun tak ayal, gadis itu hanya bisa mengangguk pasrah. Sekali lagi Kamiki membuatnya sadar kalau Yamada tidak ditakdirkan untuknya.

“Miki arigatou..” Misaki berbisik sangat pelan. Kamiki tak lagi tersenyum, tangannya yang tadi digunakan untuk menghapus air mata Misaki terlepas ka bawah. Wajahnya serius dengan sorot mata tajam yang terpancar jelas dari bola mata hitam lekatnya. Melihatnya, Misaki sedikit tersentak.

“Mi-Miki…?”

Kamiki tak sama sekali menghiraukan panggilan gadis itu. Wajahnya spontan bergerak maju, dan dengan sekali hentakan, pemuda itu sudah mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki dan menciumnya lembut.

“Daisuki dayo, Misaki…” Bisiknya sebelum memperdalam ciumannya.

* * * * * * * *

Misaki seontak menghentikan langkahnya ketika pandangannya tak sengaja bertemu dengan tatapan seorang pemuda tak jauh di depannya. Sinar mata coklat kembar bening itu sangat dikenalinya. Segera, Misaki memutar balikan arah gerakanya menuju arah yang berlawanan. Demi apapun, bertemu dengan pemuda ini setelah kejadian 2 hari yang lalu sama sekali tak diharapkannya.

“Misaki, matte!” teriakan panggilan kemudian terdengar. Untuk hal ini, Misaki sudah bisa memprediksi. Ryosuke pasti akan datang padanya, memintanya untuk mendengarkan sementara ia mulai menjelaskan bla bla bla tentang ini itu, tentang ia tidak dijadikan pengganti Umika atau apa. Ia yakin. Namun sayang, Misaki sudah terlanjur menanamkan prinsip ‘Ryosuke adalah milik Umika’ dalam hatinya sehingga kalimat penjelasan atau kata-kata manis apapun yang kelak diberikan pemuda itu tidak termakan olehnya.

“Matte yo!” teriakan bersuara sama kembali mendengar. Misaki tetap enggan berhenti melangkah melainkan meningkatkan kecepatannya bergerak. Gadis itu bahkan nyaris berlari. Tidak dipedulikannya tatapan mahasiswa lain yang nampak asyik menyaksikan adegan kejar-kejaran mereka berdua layaknya perilaku mereka kali ini adalah salah satu adegan seru dalam sebuah dorama.

“Matte!”satu cengkraman agak keras ditangan kirinya serta seruan yang sama cukup untuk membuat Misaki menghentikan langkahnya. Well, gadis itu masih ingin menghindar, namun cengkraman Ryosuke terlalu kuat dan tidak memungkinkannya untuk lepas. Perlahan, gadis itu menoleh kebelakang hanya untuk menatap marah pemuda itu.

Tidak bisa.

Ia tidak bisa menumpahkan kemarahannya, apalagi setelah melihat wajah Ryosuke sekarang. Pemuda itu tampak kacau, sekacau dirinya 2 hari yang lalu. Wajahnya juga tak kalah menderita. Amarah Misaki sontak melebur, terganti dengan rasa perih luar biasa. Ada sesuatu dalam sorot mata Ryosuke yang membuatnya lemah, ada semacam magnet disana yang menarik perasaannya untuk tercurah pada pemuda itu. Misaki sadar, inilah konsekuensi dari mencintai seseorang. Namun ia tetap tidak bisa menerima peran pengganti yang diberikan padanya. Ia tidak mau menjadi Umika. 

“Misaki, gomenasai…” Ryosuke berbicara pelan. Misaki memalingkan wajahnya, tidak sanggup menatap 2 manik coklat kembar Ryosuke. Ia takut tertarik ke dalam. Ia takut melupakan akal sehatnya hanya karena pheromone pemuda itu bekerja terlalu besar kali ini.

“Lepaskan aku…” balas Misaki sama pelannya. Ryosuke tersentak, makin memperkuat cengkramannya. Pemuda itu takut Misaki pergi. Tentu saja, ia sudah pernah kehilangan gadis itu sekali, dan ia tidak mau kehilangan yang sama terjadi untuk yang kedua kalinya.

“Misaki, dengarkan aku dulu—“

“LEPASKAN! JANGAN GANGGU AKU!” Misaki berteriak. Tatapan puluhan mata yang sejak tadi menyaksikan keduanya sontak menajam. Mereka jadi semakin tertarik dengan kisah 2 orang terkenal di kampus tersebut. Ya, Yamada Ryosuke dengan kekayaannya yang luar biasa serta Yukimura Misaki dengan kecerdasannya yang juga luar biasa.
Misaki tertegun, tepat setelah teriakan tadi terlontar dari bibirnya. Kepalanya tiba-tiba diserang rasa sakit hebat yang kemudian menghadirkan bayangan kelabu samar. Seperti dulu, namun bayangan kali ini lebih jelas dari biasanya.

“Pergilah. Jangan ganggu aku.”

“Tapi Umi—“

“KUBILANG JANGAN GANGGU AKU!”

Dan yang terlihat disana adalah Ryosuke dengan wajah sangat bersalah. Ia yakin, ia baru saja memarahi pemuda itu dan memintanya untuk tidak mendekatinya lagi. Tapi, kapan ia pernah mengatakan hal seperti itu sebelumnya? Kenapa ia mulai merasa telah melupakan sesuatu yang amat penting?!

“Misaki?! Daijou—“

“Misaki wa Daijoubu desu…” satu suara lain ikut ambil bagian dalam percakapan Ryosuke-Misaki dan sontak menghentikan gerakan Ryosuke menyentuh bahu gadis itu. Kamiki ada disana, tiba-tiba saja, membentangkan jarak yang jelas antara Ryosuke dan Misaki dengan tubuhnya. Sontak, Ryosuke mundur beberapa langkah.

“Kamiki…”

Pemuda yang disebutkan namanya hanya tersenyum dan langsung merangkul Misaki dalam pelukannya.
“Maafkan aku kalau bicara terlalu gamblang. Tapi tolong tinggalkan pacarku karena keberadaanmu sangat menggangunya…”Ujarnya mantap. Ryosuke seketika mengerutkan kening.

“Eh?”

“Misaki adalah kekasihku sekarang. Jadi kumohon jangan ganggu dia lagi…”

Tatapan shock Ryosuke sontak mengarah pada Misaki. Gadis itu terhenyak dan langsung memalingkan wajahnya. Ia tidak bisa menahan tekanan yang diberikan pancaran mata Ryosuke. Ia takut hatinya semakin teriris.

“Kami permisi Yamada-kun…” Sebagai penutup, Kamiki memberikan pamitan hormat pada pemuda didepannya lalu bergerak melewati pemuda itu dengan tangan Misaki berada dalam genggamannya. Senyum tipisnya terulas, seolah memperjelas kemenangannya atas Ryosuke kali ini.
Misaki hanya diam, mengikuti pergerakan Kamiki melewati Ryosuke meskipun nuraninya berteriak keras untuk tidak melakukannya. Ia terlanjur sakit. Ia terlalu takut menghadapi Ryosuke, takut akan kalah di depan Umika.
Mata mereka bertemu. Ryosuke dan Misaki. Samar, namun terasa, satu getaran seketika menyambar hati masing-masing sebelum menghilang bersamaan dengan jarak keduanya yang terbentang jauh. Dan masih samar pula, Misaki seolah melihat Ryosuke menggumamkan sesuatu.

“U-uso…”

* * * * * * * *

Bayangan itu kembali hadir, masih membekas jelas dalam benak Misaki. Jutaan kata tanya ‘kenapa’ ikut tercetak tebal bersamaan dengan kilasan-kilasan yang terputar.

Kenapa Ryosuke yang muncul dalam bayangannya? Kenapa wajahnya sedih? Kenapa ia memarahinya? Kenapa ia merasa sedih dan sakit sekaligus?

“Pergilah. Jangan ganggu aku.”

“Tapi Umi—“

“KUBILANG JANGAN GANGGU AKU!”

Sekali lagi pikirannya berkecamuk. Bayangan wajah sedih Ryosuke itu terus membekas, sama seperti yang dilihatnya secara realita pagi ini. Harus Misaki akui bahwa meninggalkan pemuda itu dan menerima Kamiki sebagai kekasihnya adalah memang jalan terbaik baginya. Namun, hatinya sama sekali tak setuju. Ia tidak bisa melepaskan Ryosuke, meskipun sadar bahwa yang dilihat pemuda itu bukanlah dirinya yang sebenarnya. Dan ia juga tidak bisa benar-benar mencintai Kamiki karena hatinya tak lagi punya cukup tempat bagi pemuda itu. Hatinya sudah penuh dan hanya terisi oleh seorang Ryosuke.

Gadis itu meneggelamkan wajahnya dalam kedua tangannya yang terlipat rapi diatas lutut. Ia tidak bisa lagi berpikir. Terlalu membingungkan, aneh bahkan. Misteri cinta, siapa yang tahu? Bahkan dengan otak jeniusnya pun, Misaki hanya bisa mendapatkan jawaban nol atas setiap tanya yang berkecamuk dalam hatinya.

“Misaki, Kaa-chan bisa minta tolong tidak?” Satu suara dari luar sontak membuyarkan konsentrasi gadis itu. Misaki mengangkat kepalanya malas-malasan sebelum menjawab panggilan tadi.

“Hai??”

“Bisa ambilkan surat nikah Kaa-chan di dalam lemari? Kaa-chan lagi mau ngisi biodata buat kartu pegawai baru nih…” Yukimura Sayu bicara tanpa meninggalkan posisi duduknya di ruang tengah. Wanita paruh baya itu memang sedikit pusing mengurus masalah ini itu pembuatan kartu pegawai baru sesuai perintah bosnya. Mendengar titah sang Ibu, Misaki kemudian bangkit, keluar dari kamarnya dan bergerak menuju kamar sang Ibu untuk mengambil berkas yang dimaksud.
Kedua tangan gadis 18 tahun itu bergerak cepat membuka lemari kayu coklat tua milik ibunya kemudian mulai mencari, dimana gerangan surat pernikahan tersebut berada. Tidak butuh waktu lama. 10 detik kemudian, Misaki sudah menemukan selembar kertas berukiran pinggir rumit yang dilaminating bertuliskan surat keterangan menikah berserta nama ibunya dan almarhum ayahnya tertera disana. Gadis itu secepat kilat menarik keluar benda tersebut dari tumpukannya.
Namun karena terlalu keras menarik, tanpa sengaja Misaki ikut menumpahkan beberapa map berisi dokumen-dokuman lain. Tak lupa, satu kotak misterius berwarna emas ikut meluncur keluar dari tempatnya yang tersembunyi sebelumnya.

“Yabaii!!!” Pekik gadis itu dengan suara super minim, takut kedengaran ibunya diluar. Buru-buru dibereskannya setiap lembar kertas penting yang berjatuhan, merapikannya baik-baik kedalam map dan menaruhnya kembali ke tempatnya semula.
Namun ada satu yang tertinggal. Kotak berwarna keemasan itu. Misaki penasaran, hanya dengan melihat bentuknya saja. Rasa-rasanya ada sesuatu di dalam yang sengaja disembunyikan, dilihat dari cara sang ibu menempatkannya serapi dan setersembunyi mungkin didalam lemari. Misaki memang menghormati ibunya, namun kotak tersebut terlalu menggoda untuk dibuka. Ditambah hatinya yang sudah cukup menyimpan tanya saat ini seolah tak mau menerima satu lagi pertanyaan penasaran atas isi kotak tersebut. Toh, hanya sekedar melihat, tidak akan lama bukan? Dan lagi setelah isinya diketahui pasti, ia akan mengembalikan benda itu ke tempat semula dan berlagak seolah ia tidak tah apa-apa tentang benda misterius itu. Ibunya pun pasti takkan marah.

Dengan gerakan cepat namun hati-hati, Misaki mulai membuka kotak keemasan pemancing rasa penasarannya tersebut. Cukup sekali tarikan hingga tutup kotak terlepas. Gadis itu mengeryit saat menemukan benda-benda apa saja yang ada didalam. Bukan sesuatu yang penting. Hanya dompet dan beberapa lembar kertas yang nyaris hancur.
Misaki mengangkat dompet berwarna putih-pink itu dan membuka isinya. Ada beberapa lembar ribuan yen, beberapa kartu dan…

Foto.

Misaki sontak memincingkan matanya menatap selembar foto yang terpajang rapi dalam salah satu sisi dompet tersebut. Foto bermuatkan 2 remaja belasan tahun yang berpelukan mesra dengan latar suasana pantai berpasir putih dengan bentangan luas laut biru jenih yang terlihat memukau. Dan anehnya, itu hanya versi mini foto yang sama yang dilihatnya dalam album merah di kamar Ryosuke 2 hari yang lalu. Objeknya masih sama, Ryosuke dan gadis yang berwajah sama dengannya.

“Eh?”

Jantung gadis itu berdegup cepat. Tangannya kembali menyibak sisi dompat yang lain dan menemukan selembar foto lagi. Masih objek yang sama, hanya kali ini lebih diramaikan dengan tambahan 3 orang. Dan salah satu dari tambahan orang itu, Misaki berani bersumpah pernah melihatnya sebelumnya. Oh, tentu saja! Pemuda yang pernah menangis didepannya serta yang juga memanggilnya nee-chan 2 hari yang lalu itu kan?

Gadis itu makin gusar. Tangannya bergerak cepat mengeluarkan beberapa kartu yang juga terdapat di dalam sampai tanpa sengaja gadis itu menjatuhkan sesuatu yang tadi sempat tersangkut pada salah satu sisi dompet.

Sebuah kalung berwarna keperakan berlionting bintang 5 sisi meluncur turun dengan cepat. Misaki mengangkatnya lagi dan memperhatikannya lekat-lekat. Ia kenal kalung ini. Seseorang tak pernah melepaskan benda ini dari leher putihnya. Kalungnya sama persis dengan milik orang itu, hanya berbeda ukiran didepannya. Bayangan akan sosok Ryosuke dan kalung ini pun kembali terlintas.  

“…karena kalung ini hanya satu-satunya di dunia, maknanya sangat dalam..”

Misaki membaca ukiran nama disana. Ryosuke

“…Kalau yang tertulis namaku ada padanya…”

Bagaimana mungkin ibunya memiliki kalung yang seharusnya adalah milik Umika?

Jiwa Misaki terguncang hebat. Tubuh gadis itu sontak melorot ketanah bersama kalung yang terlepas dari genggamannya. Tanpa sengaja liontin kalung itu terbuka, menampakan 2 ekspresi bahagia disana. Ryosuke dengan tawanya yang lepas merangkul Umika. Atau sebut saja Umika yang berwajah sama dengannya.
Misaki kembali gusar. Kenapa barang-barang ini bisa ada pada ibunya? Punya hubungan apa ibunya dengan Umika yang sudah tiada itu? Umika yang katanya hilang—

Hilang

Umika hilang, bukan meninggal. Ada kemungkinan bahwa ia masih hidup di suatu tempat, terjebak dalam sebuah kehidupan palsu sebagai orang lain.

Misaki menyadarinya, akhirnya. Setiap kejanggalan yang menyimpan tanya baginya setelah terbangun lebih dari setahun lalu dengan tak mengingat apapun, dengan seorang wanita yang mengaku adalah ibunya serta kehidupan sebagai seorang gadis bernama Yukimura Misaki.
Ia baru menyadari jawaban atas pertanyaan bagaimana bisa Ryosuke terlihat sangat familiar baginya di pertemuan pertama mereka, juga beberapa gadis yang memaksanya untuk mengingat, bahkan menamparnya agar sadar. Misaki baru menyadarinya sekarang.

Dan bayangan-bayangan kelabu itu, dengan berbagai suasana déjà vu yang terus-terusn menghantuinya dan menghadirkan rasa yang sama. Misaki menyadari semuanya, akhirnya.

Gadis itu menghela nafas.

“Misaki, Kok lama sekali?” Pintu kamar dibuka untuk yang kedua kalinya, namun oleh oknum berbeda. Yukimura sayu yang sebelumnya menampilkan raut lelahnya seketika membeku menemukan putrinya terjembab dilantai dengan kotak rahasia yang hanya diketahuinya dan Kamiki terbuka beserta seuntai kalung juga tergeletak di lantai.
Wanita itu nyaris tak berkedip.

Misaki yang menyadari kehadiran sang ibu sontak mengulirkan bola matanya ke arah Sayu dan menatapnya dalam.

“Kaa-chan, atashi wa… Umika, deshou?”

To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar