CHAPTER 10
Suzuka baru saja meneguk habis segelas susu buatan ibunya ketika perkara itu datang. Dan hebatnya lagi ia datang dengan teriakan sok akrab, merangkul gadis itu dalam lengannya dan mencium pipi kanannya gemas.
“Ohayo honey… OHAYO OTOU-CHAN,OKAA-CHAN~” selesai dengan Suzuka, perkara itu lalu berpindah ke kedua orang tuanya, memberikan senyum-salam-sapa pada sepasang suami istri itu seolah-olah besok dia akan dibaptis menjadi menantu mereka. Hebatnya, suami-istri Ohgo itu dengan bahagia sekali membalas sapaannya.
“Ohayou Chii-kun. Sudah sarapan?” Ohgo Yui memasang tampang manisnya. Suzuka mencibir. Ok, wanita 40 tahunan itu memang cantik, tapi ngeri saja bagi Suzuka melihat ibunya jadi sok manis begitu.
“Sudah kok, Kaa-chan. Aku kesini mau jemput Suzu~” Chinen membalas dengan gayanya yang tak kalah mempesona. Dalam hati Yui berpikir, kalau saja pemuda ini bukan kekasih anaknya atau kalau saja suaminya tidak ada di rumah sekarang, mungkin dia sudah memeluk pemuda itu kuat-kuat saking kesemsemnya. Suzuka yang melihat percakapan kedua manusia itu nyaris memuntahkan kembali susu yang sebelumnya sudah habis diteguknya.
“Itekimas..” Suzuka tiba-tiba bangkit dan berjalan pergi. Chinen tertawa kecil melihat wajah cemberut gadis yang paginya sudah dikacaukannya tersebut. Selesai berpamitan dengan calon ibu mantunya itu, Chinen menyusul Suzuka keluar.
“Ittarashai…” Yui membalas pamitan Suzuka dan Chinen.
Chinen melangkah makin cepat melihat Suzuka berjalan sedikit menyimpang dari garis jalan tempat mobilnya terparkir. Cekatan, tangannya lalu menangkap tangan Suzuka, menghentikan langkah gadis itu.
“Suzu-chan ke sekolah bareng aku ya?”
“Tidak. Aku mau naik bus!” jawab gadis itu cepat. Chinen lalu terdiam. Susuka sudah menduga, bangsawan macam Chinen pasti tidak akan sudi naik bus. Tapi ternyata presepsinya SALAH BESAR.
“Kalau begitu ayo kita naik bus sama-sama!” seru pemuda itu dengan senyum sumringah tak sekalipun lepas dari wajah tampan-imutnya. Suzuka sempat ternganga. Dia tidak sama sekali menduga Chinen ternyata senekat ini. Dan lagi naik bus bersama Chinen, entah kenapa memikirkan hal itu membuat bulu kuduknya merinding.
Chinen masih sumringah full. Apalagi setelah Suzuka mulai melangkah dan dia ikut berjalan manis di sampingnya. Tanpa malu-malu pemuda itu menggandeng tangan Suzuka dalam genggamannya. Suzuka sedikit tersentak, namun membiarkan saja. Malu juga kalau sampai marah-marah pada pemuda itu di depan umum begini. Nanti malah menarik perhatian. Tetapi, malang bagi suzuka. Meskipun keduanya berjalan sebagaimana layaknya pasangan-pasangan kekasih lain, sorot mata hampir semua manusia yang mereka temui selalu menatap kagum keduanya. Penyebabnya? Siapa lagi kalau bukan seorang Chinen Yuri, putra Chinen Soujiro yang memiliki ketampanan kelas atas kali ini dapat mereka saksikan secara live. Banyak gadis pada mupeng. Mengagumi ketampannan plus keimut-imutannya. Yang lain malah berdoa. Berterima kasih pada Tuhan, karena pagi-pagi udah dikasih berkah melihat wajah maha ganteng plus imut-imut seorang Chinen Yuri.
Lalu suzuka? Demi apapun yang mengutuknya hari ini, Suzuka ingin pindah dimensi. Kemana saja, asal jangan bersama si cebol di sampingnya itu.
Halte bus sudah di depan mata. Suzuka duduk sebentar di kursi untuk beristirahat, sementara Chinen mencari mesin penjual minuman terdekat dan membeli sekaleng teh untuk gadis itu.
“Minum dulu…”Chinen menyorongkan kaleng teh tersebut. Suzuka menggeleng.
“aku masih kenyang.”jawabnya dingin. Chinen tertawa kecil.
“kalau begitu kuminum deh…” Chinen mulai membuka tutup kaleng tersebut dan meneguk isisnya. Suzuka memperhatikan tingkah pemuda itu lekat-lekat.
‘Keren juga cara minum tehnya…’ pujinya dalam hati. Chinen berhenti meneguk minumannya ketika sudah dirasanya volume cairan tersebut tinggal setengahnya saja. Pemuda itu gantian menatap Suzuka gemas.
“Suzu-chan kawaii na…”gumamnya tiba-tiba. Wajah suzuka seketika memerah.
“dasar baka. Apa maksudmu?” Umpatnya pelan. Chinen makin menjadi. Diletakannya kaleng teh tadi di bangku samping suzuka lalu tiba-tiba saja mencubit kedua pipi gadis itu sayang.
“Ka-wa-ii, na…” godanya. Wajah suzuka makin memerah.
“baka!” serunya malu.
~0~0~0~
Ryosuke memandang langit-langit kamarnya lama. Pikirannya berkecamuk. Kemarin itu apa yang terjadi padanya. Kenapa tiba-tiba saja dia ingin—mencium Umika? gadis itu sahabatnya kan? Dan orang yang disukainya kan Mirai? Lalu kenapa…?
fokus pemuda itu sedikit teralih ketika seseorang pelan-pelan memasuki kamarnya.
“Ryosuke.” Panggil orang itu pelan. Ryosuke tersentak, mengenali suara itu. Pemuda itu langsung bangun. Wajahnya nampak marah.
“Mau apa kau?” tanyanya tajam. Sosok yang baru masuk itu ikut memandangnya dengan tatapan yang sama.
“tidak bisakah kau bersikap lebih sopan terhadap ayahmu?” orang itu—yamada Tsukasa balik bertanya. Ryosuke tidak bergeming.
“tanyakan saja pada dirimu sendiri.”
“Ryosuke!” tsukasa membentak, agak frustrasi. “kita ini kluarga! Aku ayahmu, kau anakku. Kita tidak seharusnya saling membenci seperti ini..!”
“benarkah?” Ryosuke tertawa sinis. ”Kalau kau ayahku, kenapa selama ini kau mengabaikanku. Kenapa kau yang pertama kali menyalahkanku atas kepergian ibu? Kau tahu itu bukan salahku—“
“Aku tahu Ryosuke. Aku tahu. Hanya saja waktu itu aku terlalu sedih ditinggalkan ibumu dengan cara seperti ini. Aku tidak bisa menerimanya..” Tsukasa menjawab pelan, mengingat kembali tahun-tahun kelamnya ketika baru ditinggal istrinya tercinta. Ryosuke masih menatapnya tajam.
“dan kau melimpahkan semuanya pada anak umur 8 tahun? Meninggalkannya begitu saja, dan kau sebut dirimu ayah? Kau GILA! Apa kau tahu aku juga sangat sedih ditinggal ibu!! Aku bahkan berkali-kali memohon agar waktu itu aku saja yang mati, supaya kau tidak menderita sepert ini. Kau tahu apa yang kurasakan waktu itu? HAH? Kau hanya peduli dengan dirimu sendiri. Membuat seolah-olah hanya kau sendiri yang kehilangan ibu. Apa selama ini kau tidak puas? Kau masih ingin mengusikku sekarang?!” Ryosuke setengah berteriak menanggapi ayahnya. Dia ingin marah, memaki sosok di depannya itu. Ayahnya? Dia bahkan pernah bersumpah tidak akan memanggil sosok itu dengan panggilan ayah lagi.
Tsukasa terdiam, sadar dalam posisi ini dia yang emang patut disalahkan. Dia terlalu kekanak-kanakan, terlalu egois sampai-sampai meninggalkan putranya ini sendirian begitu saja dalam penderitaannya. Dia hanya peduli dengan kesedihannya sendiri dan tidak sadar, putranya merasakan yang sama bahkan lebih setelah tindakan bodohnya menuduh anak itu sebagai penyebab kematian istrinya tersayang. Tapi, salahkah jika ia ingin memperbaiki semuanya sekarang? Hanya Ryosukelah yang dimilikinya saat ini dan Tsukasa tidaka akan pernah rela kehilangan sesuatu yang paling berharga tersebut.
“Ryosuke…” Tsukasa mulai bicara. Suaranya tenang, pelan, mencoba meredamkan emosi Ryosuke tadi. “aku minta maaf…”
“tidak perlu!” Ryosuke cepat-cepat membalas. “Aku tidak butuh maafmu. Semua sudah terlambat” pemuda itu melangkah keluar, meninggalkan Tsukasa kembali dalam kebisuannya.
~0~0~0~
Tok..tok..
“Mirai..?” Yuto mengetuk pintu kamar Mirai pelan-pelan. Butuh beberapa detik sampai gadis itu membuka pintu kamarnya hati-hati. Yuto tersenyum lembut melihat gadisnya itu keluar dari kamarnya. Dandanannya sudah rapi, siap ke sekolah. Gadis itu tidak memberi ekspresi.
“aku datang menjemput” lanjutnnya lalu menarik tangan gdis itu dalam genggamannya. “kutanya pelayanmu, katanya kau sudah sarapan tadi. Kita langsung berangkat sekarang ya?”
“Yuto..,” Mirai menghentikan langkahnya menuruni tangga. Yuto ikut berhenti.
“hm?” pemuda itu mengangkat alisnya.
“kemarin itu, maafkan aku…” mohon Mirai pelan. Yuto kembali tersenyum lembut lalu mengacak poni Mirai gemas.
“hai. Aku mangerti, Mirai-chan kemarin pasti capek sekali.”
Mirai tersenyum miris. “Arigatou…” ucapnya kemudian.
‘demo, gomen ne Yuto… aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi..’
Mirai dan Yuto lalu memasuki mobil. Sepanjang ini, sikap Yuto tetap seperti biasanya. Tetap ramah, tetap setia membuka pintu mobil untuk mirai dan memasangkan sabuk pengaman gadis itu sebelum memasangkan punyanya. Mirai jadi merasa bersalah karena saat ini seolah-olah dia mencoba berbohong pada Yuto juga hatinya sendiri. Ada sesuatu antara Ryosuke dan dirinya, dan itu membuatnya sesak. Mirai sama sekali tidak bisa mengungkiri saat ini, dia punya perasaan khusus pada sahabatnya itu.
“Mirai-chan… minggu depan ingat kan hari apa?” Yuto bertanya tiba-tiba, mengakibatkan Mirai tersadar dari lamunannya. Minggu depan ini, 10 agustus…
“Aah, ulang tahunmu!” jawab gadis itu semangat. Yuto tersenyum geli.
“Jangan bilang kau melupakan kado untukku loh~”
Gantian Mirai yang tersenyum.
“hai! Hai! Aku akan berikan kado yang paling istimewa untuk Yuto!” jawab gadis itu. Yuto kembali trsenyum, dan sempat-sempatnya mencubit pipi kiri gadisnya itu gemas.
~0~0~0~
“Kaa-chan, Tou-chan, Ryuu aku berangkat..!” Umika selesai mengenakan sepatunya dan siap membuka pintu rumah ketika meneriakan salam perpisahan untuk penghuni rumahnya yang lain yang kemudian terbalas dengan juga teriakan ‘itharashai’ dari dalam. Gadis itu melangkah semangat menelusuri jalanan kompleks rumahnya menuju halte bus di depan. Namun langkahnya terhenti melihat sebuah mobil mewah tiba-tiba menghampirinya dan anehnya lagi parkir tepat didepannya. Gadis itu mengangkat sebelah alisnya. Kaca mobil lalu terbuka, memperlihatkan sesosok berwajah tampan di dalamnya.
“Ayo naik!” perintah orang itu. Umika sempat ternganga sebentar, keget dengan kedatangan makhluk yang dikenalnya itu, namun akhirnya menaiki mobil itu juga. Gadis itu memandang pemuda di dalamnya sambil tertawa kecil.
“kenapa wajahmu kusut begitu? Mirai dan Yuto mesra-mesraan lagi?”tanyanya. pemuda yang adalah Ryosuke Yamada itu memalingkan wajahnya yang katanya kusut itu kesal.
“aku perang dangan ayahku.” Ceritnya singkat. Umika membuka mulutnya menggumamkan kata ‘ooh’ sesaat. Ryosuke berbalik, menatap gadis yang kini duduk di sampingnya itu. “ikut aku bolos ya?” ajaknya. Umika sontak terperangah.
“kau gila. Kalau beasiswaku dicabut bagaimana? kalau mau bolos ya sendiri saja, jangan ngajak-ngajak donk!” jawab gadis itu. Ryosuke diam, menarik nafas sebentar.
“kalau masalah beasiswamu, tenang saja. Aku jamin kau akan tetap di Horikoshi sampai lulus. Hanya saja, tidak ada orang yang bisa kuajak. Kau tahu kan, bolos sendirian itu sama sekali tidak enak..”
“kenapa tidak ajak Chinen saja? Atau Arioka?”
“Chii sibuk sama pacar barunya. Daichan juga mulai lengket sama Tsugunaga setelah hubungan mereka dipublikasikan..”Ryosuke memberi penjelasan singkat mengapa Umika menjadi satu-satunya orang yang bisa diajaknya untuk ‘bolos bareng’. Umika menghela nafas agak berat sebelum akhirnya terpaksa mengangguk setuju. Ryosuke menstater mobil, lalu melaju membelah hawa pagi disekeliling mereka. Cukup lama keduanya terdiam, sampai Umika kembali membuka pembicaraan.
“jadi mau kemana kita sekarang?” Tanyanya. Ryosuke menghentikan mobilnya sebentar untuk berpikir. Tiba-tiba terlintas di pikirannya tentang Ulang tahun Yuto bulan depan. Pemuda itu jadi punya ide akan bolos kemana mereka.
“kita cari pakaian untuk pesta ulang tahun Yuto. Kita ke perancang langganan keluargaku.” Ryosuke memberi usul, membuat Umika kembali terperangah.
“ngapain sampai ke perancang segala? Di mall juga ada kali. Lagian aku tidak bawa uang nih, bolosnya kan mendadak..!” Umika protes dengan usul Ryosuke tersebut. Gemas, Ryosuke menggeplak kepala Umika pelan.
“kubayarkan lah. Memangnya kau punya uang berapa mau pesan baju ke desainer?” ryosuke menanggapi enteng. Umika menggembungkan pipinya kesal, lalu menyabet lengan pemuda itu dengan handbagnya.
“sudah untung aku mau nemenin kamu ya?! Bukannya terima kasih kek apa kek, malah menghina!” seru Umika. ryosuke tertawa ngakak.
“gomen..gomen..” ujarnya di sela-sela tawanya. “aku kan cuma bercanda~ ya sudah, sekarang kita kesana ya, kita cari baju, bagaimana? gadis-gadis kan biasanya senag nyari-nyari pakaian begini..” Ryosuke membujuk Umika.
“aku tidak tuh.”
“hai.. kalau begitu ikut saja, ne?”
Umika dengan sangat amat terpaksa sekali mengangguk.
~0~0~0~
“yuto, Ryosuke mana?” Chinen menyantroni meja milik Yuto-Mirai, menenyakan keberadaan Ryosuke yang entah kenapa pagi ini tidak menampakan batang hidungnya. Padahal bel masuk tinggal 5 menit lagi, dan Ryosuke bukan tipe manusia yang suka datang di waktu mepet begini atau bahkan terlambat. Yuto menoleh kebelakang, mengamati meja Ryosuke – Umika yang masih kosong.
“Kawashima juga tidak ada tuh..” jawabnya juga aneh melihat Umika belum datang. Tidak biasanya gadis itu terlambat. Chinen melipat tangannya di dada, berpikir sebentar. Kenapa bisa kebetulan sekali Ryosuke dan Umika tidak ke sekolah.
“mungkin mereka berdua detto..” Daiki menimpali tiba-tiba sambil menepuk pundak Chinen. Chinen tersentak kaget merasakan seusatu menyentuh pundaknya, mengingat sejak tadi tidak ada orang disampingnya. Namun pemuda itu akhirnya bisa bernafas lega setelah memastikan yang menepuk-nepuk pundaknya tadi adalah sahabatnya sendiri.
“daichan, kau mengagetkanku!” Chinen mengelus-elus dadanya lega. Daiki hanya ngakak sebentar.
“gomen..” ujarnya.
“daijoubu. Nah, terus si Ryosuke ini bagaimana? dia beneran bolos berdua Umika ya?”Tanya Chinen lagi. Yuto mengangkat bahu.
“mungkin saja. Apalagi sekarang mereka berdua sedang dekat sekali, ne Mirai..?” Yuto menerka-nerka sembari meminta pendapat Mirai yang sejak tadi sepertinya enggan melepaskan konsentrasinya pada lembaran-lembaran buku bertittle kimia di atas meja. Yuto hanya tidak menyadari, Mirai dari tadi sedang mendengarkan dengan sangat serius perbincangan pacarnya iu tentang Ryosuke dan Umika.
“hmm.. iya. Sepertinya sih mereka memang bolos bareng..” Mirai mencoba santai menjawab meskipun sebenarnya hatinya cukup terbakar memberikan asumsi seperti itu. Cemburukah? Mungkin. Sekarang kan dia punya perasaan terhadap Ryosuke. Dan lagi Ryosuke, kenapa harus dekat dengan Umika yang notabene adalah siswa baru alias masih agak asing untuk mereka. Kenapa tidak dengan gadis lain saja? Mirai kan jadi risih kalau melihat ryosuke lebih akrab, sangat akrab malah dengan Umika yang baru dikenalnya 2 mingguan lebih dibanding gadis-gadis lain yang sudah cukup lama dikenalnya.
Yuto melihat sekilas wajah risih Mirai. Mereka sudah bersama sejak umur setahun, dan wajah Mirai tadi hanya dapat Yuto lihat ketika Mirai sedang marah atau cemburu. Jadi, dengan kata lain, Mirai cemburu Ryosuke pergi berdua Umika.
Yuto ikutan risih. Kenapa Mirai cemburu? Apa gadis itu menyukai Ryosuke? Lalu selama ini cinta mereka itu apa? Dan lagi, kenapa harus Ryosuke, sahabat terdekatnya yang sudah seperti adiknya sendiri?
Apa yang sebenarnya terjadi sekarang?
Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Yuto. Terus bergema, sampai Chinen dan daiki kembali ke bangkunya, sampai bel pelajaran pertama dibunyikan. Dan akan terus bergema, sampai salah satu dari mereka—Mirai atau Ryosuke memberikan jawabannya.
Chapter 10 end~ continue to chapter 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar