Sabtu, 25 Februari 2012

Adelle - I CANT MAKE YOU LOVE ME lyrics

Just want to share...
I think this words can describe my feeling right now..
T.T

"I Can't Make You Love Me"
(originally by Bonnie Raitt)
Turn down the lights
Turn down the bed
Turn down these voices
Inside my head
Lay down with me
Tell me no lies
Just hold me close
Don't patronize
Don't patronize me

I can't make you love me if you don't
You can't make your heart feel
Somethin' that it won’t
Here in the dark, in these final hours
I will lay down my heart
And I will feel the power but you won't
No you won't
'Cause I can't make you love me
When you don't
When you don't

I'll close my eyes
'Cause then I won't see
The love you don't feel
When you're holdin' me
Morning will come
And I’ll do what's right
Just give me till then
To give up this fight
And I will give up this fight

'Cause I can't make you love me if you don't
You can't make your heart feel
Somethin' that it won’t
Here in the dark, in these final hours
I will lay down my heart
I will feel the power but you won't
No you won't
'Cause I can't make you love me
When you don't
When you don't

MUSIM GALAU :D (Part 3)

PART 3

Minaa-san, hisashiburi da ne~ eheheheh
Gomen yo, I cut this long story for almost a week.. I kinda busy naa~ I have to continue The Dream Lovers also…

Sa, want to know the next story about my ‘insecurities’?

Ehehehe, let’s continue with the 3rd times Reiki-senpai IGNORED me..

It’s happen on Sunday, February 19 2012. It was happened at church. When we—me and Mey-neechan went home, I saw him stand up not too far from me, but I pretend like didn’t see him. I just walked passed him to reached my motorcycle*I can ride it yoo..XD* and went home.
But then, I realize that he followed me. Plus Mey-nee also told me that he was behind us—with his motorcycle of course.
I did not surprise, but I also didn’t know what to do. I must confess that I was nervous at that time. But I try so hard to ride my motorcycle naturally and let him passed me.

I saw him. I did see him. I even almost smile to him.

But he didn’t. He passed me like he passed the others. He didn’t want to see me at all and particularly, didn’t smile back.

Ne, am I too fool to think that maybe he did that because he want me to see him?
But then, why he didn’t answer my text message I sent him later?
He did read it, right?
Then why he didn’t response?

Does he hate me, just because that untimed replay message those days a go?

ARGGH! Dammit!

~ see ya next post mina ^^

And last, bonus pikku::


[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.17

CHAPTER 17
- When the love grow again -

Sunday, August 13, 2012 23:40
From: Chinen Yuri (Chinen_Yuri@yahoo.co.jp)
To: Yamada Ryosuke (Ryosuke_Yamada@yahoo.co.jp)
Subject: [None]
Suzuka sudah bersamaku. Maaf sudah membuat kalian kerepotan, dan
Terima kasih sudah mencarinya.

Ryosuke menutup flip keitainya dengan perasaan lega luar biasa. Suzuka akhirnya ditemukan. Sejak tadi ia memang sedang panik akut mencari dimana gerangan gadis itu berada. Tubuhnya bahkan saat ini basah total akibat hujan yang tak urung berhenti juga. Namun mengetahui Suzuka sekarang sudah bersama orang yang tepat membuatnya kembali bisa bernapas lega.
Ryosuke membuka pintu mobilnya lalu masuk kedalam. Mobil mewahnya itu siap dilarikan kembali kerumah, namun di tengah jalan pemuda itu teringat sesutu. Seseorang lebih tepatnya.

Yukimura Misaki.

Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah tidur? Apa gadis itu tengah memikirkannya ataupun pernyataan cintanya pagi tadi? Sudahkan dia mendapatkan jawaban?

Pertanyaan yang banyak bergejolak di kepalanya membuat pemuda itu membalikan arah mobil menuju kediaman Misaki. Ia kangen gadis itu. Ia kangen Umika-nya.

* * * * * * * *

Misaki menutup lembaran terakhir komik yang yang dibacanya. Tubuhnya sedikit pegal karena nyaris 2 jam duduk dalam posisi yang sama dengan komik di tangannya. Segera gadis itu 18 tahun itu bangun dan merenggangkan otot-otot bahunya dengan menepuk-nepuknya.

“capek..” ujarnya pelan sambil mengalihkan pandangannya pada jam berwarna hijau bermotif four-leaves clover yang menempel di dinding. Waktu sudah menunjukan pukul 12 malam. Sedikit meringis karena kelelahan, gadis itu lalu bersiap naik ke tempat tidurnya.

Dan saat itulah keitai flip putihnya berbunyi nyaring. Misaki tersentak kaget sembari menatap keitainya horror layaknya benda itu berasal dari angkasa luar. Ada apa ini? siapa yang menghubunginya tengah malam begini?
Namun sedetik kemudian gadis itu tersadar dan buru-bru menjawab panggilan telepon tadi tanpa membaca nama siapa yang tertera sebagai pelaku yang menelponnya.

“Hai, moshi-moshi?”

“Moshi-moshi, Misaki…”

Misaki membelalakan matanya ketika mendengar jawaban dari seberang. Suara itu dikenalnya. Itulah suara yang melontarkan kata ‘daisuki dayo’ yang sama seperti pagi tadi. Gadis itu buru-buru melirik layar keitainya, membaca nama yang muncul.

Yamada Ryosuke.

Misaki setengah merinding setengah terpesona. Kok bisa Yamada Ryosuke menelponnya tengah malam begini? Ada gerangan apa?  Apakah karena pemuda itu butuh jawaban segera atas pernyataannya tadi pagi? Uwaaa…. Memikirkannya saja Misaki sudah hampir kewalahan karena bingung dan shock. Macam mana pula Ryosuke ini mau jawaban secepatnya? Bukannya dia sendiri yang bilang akan memberi Misaki waktu untuk berpikir. Jadi hanya selama inikah waktunya? 15 jam?!

“Ada yang bisa kubantu, Yamada-kun?” Misaki bertanya sebisa mungkin dengan menahan kegugupan agar tidak merambat sampai ke nada bicaranya, sementara satu tangannya terangkat menyantuh dadanya mencoba mengendalikan deguban jantungnya yang terasa berkerja puluhan kali lebih cepat dari sebelumnya. Dan satu lagi, hatinya seolah meloncat-loncat sambil mengeluarkan bunyi ‘puing-puing’ layaknya bunyi loncatan character anime lucu yang sering ditontonnya di TV.
Apa pula itu puing-puing?

Dari seberang terdengar tawa kecil Ryosuke. “iie… aku hanya ingin mendengar suaramu..”

Hati Misaki meloncat makin tingi dan makin ribut berbunyi ‘puing-puing’. Jantungnya bertambah cepat memompo darah. Begitu pula paru-parunya. Udara dalam ruangan kamarnya serasa tak cukup memenuhi volume paru-parunya sehingga gadis itu cepat-cepat membuka gorden plus jendela kamarnya lalu bergerak menuju balkon mininya demi mendapatkan udara yang cukup untuk bernafas sewajarnya.

Dan dia disana! Pemuda itu!

“E—“ Misaki seketika menutup mulutnya dengan satu tangan, mencoba menghentikan teriakan kagetnya yang khas yang sudah nongol di ujung tenggorokan. Gadis itu takut membangunkan ibunya di lantai bawah.
Terhenti selama sepersekian detik, gadis itu kembali melanjutkan teriakannya tadi dengan suara yang nyaris berupa bisikan.
“eeh?!”

Dari bawah balkon Ryosuke hanya tersenyum lembut meskipun sebelumnya sedikit terkejut dengan kemunculan Misaki yang tiba-tiba dari dalam kamarnya. Sudah nyaris 5 menit pemuda itu berdiri di bawah balkon kamar Misaki hanya untuk memastikan kalau gadis itu baik-baik saja di dalam. Dan sama sekali tak diduganya kalau gadis intaiannya itu akan keluar tiba-tiba dari dalam kamarnya yang nyaman. Apakah Misaki punya firasat bahwa ia akan datang?

Pemuda itu melambaikan tangannya.
“Yo!”

“NA—“ kalimat Misaki kembali terhenti karena kesadarannya untuk bicara pelan-pelan. Ditambah, line teleponnya dengan Ryosuke belum terputus. Jadi dari pada teriak-teriak atas-bawah layaknya Romeo dan Juliet dengan pemuda itu,*bingung? chek iklan Gyu Gyuuto* lebih baik gunakan Keitai kan? Toh, yang jalan juga pulsanya Ryosuke. *XD*
“nani shiten no?” tanyanya berbisik.” Ah, kenapa juga bajumu basah begitu? Kau kehujanan tadi?”Meskipun suaranya pelan, nada khawatir sekaligus peduli bisa tertangkap jelas dari kalimatnya. Ryosuke masih tersenyum tipis sembari menatap ke atas.

“Ada urusan penting tadi. Hehehe…” Ryosuke nyengir. “lagian hujannya juga sudah berhenti..”

“Tapi nanti kau bisa sakit! baju basah begitu~”jawab Misaki, kali ini jelas kekhawatirannya bertambah. Ryosuke melirik pakaiannya yang basah total akibat hujan deras tadi yang baru berhenti beberapa belas menit lalu.

“sou kah?”

“Tentu saja. Dasar! Cepat pulang dan ganti bajumu sebelum kau masuk angin..” perintah Misaki kemudian. Ryosuke conge dulu beberapa detik sebelum kemudian mengangguk.

“Uh, hai.. saa, Jaa ne, Misaki-chan..”pemuda itu tersenyum.

“Un, Jaa..” Misaki ikut tersenyum. Dalam hati gadis itu bertanya, sejak kapan ia menginjinkan Ryosuke memanggilnya seenak jidatnya begitu? ‘Misaki-chan?’ sejak kapan mereka seakrab itu untuk saling memanggil nama depan? Bukankah sampai kemarin Ryosuke masih memanggilnya Yukimura? Apa ini ada hubungannya dengan pernyataan cinta beberapa jam lalu itu? Oh.. ngomong-ngomong, ternyata Ryosuke belum meminta jawabannya ya? Misaki bisa sedikit bernafas lega deh.

“Oh, aku lupa sesuatu..” tepat sebelum Misaki menutup flip keitanya, Ryosuke menyambung. Gadis itu mendfengarkan dengan wajah menanti yang membuatnya nampak sangat kawaii. Apakah Ryosuke baru ingat harus meminta jawaban? Bagaimana ini? Misaki harus bilang apa?!!

“E—Hn?”

“Kau terlihat manis sekali memakai piyama ungu itu. Suki na..”

Keitai dimatikan. Miaki hanya terngaga. Bahkan sampai semenit kemudian Ryosuke sudah meninggalkan rumahnya.

Matanya beralih, dari mobil Ryosuke yang menghilang di tikungan jalan ke piyama ungu muda bermotif beruang yang dikenakannya.

“HMMPH?!” Jeritan ‘EEH?!’nya tertahan tangannya yang terangkat untuk menutupi mulut.

Hatinya ber-puing-puing sekali lagi malam ini.


* * * * * * * *

Suzuka merasakan sesuatu yang agak berat melingkari pinggangnya. Kepalanya sedikit pening kali ini, ditambah wangi kamarnya sedikit berbeda dari biasanya. Wangi maskulin segar yang sama persis dengan wangi tubuh seseorang.

Tersadar, gadis itu buru-buru membuka matanya. Pandangan kagetnya kemudian terpaku pada sesosok makhluk Tuhan paling tampan yang tengah terlelap dalam damai di sampingnya. Tangan kanan pemuda itu melingkari pinggangnya erat sementara Suzuka terbaring aman dalam dekapan hangat tubuh pemuda dengan wangi maskulin itu.

“Chii?” bisiknya pelan, takut membangunkan sosok yang tengah tertidur nynyak layaknya bayi itu. Senyum simpul bibir Suzuka terulas mengikuti gerakan matanya yang kini menatap wajah Chinen penuh kasih. Pemuda itu memang tampan. Lekukan wajahnya, dua bola mata hitamnya yang tersembunyi kelopak, hidungnya yang mancung, bibirnya yang sexy *author udah ngiler >,<*, semuanya. Chinen memang sempurna lahir dan Suzuka tidak dapat memungkiri bahwa dirinya adalah gadis terberuntung yang dapat memiliki kesempurnaan lahiriah itu untuknya sendiri.

Suzuka menggeser tubuhnya makin merapat ke dada bidang Chinen yang telanjang.

Ergh?

Sontak gadis itu tersentak. Lalu mulai membuat perbandingan.

Dada Chinen telanjang. Mereka berada di kasur yang sama. Chinen memeluknya. Dan...—suzuka melirik tubuhnya sendiri—ia sudah memakai gaun tidur pink muda polos? Bukankah tadi malam gadis itu mengenakan blouse hijau dan jeans? Kenapa pakaiannya bisa berubah?!

“EEH?!” Pekik gadis itu sepersekian detik kemudian. Chinen ikut terhenyak dari tidurnya yang tentram tadi. Pemuda itu mengangkat tangan kanannya yang sejak tadi melingkari pinggang Suzuka lalu menggunakan organ tubuhnya itu untuk mengucek-ngucek mata.

“HOAAH” Chinen menguap. “Ah, Suzuchan sudah bangun. Ohayou~” senyuman lembutnya terulas. Suzuka mengerjap beberapa kali sebelum menggeser tubuhnya nyaris menjauh satu meter dari tubuh setengah telanjang Chinen.

“O-Ohayou…”jawabnya gugup. Chinen mengeryit lalu ikut bergerak mendekati posisi Suzuka. Suzuka kembali akan bergeser namun gerakan tangan Chinen lebih cepat sehingga kini pemuda itu sudah kembali memeluknya. Tak lupa, Chinen memberikan kecupan hangat di pipi kanan gadis itu.

“Bagaimana tubuhmu? Sudah baikan?” tanyanya manja. Suzuka mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

Apa-apan pertanyaan itu? Ada apa dengan tubuhnya memang? Apa yang terjadi semalam? Kenapa Suzuka sama sekali tidak ingat? Apa telah terjadi sesuatu? Atau… APA MEREKA TELAH MELAKUKAN SESUATU?!

Suzuka sedikit menahan nafas ketika pertanyaan berhuruf capital tadi tercetak dalam benak jeniusnya. Bibirnya dipaksakan tersenyum, takut Chinen bisa menangkap ekspresi kagetnya yang teramat sangat kali ini. Dia takut, seandainya—uhuk!—mereka sempat melakukan sesuatu semalam dan ia LUPA bagaimana hal itu terlalui, Chinen mungkin saja akan menertawainya atau bahkan ilfeel padanya. Secara ini Chinen, mantan seorang womanizer Horikoshi. Dia dikenal expert dalam hal begituan.

Gadis itu paksa tersenyum. Miris.

Namun Chinen bukan orang buta naluri yang tak bisa menangkap aura cemas plus takut yang mengelilingi gadis itu. Segera pemuda itu mengelus-elus puncak kepala Suzuka lembut.

“Daijoubu? Ada yang salah dengan tubuhmu? Ah,..masih sakit?” Wajah Chinen terlihat serius. Suzuka masih ingin mencoba menutupi kegelisahannya namun tak lagi bisa ketika matanya menagkap siluet wajah khawatir Chinen yang sangat manis. Somehow, keimutan pemuda itu mirip anak anjing yang lagi minta makan. Suzuka bahkan hampir meleleh di buatnya.

Chinen merapatkan tubuhnya ke gadis itu lalu meyentuhkan keningnya dengan kening Suzuka, mencoba mengukur suhu tubuh gadis itu.

“Yokatta, panasmu sudah turun. Demo, tubuhmu apa masih sakit?” tanya Chinen lagi. Suzuka menarik nafas panjang sebelum bicara perlahan.

“Chii..” panggilnya. Pemuda itu memperhatikan dengan saksama.

“Hn?”

“Semalam kita ngapain? ‘gituan’ ya? Gomen… aku..lupa.” tanya Suzuka dengan volume suara yang super pelan. Chinen tenganga, nyaris dua detik sebelum tawanya meledak.

“AHAHA..AHAH..AHAHAHA…” gelakan pemuda itu terdengar memenuhi seisi ruangan kamarnya yang bercat putih polos dengan berbagai ukiran di dinding tersebut. Selagi wajahnya bertransisi warna menjadi merah, Suzuka menggigit bibirnya malu. Ia sudah memprediksi reaksi macam begini yang pasti akan diberikan Chinen. Pemuda itu pasti berpikir Suzuka sangat menyedihkan bisa sampai melupakan pengalaman pertamanya bermalam bersama sang pemuda. Mau bagaimana lagi? Suzuka kan memang sama sekali tidak ingat!

“Mou, Yamete Chii.. aku kan nggak sadar...” Suzuka sedikit memohon demi membuat Chinen menghentikan tawa jahilnya. 5 kemudian, Chinen baru bisa me-rem habis semua gelakan-gelakannya tadi. Pemuda itu menatap gadisnya gemas dan mengacak puncak kepalanya.

“Apa..HMPPH… Apa yang membuatmu—HMPH..berpikir seperti itu?” tanyanya agak tersendat akibat masih menahan tawa. Wajah Suzuka betambah merah. Bingung harus menjawab dengan cara bagaimana.

“Soalnya… Kau sudah tidak memakai baju lagi dan… bajuku juga sudah diganti gaun tidur seperti ini. Padahal kemarin aku pakai blouse dan jeans. Tidak salah lagi, pasti terjadi sesuatu kan?”

Kali ini Chinen tidak tertawa, hanya memilih tersenyum lembut.

“Kayaknya Suzuchan sudah salah paham ne~”

Suzuka mengeryit. “Eh?”

“Semalam itu kita nggak ngapa-ngapain kok. Hontou ni!” Chinen mengangkat satu tangannya, lalu membentuk hufuf V dengan jari telunjuk dan tengahnya. Suzuka hanya tertegun menatapnya.

“terus, bajuku.. ah, bajumu juga?”

“Baju Suzuchan diganti, soalnya basah sekali. Aku tidak mau kalau kau sampai sakit. Ah, dan bukan aku yang menggantinya untukmu. Ketika kau pingsan, beberapa pelayan cewekku yang memakaikannya padamu. Terus, kalau soal bajuku..” Chinen melirik setengah tubuhnya yang tak berbalut apapun itu sambil tertawa kecil. “Semalam panas sekali dan aku tidak bisa menyalahkan AC karena Suzuchan lagi sakit. Jadi kulepas saja~” jawabnya santai. Suzuka terdiam sejenak.

“Terus kenapa kita bisa satu kasur?Ah, kenapa kau memelukku?”

Chinen menyeringai.

“Soalnya aku ingin benar-benar menjaga Suzuchan dan memastikan kalau  Suzuchan nggak kenapa-kenapa. Tenang saja, aku nggak pernah macam-macam kok..” jawabnya lembut. Suzuka tertegun.

“hontou?”

“Un. Hontou ni! Lagian aku nggak bakal mau mengusik gadis yang sedang tidur. Apalagi tanpa persetujuan sebelumnya..”

Suzuka sontak tersenyum lebar. Bola mata hitamnya yang indah seolah menampakan kelap kelip yang membuatnya terlihat makin cantik. Chinen tak dapat menahan gerakan sudur bibirnya untuk ikut melengkungkan senyuman. Dalam hati, pemuda itu tengah mengagumi betapa cantiknya kekasihnya jika sedang tersenyum seperti ini.

“WAAA~ yokatta! Chi-kun wa Daisuki na!!” teriaknya senang sembari memeluk Chinen. Chinen tertegun beberapa detik untuk berpikir sambil menatap gadis itu nakal.

“Kau ingin aku melakukan sesuatu padamu kan?”

Suzuka mengeryit. “Huh?”

“Kau bilang daisuki di atas tempat tidur dan memelukku… bukankah itu berarti kau memintaku untuk melakukan sesuatu padamu?” Chinen menyeringai sambil berbisik mesra di telingan Suzuka. Desah nafasnya yang hangat membuat Suzuka bergidik kegelian. Gadis itu hanya nyengir sebelum meninju lengan Chinen pelan.

“Baka!” tawanya ikut terlontar. Chinen hanya tersenyum kecil.

* * * * * * * *

“Itte!” Misaki meringis perih ketika kakinya tak sengaja menabrak lemari TV. Namun gadis itu tak mengambil waktu lama hanya untuk memaki benda mati dari kayu tersebut tapi malah berlari secepat yang ia bisa. Ia melangkah menuju pintu rumah dan terburu-buru membukanya. Ada gerangan apa?

PIIIP PIIIIIIIIIIIP

Bunyi klakson mobil diluar masih belum berhenti. Gadis itu mendengus mendengarnya.

‘Pasti Yamada Ryosuke’ pikirnya. ‘Apaan sih pagi-pagi sudah ngebet begitu?’

Dengan langkah seribu Misaki melepaskan diri dari ruang lingkup rumahnya demi menemui oknum pembuat keributan lewat klakson mobilnya yang hiper tadi, yang ternyata adalah—

—bukan. Bukan Yamada Ryosuke. Itu Kamiki dan mobil hijau lumutnya.
Sorot mata Misaki seketika meredup. Tanpa sadar hembusan nafas kecewanya terlontar.

“Misa-chan, kok lama?” Kamiki menyandarkan dagunya pada lengan kirinya yang juga tersandar pada jendela mobil. Misaki tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa kecewanya.

“Tadi telat bangun..” jawabnya jujur. Memang gadis itu terlambat bangun pagi ini sebab semalaman ia sibuk begadang. Spesifiknya bukan begadang, namun insomnia akibat kemunculan Ryosuke yang tiba-tiba ditengah malam kemarin.
Misaki melangkah pelan menuju mobil si pemuda. Setelah beberapa langkah, gadis tu baru sadar bahwa ada yang berbeda dengan wajah Kamiki pagi ini. Kedua matanya sontak membulat sempurna.

“Miki?! Wajahmu—“ Misaki cepat-cepat mendekati Kamiki dan refleks menyentuh bekas luka di tepi bibirnya. Pemuda itu sontak mengerang kesakitan.

“I-Ittai! Ittai!”

“Ah gomen..” Misaki langsung manarik tangannya dari obyek tadi. “Ne, apa yang terjadi? Mukamu kok babak belur sih?” lanjut gadis itu khawatir. Kamiki hanya nyengir sambil menahan sakit.

“Betsuni. Semalam aku dihajar preman. “ jawabnya santai. Kedua alis Misaki sontak terangkat.

“Hah?! Kok bisa?! Kamu dipalak ya? Terus gimana? Sudah lapor polisi?” rentetan pertanyaan kembali dilontarkan Misaki.

“Belum. Mereka keburu kabur setelah mencuri uangku..” Kamiki masih menjawab santai meskipun ceritanya jelas penuh kebohongan. Pemuda itu enggan menceritakan yang sebenarnya pada Misaki. Bukan karena dia malu terluka seperti itu karena pukulan Ryosuke atau apa. Ia hanya takut jika Misaki tahu ia sampai adu jotos dengan Ryosuke padahal keduanya baru bertemu seminggu lalu, semua kebenaran tentang gadis itu mungkin saja akan terungkap. Kamiki tidak mau Misaki diambil darinya begitu saja.

“Hhh.. seharusnya kau menghubungiku atau Jingi biar kami tahu..” Misaki menasehati tanpa meninggalkan nada khawatirnya. Kamiki tersenyum lembut lalu mengusap puncak kepala gadis itu.

“Hai! Hai! Lain kali kalau kejadian lagi, Misaki-chan adalah orang pertama yang akan kuhubungi sebelum polisi…”

Misaki mengembungkan pipinya sambil menoyor kepala Kamiki.

“Baka! Kau mendoakan kejadian seperti ini terjadi lagi? Cih! Lain kali belum tentu kau bisa seberuntung ini. Sudah begitu menghubungiku~ gila. Memang aku penangkal preman apa?”

Pemuda itu hanya tertawa ngakak.

* * * * * * * *

Ryosuke memencet bel rumah sederhana tersebut beberapa kali dalam semenit ini. cukup lama memang sampai akhirnya seseorang membukakan pintu untuknya.

“Ah, Gomenasai, tadi—“ kalimat yang terlontar dari bibir wanita paruh baya itu seketika terhenti ketika kedua lensa matanya menangkap sosok siapa yang kini tengah berdri manis di depan pintu rumahnya. Sontak wanita bernama lengkap Yukimura Sayu itu hilang kata-kata. Anak ini…

“Ohayou Gozaimaz..” Ryosuke menundukan kepalanya sejenak. “Yamada Ryosuke desu. Anoo, Misaki ada? Aku ingin menjemputnya ke kampus..”

Sayu langsung tersadar dari lamunannya. “Oh, Misaki.. baru saja berangkat bersama Miki..” jawabnya jujur.

“Sou kah? Kalau begitu terima kasih banyak..” Ryosuke kembali menunduk. Sayu hanya mengangguk, masih tak bisa melepaskan tatapan kagetnya dari wajah Ryosuke. Wanita itu ingat betul, itulah wajah pemuda yang bersama Misaki—atau lebih tepatnya Kawashima Umika dalam liontin, dompet, dan handphone itu. Nafasnya sedikit tercekat.

Ryosuke kembali ke mobilnya. Namun setelah nyaris tiga langkah, pemuda itu lalu berbalik ke belakang dan menatap Sayu dengan senyum.

“Arigatou sudah menjaga Umika selama ini. Anda tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mengatakan apapun pada Umika. Kami—aku dan teman-temanku, ikhlas asalkan dia bisa hidup bahagia sebagai Yukimura Misaki…”

Sayu terperangah. Air matanya refleks menetes tanpa bisa dicegah. Wanita itu seolah bisa merasakan pengorbanan besar Ryosuke untuk melepaskan Umika sebagai putrinya yang baru. Saya bisa merasakan itu. terlalu kuat. Pengorbanan Ryosuke terlalu berarti.

Wanita itu ikut tersenyum kemudian.

“Arigatou..” balasnya lirih. “Hontou ni arigatou…” ulangnya lagi.

‘Arigatou’.

Kata yang terlontar itu penuh dengan makna. Sayu memang tak mampu mengucapkan jutaan permohonan maaf serta ucapan terima kasih pada pemuda itu atas semua yang dilakukannya. Atas kerelaannya berkorban, atas pengertiannya, atas kesetiaannya, terlalu banyak yang pemuda itu telah lakukan demi dirinya dan Misaki. Dan bagi Sayu, saat ini, hanya satu kata yang dapat benar-benar mengekspresikan segala perasaannya terhadap pemuda baik hati itu.

“Arigatou...”

To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selasa, 21 Februari 2012

Hey Say JUMP - Super Delicate (PV & Lyrics)

Muahahaha... Minaa, sudah tahu kan tenteng single ke 9 Hey Say JUMP Super Delicate??
Udah nonton PVnya? belum?
udah tau lyricsnya? belum?

Ohohohoho... Saya punya solusi masalah anda~
Dozou, klik ini ya .. :)

Hey! Say! JUMP - SUPER DELICATE PV

Lyricsnya:

Hey! Say! JUMP - Super Delicate lyric

Aa~ boku ni wa kimi ni shika miserarenai kao ga aru?

Hito no mae de wa kuuki wo yonde
Tsukuri warai wo tsuzuketeru
Motto ganbare to iwaretara
Sunao ni unazui tari mo suru

Kodomo no koro wa shiranakatta
Jibun ga konna ni okubyou da nante
Nakitai yo, nakenai yo
Kono mune ga harisake sou sa~~

Kimi ni shika miserarenai kao ga aru
Kimi ni shika miserarenai kao ga aru
Daijoubu to waratte kureta
Aa~ boku ni wa kimi ni shika miserarenai kao ga aru

Otona ni naru to gakushuu wo shite
Guuzen nanka ni tayoranai
Dakedo moshikashitara sore wa
Kiseki dattari shinai darou ka

Fushigi na chikara ga waitekuru
Kimi ga yuuki wo kuretanda ne
Aishiteru, aishiterun da
Kono mune ga harisake sou sa~~

Kimi ni shika miserarenai kao ga aru
Boku ni shika miserarenai kao ga aru?
Itsumade mo itsumade mo
Te wo tsunaide ita

Aa~ boku ni wa kimi ni shika miserarenai kao ga aru

Kodomo no koro wa shiranakatta
Jibun ga konna ni okubyou da nante
Nakitai yo, nakenai yo
Kono mune ga harisake sou sa~~

Kimi ni shika miserarenai kao ga aru
Kimi ni shika miserarenai kao ga aru
Daijoubu to waratte kureta
Ah~ boku ni wa kimi ni shika miserarenai kao ga aru


------------------------------------------------------------------------

Aa~ for me there's a face that i show only to you

in front of people, I discern the atmosphere

i fake a smile, and keep it on
if someone told me to try harder
i'll nod honestly


when i was a child, i didn't know
that i was such a coward
i wanted to cry,but i couldn't
my chest feels like tearing apart

there's a face that i show only to you
there's a face that i show only to you
you were smilling, said to me "it's OK"
Aa~ for me there's a face that i show only to you

when i'm became an adult, i realized
that we can't rely on a "luck"
but isn't there a possibility that
this luck was actually a miracle?

the power of miracle excites me
you have give me a courage haven't you?
i love you, i love you
my chest feels like tearing apart

there's a face that i show only to you
is there also a face you show only to me?
forever, forever
I'll hold your hand

Aa~ for me there's a face that i show only to you


when i was a child, i didn't know
that i was such a coward
i wanted to cry,but i couldn't
my chest feels like tearing apart


there's a face that i show only to you
there's a face that i show only to you
you were smilling, said to me "it's OK"
Aa~ for me there's a face that i show only to you

MUSIM GALAU :D (Part 2)

Part 2

Minaa-san, ketemu lagi sama Gw! Yohanita Rosedhyana K- Yamada yang paling imut, supel, lucu, centil, ashoy, cihuy plus rajin menabung. Ehehehehe… XD *diblender*

Di postingan ini, gw mau ngelanjutin sedikit self-talk gw ttg kegalau-an hati gw. Tapi, permisi punya permisi nih, gw pengen mosting pake bhs inggris. Taulah~ jaman udah maju, bhs inggris harus makin ditingkatin dong. Dan oleh karena sebab maka dari pada itu, gw udah nyiapin lanjutan kisah kasih galau gw dalam bahasanya penyayi david archuletta itu.

No more preface, let’s continue…

Ok, sampai dimana kita? –ini bahasa inggris apaaaan?!—XD
Well, let’s continue our story with the one who makes me felt this unsecure. Who is he?
I already told you right, it’s Reiki-senpai, the one I—Uhuk! Uhuk! Uhuk— Like. ‘//,//’ and what did he do to me?

It’s already 2 days I saw him ignored me. Oh, come on, did I do something wrong? Why he looked like angry at me? Why he didn’t smile like usual when our eyes meet?

Is that because I didn’t replay his text message few days a go? Oh, come on! I even already forget it. And beside, it’s because when he sent me that message, I was with my father and brother, did some karaoke together.  And, I replay it yo.., even that after 2 more hours XD..

I don’t know what happened to him. We already met 3 times at Saturday to Sunday but he seems like ignored me :’(

1st: Saturday, When he walk downstairs from his class. He didn’t look at me… Or maybe he DIDN’T WANT TO???

2nd: Same Saturday. When Fania-chan and I met him n 1st downstairs. HE PASSED ME AS NOTHING! Dammit! He didn’t smile; he even didn’t look at me. I just can’t take it, so I do the same. We ignored each other. And I—with the same anger— even said “Did he so important?!”
I wonder if Reiki-senpai heard that or not. I’m afraid, he will hate me.. :’(

3rd:  ……………………
I tell you later in my next post. Please stay with me na..
Ciaoooo~

Btw:: bonus pikku :D



[fic/oneshoot] Valentine's Present

Title: Valentine’s Present
Author: Karu-chan
Genre: Romance, smut —– 1st WARNING!!
Rating: NC-17  *Ffic NC pertama saya!!*
Theme: Non-Yaoi
Characters: Chinen Yuri x Kawashima Umika. Yang laen cuma figuran~
Disclaimer: Saya memiliki Yamada Ryosuke!! *diblender*
WARNING: Fanfic ini SMUT, dibikin buat yang umurnya udah 17 taon ke atas. Kalau nggak suka sama ffic bergenre seperti ini—atau malah gak kuat, mending stop sampe sini aja. Author nggak tanggung jawab loh kalau yang baca sampe kenapa-kenapa *kicked* =_=
Author's Note: Udah sejak beberapa minggu lalu, akibat terinspirasi dari ffic NC temen seangkatan, gw jadi pengen nulis ffic beginian. Huahahaha.. untunglah setelah semedi beberapa puluh jam, gw akhirnya dapet ilham juga buat bikin ginian. Lumayan buat ngeryain valentin~ hahaha

Cerita ini 100 % bohong, hanya hasil dari pikiran kotor gw.*Meskipun gw selalu berharap Umi-Chii bisa kayak gini—alalala~
Udah, gak mao banyak ngomong lagi,,
silahkan ke link ini :)

here

*~ *~ *~ *~ *~ *~ *~

Sabtu, 18 Februari 2012

MUSIM GALAU :D (Part 1)

Oh,... mungkin motion :D di atas nggak bisa sama sekali menggambarkan perasaan gw yang sebenarnya. terlebih di MUSIM GALAU kayak begini.
semuanya karna satu perasaan internal manusia yang samapai saat ini pun gak bisa gue cerna dengan baik maksud dan fungsinya. maksud gw, jika cinto lo lo pada berbalas, lo bakal melayang sampe langit ke empat belas, makanya lo bilang cinta itu indah.
nah, kalau cinta ditolak? lo bakal gimana? otomatis lo bakal ngutuk cinta itu dan berharap untuk nggak lagi merasakan sakit karna cinta.
Cinta itu buta. emang! lo bakal muja dy ketika lo bahagia, tapi lo juga bakal maki-maki dy kalau cinta lo ditolak.
Miris.

ok, cukup buat preface nya kali ya. sekarang mari kita bicarakan makna "musim galau" buat gw.
Apakah Gw lagi galau? YES I AM.
penyebabnya?
galau karena cinta of course.
apakah cinta ge ditolak? atau malah diterima tapi keran terlalu bingung memutuskan gw malahan jadi galau?
Nggak. sayangnya, gw buka tipe manusia seperti yang gw paparin dalam preface gw tadi. well, nggak sama lah pokonya. gw bukan tipe org yang bakal tertawa bahagia waktu jadian sama orang yang gw suka, atau nangis gila waktu di tolak. gw bakal bilang Thanks kayak yamachan ketika di tembak dan bakal nyanyi Over kayak Chinen waktu diputusin. begitulah, gw nggak mau nyia2in waktu untuk merayakan atau menangisi sesuatu seperti itu.

mskipun terkadang gue nekat. gw jarang mikir panjang kalo berhubungan  dgn org yg gw suka. Gw bakal teriak gw suka ma dy--invisibly of course-- atau pasang senyum2  sok imut gitu waktu ketemu. alalala~

Eits, gw banyakan ngomong nih, belum juga cerita ttg kegalauan gw yah..

ok , mau tahu kenapa gw jadi kayak gini??

bertanyalah pada Reiki-senpai yang berkat tatapan dingin kakunya, gw sampe nyaris gak tidur siang.

mau tahu selengkapnya?
 tunggu postingan berikut,..
XD
Ciaooo~~~~~~~~~

ps: gw bonusin pikku gw deh ^_^

Imut kan gw?? imut kan??
alalala~
jaa, mata ashita na~

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.16

CHAPTER 16
- Final Decision -

Chinen menatap gerakan jarum merah tua dalam jam weker hitam di atas meja belajarnya intens. Saat ini akhirnya tiba. Waktu sudah menunjukan pukul 17.55. Pemuda itu telah siap berangkat, menemui Suzuka dan menyelesaikan segala persoalan cinta yang telah menyakiti hati masing-masing beberapa hari ini. Meskipun begitu, jujur, Chinen sendiri belum siap menghadapinya. Ia belum siap jika Suzuka juga ikut melontarkan kata ‘berakhir’ seperti yang dikatakannya berhari lalu. Dia takut, terlalu takut. Rasa cintanya terhadap Suzuka terlalu besar, dan meskipun dialah oknum yang memperumit hal ini, pemuda itu mesih tetap tak bisa menerima perpisahan mereka. Dia memang bodoh karena sudah memulainya dengan memutuskan Suzuka. Dan entah kenapa, penyesalan sial itu baru datang sekarang, membuatnya dilanda kegalauan pangkat sepuluh atas apa yang harus dilakukannya saat ini.
Suzuka tidak mau menunggu. Suzuka tidak bisa lagi menahan diri atas semua perlakuan menyakitkan Chinen padanya sebagai balasan dari sakit hati yang juga gadis itu tinggalkan. Suzuka tidak mau menanti Chinen menarik kembali ucapannya, tidak mau menunggu Chinen menyesali segala keputusannya, tidak mau memberikan Chinen cukup waktu untuk menentukan yang mana yang terbaik baginya. ‘Jika harus diselesaikan, maka selesaikan saja semuanya sekarang’ begitulah prinsip Suzuka sepanjang Chinen mengenalnya selama ini, dan prinsip itulah yang membuat Chinen semakin gentar. Suzuka nyaris tidak pernah main-main dengan apa yang dikatakannya. Dan untuk hal ini, gadis itu 100% serius. Jika ingin mengakhiri hubungannya dengan Chinen, maka akhirilah sekarang daripada menyisakan sakit yang lebih lama.

Jantung pemuda itu berdegub cepat. Keringat dingin pelan-pelan membasahi telapak tangannya. Pikirannya berkecamuk, mempertandingkan 2 kata yang masing-masing menentukan jalan sendiri bagi kehidupan cintanya. Pergi—yang artinya siap mengakhiri hubungannya secara resmi dengan gadis yang telah menjadi bunga-bungan mimpinya 7 tahun terakhir, atau Tinggal—yang secara tak langsung mengkategorikannya sebagai seorang pengecut yang tidak berani mengahadapi nasibnya sendiri. Butuh waktu lama baginya untuk berpikir, sementara jarum jam menit kini sudah terarah tepat pada angka 12, menunjukan waktu sudah pukul 18.00. Alarm weker itu berbunyi nyaring, namun sontak terhenti oleh pencetan telunjuk Chinen pada satu tumbol diatasnya.

Sudah waktunya. Chinen harus memutuskan. Dan pemuda itu telah mendapatkannya. Kaki-kakinya dilangkahkan pelan demi menjangkau kenop pintu yang masih tertancap kunci pada lubangnya.

Cklek!

Pintu itu dikunci, bukan sebaliknya. Dengan gerakan yang sama pelannya, pemuda itu lalu kembali ke posisinya semula dan sontak melemparkan dirinya di kasur, meskipun dengan pakaian lengkap berserta sepatu dan topi. Matanya terpejam.
Chinen memilih menjadi pengecut, belum siap menerima akhir takdirnya bersama Suzuka.

* * * * * * * *

Kamiki mendengus kesal sembari menatap jam tangannya. Jam 8 malam, waktu yang seharusnya digunakannya untuk berkunjung ke rumah Misaki terpaksa terganti oleh dosennya yang tiba-tiba saja ingin memberikan materi tambahan kepada beberapa siswa yang menurutnya memiliki bakat yang lebih. Dan—sialnya, Kamiki adalah salah satu dari beberapa siswa itu sehingga akibatnya, jam pulangnya harus mundur beberapa jam dari waktu biasanya pulang di hari senin seperti ini. Mana langit sedang dipenuhi awan hitam kelabu penampung hujan dan terkadang terdengar bunyi petir yang menggelegar, bisa diprediksi bahwa beberapa saat lagi, hujan akan menyapu Tokyo. Dan Kamiki benci itu. Dia tidak mau pulang disaat hujan deras karena akan sulit baginya untuk main ke rumah Misakinya dalam cuaca buruk seperti itu.

“Sial!” Umpat pemuda itu di sela-sela pergerakannya berjalan keluar dari pelataran kampus. Jalanan menuju lokasi parkir memang sepi, disebabkan mahasiswa-mahasiswi yang kebagian jatah kuliah malam sudah memulai kelas masing-masing pukul 7, dan nongkrong di pelataran kampus pada malam hari bukanlah hobi penghuni Meiji University sehingga saat ini, Kamiki menjadi satu-satunya manusia yang sibuk melangkah ke area parkir. Entah dimana rekan-rekannya yang lain—Peduli setan sama mereka!

Tangan kanan pemuda itu nyaris menyentuh pintu mobilnya ketika tiba-tiba sesuatu menariknya keras ke belakang hingga terhunyung sekaligus memberinya tinjuan menyakitkan di rahang kanan. Kamiki sontak tersungkur ke belakang dengan tepi bibir yang sedikit berdarah akibat pukulan tadi. Syukur tubuhnya tertahan oleh mobilnya sendiri agar tidak jatuh ke tanah. Cepat-cepat matanya digulir menangkap sosok siapa yang baru sja melayangkan bogem mentah ke wajah nyaris sempurnanya tersebut.

“Kau—“ belum juga Kamiki mengeluarkan makiannya, sosok yang baru saja memukulnya itu balas membentak marah.

“Beraninya kau membohongiku! Dasar brengsek!” tinjuan kembali mendarat di rahang kiri Kamiki tepat setelah oknum peninju itu menarik kerah bajunya. Kamiki kembali terhunyung. Bekas kebiruan sontak muncul di sebelah wajahnya. Setengah meringis perih, Kamiki lalu tertawa mengejek.

“Jadi kau sudah tahu, huh?” ujarnya sakratis. “Sepertinya aku akan punya rival baru..” Ujarnya lagi sembari mengelap noda darah di tepi bibirnya tadi. Ryosuke makin emosi, lalu melayangkan tinjuannya sekali lagi di wajah Kamiki.

“Aku tidak akan melepaskan Umika untukmu, bangsat!” Umpatnya terakhir sebelum melangkah pergi. Ryosuke memang masih menyimpan amarah pada pemuda itu, namun jika ia tetap meneruskan penganiayaannya, ia tidak tahu akan jadi apa Kamiki nanti di tangan penuh kebenciannya. Dan lebih parahnya, Misaki mungkin saja akan membencinya. Well, meskipun melakukan penginayaan tahap rendah kali ini pada Kamiki tidak menutup kemungkinan bahwa hal yang ditakutkannya itu bisa saja terjadi.

Selepas Ryosuke pergi, Kamiki hanya menatapnya tajam sambil tetap tertawa mentah. Tangannya kembali diangkat, menghapus aliran darah dari luka yang diperparah Ryosuke oleh pukulan ketiganya tadi.

“Brengsek!” Umpatnya.

* * * * * * * *
  
Misaki membaringkan tubuhnya yang terbalut kaos pink dan celana pendek katun hitam di tempat tidur dengan resah. Sudah sejak belasan jam lalu gadis itu memikirkan sesuatu. Sesuatu yang mengejutkan tentu saja. Sesuatu--* author udah nyanyi lagunya syahrini nih. Alalala~—digampar*. Suatu Kejadian, spesifiknya, rentetan kalimat-kalimat yang didengarnya pagi itu yang sangat sangat sangat membekas baik di pikiran maupun hatinya. Ditinjau dari kronologinya, pagi itu seharusnya hanyalah hari yang biasa baginya—meskipun ia sedikit terkesima bisa menemukan sesosok pemuda tampan menangis di depannya. Namun, prediksinya itu berubah 180 drajat ketika Yamada Ryosuke dengan ketenangannya yang luar biasa mengatakan sesuatu yang dalam mimpinya pun tak pernah terlintas.

Memori percakapannya dengan Ryosuke pagi tadi terlintas.

“Chigau yo.. Miki bukan pacarku. Kami hanya teman..”

“Eh?! Demo, Kamiki…”

“Ooh..” Misaki tertawa kecil “Pasti karena di pertemuan pertama kita, Miki ngaku-ngaku jadi pacarku, deshou? Hehe… chigau. Dia hanya pura-pura, soalnya dia takut kalian nanti akan menggangguku. Gomen na sudah berbohong…”

“Iie…hanya saja,  Kamiki…”

“Miki nani?”

Ryosuke terdiam cukup lama.

“Eh? Yamada-kun, nani? Katakan padaku, memangnya kenapa dengan Miki?”

“Tidak ada masalah dengan Kamiki. Masalahnya ada padaku..”

“Eh?”

“Daisuki dayo, Misaki..”

Misaki mengacak-ngacak rambutnya frustrasi. Apa itu DAISUKI DAYO, MISAKI??? Dan kenapa kalimat pernyataan macam itu bisa keluar dari bibir seorang Yamada Ryosuke?! Demi Tuhan! Dia baru bertemu pemuda itu nyaris seminggu lalu! Seperti apa dirinya saja belum tentu Ryosuke kenal baik. Misaki juga, hanya satu hal yang diketahui gadis itu tentang Yamada Ryosuke, yaitu pemuda itu memiliki hati yang baik meskipun sikapnya sedikit egois. Lalu, bagaimana bisa pemuda itu bilang suka—ah tidak, CINTA padanya?
Dan lagi…bukankah Yamada Ryosuke hanya mencintai Umika?

Rasa sakit kembali menghujamnya, menambah macam pesona emosi dan perasaan dalam hatinya saat ini. Sakit—karena entah kenapa mengingat air mata Ryosuke ketika melihatnya sebagai Umika menunjukan dengan jelas betapa pemuda itu mencintai mantan kekasihnya,  Bimbang—karena sehari sebelumnya, Kamiki dengan caranya sendiri seolah menyatakan hal yang sama, Takut—karena sampai saat ini ia belum bisa menjawab perasaan pemuda itu. Ryosuke hanya berpesan ‘tidak usah dijawab sekarang. Pikirkan baik-baik dulu’ sebelum bolos kelas ekonomi pagi ini, dan yang terakhir sekaligus paling sensasional…bahagia. Ini yang menjadi tanda tanya besar dikepalanya. Volume rasa bahagia seolah mengisi hampir 50% hatinya, menyisakan hanya separuh bagian bagi perasaan-perasaannya yang lain tadi. Dan lagi, presentase rasa bahagianya oleh Ryosuke ini jauh jauh lebih besar dari yang dialaminya sebagai akibat dari kata-kata manis Kamiki kemarin. Kanapa? Bukankah Kamikilah orang yang lebih dikenalnya? Dan bukannya selama ini… ia juga menyukai pemuda itu?

Kenapa Yamada Ryosuke?
Pertanyaan itu tak terjawab verbal, namun ditransmisikan pikirannya menjadi kilasan rentetan kenangan yang dialami gadis itu bersama Ryosuke seminggu setelah pertemuan pertama mereka.
Air mata pemuda itu, pelukannya yang hangat, bantuannya di saat yang tepat, caranya mengebut dan tawanya yang kekanakan, wajah kesalnya, sikap egoisnya, dan yang terakhir sekaligus yang paling indah…genggaman tangannya yang hangat serta jaket jeansnya yang dipakaikan ke bahu gadis itu…

Perputaran kenangan dalam memori Misaki belum menyentuh endingnya ketika serangan rasa sakit itu kembali menghujamnya, entah untuk kali yang keberapa. Tangan gadis itu terangkat mencengkram kepalanya sendiri sementara pikirannya menampilkan ilustarsi hitam putih bergerak yang sama seperti sebelumnya, masih sulit dideteksinya sebagai apa.

“……! Kemari kau!”

“Nee-chan, ada apa sih?! Haah, haah!”

“Apa ini?!”

“Itu poster Nee-chan!”

Misaki sontak terperanjat mengenali seseorang dalam bayangan kelabunya barusan.
Anak laki-laki barwajah sangat familiar yang hanya satahun lebih muda darinya dan memanggilnya Nee-chan. Bukankah itu… pemuda yang ditemuinya pagi tadi?! 

“EEH?!”

* * * * * * * *

Setelah nyaris 5 jam dimatikan dengan sengaja, keitai hitam metalik itu tiba-tiba saja berbunyi nyaring. Chinen—Pemuda tampan pemiliknya menatap benda tersebut ragu. Telepon ini…Apakah harus dijawab? Bagaimana jika yang menelpon adalah ‘dia’ yang mau mengakhiri semuanya? Lelah menunggu dan memilih memutuskannya lewat line telepon, bisa saja kan? Komunkasi memang sudah canggih dan meskipun pemuda itu terlalu pengecut untuk mengahadapi kekasihnya sore ini, ia tetap tidak bisa lari dari yang namanya ‘akhir’.

Menyerah. Chinen tahu. Ia harus menghadapinya. Suzuka mungkin akan memakinya karena tidak datang dan yang pasti, satu jawaban sudah diketahuinya jelas.

Semuanya memang sudah berakhir. Over. Percuma jika saat ini ia berlari kepada gadis itu dan memohon satu kesempatan lagi. Suzuka memang sudah jenuh—dan kepengecutan pemuda itu karena ketidakhadirannya atas undangan gadis itu sore ini semakin membuat keputusan bersama untuk mengakhiri hubungan mereka–meskipun jauh bertentangan dengan hati masing-masing—berhasil.

Tangannya yang ragu dan mulai berkeringat di telapaknya pelan-pelan terulur demi manggapai keitai di atas meja.

“Eh?” satu pertanyaan kebingungan terlontar pelan ketika menemukan nama penghubung yang tertera di LCD keitainya bukan Suzuka. Itu telepon dari Ohgo Yui, ex mother in lawnya—Haruskah ia bilang ex sekarang? —.

“Hai, moshi-moshi Obaa-chan” pemuda itu menjawab. Dari seberang, suara Yui nampak sangat gusar.

Moshi-moshi, Chii. Suzu ada sama kamu tidak?” Yui langsung nyerocos.

“Eh? Tidak. Aku… sendiri di rumah.”

“Sou kah? Aduh, bagaimana ini? Anak itu ijin pergi dari jam 5 sore tadi dan sampai sekarang belum juga pulang. Dia tidak bilang kemana, dan bodohnya lagi, dia tidak bawa keitai… Mana diluar hujan deras sekali. Baa-chan takut dia kenapa-kenapa…”

“EEH?!” Chinen memekik kaget. Matanya sontak bergulir cepat menatap jam wekernya yang sudah menunjukan pukul 23.04

Jam sebelas malam dan Suzuka belum pulang. Sudah begitu, Chinen baru sadar kalau bunyi dentuman yang didengarnya sejak tadi adalah bunyi Guntur—yang memang mengindikasikan hujan diluar sedang deras-derasnnya.

“Ayahnya masih mencarinya sih… Tetangga juga…Baa-chan juga sudah minta tolong Yamada-kun dan yang lainnya. Sejak tadi baa-chan sudah menelpon Chii tapi tidak tersambung...” Nada bicara Yui yang penuh kekhawatiran masih belum berubah sjak tadi.

Chinen sontak tersadar. “Ah, gomen. Keitaiku dimatikan tadi. Baa-chan tenang dulu. Aku akan mencari Suzuka sekarang..”

“Ah, hai. Tolong ya Chii-kun..”

Setelah telepon dari seberang dimatikan, Chinen bergegas memakai sepatunya dengan terburu-buru lalu menyambar topi, jaket dan kunci mobilnya yang terletak sembarang dimeja. Pemuda itu berlari membuka kunci kamarnya juga dengan tergesa-gesa, lalu berlari keluar secepat yang ia bisa.

Rasa takut, khawatir, sekaligus perasaan bersalah sontak mengiringi langkah-langkah panjangnya yang tergesa. Tak kurang, berbagai rentetan pertanyaan ikut memenuhi pikiran penatnya. Dimana Suzuka? Apa dia baik-baik saja? Apa gadis itu masih menunggunya, Apa—

Samar, satu kalimat Ryosuke kemarin tengiang di telinganya. Terdengar mencekam.

Jaga dia selagi dia masih bersamamu, karena kau tidak akan pernah tahu apa yang bisa mengambilnya darimu…

Jantung pemuda itu langsung terasa membeku.

* * * * * * * *

“Suzuka!!”

“Suzu!!!”

2 lengkingan dahsyat berbeda jenis suara menjadi penggiring bunyi desir hujan lebat di pelataran Meiji university saat itu. Kampus memang sudah kosong dan teriakan panggilan dari sepasang manusia itu sama sekali tak berbalas.

Daiki Arioka selaku salah satu pelaku dari aksi pemanggilan tadi mendekati pacarnya yang masih juga berteriak memanggil-manggil nama Suzuka.

Sudah sejak 15 menit lalu keduanya mengitari area kampus demi mencari Suzuka. Mereka ditelpon ibunda gadis itu yang sangat amat khawatir dengan menghilangnya putrinya nyaris 7 jam yang lalu. Apalagi ditambah cuaca luar yang tak bersahabat. Mereka takut, Suzuka kenapa-kenapa.

Baik Daiki maupun Momoko merasakan, kejadian ini pasti berlatar belakang pertengkaran gadis itu dengan Chinen. Sudah puluhan kali Daiki mencoba menghubungi Chinen, namun tak pernah tersambung. Apa mungkin Chinen sedang bersama Suzuka?

“Sepertinya Suzuchan tidak ada disini Momochan. Kampus sudah benar-benar kosong…” ujar Daiki pelan sambil menarik dan menutup payung biru muda gadisnya, menyebabkan keduanya kini hanya dinaungi satu payung bening berukuran agak besar yang dipegangnya tadi. Lensa mata Momoko masih menelusuri sekelilingnya, tidak begitu yakin kalau kampus sudah benar-benar kosong.

“Tidak, Daichan. Kita cari sekali lagi. Suzu mungkin saja masih ada di dalam..” ujar Momoko setengah memohon. Daiki tak kuasa menolak, mengingat betapa sayangnya Momoko pada salah satu sahabat terbaiknya itu. Pemuda itu lalu mengangguk.

“Kalau begitu kita berkeliling sekali lagi..” senyum lembutnya terulas.

“Arigatou, Daichan..”

* * * * * * * *

Pemuda itu menghentikan mobilnya dalam sekali hentakan. Tatap matanya lurus kedepan, mengarah pada obyek seseorang yang tengah duduk di salah satu bangku depan jalan dengan ditemani guyuran hujan yang membasahi seluruh raganya. Entah sudah berapa jam ia berada disana. Gadis itu tak sama sekali menghiraukan erangan petir dan garis cahaya kilat besar di langit. Tidak peduli! Dia hanya ingin menunggu seseorang.

Chinen merasakan hatinya sakit luar biasa ketika menatap wajah sendu gadis itu. Setetes air matanya mengalir, refleks mengiringi langkahnya yang secepat mungkin keluar dari mobil tanpa membawa proteksi apapun untuk melindunginya dari hujan lebat di luar.

“SUZUKA!!” Teriaknya keras demi memastikan gadis itu masih sadar benar atau tidak. Yang dipanggil menoleh lemah. Senyuman tipisnya terulas begitu melihat Chinen berlari mendekatinya.

“Chii..”Gadis itu siap bangkit dari posisinya. Namun, belum juga memulai langkah pertama, tubuhnya langsung terhunyung dan jatuh ke tanah—

— Nyaris. Untunglah Chinen tiba terlebih dahulu dan langsung memeluknya. Tubuh pemuda itu ikut merosot sambil memeluk bahu gadisnya yang lemah.

Dingin. Tubuh gadis itu terlalu dingin, nyaris sedingin es. Selain itu wajahnya juga sangat pucat dan deru nafasnya lemah. Chinen takut. Ia mempererat pelukannya.

“Ku-kira kau tak a-kan da-tang..” ujar gadis itu lemah dan terbata. Chinen masih tetap memeluknya erat dengan dada terasa sesak luar biasa.

“Dasar bodoh… kenapa menungguku sampai seperti ini? kenapa tidak pulang saja?! Atau cari tempat berteduh.. menungguku sampai selarut ini, seharusnya kau tahu aku tidak akan datang kan?!” Chinen mengomel dengan nada rendah, namun tetap tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya yang sudah kelewat besar. Suzuka tersenyum lemah.

“Kalau aku pergi atau mencari tempat lain, aku takut Chinen tidak bisa menemukanku..” bisiknya masih sangat lemah. Chinen menatap gadis dalam pelukannya itu nanar lalu kembali memeluknya seerat mungkin, menyerap segala kelelahan gadis itu dalam menghadapinya selama ini. Ia memang terlalu bodoh. Ia terlalu dibutakan rasa cemburu sampai-sampai tidak sadar kalau rasa cinta Suzuka padanya tak kalah besar dibanding rasa cintanya terhadap gadis itu. Suzuka memang benar mencintainya.

“Gomenasai Chii… aku tidak pernah bermaksud menghianatimu..” bisik Suzuka lagi. Chinen menggeleng. Air matanya kembali tumpah bersama butiran-butiran hujan yang membasahi wajahnya.

“Tidak, Suzuka.. aku yang salah. Aku yang harusnya minta maaf…”pemuda itu terisak. “Gomenasai Suzu, maafkan semua kebodohanku selama ini ..”

Suzuka tidak menjawab.

“Gomen…”

Masih tak terjawab. Chinen tahu, rentetan kalimat yang dilontarkannya barusan bukan merupakan kata tanya yang butuh jawaban. Namun, paling tidak Suzuka bisa merespon permintaan maafnya dengan kata ia atau tidak kan?

“Suzu?”

Tidak ada jawaban.Pelan-pelan, Chinen merenggangkan pelukannya demi memandang gadis itu.

“Suzuka!” serunya panik ketika menyadari bahwa gadis itu sudah tak sadarkan diri. Ditepuknya pipi Suzuka pelan.

“Suzuka? Suzuka! Suzuka, bangun Suzuka! Bangun! Buka matamu Suzuka!” ujarnya nyaris berteriak. Namun tetap, gadis dalam peluknya itu masih enggan membuka mata.

“Suzuka!!”


To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kamis, 09 Februari 2012

Seasons lyric -Akanishi Jin + info about Jin & Kuroki Meisya's marriage

First, let me post Akanishi Jin's new single 'SEASONS' because i totally love this song..
Dozou~





Jin Akanishi - Seasons lyrics

Kirei ni saita haru no hana
Boku no me ni wa so utsuranai
Kimi ga koko ni inainara
Kono sekai ni miru mono wanai nothing matters
So now I' m sitting in the dark
Missing your light that you brought to my life and it just ain' t fair
Kimi ni todoku you ni I swear

I'd rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

Ima mo utsukushii kagayaki miru tabi ni
Kimi no hohoemi omoidasazu ni Irarenai
Kimi no kake-ra o atsume teshimau
Kasumu kioku no nakade wa aerunoni

I' d rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

I need you back with me baby
So baby come back to me
So would you come back to me
You know ima my life without you kaketa ai no uta

Ima natta no imi o anata ni utau to shitara
Anata e to utau watashi no kotonoha wa
Dakishimeta kazu dake kizutsuite kudeshou

I' d rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

English Translation

The spring flowers are born beautifully
But this image does not appear that way in my eyes
If you're not here
I see nothing in this world nothing matters
So now i'm sitting in the darkness
Missing the light that you brought to my life and it just ain't there
I'll catch you up.. I swear

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If I could find you
If I could find you

Now every time i see a beautiful shine
I just remember her smile
I just picking up your pieces
I'll meet you in the midst of vague memories

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If i could find you
If i could find you

I need you back to me baby (baby)
So baby come back to me
So would you come back to me
You know.... Now... My life without you a broken love song

If i sing a song with your meaning
My words sung to you
The amount of hugs will only hurt me more

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If i could find you
If i could find you

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ok, now lets move to the next topic.
It's about Jin and Kuroki Meisya's marriage. THEY ALREADY MARRIED?? Yes! in February 02  2012. 
Oh my... I feel happy if Jin's married. i always hope that they all will married A WOMEN.
buttttttt................... Johnny's E said that they married because meisya is pregnant now.. huhuhuhu...  even that Jin not yet give his comment about that pregnancy rumors, that could be true because johnny's are forbidden to married until they get 30. *hell Johnny!*
maybe this is his way to get married the woman he love, deshou since Johnny made that rules. But I'm affraid, will he gonna drop out from Johhny's E...?? But.. he was on TOP of his carrier!! It will be unfair for him!

HUWAAAAA!!!

[fic] : The Dream Lovers 2 - second chance -chp.15


CHAPTER 15
-The arrival of the little brother-

Sudah nyaris dua jam Ryosuke beserta Mirai, Yuto, Chinen, dan Daiki berada di kediaman Kawashima Miyuki—bibi Umika, tempat Ryutaro tinggal sekarang. Rentetan peristiwa yang terjadi belakangan ini, mulai dari munculnya Yukimura Misaki, rahasia bahwa gadis itu adalah Umika yang terbongkar dan fakta bahwa ia telah melupakan semuanya—bahkan kekasih, sahabat dan adiknya sendiri serta statusnya yang telah berganti menjadi putri tunggal keluarga barunya Yukimura cukup membuat Ryutaro merajam hati. Rasa bahagia ada memang, mengetahui kakak perempuan tercintanya—satu-satunya keluarga intinya yang ia miliki masih hidup dan sehat pula. Namun tak ayal, Rasa sakit juga datang bersamaan membayangkan kakaknya akan menatapnya dengan tatapan orang asing jika mereka bertemu nanti. Selain itu, Ryutaro juga menyadari apa yang dilihatnya ketika menatap kekasih kakaknya itu. Yamada Ryosuke nampak sangat tersiksa ketika bercerita, jelas ia merasakan sakit yang sama, bahkan lebih dari yang pemuda itu alami. Wajar memang, karena Ryutaro mengerti betapa Ryosuke sangat mencintai kakaknya.

Pemuda 17 tahun itu mencoba tersenyum sebisa mungkin.
“Daijoubu. Tahu kakakku masih hidup saja sudah terlalu cukup..” jawabnya lemah. Disampingnya duduk Momoko. Pelupuk mata gadis itu sudah nyaris dipenuhi air mata. Sedetik kemudian, dirangkuhnya tubuh Ryuu dalam pelukannya.

“Gomenasai Ryuu… kami sudah mencoba memberitahunya.. tetapi Umika tetap menyangkal. Dia tidak mau percaya kalau ia adalah Kawashima Umika..”

Ryutaro merasakan dadanya sakit lagi. Namun dengan sisa kekuatan yang ada, pemuda itu mengangguk sambil mengelus punggung sahabat akrab kakaknya itu perlahan.

“Daijoubu Momochan… jika itu yang terbaik untuk Nee-chan, aku tidak apa-apa..” jawabnya masih dengan jawaban yang lemah. Momoko menarik dirinya, hanya untuk berpindah tumpuan tangis dari Ryuu ke kekasihnya sendiri Daiki—yang somehow agak tidak setuju dengan tindakan tiba-tiba gadis itu yang sudah memeluk Ryutaro. Oke, ini memang bukan saat yang tepat untuk cemburu pada pemuda malang itu. Meskipun begitu, kok ya hatinya sedikit sakit? Apakah perasaan seperti ini yang dialami Chinen ketika melihat Suzuka secara tiba-tiba sudah memeluk pria lain, asing pula. Itulah sebabnya Chinen bisa sampai memutuskan gadis itu. Ya, sakit memang. Tapi membayangkan harus putus dengan Momoko hanya karena gadis itu memeluk Ryutaro yang notabene adalah adik kandung sahabat keduanya sendiri adalah tindakan paling bodoh yang bahkan sampai matipun tidak akan Daiki lakukan. Masa bodoh dengan cemburu! Toh, Momoko tidak akan lari darinya ini.

Fokus beralih dari pikiran Daiki ke suasana senyap sekelilingnya yang tiba-tiba saja dipecahkan oleh suara sopran Mirai.

“Tapi kau masih bisa bertemu dengannya Ryuu..” ucapnya lantang. “Kau ingin bertemu kakakmu, iya kan? Melihat bagaimana kondisinya sekarang, apakah dia bertambah tinggi dan manis atau tidak, apakah dia masih secerdas sebelumnya…kau ingin, kan?”

Kata-kata gadis itu sontak menarik perhatian seluruh mata padanya. Terlebih Ryosuke. Pemuda itu menatap Mirai kaget sekaligus tidak setuju. Bukankah Mirai sudah menyetujui rencananya untuk membiarkan Umika tenang dalam kehidupan barunya? Lalu dengan mempertemukan gadis itu dengan adiknya bukannya malah akan membangkitkan memori lamanya? Atau jangan-jangan setelah Ryutaro bertemu kakaknya, ia akan menolak semua rencana Ryosuke dan memaksa kakaknya untuk kembali mengingat meskipun Umika sendiri tidak ingin, dan…membuat gadis itu kembali menangis setelah mengetahui semuanya.
Mirai membalas tatapan Ryosuke tajam dengan kedua bola mata hitamnya yang cemerlang. Jujur, meskipun telah mengaku setuju dengan keputusan Ryosuke untuk menjadi yang dilupakan, gadis itu tetap tidak bisa menerima jika Ryutaro—adik kandung Umika sendiri harus ikut melupakan kakaknya juga seperti Umika melupakannya. Ryosuke memang bodoh, biarkan saja. Tapi Ryuu berhak untuk memiliki kembali kakak perempuan sekaligus satu-satunya saudara yang ia punya.

Ryutaro sendiri hanya diam. Sungguh, tawaran Mirai itu sangat sangat sangat menggiurkan. Ia merindukan kakaknya lebih dari apapun. Namun jika bertemu dengan Umika nanti, pemuda takut ia malah hanya akan membuat gadis itu kebingungan dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Dia belum siap menerima kalimat penolakan dari kakaknya sendiri.

“Aku..” Ryuu memenggal kalimatnya sendiri dalam kebimbangan. Sumpah! Pemuda itu tidak bisa memilih apakah harus menuruti keinginan terbesarnya sendiri atau menjaga kelangsungan hidup palsu kakaknya yang kini telah bahagia.

“Kau harus menemui Umika, Ryuu. Tidak peduli dia mengingatmu atau tidak. Kau punya hak untuk melihatnya dengan kedua mata kepalamu sendiri. Kau adiknya..” Mirai memberikan pernyataan final, sontak membuat kedua kedua pupil Ryosuke yang sejak tadi menatapnya tidak setuju makin membulat besar.
Apa-apaan Mirai ini?! memutuskan seenaknya tanpa sama sekali memperhitungkan alih-alih minta pendapat pada yang lainnya. Oke, meskipun tanpa bertanya pada koloninya sudah bisa dipastikan kalau gadis itu akan mendapat jawaban setuju dari mereka semua—minus Ryosuke, namun tidakkah ia memperhitungkan keputusan mereka bersama untuk menjadi yang terlupakan? Bukankah Mirai sudah setuju?
Samar-samar, Ryosuke menoleh ke arah Ryuu, mendapati ekspresi sesak pemuda itu sekaligus betapa wajahnya seolah berteriak agar di pertemukan dengan kakaknya. Wajah itu, Ryosuke mengenalinya sebagai pantulan ekspresi dirinya sendiri di kaca ketika mengetahui Umika telah kembali namun tanpa mengenalinya sama sekali. Ryosuke mengerti rasa sakit yang Ryuu rasakan. Hanya saja, tentang Umika… ia tidak bisa apa-apa. Ia hanya ingin gadis itu bahagia meskipun dalam kehdupan yang palsu. Salahkah?

Keheningan terus menyeruap. Yuto dengan langkah panjangnya bergerak mendekati Ryosuke lalu menepuk pelan pundak pemuda itu sembari berbisik panjang. Volume suaranya sangat kecil dan hanya bisa didengarkan oleh Ryosuke saja.

“Jangan egois Ryosuke. Kau tidak bisa memutuskan sebuah hubungan darah sesuci apapun niatmu. Kita boleh saja membiarkan Umika tertipu dan terus menetap dalam dunia barunya, tapi Ryuu… anak itu punya hak untuk menemui kakaknya, atau paling tidak melihatnya saja. Dia yang lebih memiliki hak atas Umika dibandingkan dirimu. Dia adik kandungnya. Kau bisa mengorbankan dirimu demi Umika, namun kau tidak punya hak untuk ikut mengorbankan Ryuu. Biarkan dia melihat kakaknya, itu saja..”

Alis Ryosuke bertaut ketika pemuda itu melayangkan pandangannya ke arah Yuto. Terkejut tentu saja. Ia sama sekali tidak menyangka kata-kata segambalang itu akan keluar dari bibir Yuto. Pemuda yang ditatap tetap berwajah tenang.
Ryosuke merasakan dadanya sesak. Pandangannya ikut bergerak menyapu sekeliling ruangan dimana teman-temannya tengah menatapnya. Seolah memikirkan hal yang sama, pemuda itu bisa membaca bahwa mereka menyetujui sekali kata-kata Yuto. Sakit makin menghujamnya seiring pandangannya yang kemudian ikut beralih kepada Ryuu. Ryosuke kembali menemukan pantulannya sendiri. Wajah tersakiti itu seketika menghancurkan pertahanan batinnya. Yuto benar. Dia tidak bisa memaksakan egonya pada Ryutaro. Pemuda itu memang harus melihat kakaknya. Dan Ryosuke tak punya hak untuk melarangnya sama sekali, sebaik dan sesuci apapun niatnya.

“Baiklah..” Ryosuke berujar, nyaris tak terdengar. Tatapan sekeliling langsung berubah kaget. Ryosuke mengangguk seiring kekuatannya mencoba membantu menyunggingkan senyum tipis. “Kau harus menemui kakakmu, Ryuu..”

Ryuu mencelos, nyaris menitikkan air mata. Dengan anggukan pasti dan wajah terlalu bahagia pemuda itu, Ryosuke seketika merasakan secercah rasa lega menyusup ke sela-sela hatinya. Ya, paling tidak melihat senyuman kakaknya mungkin bisa membawa angin segar baru bagi Ryuu sendiri setelah 6 bulan ini.

Perlahan tapi pasti, baik Mirai maupun Yuto ikut menyunggingkan senyumnya.

* * * * * * * *
Chinen meninggalkan pintu di belakangnya terbanting keras ketika langkah panjangnya bergerak memasuki kamar. Tidak dipedulikan tatapan ayah-ibunya yang nampak khawatir di luar. Pemuda itu frustrasi, stress, atau apapun kata yang tepat yang bisa menggambarkan kekacauan hati dan pikirannya saat ini. Masih terbayang olehnya kejadian tadi. Ketika gadis itu datang dengan wajah sendunya dan memberikan tawaran kesempatan terakhir bagi keduanya demi menyelesaikan permasalahan hati mereka. Suzuka sudah lelah, Chinen bisa merasakan. Gadis itu mungkin tak mampu lagi memendam kepedihan hatinya oleh perlakukan Chinen yang sudah kelewat batas. Oke, pemuda itu memang sadar, tindakannya terlalu menyakitkan, apalagi jika ditujukan pada Suzuka, gadis yang selalu dicintainya sejak 7 tahun yang lalu.

Jika kau bertanya apakah Chinen masih mencintai gadis itu, maka jawabannya adalah YA. YA yang ditulis dengan 2 alfabet kapital, yang tentu saja menyiratkan makna dalam betapa besar rasa cinta pemuda itu pada gadis yang dimaksud. Namun, jika kau juga bertanya apakah Suzuka telah membuat hatinya sakit? Jawabnya juga YA. YA yang sama, yang tertulis oleh 2 alfabet kapital juga. Simple memang, cemburu. Namun betapa Chinen merasakan hatinya tercabik-cabik sekaligus terbakar ketika melihat Suzuka bersama Jingi—entah kenapa. Chinen memang tidak mempermasalahkan Suzuka-nya dekat dengan laki-laki lain, selama itu masih bisa diterimanya. Namun kali ini, jika menyangkut that damn Irie Jingi, entah kenapa Chinen jadi terkuras emosinya. Ia hanya takut Suzuka dibawa pergi darinya, apalagi setelah tahu kedua manusia itu satu jurusan plus memiliki hobi yang sama. Bodoh. Tapi tetap, hal itulah yang paling menyakitinya. Chinen yang dikenal sebagai pemuda berkepercayaan diri 1000% itupun seolah minder oleh Irie Jingi dan kedekatannya dengan Suzuka. Butuh waktu 5 setengah tahun baginya, bayangkan, hanya untuk membuat Suzuka dengan kesadaran sendiri mengecup pipinya mesra. Namun Irie Jingi itu, hanya dalam waktu sehari pertemuan mereka, ia sudah bisa memperoleh pelukan hangat dan nyaman gadisnya. Tidak adil dan menyakitkan, bukan?

Pemuda itu merebahkan dirinya di kasur sembari menutup pelan kedua matanya. Pikirannya melayang, membayangkan hari esok, hari dimana baik dirinya maupun Suzuka akan menentukan keputusan final mereka atas semua yang terjadi selama ini. Hubungan mereka yang sempat diakhiri sepihak oleh Chinen ini mungkin saja akan benar-benar berakhir oleh keputusan Suzuka juga. Setelah 5 tahun penantian dan setelah nyaris setahun lebih keduanya menjalin ikatan sebagai sepasang kekasih, benarkah semuanya telah berakhir seperti ini?

Chinen menarik nafasnya dalam.

* * * * * * * *

Ryutaro merasakan adrenalinnya agak memacu ketika berdiri di pojokan itu. Ia menunggu, tak sendirian memang. Namun perasaan gugup itu tetap ada seiring benaknya terus memproduksi pertanyaan. Bagaimana keadaan kakaknya kini? Penampilannya? Gaya bicaranya? Sikapnya? Apakah ia akan langsung dikenali atau diserang tatapan asing? Semuanya terus berputar di kepalanya, membuatnya jadi sedikit penat, takut, sekaligus penasaran tentu saja. Pemuda itu mengalihkan matanya sedikit demi menatap Mirai disampingnya.

“Perutku mual..” Ucapnya jujur. Pengaruh gugup sepertinya. Tawa Mirai nyaris pecah namun keburu ditahannya dengan mengelus-elus punggung pemuda itu.

“Daijoubu. Kau hanya gugup..” Ucapanya menenangkan. Ryuu hanya manatapnya setengah bertampang ‘peruku-sedang-mual’ setengah percaya.

“sou kah..” pemuda itu tersenyum pasrah. Mirai mengepalkan tangannya sambil bersorak ganbatte dalam bisik pelan. Yang disoraki mengangguk. Matanya kembali ke objek sebelumnya.

Dan gadis itu datang, akhirnya. Ryutaro merasakan jantungnya jumpalitan menatap sosok gadis manis yang tengah bergerak mendekat itu. Wajahnya masih sama meskipun terlihat lebih dewasa dan cantik dari sebelumnya. Gerak-geriknya nampak lincah dan terkontrol, tidak begitu sama dengan tingkah kakak perempuannya dulu yang semberono. Namun, setelah satu sunggingan senyum kecil tercetak di bibir eksistensi itu, Ryuu langsung yakin 100% kalau gadis itu adalah Kawashima Umika, kakaknya satu-satunya. Seberubah apapun Umika, senyuman gadis itu memang tetap sama. Senyuman Ryuu ikut terulas seiring matanya yang mulai perih entah karena apa.

“Pergilah!” Mirai mendorong Ryuu sampai terhunyung ke depan beberapa langkah, tepat ketika Yukimura Misaki nyaris melewatinya. Merasa langkahnya terhalangi, gadis itu berhenti dan langsung memandang pelaku pemberhenti jalannya tersebut.
Satu perasaan familiar yang luar biasa besar seketika menyusupi hatinya saat matanya menatap pemuda tak dikenal yang berdiri di depannya kini. Entah kenapa, demi Tuhan! Perasaannya pada pemuda itu kuat sekali dan seolah memaksanya untuk memeluk orang asing itu. Ada rasa rindu…dan entahlah. Satu perasaan yang tak pernah dirasakannnya sebelumnya. Perasaan hangat sekaligus nyaman luar biasa.
Sementara Ryutaro hanya terpaku ketika matanya balik menatap 2 lensa mata milik kakaknya. Rasa rindu itu hadir lagi, kembali mengganjal, menggrogotinya, minta penawar tepat untuk meredakan rasa rindu yang teramat sangat ini. Dan tanpa sadar, setetes air matanya meleleh begitu saja mengaliri sebelah pipinya.

“EEH, daijoubu?” pekik Misaki panik melihat pemuda berparas tampan yang baru ditemuinya pertama kali ini tiba-tiba saja menitikkan air mata. Samar, terlintas dalam benaknya kondisi ini sama dengan waktu pertama kali ia bertemu dengan Yamada Ryosuke. Pemuda itu juga meneteskan air mata—meskipun ditambah dengan sebuah pelukan hangat. Nah, lalu? Apakah pemuda asing ini juga akan memeluknya seperti Yamada? Atau…mungkinkah ia juga salah mengenalinya sebagai Umika?

“Aa-gomen…” Ryuu menetralkan debaran jantungnya sembari menghapus tetes air mata yang mengalir. “Mataku kemasukan debu..”senyuman lemahnya terulas. Misaki balas memberi senyum—agak ragu.

“Ii yo… demo, anata wa dare?”

Muncul juga. Satu pertanyaan yang selama nyaris 2 hari ini menjuluri benaknya dan selalu meninggalkan sakit tiap kali diimajikannya akhirnya menyadi nyata juga. Kakaknya tetap tak mengenalinya, Ryosuke benar. Rasa sakit itu menghujam terlalu dalam, ditambah sesak dan rindu yang tak terhingga pula. Ryutaro nyaris meneteskan air mata lagi, bahkan terisak, namun terhenti oleh tatapan polos penuh belas kasih sekaligus penasaran sang kakak. Wajah itu, siapa yang akan tega membuatnya menangis? Meskipun dulu, kakaknya adalah orang nomor satu yang selalu membuatnya kesal tak ketulungan di rumah, namun tetap, rasa cinta itu terlalu besar. Ia mencintai kakaknya, begitu pula sebaliknya. Ia tahu. Dan seperti kata Ryosuke, melihat sekali lagi air mata mengaliri pipi Umika akan meninggalkan rasa perih luar biasa yang selamanya akan membekas. Terlalu sakit.

Ryutaro memberikan senyum terbaiknya sebelum menjawab, tidak mau Misaki curiga.
“Bukan siapa-siapa… aku hanya kebetulan lewat..”

Misaki termangu. Satu rasa sesak kembali menggerogoti hatinya. Namun sepreti yang sudah-sudah, ia tetap memilih menguburnya dalam-dalam, tidak ingin menimbulkan pertanyaan besar dalam dirinya yang tak terjawab.

Gadis itu ikut menyunggingkan senyum. 

Beberapa meter di depan mereka, tepatnya di balik dinding putih yang sejak tadi menyembunyikan sosoknya, Shida Mirai hanya menggigit bibir bawahnya sedih.

* * * * * * * *

“Yamada Ryosuke!”

Satu seruan bermuatan nama lengkapnya cukup untuk membuat Ryosuke menghentikan pergerakan kaki-kakinya melangkah. Suara itu dikenalnya. Sontak ia berbalik, mendapati pemuda seumurannya tengah berlari mendekat. Satu tangannya memegang sebuah benda berbahan jeans berwarna hitam yang dikenalnya sebagai jaketnya. Maklum, jaket tersebut dibuat khusus oleh disainer, makanya jumlahnya cuma 1 di seluruh Jepang. Ryosuke mengernyit. Bagaimana jaketnya bisa berada di tangan Kamiki, padahal terakhir kali jaket itu diberikannya pada Umika—Oh, tentu saja. Sebagai kekasihnya, mana mau Kamiki melihat gadisnya mengenakan pakaian pria lain. Dan kemunculan pemuda itu pasti untuk mengembalikan jaket tersebut beserta rentetan kalimat peringatan dan apapun semacamnya. Ryosuke mengerti. Umika bukan lagi Umika sekarang. Dia tidak punya hak untuk merasa cemburu padanya.

“Aku tahu ini milikmu..”ucap Kamiki langsung sembari melayangkan jaket hitam dalam genggamannya tadi saat jaraknya dengan Ryosuke hanya terpaut beberapa puluh senti saja. Ryosuke hanya tersenyum, hendak mengucapkan terima kasih atas perbuatan pemuda itu.

“Arigat—“

“Tolong jangan dekati Misaki lagi..”

Kalimat Kamiki berikut sontak membekukan gerakan Ryosuke yang tengah mengatur letak jaket tadi dalam genggamannya. Sontak, benda berbahan kain jeans itu tertarik gravitasi dan jatuh ke tanah.

“Eh?”

Kamiki mengambil jeda sejenak sebelum bicara. “Bukankah kau yang telah berjanji untuk menjauhi Misaki? Kau ingin dia hidup bahagia kan? Tapi lihat caramu! Kau terus-terusan mendekatinya dan bahkan membawa adik lelakinya kemari supaya bisa membantu ingatannya pulih. Kau sudah melanggar janjimu sendiri Yamada! Berhentilah mendekati Misaki!”kalimatnya terdengar penuh murka. Dari caranya menatap saja, Ryosuke sudah bisa membaca rasa marah dan kebencian besar pemuda itu.
Kamiki memang mengetahui kehadiran Ryutaro yang tiba-tiba sekali pagi ini di kampusnya. Pemuda itu jelas mengenalnya sebagai adik lelaki satu-satunya Kawashima Umika sebab ia pernah menemukan potret sosok itu dalam satu foto keluarga yang terpajang rapi dalam dompet pink Umika di hari dimana gadis itu ditemukannya.

“Gomen..” permintaan maaflah yang terlontar kemudian. Ryosuke balas menatap kedua mata berimaji api milik Kamiki dengan satu pandangan memaku. “Tapi aku hanya berjanji untuk tidak menceritakan kebenaran padanya. Tidak dengan menjuhinya. Sampai mati pun, Aku tidak akan berhenti mencintai Umika..” Kata-kata Ryosuke final, menjadi akhir pertemuannya dengan Kamiki pagi ini. Pemuda itu berlalu, tidak sama sekali berniat mendengar rentetan kalimat balasan Kamiki berikutnya. Persetan dengan Kamiki dan ambisi bodohnya untuk memisahkan pemuda itu dengan Umika. Karena seperti kata-katanya sebelumnya; sampai matipun ia tidak akan pernah berhenti mencintai gadis itu.

* * * * * * * *

“Ohayo!” Misaki memberi senyum-salam-sapanya yang terbaik pada seseorang yang baru saja memasuki kelas. Eksistensi yang baru saja disapa itu tersenyum lembut.

“Ohayou Yukimura..” jawabnya agak lemah. Misaki mengerutkan kening. Tidak biasanya pemuda yang selalu duduk di sampingnya dalam setiap mata kuliah itu nampak tidak bersemangat seperti hari ini. Penasaran, Misaki kembali bertanya.

“Daijoubu? Sepertinya kau kurang sehat..” tanyanya khawatir sembari meletakan punggung tangannya di kening pemuda itu. Seketika sekelebat bayangan kelabu menghinggapi benaknya disertai rasa sakit yang sama persis seperti yang dialaminya kemarin. Umika kembali merasakan sensasi familiar itu ketika tangannya menyentuh kening seseorang yang tidak bisa dikenalinya sama sekali sebagai siapa.

“…..Kau kenapa? Wajahmu merah sekali!”

“39˚C.. pantas saja..”

“Eh?” Umika sedikit terlonjak begitu terlepas dari orientasi hitam-putihnya tadi. Keningnya berkerut, mencoba mengenali pada siapa kata-kata tadi dilontarkannya. Ryosuke yang menyadari perubahan ekspresi gadis itu langsung balik menatapnya khawatir.

“Misaki, doushita?”

“Hah?” Misaki kembali tersentak. Ryosuke lalu mengulang pertanyaan singkatnya tadi yang kali ini diperpanjang.

“Doushita? Ekspresimu berubah..”

“Ii… Daijoubu..” jawab gadis itu kalem lalu memutar bola matanya dan seketika menjadikan sebuah benda yang dalam rangkulan Ryosuke sebagai objek pandangannya.

“Jaket itu…gomen ne, kemarin lupa ku kembalikan..” ucapnya sembari menunjuk benda yang dimaksud. Ryosuke mengikuti gerakan dagu gadis itu lalu tersenyum lembut.

“Daijoubu. Kamiki yang mengembaikannya tadi..” Ryosuke sedikit mempersiapkan hatinya untuk memproduksi lanjutan kalimat bagi Misaki. “Ah, gomen ne…aku sudah membuat kareshimu marah..”

Misaki mengangkat alisnya. “Eh? Kareshi? Miki maksudmu?”

Ryosuke dengan polos mengangguk. Misaki hanya tertawa kecil sebelum akhirnya menjawab.

“Chigau yo.. Miki bukan pacarku. Kami hanya teman..”

Ryosuke sontak terperangah.

“Eh?! Demo, Kamiki…”

To Be Continued

------------------------------------------------------------------------------------------------------------