CHAPTER 18
- Entering a new path -
“O-ha-yo~”
Ryutaro sontak terbangun dari alam bawah sadarnya ketika mendengar panggilan familiar tadi. Kedua matanya mengedip beberapa kali sebelum akhirnya bisa terbuka jelas dan melihat siapa yang kini tengah tersenyum manis di depan wajahnya.
“Kanon?!” serunya kaget saat melihat sosok gadis pengisi hatinya 3 tahun terakhir itu tersenyum manis kepadanya. Nyaris 6 bulan tak bertemu tidak membuat Kanon terlihat berbeda atau apa. Gadis itu masih nampak semanis senyumnya yang selalu terkembang di bibir.
“Ayo bangun pemalas! Sampai kapan kau mau tidur?” nada suara Kanon terdengar bercanda, cukup untuk membuat Ryuu ikut mengukir senyum. Tanpa basa-basi, pemuda itu langsung menarik Kanon ke dalam lingkar tangannya sehingga gadis itu ikut terjembab di kasur.
“I miss you..” Bisiknya pelan sambil mencium kening Kanon gemas. Gadis itu hanya tertawa kecil dan balas memeluk pangeran tidurnya itu.
“Ehem..” satu dehaman terdengar dari tepi pintu yang terbuka. Ryuu dan Kanon—tanpa meninggalakan posisi berbaringnya—sontak melirik ke sumber suara, hanya untuk mendapati seorang pemuda yang lebih tua 2 tahun dari mereka serta seorang om-om(?) berusia 40an tahun tengah memasang seriangaian lebar di bibir masing-masing.
“Ryosuke-nii! Ah, Yamada-san mo..” Ryutaro tersentak dan bersama Kanon langsung mengubah posisi mereka jadi bangkit berdiri. Wajah keduanya memerah karena malu.
“Err… acara kangen-kangenannya bisa ku-pause sebentar tidak?” lanjut Ryosuke—manusia yang berdeham tadi tanpa meninggalkan seriangaian lebarnya. Ryutaro dan Kanon hanya mengangguk malu-malu.
“Ini tentangmu Ryuu… aku sempat berpikir selama ini dan sudah mendiskusikannya dengan Tou-chan...dan, Tou-chan juga sudah setuju”
Ryutaro menatap Ryosuke sedikit intens menunggu lanjutan kata-katanya. Ada apa dengan memang sampai seorang Yamada Ryosuke harus berdikusi dengan yang mulia ayahnya Yamada Tsukasa hanya untuk mengambil keputusan. Sudah begitu… setuju? Apanya yang disetujui?
“Bagaimana kalau mulai sekarang kau tinggal disini bersama kami?” Yamada Tsukasa yang tiba-tiba menyambung. Ryuu sontak terperangah.
“EEH?!”
Tsukasa, Ryosuke dan Kanon langsung menutup kuping. Samar, ayah-anak Yamada nampak tersenyum menyadari kebiasaan pemuda yang satu ini sama persis dengan kakak perempuannya.
“Ah, gomenasai..” Ryutaro tersadar dan langsung mengurngi volume suaranya dari ‘super high’ ke ‘low’. “Demo, doushita?”
Kali ini Ryosuke yang bicara. “Karena Umika sudah kembali, bukankah lebih baik kalau kau tinggal dekat dengannya. Uhm, biarpun dia melupakan kita, tapi berada di dekatnya saja sudah membuat kita senang kan? Kurasa kau merasakan hal ini..”
Ryutaro menggigit bibir bawahnya agar ragu. Menerima tawaran ini sama saja dengan memberinya gelar pangeran tahun 2012. Gila saja, ditawarkan untuk tinggal di kediaman megah bak istana milik keluarga konglomerat Yamada untuk seterusnya—berarti sampai dia menikah dan punya rumah sendiri ya—adalah hadia terbesar dan terheboh yang bahkan dalam mimpinya pun tak pernah terlintas. Dan ini.. ajakan ini malah dititahkan langsung dari sang pewaris tahta satu-satunya kekayaan Yamada. Bagaimana Ryuu bisa menolak? Tapi, dia bingung, tidak tahu deh karena apa!
“Demo ne, Ryosuke-nii..” Ryutaro masih kebingungan. Ryosuke melangkah dari teptnya berdiri semula untuk mendekati pemuda itu dan menepuk bahunya.
“Ayolah… aku butuh penasehat untuk mendekati kakakmu lagi~” Ryosuke mengedipkan sebelah matanya, mmbuatnya terlihat nakal sekaligus seksi. Ryuu cengo sebentar lalu kembali berkata.
“Demo..”
“Nani???” Ryosuke langsung menyambar, setengah tak sabar. Anak ini, ck! Ngajak tinggal di rumahnya saja susah sekali.
“Oba-chanku gimana…? nanti dia khawatir loh..”
Pemuda itu tersenyum.
“Daijoubu. Semua sudah beres. Aku sudah membicarakan semuanya dengan Kawashima Miyuki-san. Barang-barangmu sudah dikirim hari ini dan mulai besok kau resmi bersekolah di Horikoshi!”
“Hee?” Ryutaro berbisik terkesima. Ternyata, berurusan dengan keluarga Yamada itu mudah dan cepat, semudah membalikan telapak tangan. Tinggal ngomong, beres!
* * * * * * * *
“Misaki-chan...”
Misaki tersentak mendengar sapaan hangat itu di telinganya. Pupil matanya membesar ketika berbalik dan menemukan seorang pemuda tengah berdiri di sampingnya dengan senyum manis yang teramat sangat manis.
“Yamada-kun! Kau mengagetkanku ih!” omelnya sambil menggeplak pelan lengan Ryosuke. Pemuda itu hanya meringis kesakitan.
“Gomen, aku kan cuma manggil.” Senyumannya terulas. “Demo ne, aku boleh nanya sesuatu?”
Misaki memiringkan kepalanya.
“hn?”
“Sore ini kau sibuk tidak?”
“iie… kenapa?”
Ryosuke menyeringai.
“Kujemput jam 5 ya. Jaa..” Pemuda itu langsung saja berjalan cepat meninggalkan Misaki. Gadis itu ternganga beberapa detik.
“EEh?! O-Oi Yamada! Nani ? Ah—matte yo!” Misaki ikut berlari mengejar Ryosuke yang posisinya sudah jauh di ujung lorong.
* * * * * * * *
“Ohgo-chan…”
Chinen mendelik ngeri mendengar panggilan itu di sebutkan. Ohgo-chan? Mahkluk absurd bersuara asing apa yang berani-berani memanggil nama kekasihnya dengan imbuhan yang salah tempat itu? –karena bagi Chinen satu-satunya tempat untuk membubuhkan kata ‘-chan’ pada nama kekasihnya adalah pada nama panggilannya, tepatnya di antara kata ‘Suzu’ tanpa diikuti suku kata ‘ka’. Suzu-chan.
“Da—“ belum juga Chinen berbalik dan melontarkan amukannya karena panggilan sok akrab salah tempat itu, Suzuka sudah mendahuluinya dengan mendekati objek pemanggil.
“Ne, Irie-kun. Biar kupertegas. Namaku Ohgo Suzuka, bukan Ohgo-chan Suzuka. Dan jika kau ingin menambahkan embel-embel –chan pada namaku, kusarankan gunakan Suzu-chan, bukan Ohgo-chan. Tapi, maaf saja, aku tidak bisa mengijinkanmu memanggilku ‘Suzu-chan’ kerana pacarku mungkin saja akan membunuhmu. Aku sudah balikan dengan Chinen, Gomen na~ ah, satu lagi. Aku mau pindah jurusan ke Arsitektur bersama pacarku. Jadi, sanggap saja ini perpisahan kita. Jya, sayonara…”Suzuka menutup kalimat panjangnya dengan mengedipkan sebelah matanya centil lalu buru-buru berlari menuju Chinen yang hanya bisa terpana menatapnya dan langsung merangkul lengan pemuda yang hanya lebih tinggi beberapa senti darinya itu.
“Suzu-chan… kau yakin? Pindah jurusan ini… kau bercanda kan?” Chinen menatap gadisnya itu kebingungan selgi keduanya melanjutkan langkah mereka. Suzuka menggeleng.
“iie.. aku serius kok..”
“Heh?! Beneran nih? Kimia itu cinta pertamamu kan?” Chinen makin shock. Seorang Ohgo Suzuka mangkir dari kimia? Tidak mungkin! Nyaris seluruh mantan penghuni Horikoshi—setelah gadis itu masuk sebagai siswi beasiswa—tahu betapa Suzuka menghidup-matikan mata pelajaran itu dalam masa-masa belajarnya. Dan ini… meninggalkan Kimia untuk arsitektur?! Kok bisa?!
Suzuka tersenyum.
“Kimia memang cinta pertamaku, tapi Chinen adalah cinta abadiku. Aku rela bertukar mata pelajaran bodoh itu dengan Chii-chan..”*A/N: suzuka mengkir dari Kimia? Ahaha! Gegara Author lagi kesal akut sama kimia nih… Cling! Cling! *menghilang* XD*
Chinen sumringah full dan langsung menyambar bibir gadis itu cepat dengan bibirnya.
“yokatta!” bisiknya sebelum bibir mereka kembali bertemu.
Sementara itu, beberapa meter di belakang mereka, Irie Jingi hanya bisa mangap menyaksikan pemandangan tersebut.
“Heeeeeeeeee???????????????”
* * * * * * * *
Misaki menatap layar keitainya intens. Gadis itu menanti, menunggu, mendambakan, atau apapun kata yang bisa menggambarkan kegiatannya menatap keitai putihnya yang terletak manis di meja belajarnya ini tanpa melakukan apa-apa. Bukan tidak melakukan apa-apa, gadis itu hanya ingin menunggu datangnya konfirmasi lanjutan dari rencana seorang Yamada Ryosuke untuk mengajaknya pergi sore ini.
“Sore ini kau sibuk tidak?”
“iie… kenapa?”
“Kujemput jam 5 ya. Jaa..”
Mau apa mereka jam 5? Geez! Misaki memang selalu dibuat kebingungan akut jika berhadapan dengan Ryosuke. Pemuda itu seolah punya 1001 macam hal mengejutkan di pikirannya yang—entah kenapa—selalu membuat hati Misaki hangat.
Kenapa hatinya bisa hangat?
Pertanyaan itu belum sempat terjawab batinnya ketika keitainya sudah melantunkan nada indah piano berdurasi 5 detik, penanda sebuah pesan baru memasuki inbox alat komunikasi tersebut.
Monday, August 14, 2012 14:29
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
From: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
To: Yukimura Misaki (misamisa@rocketmail.co.jp)
Subject: :)
Jam lima kujemput … ^^
“Eh?” Misaki menggumam aneh namun sekaligus langsung tersenyum membaca mail yang baru masuk itu. Akhirnya datang juga konfirmasi dari Ryosuke untuk melanjutkan rencana pertemuan di sore ini. Ah, Sekali lagi pertanyaan tercetak di kepala gadis itu.
Kenapa pemuda itu ingin bersamanya sore ini?
‘Cling!’ bayangan bohlam kuning bersinar langsung muncul di samping kening Misaki.
“MASAKA!” Gadis itu membuka mulutnya menunjukan ekspresi kaget. “Ke-kencan?” lanjutnya terbata. Wajah manisnya sontak memerah.
Misaki menelan ludah agak ragu lalu melangkah ke tempat tidur dan menghempaskan tubuhnya disana. Wajahnya disembunyikan dalam bantal sebelum gadis itu mengeluarkan unek-uneknya.
“BFYAAAAAA!!!!” lengkingan kegirangan yang tertahan bantal kemudian terdengar. Gadis itu membalikan posisinya dari telungkup tadi ke posisi terlentang beberapa detik kemudian. Wajahnya memanas, matanya seolah memancarkan cahaya-cahaya bling-bling hasil pantulan sinar matahari dari luar. Dan sekali lagi, hatinya meloncat ‘puing-puing’ dengan semangat.
“Doushita no?” tanyanya pada diri sendiri menanggapi perasaan senang luar biasa ini. Kata tanya doushita untuk kenapa Ryosuke mengajaknya pergi, kenapa dirinya bisa sesenang ini menerima ajakan tersebut, dan kenapa akhir-akhir ini hatinya selalu berbunga-bunga—dan jangan lupa berbunyi ‘puing-puing’ juga—setiap memikirkan pemuda maha tampan itu?
Wajahnya makin memerah.
“Ah!” sedetik kemudian gadis itu langsung mencelat bangun dan dengan gerakan secepat kilat ia membuka lemarinya dan mulai membongkar beberapa baju ‘lucu’ yang dimilikinya.
Misaki sendiri bingung, selama ini ia tidak pernah kebingungan menentukan pakaian mana yang harus dipakainya keluar rumah karena ia selalu puas dengan setiap jenis pakaian yang dimilikinya. Tapi kali ini kenapa pula ia harus repot-repot memilih mana baju yang membuatnya nampak manis saat bertemu Ryosuke? Kenapa tiba-tiba semua baju yang biasanya aman-aman saja dikenakannya jadi terlihat tidak menarik?
Bertambah lagi kata tanya ‘doushita’ dalam benaknya.
* * * * * * * *
“Ryuu, mau nitip apa?”
Ryutaro seketika menghentikan gerakannya membaca manga berjudul ‘wai-wai hey say jump’ di tangannya dan ganti menatap oknum yang menegurnya tadi bingung.
“ha?”
Ryosuke Yamada—selaku pemuda yang pertama kali berbicara itu tersenyum tipis lalu mengulangi kata-katanya. “mau nitip apa?”
“nitip?” Ryuu memiringkan kepalanya nyaris 45 derajat ke kiri, masih tidak ngeh.
“Iya. Kau mau nitip pesan apa gitu untuk kakakmu. Kami mau kencan nih…” Ryosuke tak juga melepaskan ulas senyumnya. Ryutaro mangap beberapa detik.
“EEH?! Hontou ni?! Uwaa, omedetou..! aku nggak nitip apa-apa deh.. cuma selamat bersenang-senang saja~” Ryutaro menjawab kalap sekaligus antusias, membuat presentase semangat Ryosuke yang sebelumnya sudah genap 100% semakin bertambah 2 kali lipat. 200%~
“Un! Kami akan bersenang-senang..” jawabnya kemudian sambil memainkan bibirnya membentuk senyuman yang menunjukan perpaduan imut, lucu, dan centil wajah tampannya. Ryuu hanya balas nyengir.
“Saa, aku pergi sekarang deh. Itekimas…”
“Hai, itarashiai Ryosuke nii! Nikmati kencannya!!” Ryuu masih berseru antusias.
“Mochiron!” Ryosuke mengangkat telunjuknya ke atas kepala, meniru gaya andalan karakter seorang Suzuki Daichi dalam dorama Risou no Musuko. *author gila Risou no Musuko XD*
Ryuu sekali lagi dibuat mangap.
* * * * * * * *
“…43…44…45….46…..”
Misaki menghitung gerakan berpindah jarum detik pada jam dinding four-leaf clovernya. Telunjuk kanannya ikut bergerak memutar seirama gerakan jarum jam tersebut. Gadis itu memang tengah nganggur. Persiapannya untuk bertemu dengan Ryosuke sudah rampung beberapa menit lalu dan sekarang ia tinggal menunggu sang pangeran datang menjemput sesuai janjinya.
“… 56…57…58…59…”
Ting! Tong!
Misaki menjentikan jarinya mendengar bunyi bel dibawah. Secepat kilat gadis itu mengawasi bayangannya sepersekian detik di kaca untuk memastikan penampilannya masih se-prima terakhir kali dilihat –meskipun baru beberapa menit lalu—kemudian menuruni tangga kamarnya pelan-pelan.
Ting!
“Hai!” Bunyi bel yang baru setengah terdengar langsung tertutup sapaan manis gadis itu menyusul kemunculannya dari balik pintu. Misaki memberikan senyum terbaiknya pada pemuda yang mengenakan t-shirt abu –abu berbalut rompi hitam di depannya. Dan seperti biasa, wajah pemuda itu selalu terlihat sangat tampan.
“Yo, Misaki-chan…” Ryosuke mengangkat tangannya memberi salam. Sedetik sebelumnya, pemuda itu sempat terpesona melihat kemunculan tiba-tiba sosok manis Misaki dari dalam rumahnya. Gadis itu terlihat sangat anggun dan feminim, cocok sekali dengan dress merah selutut serta blazer creamnya.
“ah, Yo!” Misaki ikut mengangkat tangannya, sedikit canggung dengan suasana ini. atau… sedikit canggung karena Ryosuke sejak tadi menatapnya dalam?
“Jadi berangkat kan?” pertanyaan Ryosuke memudarkan fantasi sejenak Misaki akan pemuda itu. Misaki hanya mengangguk.
“Uhm.. demo, mau kemana kita?”
Ryosuke tersenyum tipis. “Tempat favoritku!”
“Hee?”
“Iku yo?” Ryosuke langsung saja menggenggam tangan Misaki dan membawanya ke dalam mobil.
15 menit perjalanan telah terlewati namun tak satupun manusia penunggang mobil sport hitam tersebut mencelatkan kata. Aneh, padahal sebelum-sebelumnya, keduanya selalu punya topik untuk dibicarakan, paling tidak bisa mengusir sepi atau apa. Tapi kali ini berbeda. Nampaknya dewa keheningan sedang menjalankan tugasnya menjaga senyap atmosfir mobil itu sehingga baik Ryosuke maupun Misaki dilenyapkan sesuatu apapun dalam otak masing-masing yang bisa membangkitkan mode bicara mereka.
Mobil Ryosuke terus melaju membelah jalanan kota Tokyo yang agak padat. Maklum, ini hari senin. Sudah jadi kebiasaan hari yang satu ini dinobatkan sebagai hari paling sibuk dalam seminggu. Dan tentu saja di sore hari seperti ini, orang-orang banyak yang telah menyelesaikan aktifitas mereka dan mulai kembali ke kediamannya masing-masing hendak beristirahat. Beda dengan pasangan Ryosuke-Misaki yang memilih hari sibuk ini untuk…ehm, kencan.
10 menit setelah 15 menit lalu tadi akhirnya menjadi waktu penutup kebersamaan keduanya dalam diam. Ryosuke memarkir mobilnya di salah satu tempat kosong berlatar laut berpasir putih indah dibelakangnya.
“kita sampai..” Pemuda itu tersenyum lembut lalu melepaskan sabuk pengamannya serta sabuk pengaman milik Misaki. Selesai, keduanya lalu membuka pintu mobil dan keluar. Sejak tadi, Misaki sedikit penasaran. Karena kaca mobil Ryosuke agak gelap, ia tidak bisa dengan jelas melihat tempat favorit yang dimaksud pemuda itu dari dalam. Namun, setelah Ryosuke membantu melepaskan sabuk pengamannya—yang sekali lagi mendekatkan jarak tubuh keduanya dan membuat hati Misaki berpuing-puing—gadis itu langsung melesat keluar dengan cepat sambil menerka-nerka tempat seperti apa yang menjadi area favorit seorang Yamada Ryosuke. Hutankah?—karena sejak tadi Misaki tidak lagi mendengar suara ramai perkotaan.
Gadis itu terpana.
“Uwaaa…”
“Kirei deshou?” Ryosuke menyambung dari belakangnya. Bola mata kembar berbeda warna milik keduanya masing-masing memakukan pandangan kagum pada satu lukisan Tuhan paling indah didepan mereka.
“u-un..” Misaki mengangguk. “Pantas saja kau menjadikan ini tempat favorit. Pemandangannya indah begini..”
Ryosuke hanya tertawa kecil. “Mau jalan-jalan sebentar? Kita tunggu sampai matahari terbenam. Aku jamin pemandangannya akan jauh lebih indah..”
“Un!” Misaki mengangguk lagi. Mendengar tawarannya disetujui, Ryosuke langsung menggenggam tangan gadis itu dan membawanya untuk berjalan menuju bentangan pasir putih beberapa meter didepan mereka. Misaki sedikit tersentak. Namun tak lama, gadis itu ikut mengukir senyum seperti yang Ryosuke lakukan. Kehangatan seketika menyusupi hati keduanya, menciptakan efek ledakan bahagia beruntun yang luar biasa membuat mereka nyaman.
* * * * * * * *
Ting tong!
Bel rumah sederhana bercat kuning muda itu kembali berbunyi untuk yang kesekian kalinya hari ini. Yukimura Sayu tergopoh-gopoh berlari menuju pintu depan setelah meninggalkan acara mengiris wortel sambil nonton doramanya.
“Aa, Miki..” Wanita itu tersenyum ramah pada eksistensi yang nampak sosoknya setelah pintu terbuka lebar. Kamiki balas tersenyum tak kalah ramah.
“Konbanwa, oba-chan. Anoo, Misaki ada?” tanya pemuda itu sopan. Sayu sedikit membulatkan bibirnya sebelum menjawab.
“Aa, gomen ne, Miki. Misaki baru saja pergi sejam lalu. Katanya ada janji dengan temannya..”
Kedua alis Kamiki bertaut. “Eh? Teman? Teman siapa?”
“Tidak tahu. Ba-chan lagi dikantor tadi waktu Misaki pergi. Dia cuma mengirimi mail, katanya mau pergi bersama temannya ….”
“Sou kah?” Kamiki mengangguk. “teman, huh?”
* * * * * * * *
“Aah~ kimochi…” Misaki menghempaskan bokongnya pada tumpukan pasir putih beberapa meter dari lepas pantai. Disampingnya, Ryosuke ikut melakukan hal yang sama. Bola mata keduanya sama-sama memandang pantulan cahaya oranye kemerahan matahari terbenam nun jauh di ufuk barat yang bergerak perlahan.
Ryosuke melirik ke samping sembari tersenyum mengamati ekspresi kagum sekaligus bahagia Misaki. Pandangan pemuda itu ikut beralih ke tautan tangan mereka yang belum juga lepas. Sedikit geli, Ryosuke mengingat kembali bagaimana ia bisa menggapai jemari-jemari mungil gadis itu dalam genggamannya yang hangat. Dan lagi, Misaki tidak tampak menolak malahan terlihat sama bahagianya dengan dirinya.
Ah, bisakah waktu berhenti saat ini juga?
Nyaris sepersekian detik setelah Ryosuke mengalihkan pandangannya dari gadis itu menuju bentang permainan warna oranye-merah didepannya, Misaki ikut melakukan hal yang sama. Gadis itu mengamati dengan serius, mempelajari lebih dalam sosok sempurna Ryosuke di sampingnya. Sekali lagi ia dibuat terpana. Pemuda itu terlalu sempurna lahiriah. Rambut hitam kecoklatannya yang acak-acakan tertiup angin, bola mata coklat bening kembarnya yang cemerlang, hidungnya yang mancung, bibir merah mudanya, semuanya!
Sesaat, Misaki ingin memiliki kesempurnaan itu.
Konsentrasi gadis itu mengagumi kesempurnaan sosok Ryosuke terhenti ketika sang pemuda tiba-tiba balik menatapnya. Wajah gadis itu sontak memerah.
‘mati aku!’ desisnya dalam hati setelah sadar kalau ia baru saja ketahuan telah mengamati pemuda itu diam-diam. Ryosuke memiringkan kepalanya sedikit melihat reaksi gadis itu.
“Ne, Misaki. doushita?”
“Ah, Betsu—“ kalimat gadis itu seketika terpotong oleh serangan rasa sakit luar biasa yang menghujam serta sekelebat bayangan hitam putih samar yang tiba-tiba melintasi pikirannya. Sama, selalu sama dengan rentetan bayangan yang dilihatnya dalam kabur berkali-kali yang lalu.
Seseorang tengah bicara padanya. Dan kali ini bayangan bernuansa 2 warna tak jelas itu mengambil seting pesisir pantai.
Ergh?
Bukankah itu tempat yang sama dengan yang didatanginya bersama Ryosuke kali ini?
“Ini tempat favoritku.”
.
“kau tidak keberatan kan kalau kuajak ke sini?”
“Tentu saja! Aku malah senang sudah mengetahui satu hal baru tentangmu.”
Rentetan bayangan berdurasi sepersekian detik itu seketika buyar. Namun bukannya dikembalikan ke orientasinya yang nyata, Misaki malah ditarik kembali menuju bayangan samar lain yang juga melintas cepat. Setingnya masih berupa hamparan pasir putih pantai. Namun kali ini tata letak dan suasananya sedikit berbeda.
“Umi ga suki na…”
“..demo..”
“Umika ga, ichiban daisuki…”
.
.
“Ai shiteru U—“
“Misaki, daijoubu?!” seruan kaget bercampur cemas seketika mengembalikan Umika ke realita. Tanpa Gadis itu sadari, ia masih bertahan dalam posisi langganannya ketika mengalami serangan pikiran seperti itu. Kedua tangannya mencengkram kepalanya erat-erat. Rasa sakit itu sudah hilang sempurna. Namun bayangan tadi masih sedikit meninggalkan bekas dalam benaknya.
Tempat favorit seseorang yang sama dengan tempat favorit Ryosuke…
Kata Aishiteru yang terucap entah untuk siapa…
Dan..
“Umika ga, ichiban daisuki…”
Apakah satu nama yang terucap dalam kalimat itu, Umika?
“Daijoubu?!” Ryosuke mengulang kata tanya tersebut tanpa lepas dari nada kecemasannya. Misaki tersadar dan langsung tersenyum kepada pemuda itu, sekaligus memberi kode non verbal penyerta bagi kalimat berikutnya yang menyatakan bahwa ia baik-baik saja.
“Daijoubu…”
“Demo, kau nampak kesakitan tadi. Dan, bukan kali ini saja kan? Dulu juga pernah deshou? Ne, bagaimana kalau kita ke dokter saja, kita periksa ya? Siapa tahu ada—“ Ryosuke nyerocos panjang lebar. Misaki tersenyum, lalu memotong rentetan kalimat panjang pemuda itu dengan menyentuh kedua pipinya yang hangat. Misaki sedikit tersigap ketika menyentuh collar bone pemuda itu.
“Daijoubu, Yamada…” Misaki memberikan senyuman terbaiknya. Ryosuke terdiam agak lama.
“Panggil aku Ryosuke..”
“Eh?” Misaki menggumam kaget. Ryosuke langsung menyentuh kedua tangan Misaki yang masih bersandar di pipinya dengan lambut.
“Panggil aku Ryosuke…” nada pemuda itu terdengar absolut meski terlontar dengan intonasi yang rendah dan lemah. Misaki terperangah. Apalagi ketika bola mata coklat bening Ryosuke menatapnya dalam. Gadis itu kembali dihanyutkan oleh tatapan maut Ryosuke yang berkesan serius.
Pelan-pelan Misaki mengangguk.
“H-hai.., Ryosuke…”
Ryosuke tersenyum lembut.
“Arigatou…”
Tangan pemuda itu kemudian dilepaskan dari tangan Misaki yang menyentuh pipinya, menyebabkan terbebasnya juga pipinya dari sentuhan tangan Misaki.
Tapi, kenapa hanya satu tangan yang terlepas? Kenapa pipi kananya masih merasakan jelas sentuhan tangan gadis itu?
Misaki tidak mengerti mantra apa yang sedang dimainkan kepadanya sampai bisa seberani ini. Seolah, ada sesuatu dalam hatinya memerintahkan untuk tidak melepaskan pemuda itu.
Tangan kanan Misaki mengusap pelan pipi Ryosuke lalu terangkat untuk menyibak poninya yang nyaris menutupi mata. Ia kenal wajah ini. Ia merindukannya. Entah kenapa, entah atas alasan apa, ia hanya merindukannya. Itu saja.
Ryosuke merasakan yang sama. Ia merindukan sentuhan ini. Jemari-jemari mungil nan lembut serta caranya mengibas potongan rambut poni yang berjatuhan menutupi sekujur keningnya, hanya Umika yang bisa membuatnya merasakan rasa nyaman seindah ini.
Tangan kiri Ryosuke ikut terangkat untuk memegang lembut pergelangan tangan Misaki dan menariknya dari wajahnya. Seketika Misaki merasa malu, mengira Ryosuke tidak menyukai sentuhan yang diberikannya itu. Namun presepsinya salah. Sesaat kemudian, wajah Ryosuke malah sudah bergerak maju untuk mendekati wajahnya. Nafas pemuda itu terasa hangat ketika jarak mereka nyaris tak terpisah apapun. Misaki memejamkan matanya,
…dan bibir keduanya bertemu sepersekian detik kemudian.
Misaki kembali merasakan kerinduan yang teramat sangat besar. Ia merindukan ciuman ini. Sangat merindukannya, seolah sentuhan di bibir itu pernah dirasakannya sebelumnya. Jauh sebelum hari ini tiba.
Ia memang pernah merasakannya.
To Be Continued
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar