Sabtu, 25 Februari 2012

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.17

CHAPTER 17
- When the love grow again -

Sunday, August 13, 2012 23:40
From: Chinen Yuri (Chinen_Yuri@yahoo.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: [None]
Suzuka sudah bersamaku. Maaf sudah membuat kalian kerepotan, dan
Terima kasih sudah mencarinya.

Ryosuke menutup flip keitainya dengan perasaan lega luar biasa. Suzuka akhirnya ditemukan. Sejak tadi ia memang sedang panik akut mencari dimana gerangan gadis itu berada. Tubuhnya bahkan saat ini basah total akibat hujan yang tak urung berhenti juga. Namun mengetahui Suzuka sekarang sudah bersama orang yang tepat membuatnya kembali bisa bernapas lega.
Ryosuke membuka pintu mobilnya lalu masuk kedalam. Mobil mewahnya itu siap dilarikan kembali kerumah, namun di tengah jalan pemuda itu teringat sesutu. Seseorang lebih tepatnya.

Yukimura Misaki.

Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah tidur? Apa gadis itu tengah memikirkannya ataupun pernyataan cintanya pagi tadi? Sudahkan dia mendapatkan jawaban?

Pertanyaan yang banyak bergejolak di kepalanya membuat pemuda itu membalikan arah mobil menuju kediaman Misaki. Ia kangen gadis itu. Ia kangen Umika-nya.

* * * * * * * *

Misaki menutup lembaran terakhir komik yang yang dibacanya. Tubuhnya sedikit pegal karena nyaris 2 jam duduk dalam posisi yang sama dengan komik di tangannya. Segera gadis itu 18 tahun itu bangun dan merenggangkan otot-otot bahunya dengan menepuk-nepuknya.

“capek..” ujarnya pelan sambil mengalihkan pandangannya pada jam berwarna hijau bermotif four-leaves clover yang menempel di dinding. Waktu sudah menunjukan pukul 12 malam. Sedikit meringis karena kelelahan, gadis itu lalu bersiap naik ke tempat tidurnya.

Dan saat itulah keitai flip putihnya berbunyi nyaring. Misaki tersentak kaget sembari menatap keitainya horror layaknya benda itu berasal dari angkasa luar. Ada apa ini? siapa yang menghubunginya tengah malam begini?
Namun sedetik kemudian gadis itu tersadar dan buru-bru menjawab panggilan telepon tadi tanpa membaca nama siapa yang tertera sebagai pelaku yang menelponnya.

“Hai, moshi-moshi?”

“Moshi-moshi, Misaki…”

Misaki membelalakan matanya ketika mendengar jawaban dari seberang. Suara itu dikenalnya. Itulah suara yang melontarkan kata ‘daisuki dayo’ yang sama seperti pagi tadi. Gadis itu buru-buru melirik layar keitainya, membaca nama yang muncul.

Yamada Ryosuke.

Misaki setengah merinding setengah terpesona. Kok bisa Yamada Ryosuke menelponnya tengah malam begini? Ada gerangan apa?  Apakah karena pemuda itu butuh jawaban segera atas pernyataannya tadi pagi? Uwaaa…. Memikirkannya saja Misaki sudah hampir kewalahan karena bingung dan shock. Macam mana pula Ryosuke ini mau jawaban secepatnya? Bukannya dia sendiri yang bilang akan memberi Misaki waktu untuk berpikir. Jadi hanya selama inikah waktunya? 15 jam?!

“Ada yang bisa kubantu, Yamada-kun?” Misaki bertanya sebisa mungkin dengan menahan kegugupan agar tidak merambat sampai ke nada bicaranya, sementara satu tangannya terangkat menyantuh dadanya mencoba mengendalikan deguban jantungnya yang terasa berkerja puluhan kali lebih cepat dari sebelumnya. Dan satu lagi, hatinya seolah meloncat-loncat sambil mengeluarkan bunyi ‘puing-puing’ layaknya bunyi loncatan character anime lucu yang sering ditontonnya di TV.
Apa pula itu puing-puing?

Dari seberang terdengar tawa kecil Ryosuke. “iie… aku hanya ingin mendengar suaramu..”

Hati Misaki meloncat makin tingi dan makin ribut berbunyi ‘puing-puing’. Jantungnya bertambah cepat memompo darah. Begitu pula paru-parunya. Udara dalam ruangan kamarnya serasa tak cukup memenuhi volume paru-parunya sehingga gadis itu cepat-cepat membuka gorden plus jendela kamarnya lalu bergerak menuju balkon mininya demi mendapatkan udara yang cukup untuk bernafas sewajarnya.

Dan dia disana! Pemuda itu!

“E—“ Misaki seketika menutup mulutnya dengan satu tangan, mencoba menghentikan teriakan kagetnya yang khas yang sudah nongol di ujung tenggorokan. Gadis itu takut membangunkan ibunya di lantai bawah.
Terhenti selama sepersekian detik, gadis itu kembali melanjutkan teriakannya tadi dengan suara yang nyaris berupa bisikan.
“eeh?!”

Dari bawah balkon Ryosuke hanya tersenyum lembut meskipun sebelumnya sedikit terkejut dengan kemunculan Misaki yang tiba-tiba dari dalam kamarnya. Sudah nyaris 5 menit pemuda itu berdiri di bawah balkon kamar Misaki hanya untuk memastikan kalau gadis itu baik-baik saja di dalam. Dan sama sekali tak diduganya kalau gadis intaiannya itu akan keluar tiba-tiba dari dalam kamarnya yang nyaman. Apakah Misaki punya firasat bahwa ia akan datang?

Pemuda itu melambaikan tangannya.
“Yo!”

“NA—“ kalimat Misaki kembali terhenti karena kesadarannya untuk bicara pelan-pelan. Ditambah, line teleponnya dengan Ryosuke belum terputus. Jadi dari pada teriak-teriak atas-bawah layaknya Romeo dan Juliet dengan pemuda itu,*bingung? chek iklan Gyu Gyuuto* lebih baik gunakan Keitai kan? Toh, yang jalan juga pulsanya Ryosuke. *XD*
“nani shiten no?” tanyanya berbisik.” Ah, kenapa juga bajumu basah begitu? Kau kehujanan tadi?”Meskipun suaranya pelan, nada khawatir sekaligus peduli bisa tertangkap jelas dari kalimatnya. Ryosuke masih tersenyum tipis sembari menatap ke atas.

“Ada urusan penting tadi. Hehehe…” Ryosuke nyengir. “lagian hujannya juga sudah berhenti..”

“Tapi nanti kau bisa sakit! baju basah begitu~”jawab Misaki, kali ini jelas kekhawatirannya bertambah. Ryosuke melirik pakaiannya yang basah total akibat hujan deras tadi yang baru berhenti beberapa belas menit lalu.

“sou kah?”

“Tentu saja. Dasar! Cepat pulang dan ganti bajumu sebelum kau masuk angin..” perintah Misaki kemudian. Ryosuke conge dulu beberapa detik sebelum kemudian mengangguk.

“Uh, hai.. saa, Jaa ne, Misaki-chan..”pemuda itu tersenyum.

“Un, Jaa..” Misaki ikut tersenyum. Dalam hati gadis itu bertanya, sejak kapan ia menginjinkan Ryosuke memanggilnya seenak jidatnya begitu? ‘Misaki-chan?’ sejak kapan mereka seakrab itu untuk saling memanggil nama depan? Bukankah sampai kemarin Ryosuke masih memanggilnya Yukimura? Apa ini ada hubungannya dengan pernyataan cinta beberapa jam lalu itu? Oh.. ngomong-ngomong, ternyata Ryosuke belum meminta jawabannya ya? Misaki bisa sedikit bernafas lega deh.

“Oh, aku lupa sesuatu..” tepat sebelum Misaki menutup flip keitanya, Ryosuke menyambung. Gadis itu mendfengarkan dengan wajah menanti yang membuatnya nampak sangat kawaii. Apakah Ryosuke baru ingat harus meminta jawaban? Bagaimana ini? Misaki harus bilang apa?!!

“E—Hn?”

“Kau terlihat manis sekali memakai piyama ungu itu. Suki na..”

Keitai dimatikan. Miaki hanya terngaga. Bahkan sampai semenit kemudian Ryosuke sudah meninggalkan rumahnya.

Matanya beralih, dari mobil Ryosuke yang menghilang di tikungan jalan ke piyama ungu muda bermotif beruang yang dikenakannya.

“HMMPH?!” Jeritan ‘EEH?!’nya tertahan tangannya yang terangkat untuk menutupi mulut.

Hatinya ber-puing-puing sekali lagi malam ini.


* * * * * * * *

Suzuka merasakan sesuatu yang agak berat melingkari pinggangnya. Kepalanya sedikit pening kali ini, ditambah wangi kamarnya sedikit berbeda dari biasanya. Wangi maskulin segar yang sama persis dengan wangi tubuh seseorang.

Tersadar, gadis itu buru-buru membuka matanya. Pandangan kagetnya kemudian terpaku pada sesosok makhluk Tuhan paling tampan yang tengah terlelap dalam damai di sampingnya. Tangan kanan pemuda itu melingkari pinggangnya erat sementara Suzuka terbaring aman dalam dekapan hangat tubuh pemuda dengan wangi maskulin itu.

“Chii?” bisiknya pelan, takut membangunkan sosok yang tengah tertidur nynyak layaknya bayi itu. Senyum simpul bibir Suzuka terulas mengikuti gerakan matanya yang kini menatap wajah Chinen penuh kasih. Pemuda itu memang tampan. Lekukan wajahnya, dua bola mata hitamnya yang tersembunyi kelopak, hidungnya yang mancung, bibirnya yang sexy *author udah ngiler >,<*, semuanya. Chinen memang sempurna lahir dan Suzuka tidak dapat memungkiri bahwa dirinya adalah gadis terberuntung yang dapat memiliki kesempurnaan lahiriah itu untuknya sendiri.

Suzuka menggeser tubuhnya makin merapat ke dada bidang Chinen yang telanjang.

Ergh?

Sontak gadis itu tersentak. Lalu mulai membuat perbandingan.

Dada Chinen telanjang. Mereka berada di kasur yang sama. Chinen memeluknya. Dan...—suzuka melirik tubuhnya sendiri—ia sudah memakai gaun tidur pink muda polos? Bukankah tadi malam gadis itu mengenakan blouse hijau dan jeans? Kenapa pakaiannya bisa berubah?!

“EEH?!” Pekik gadis itu sepersekian detik kemudian. Chinen ikut terhenyak dari tidurnya yang tentram tadi. Pemuda itu mengangkat tangan kanannya yang sejak tadi melingkari pinggang Suzuka lalu menggunakan organ tubuhnya itu untuk mengucek-ngucek mata.

“HOAAH” Chinen menguap. “Ah, Suzuchan sudah bangun. Ohayou~” senyuman lembutnya terulas. Suzuka mengerjap beberapa kali sebelum menggeser tubuhnya nyaris menjauh satu meter dari tubuh setengah telanjang Chinen.

“O-Ohayou…”jawabnya gugup. Chinen mengeryit lalu ikut bergerak mendekati posisi Suzuka. Suzuka kembali akan bergeser namun gerakan tangan Chinen lebih cepat sehingga kini pemuda itu sudah kembali memeluknya. Tak lupa, Chinen memberikan kecupan hangat di pipi kanan gadis itu.

“Bagaimana tubuhmu? Sudah baikan?” tanyanya manja. Suzuka mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

Apa-apan pertanyaan itu? Ada apa dengan tubuhnya memang? Apa yang terjadi semalam? Kenapa Suzuka sama sekali tidak ingat? Apa telah terjadi sesuatu? Atau… APA MEREKA TELAH MELAKUKAN SESUATU?!

Suzuka sedikit menahan nafas ketika pertanyaan berhuruf capital tadi tercetak dalam benak jeniusnya. Bibirnya dipaksakan tersenyum, takut Chinen bisa menangkap ekspresi kagetnya yang teramat sangat kali ini. Dia takut, seandainya—uhuk!—mereka sempat melakukan sesuatu semalam dan ia LUPA bagaimana hal itu terlalui, Chinen mungkin saja akan menertawainya atau bahkan ilfeel padanya. Secara ini Chinen, mantan seorang womanizer Horikoshi. Dia dikenal expert dalam hal begituan.

Gadis itu paksa tersenyum. Miris.

Namun Chinen bukan orang buta naluri yang tak bisa menangkap aura cemas plus takut yang mengelilingi gadis itu. Segera pemuda itu mengelus-elus puncak kepala Suzuka lembut.

“Daijoubu? Ada yang salah dengan tubuhmu? Ah,..masih sakit?” Wajah Chinen terlihat serius. Suzuka masih ingin mencoba menutupi kegelisahannya namun tak lagi bisa ketika matanya menagkap siluet wajah khawatir Chinen yang sangat manis. Somehow, keimutan pemuda itu mirip anak anjing yang lagi minta makan. Suzuka bahkan hampir meleleh di buatnya.

Chinen merapatkan tubuhnya ke gadis itu lalu meyentuhkan keningnya dengan kening Suzuka, mencoba mengukur suhu tubuh gadis itu.

“Yokatta, panasmu sudah turun. Demo, tubuhmu apa masih sakit?” tanya Chinen lagi. Suzuka menarik nafas panjang sebelum bicara perlahan.

“Chii..” panggilnya. Pemuda itu memperhatikan dengan saksama.

“Hn?”

“Semalam kita ngapain? ‘gituan’ ya? Gomen… aku..lupa.” tanya Suzuka dengan volume suara yang super pelan. Chinen tenganga, nyaris dua detik sebelum tawanya meledak.

“AHAHA..AHAH..AHAHAHA…” gelakan pemuda itu terdengar memenuhi seisi ruangan kamarnya yang bercat putih polos dengan berbagai ukiran di dinding tersebut. Selagi wajahnya bertransisi warna menjadi merah, Suzuka menggigit bibirnya malu. Ia sudah memprediksi reaksi macam begini yang pasti akan diberikan Chinen. Pemuda itu pasti berpikir Suzuka sangat menyedihkan bisa sampai melupakan pengalaman pertamanya bermalam bersama sang pemuda. Mau bagaimana lagi? Suzuka kan memang sama sekali tidak ingat!

“Mou, Yamete Chii.. aku kan nggak sadar...” Suzuka sedikit memohon demi membuat Chinen menghentikan tawa jahilnya. 5 kemudian, Chinen baru bisa me-rem habis semua gelakan-gelakannya tadi. Pemuda itu menatap gadisnya gemas dan mengacak puncak kepalanya.

“Apa..HMPPH… Apa yang membuatmu—HMPH..berpikir seperti itu?” tanyanya agak tersendat akibat masih menahan tawa. Wajah Suzuka betambah merah. Bingung harus menjawab dengan cara bagaimana.

“Soalnya… Kau sudah tidak memakai baju lagi dan… bajuku juga sudah diganti gaun tidur seperti ini. Padahal kemarin aku pakai blouse dan jeans. Tidak salah lagi, pasti terjadi sesuatu kan?”

Kali ini Chinen tidak tertawa, hanya memilih tersenyum lembut.

“Kayaknya Suzuchan sudah salah paham ne~”

Suzuka mengeryit. “Eh?”

“Semalam itu kita nggak ngapa-ngapain kok. Hontou ni!” Chinen mengangkat satu tangannya, lalu membentuk hufuf V dengan jari telunjuk dan tengahnya. Suzuka hanya tertegun menatapnya.

“terus, bajuku.. ah, bajumu juga?”

“Baju Suzuchan diganti, soalnya basah sekali. Aku tidak mau kalau kau sampai sakit. Ah, dan bukan aku yang menggantinya untukmu. Ketika kau pingsan, beberapa pelayan cewekku yang memakaikannya padamu. Terus, kalau soal bajuku..” Chinen melirik setengah tubuhnya yang tak berbalut apapun itu sambil tertawa kecil. “Semalam panas sekali dan aku tidak bisa menyalahkan AC karena Suzuchan lagi sakit. Jadi kulepas saja~” jawabnya santai. Suzuka terdiam sejenak.

“Terus kenapa kita bisa satu kasur?Ah, kenapa kau memelukku?”

Chinen menyeringai.

“Soalnya aku ingin benar-benar menjaga Suzuchan dan memastikan kalau  Suzuchan nggak kenapa-kenapa. Tenang saja, aku nggak pernah macam-macam kok..” jawabnya lembut. Suzuka tertegun.

“hontou?”

“Un. Hontou ni! Lagian aku nggak bakal mau mengusik gadis yang sedang tidur. Apalagi tanpa persetujuan sebelumnya..”

Suzuka sontak tersenyum lebar. Bola mata hitamnya yang indah seolah menampakan kelap kelip yang membuatnya terlihat makin cantik. Chinen tak dapat menahan gerakan sudur bibirnya untuk ikut melengkungkan senyuman. Dalam hati, pemuda itu tengah mengagumi betapa cantiknya kekasihnya jika sedang tersenyum seperti ini.

“WAAA~ yokatta! Chi-kun wa Daisuki na!!” teriaknya senang sembari memeluk Chinen. Chinen tertegun beberapa detik untuk berpikir sambil menatap gadis itu nakal.

“Kau ingin aku melakukan sesuatu padamu kan?”

Suzuka mengeryit. “Huh?”

“Kau bilang daisuki di atas tempat tidur dan memelukku… bukankah itu berarti kau memintaku untuk melakukan sesuatu padamu?” Chinen menyeringai sambil berbisik mesra di telingan Suzuka. Desah nafasnya yang hangat membuat Suzuka bergidik kegelian. Gadis itu hanya nyengir sebelum meninju lengan Chinen pelan.

“Baka!” tawanya ikut terlontar. Chinen hanya tersenyum kecil.

* * * * * * * *

“Itte!” Misaki meringis perih ketika kakinya tak sengaja menabrak lemari TV. Namun gadis itu tak mengambil waktu lama hanya untuk memaki benda mati dari kayu tersebut tapi malah berlari secepat yang ia bisa. Ia melangkah menuju pintu rumah dan terburu-buru membukanya. Ada gerangan apa?

PIIIP PIIIIIIIIIIIP

Bunyi klakson mobil diluar masih belum berhenti. Gadis itu mendengus mendengarnya.

‘Pasti Yamada Ryosuke’ pikirnya. ‘Apaan sih pagi-pagi sudah ngebet begitu?’

Dengan langkah seribu Misaki melepaskan diri dari ruang lingkup rumahnya demi menemui oknum pembuat keributan lewat klakson mobilnya yang hiper tadi, yang ternyata adalah—

—bukan. Bukan Yamada Ryosuke. Itu Kamiki dan mobil hijau lumutnya.
Sorot mata Misaki seketika meredup. Tanpa sadar hembusan nafas kecewanya terlontar.

“Misa-chan, kok lama?” Kamiki menyandarkan dagunya pada lengan kirinya yang juga tersandar pada jendela mobil. Misaki tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa kecewanya.

“Tadi telat bangun..” jawabnya jujur. Memang gadis itu terlambat bangun pagi ini sebab semalaman ia sibuk begadang. Spesifiknya bukan begadang, namun insomnia akibat kemunculan Ryosuke yang tiba-tiba ditengah malam kemarin.
Misaki melangkah pelan menuju mobil si pemuda. Setelah beberapa langkah, gadis tu baru sadar bahwa ada yang berbeda dengan wajah Kamiki pagi ini. Kedua matanya sontak membulat sempurna.

“Miki?! Wajahmu—“ Misaki cepat-cepat mendekati Kamiki dan refleks menyentuh bekas luka di tepi bibirnya. Pemuda itu sontak mengerang kesakitan.

“I-Ittai! Ittai!”

“Ah gomen..” Misaki langsung manarik tangannya dari obyek tadi. “Ne, apa yang terjadi? Mukamu kok babak belur sih?” lanjut gadis itu khawatir. Kamiki hanya nyengir sambil menahan sakit.

“Betsuni. Semalam aku dihajar preman. “ jawabnya santai. Kedua alis Misaki sontak terangkat.

“Hah?! Kok bisa?! Kamu dipalak ya? Terus gimana? Sudah lapor polisi?” rentetan pertanyaan kembali dilontarkan Misaki.

“Belum. Mereka keburu kabur setelah mencuri uangku..” Kamiki masih menjawab santai meskipun ceritanya jelas penuh kebohongan. Pemuda itu enggan menceritakan yang sebenarnya pada Misaki. Bukan karena dia malu terluka seperti itu karena pukulan Ryosuke atau apa. Ia hanya takut jika Misaki tahu ia sampai adu jotos dengan Ryosuke padahal keduanya baru bertemu seminggu lalu, semua kebenaran tentang gadis itu mungkin saja akan terungkap. Kamiki tidak mau Misaki diambil darinya begitu saja.

“Hhh.. seharusnya kau menghubungiku atau Jingi biar kami tahu..” Misaki menasehati tanpa meninggalkan nada khawatirnya. Kamiki tersenyum lembut lalu mengusap puncak kepala gadis itu.

“Hai! Hai! Lain kali kalau kejadian lagi, Misaki-chan adalah orang pertama yang akan kuhubungi sebelum polisi…”

Misaki mengembungkan pipinya sambil menoyor kepala Kamiki.

“Baka! Kau mendoakan kejadian seperti ini terjadi lagi? Cih! Lain kali belum tentu kau bisa seberuntung ini. Sudah begitu menghubungiku~ gila. Memang aku penangkal preman apa?”

Pemuda itu hanya tertawa ngakak.

* * * * * * * *

Ryosuke memencet bel rumah sederhana tersebut beberapa kali dalam semenit ini. cukup lama memang sampai akhirnya seseorang membukakan pintu untuknya.

“Ah, Gomenasai, tadi—“ kalimat yang terlontar dari bibir wanita paruh baya itu seketika terhenti ketika kedua lensa matanya menangkap sosok siapa yang kini tengah berdri manis di depan pintu rumahnya. Sontak wanita bernama lengkap Yukimura Sayu itu hilang kata-kata. Anak ini…

“Ohayou Gozaimaz..” Ryosuke menundukan kepalanya sejenak. “Yamada Ryosuke desu. Anoo, Misaki ada? Aku ingin menjemputnya ke kampus..”

Sayu langsung tersadar dari lamunannya. “Oh, Misaki.. baru saja berangkat bersama Miki..” jawabnya jujur.

“Sou kah? Kalau begitu terima kasih banyak..” Ryosuke kembali menunduk. Sayu hanya mengangguk, masih tak bisa melepaskan tatapan kagetnya dari wajah Ryosuke. Wanita itu ingat betul, itulah wajah pemuda yang bersama Misaki—atau lebih tepatnya Kawashima Umika dalam liontin, dompet, dan handphone itu. Nafasnya sedikit tercekat.

Ryosuke kembali ke mobilnya. Namun setelah nyaris tiga langkah, pemuda itu lalu berbalik ke belakang dan menatap Sayu dengan senyum.

“Arigatou sudah menjaga Umika selama ini. Anda tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mengatakan apapun pada Umika. Kami—aku dan teman-temanku, ikhlas asalkan dia bisa hidup bahagia sebagai Yukimura Misaki…”

Sayu terperangah. Air matanya refleks menetes tanpa bisa dicegah. Wanita itu seolah bisa merasakan pengorbanan besar Ryosuke untuk melepaskan Umika sebagai putrinya yang baru. Saya bisa merasakan itu. terlalu kuat. Pengorbanan Ryosuke terlalu berarti.

Wanita itu ikut tersenyum kemudian.

“Arigatou..” balasnya lirih. “Hontou ni arigatou…” ulangnya lagi.

‘Arigatou’.

Kata yang terlontar itu penuh dengan makna. Sayu memang tak mampu mengucapkan jutaan permohonan maaf serta ucapan terima kasih pada pemuda itu atas semua yang dilakukannya. Atas kerelaannya berkorban, atas pengertiannya, atas kesetiaannya, terlalu banyak yang pemuda itu telah lakukan demi dirinya dan Misaki. Dan bagi Sayu, saat ini, hanya satu kata yang dapat benar-benar mengekspresikan segala perasaannya terhadap pemuda baik hati itu.

“Arigatou...”

To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar