Selasa, 01 Februari 2011

Mirai - part 2


Part 2

Aku membuka mataku perlahan.
Plafon putih, bau obat, sudah pasti ini rumah sakit. Aku menggerakan badanku. Sedikit nyeri memang. Entah sudah berapa hari aku tidak sadar. Mataku menelusuri setiap sudut kamar. Tidak ada orang. Ayah pasti di kantor dan ibu mungkin sedang bertemu dokter.
Haah…sepi. Andai Yamada ada…
Yamada? Haah? Kenapa aku teringat Yamada?
Aku memandang benda elektronik segi empat yang terletak beberapa meter dari tempat tidurku. Tentu saja! TV!
Aku buru-buru mencari remotnya. Dapat! Terletak di meja sampingku. Kunyalakan TV itu.

“Nah…jadi Inoo-kun dulu bercita-cita menjadi Dokter ya? pasti akan banyak fans Hey! Say! JUMP mengantri di ruanganmu ne..?”

“aah..tidak juga..”

Kulihat ada beberapa orang berbicara. Acara talk show sepertinya. Tapi tadi kalau tidak salah dengar, presenternya bilang Hey! Say! JUMP ya? kalau Hey Say Jump itu kan, berarti Yamada—

“Baiklah… kita pindah ke Yamada Ryosuke-kun…”
Tuh kan!

“…nah, Yamada-kun, kira-kira masa depan seperti apa yang kau harapkan…?” 

Kamera digerakan sehingga sekarang mengekspose jelas wajah Yamada Ryosuke. Dia terlihat tampan, sungguh. Tapi labih menyukai wajahnya di luar layar kaca. Lebih hidup dan bersemangat.
Tadi aku bilang menyukainya? Ya...mungkin!

“Err….aku mau menikah tentu saja. Aku ingin punya istri yang baik…aku mau punya anak lima…hahaha! Bercanda! Aku mau punya dua anak …lalu, aku ingin berbulan madu di Okinawa. Dan yang paling aku harapkan, aku ingin bisa selalu menjaga istriku, mencintainya selama-lamanya… dan aku akan berjuang keras agar aku bisa membahagiakan keluargaku…istriku dan anak-anakku nanti…” Yamada menjawab panjang lebar. Penonton banyak yang berteriak. Aku pun tidak bisa menahan senyumanku.

“Waah…beruntung sekali gadis yang akan jadi istri Yamada-kun nanti…!masa depan seperti ini sih bukan hal yang tidak mungkin bagi seorang Yamada Ryosuke ne? kau sangat terkenal, rata-rata gadis di jepang pasti penggemarmu! Tidak  akan sulit menemukan istri yang seperti itu. Masa depan kalian pasti akan cemerlang sekali ya kan…?”

Aku terdiam. Entah kenapa kata-kata presenter tadi membuatku sakit.

“…Dan yang paling aku harapkan, aku ingin bisa selalu menjaga istriku, mencintainya selama-lamanya…”

“…Masa depan kalian pasti akan cemerlang sekali ya kan…?”

Yamada Ryosuke punya masa depan…
Dan Shida Mirai tidak! Aku tidak punya apa-apa untuk Ryosuke. Aku tidak pantas menyukainya. Aku bahkan tidak pantas jadi temannya.

“…kau sangat terkenal, rata-rata gadis di jepang pasti penggemarmu! Tidak  akan sulit menemukan istri yang seperti itu.”

Banyak gadis yang menyukai Yamada. Bukan hanya aku.
Yamada terlalu jauh…
Air mataku mengalir. Rasanya sangat perih.

“MIRAI-CHAAN!!”
Teriakan Yamada Ryosuke. Aku buru-buru menghapus air mataku.

“Yamada-kun…”

“Gomen aku baru datang sekarang…soalnya jam pertama tadi pelajaran Makiko sensei, aku tidak bisa bolos…nih! Aku bawakan strawberry lagi…” ia masuk lalu meletakan keranjang strawberry dan tasnya di meja samping tempat tidurku. Aku tersenyum lemah. Mata pemuda itu beralih ke televisi.

“EHH? Mirai-chan nonton talk show kami yaa? Waa…malunya. Aku banyak cerewet soal menikah sih…Mirai-chan sudah liat bagianku kan? Istri yang kumaksud itu Mirai-chan loh…!!” Yamada tersenyum sumringah. Aku ingin menangis. Sakit! Apapun yang Yamada katakan, aku tidak mungkin bisa bersamanya.

“Yamada-kun…”

“hn..?”

“Pergilah…”

“EHH? Apa?” ia menghentikan aktifitas melepas tangkai strawberry di tangannya.”Maksud Mirai-chan apa?” Matanya memandangku heran.

“Yamada-kun tidak perlu tahu maksudku. Kumohon pergilah…” aku hampir menangis. Ya Tuhan, tolong. Jangan buat aku menangis di depan Yamada. Jangan sekarang…

“Aku tidak mau! Aku tidak akan pergi sampai Mirai-chan mengatakan padaku alasannya..”

“Yamada-kun, pergilah…”

“Mirai-chan sebenarnya kenapa sih? Apa aku menyakitimu? “

Aku menggeleng.

“Lalu kenapa? Aku salah apa?”

“Yamada-kun tidak salah…sungguh. Tapi aku mohon, kau pergilah…”

“Kenapa??’

“………….”

“Mirai-chan kenapa??”

“YAMADA-KUN TIDAK AKAN MENGERTI! KAU TIDAK SAKIT SEPERTIKU!! KAU TIDAK TAHU APA-APA!!” aku sontak menangis. Yamada terdiam, memutar bola matanya. Aku yakin, dia tidak tahu apa-apa soal ini. dia pasti akan terkejut, dan kemudian…meninggalkanku.
Namun tiba-tiba tangannya mengeluarkan sesuatu dari saku. Handphone?

“Shida Mirai, lihat ini!” pemuda itu memberiku handphonenya, menunjukan sesuatu. Seperti, video?

“Perkenalkan!  Aku Alice. Tapi bukan Alice dari wonderland ya…jangan salah mengira! Lalu Tuan, bisa kau beritahu aku namamu?”

Ya Tuhan, itu aku. Entah kapan tepatnya, tapi aku ingat jelas. Itu ketika aku berlatih drama sendirian di atap sekolah untuk audisi klub. Meskipun akhirnya aku sama sekali tidak mendaftar. Lalu dari mana Yamada mendapatkan video ini? dia merekamnya? Di-dia melihatku?

“aku merekam itu di kali ketiga aku diam-diam melihatmu berlatih drama sendirian di atap… Kau tahu, setelah itu aku selalu mengecekmu di klub drama. Tapi setiap kali aku kesana, kau selalu tidak ada. Ternyata, kau tidak mau mendaftar..”
Aku masih saja diam. Terakhir kali aku berlatih drama sendirian sekitar sebulan lalu. Jadi selama ini, Yamada…

“Ketika mengambil video ini, aku ada audisi di JE. Awalnya aku takut, dan tidak berniat datang. Tapi melihatmu yang begitu bersemangat latihan hanya untuk audisi klub, aku merasa kalah. Aku berpikir, gadis itu saja bisa. Kenapa aku tidak?. Dan siapa sangka, perasaan tidak mau kalah darimu itu membuatku bisa seperti ini. lulus audisi, diterima di JUMP… aku ingin kau merasakan yang sama Mirai. Kau berusaha lebih keras dibandingkan aku. Kau layak mendapatkan yang lebih…”

Air mataku mengalir deras, bahkan membuatku sampai sesegukan. Yamada benar. Aku sudah berusaha, kenapa aku tidak boleh memperoleh sedikit saja hasil usahaku?
Yamada menariku lembut ke pelukannya. Membuat tangisanku semakin keras.

“Aku juga ingin diterima di klub drama…aku juga ingin seperti Yamada-kun, bisa mengejar masa depanku…tapi aku sakit. Semuanya mustahil…”

“kau memang sakit, lalu apa?” Yamada melepaskan peluaknnya lalu menyentuh pundakku dengan kedua tangannya. 
Aku menegadahkan kepala, menatap wajahnya. 

“Jangan kira aku tidak tahu tentang sakitmu. Tebak apa, kita pernah bertemu disini! Waktu itu aku melihatmu diturunkan dari ambulans. Dan kebetulan saja bibiku yang menanganimu. Dari situlah aku tahu namamu dan juga sakitmu ini…dan kalau kau sakit, apa yang akan terjadi? Apa karena kau sakit kau tidak boleh ikut klub drama? Bukan penyakit yang menentukan hidupmu Mirai. Kau sendiri…”  

“Yamada-kun…”
Yamada menghapus air mataku, lalu kemudian kembali memelukku.

“ Kau harus berjuang Mirai-chan…kau punya kehidupan! Kau punya masa depan…percaya aku kan?”
Aku mengangguk.

“aku akan masuk klub drama. Aku akan berjuang supaya bisa punya masa depan yang hebat seperti Yamada-kun…”
Air mataku masih mengalir. Yamada memelukku makin erat.

“tentu Mirai…kau bisa..”

******
“Ya-Yamada-kun…kita pulang saja…aku malu…” aku memutar tubuhku siap kembali ke belakang. Yamada menarik tanganku.

“Daijoubu…mereka tidak jahat kok…”

“tapi aku malu…”
Pemuda itu tersenyum. Tangannya terus menggenggam tanganku, menariknya pelan sehingga terpaksa aku mengikutinya melangkah maju lagi. Kami semakin dekat ke pintu café berlabel close itu. Yamada bilang, café itu sengaja disewa. Jadi tidak dibuka untuk umum hari ini.

“Yamada-kun…” aku berhenti melangkah dan menahan lengan Yamada agar ikut berhenti bergerak. Ia kembali tersenyum, lalu mengacak puncak kepalaku gemas.

“Dai-jou-bu…Mirai-chan tidak perlu malu. Biar kata idola, mereka itu sifatnya baik semua…”

“Tapi,..”

‘Sudahlah, ayo…”
Yamada lagi-lagi menarik tanganku. Aku hanya bisa pasrah melihatnya memutar kenop pintu.

“Konichiwa…”

“KONICHIWAAA…WOAH! YAMA-CHAN BENERAN BAWA PACARANYA…”

“UWOO…kawaii na…”

“yama-chan jelek begitu kok bisa punya pacar kawaii begini? Yama-chan pake pelet ya…”

“Maksudmu apa heh, bocah! Kau yang jelek!”

Ruangan itu jadi gaduh. Sial! Aku tidak bisa menahan semburat merah dipipiku. Belum lagi, jantungku yang berdebar tak karuan. Bayangkan saja! Aku disini, disangka pacar Yamada Ryosuke oleh 9, eh 8 member Hey Say JUMP lain. Apa yang harus kulakukan, haah?

“Kalian ini! sudah seperti demonstran saja! Lihat nih, kalian membuat Mirai-chan takut…!” Yamada memalangkan tangannya, seolah-olah melindungiku dari kawanan penjahat. Rasanya, kami sudah seperti main dorama.

“HOOO… MIRAI-CHAN…! SUDAH MEMANGGIL NAMA KECIL YAA..?“

“MESRA SEKALI!! SUIT! SUIT! “
semuanya kembali gaduh. Ribut sekali memang, tapi menyenangkan. Keributan yang membuatmu ingin bergabung didalamnya.

“Kalian jangan menggangu mereka terus! Disuruh duduk kek…kasihan pacarnya Yamada. Sudah kalian goda, malah dibiarkan berdiri begitu saja…” seseorang turun dari lantai atas. Sepertinya aku pernah melihatnnya. Aah, tentu saja! Mereka semua kan artis! Pasti sekali atau dua kali aku pernah melihat mereka di TV. Tapi, siapa ya...?

“Shida Mirai-san, kelas 2-C kan…? Aku Chinen Yuri. sekelas sama Yama-chan…” orang yang baru turun tadi mendekatiku, menyorongkan tangan kanannya. Dia murid Horikoshi ternyata! Pantas, rasanya pernah lihat.

“Hai..! Shida Mirai-desu…” aku menjawab pelan.
Chinen Yuri itu tidak juga melepasakan tanganku. Aduh, bagaimana ini? aku ingin menarik tanganku, tapi aku takut. Chinen-kun kumohon lepaskan…nanti Yamada-kun bisa marah…
HAH? Apa yang kupikirkan tadi?

“SUDAH! Mau pegang sampai kapan?!” Yamada menarik tanganku dari genggaman Chinen, membuat pemuda itu tersenyum lebar.

“CHII…, JANGAN KAU GANGGU PACARNYA! NANTI DIA MARAH!” terdengar sebuah teriakan. Nah, kali ini suara yang kukenal. Aku menoleh ke sumber teriakan itu.

“EHH?? NAKAJIMA YUTO KETUA SEITOKAI? MEMBER HEY SAY JUMP JUGA??!” aku ikut berteriak. Sungguh, yang ini sama sekali tidak pernah kubayangkan. Seorang  Ketua seitokai SMU Horikoshi ternyata personil boyband terkenal?! Kok bisa aku tidak tahu?!

“Err..hehehe…iya nih. Shida-san baru tahu ya?” Ketua seitokai itu tersenyum malu-malu. Demi tuhan, selama ini aku tidak pernah bertemu secara langsung apalagi berbicara dengan pemuda bongsor itu. Di Horikoshi, posisi ketua seitokai adalah posisi raja. Kami murid biasa yang tergolong rakyat jelata, mana pernah bertemu dengannya. Suaranya hanya kudengar ketika ada pengumuman, dan wajahnya saja baru kulihat di bulletin sekolah.

“Ha-Hai…” aku semakin gugup. Bukan saja karena sepuluh pemuda didepanku ini artis, tetapi juga karena salah satu dari mereka adalah orang berpengaruh disekolah.

“Ne Mirai-chan…aku kenalin satu-satu ya…! Chii sama Yuto kau sudah kenal kan? Nah selain mereka ada Dai-chan, itu yang pendek kayak penguin tapi keren disana! Hei, Dai-chan! Berbanggalah kau kubilang keren di depan Mirai-chan…”
Yamada menunjuk seorang pemuda pendek di samping meja bartender. Err…kurasa Yamada-kun memang bercanda. Tapi kok benar mirip penguin ya? **author’s note: siap2 ditabok Dai-chan,,kabur dulu aah..XD**

“Apanya yang pendek, heh? Kau tidak ukur tinggimu ya?! Ehm! Yoo, Mirai-chan…Arioka Daiki desu!” pemuda itu memandang Yamada kesal lalu tersenyum melihatku. Dia mengangkat tangan kanannya. Yamada membalasnya dengan cengiran lebar.

“Setelah itu ada Yabu-chan, Inoo-chan,, sama Hikka…” yamada memutar bola matanya lalu menunjuk ke 3 pemuda yang sedang duduk di sofa. Ketiga pemuda itu tersenyum dan melambaikan tangan kearahku.

“Yabu Kota desu…hajimemashite Mirai-chan!”

“Inoo kei desu!”

“Yaotome Hikaru!! Yoo!”

Aku ikut tersenyum.

“Shida Mirai-desu! Hajimemashite!”
Mereka masih tersenyum. Aku juga masih tersenyum. Yamada memandangi kami heran.

Beberapa detik…

“HOAH! Pindah-pindah! Lama-lama liat mereka, kamu bisa kena pelet Mirai-chan…” Yamada memutar tubuhku menghadap ke dua orang yang sedang adu panco. Bisa terlihat jelas, perbedaan umur mereka mungkin sampai beberapa tahun. “ Nah yang itu Takaki Yu—WOI TAKAKI! MIRAI-CHAN MAU KENALAN NIH!!” Yamada berteriak kesal melihat kedua orang itu tidak merespon. Salah satu dari mereka langsung mengangkat kedua tangannya, membuat yang lain terjatuh dengan dagu membentur meja karena kehilangan tumpuan.

“Hai! Hai! Hai!...Mirai-chan, Takaki Yuya desu!” seru Orang yang mengangkat tangan itu. aku tersenyum.

“Oi, Takaki-kun! Kalau mau ngangkat tangan bilang-bilang donk! Lihat daguku kena meja nih! “ Ujar orang yang terjatuh tadi sambil mengelus dagunya. Takaki memberi sinyal maaf dengan menunduk.

“HAH! Rasakan kau! Mirai-chan, bocah sok tau disana itu namanya Ryuu..”

“Siapa yang sok tahu heh, pendek!” anak itu membalas.” Oh, Hai Mirai-chan…Ryutaro Marimoto de—“

“Kau bilang apa tadi? Pendek? Seenggaknya aku lebih tua dirimu Heh! Respek sedikit!”

“dengan wajah dan tinggi seperti itu? apa yang membuatku harus respek padamu?”

“Heh bocah!!!”
Suasana jadi gaduh lagi gara-gara pertengkaran level anak SD 2 orang tadi. Semua member JUMP tertawa menyaksikan mereka beradu mulut. Aku pun tak dapat menahan bibirku untuk menyungingkan senyum.

“Mereka memang biasa begitu. Biarkan saja…” Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Ah! dia yang duduk di sebelah Nakajima Yuto tadi.

“Okamoto keito.” orang itu menyorongkan tangannya. Aku menjabat tangan itu.

“Shida Mirai…”

“WOI KEITOOOO!! KAU CARI KESEMPATAN SELAGI AKU BERPERANG YAA!!” terdengar teriakan Yamada. Entah sudah yang keberapa kalinya hari ini dia berteriak. Okamoto keito buru-buru melepaskan tanganku dan menunjuk 2 jarinya ke arah Yamada, membentuk signal ‘peace’.

“Yama-chan jangan marah na…Mirai-chan tidak akan kurebut…” Okamoto-kun menggoda Yamada. Membuat pemuda itu menghentikan perang mulutnya dengan Morimoto dan berlari mengejar Okamoto.

“Oi, Yama-chan! Urusan kita belum selesai!!” Morimoto ikut berlari mengejar Yamada. Sekarang jadi kejar-kejaran mereka.

“Tunggu! Aku juga mau ikut!” Chinen Yuri juga masuk ke barisan kejar-kejaran itu. membuatnya jadi lebih panjang dan rumit sekarang. Keenam member JUMP lain tertawa melihat mereka, memaksaku untuk ikut tertawa juga.
Benar-benar menyenangkan. Sungguh! Aku tidak pernah merasa begitu senang, kesenangan karena kau bisa tertawa bersama orang lain. Ini saat terbaik dalam hidupku. Aku harus berterima kasih kepada Yamada untuk ini. Dia sukses membuatku melupakan semuanya.

Tiba-tiba seseorang sudah berdiri di belakangku, memegang pundakku. Okamato Keito!

“Oi, Keito jangan pegang-pegang Mirai-chan!” Yamada segera berlari mendekatiku.

“Ayo Yama-chan! Coba tangkap aku!” keito bersembunyi di belakangku. Setiap Yamada ingin menagkapnya, dia akan memiringkan tubuhnya sehingga tertutup tubuhku.

“Bagus Keito! Dia pasti tidak akan mendapatkanmu!” Morimoto Ryutaro juga ikut mendekatiku dan tertawa melihat Yamada yang mencoba mengapai-gapai tubuh Keito.

“Keito, kau membuat Mirai-chan kesakitan!”

“Tidak kok! Iya kan Mirai-chan?”
Aku refleks mengangguk. Memang tidak sakit kok. Menyenangkan malah, karena sekarang tubuh Yamada hanya berjarak beberapa senti dariku. Yamada berhenti sejenak. Entah capek atau apa. Dia memajukan bibirnya, hampir satu setengah centi.

“Eh Yama-chan, menyerah ya??” Okamoto Keito kembali bersuara. Yamada tidak merespon.

“Yama-chan??”

“HAP!”

“UWAAAAA!! MEREKA PELUKAN !!! YAMA-CHAN SAMA MIRAI-CHAN PELUKAN!!!!!” Teriakan langsung terdengar di seluruh penjuru café. Yamada bermaksud menangkap Okamoto diam-diam. Namun karena Okamoto cepat menghindar, ia malah menangkapku! Memelukku lebih jelasnya! Jantungku berdetak kencang. Semburat merah langsung terpampang jelas dipipiku. Tak ayal, Yamada juga menunjukan yang sama. Aku tahu dia malu, tapi kok dia tidak segera melepas pelukannya juga?

“Yamada-kun, anoo…”

“Ahh! Gomenasai!” Yamada menunduk. “Aku refleks jadi lupa…”

“Ha-Hai…Daijoubu…”

“WAAA….MESRA SEKALI!!” bagai koor, kesembilan pemuda di sekeliling kami melantunkan kata-kata yang sama. Wajahku, juga wajah Yamada bertambah merah.

******

“Anoo..semuanya, terima kasih untuk hari ini. rasanya sangat menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama kalian…” aku membungkuk hormat pada 9 pemuda di depanku. Mereka semua tersenyum lembut.

“Douitashimeshite…kami senang kok bisa main bareng pacarnya Yama-chan…” Ujar Yabu-san ramah kepadaku.

“Sudah kubilang berkali-kali kami tidak pacaran!” Yamada segera mengelak. Bukan hanya sekali ini, dari tadi hampir semua member JUMP menggoda Yamada dengan bialng aku pacarnya, dan Yamada selalu saja mengelak.
Apa aku sedih? Harus aku akui iya! Aku senang kok dibilang pacar Yamada.

“Iya..Iya…terserah! tapi jangan sampai 10 tahun lagi kami menerima undangan pernikahan kalian loh…” Yabu melanjutkan godaanya. Membuat kedelapan member lainnya tertawa. Aku dan Yamada kembali bersemu merah.

“Sudah! Kami pergi sekarang! itekimas…”

“Sayonara…”

“SAYONARA MIRAI-CHAN! YAMA-CHAN! ITARASHAI!!”
JUMP’s choir kembali berdendang.
Kami meninggalkan café itu, dengan senyum lebar terkembang di bibirku.

******

“Haah! Panas sekali! Mirai-chan kepanasan juga?” Yamada menarik-narik keras bajunya, mencoba menciptakan angin, meskipun sangat minim. Aku mengangguk.  Entah kenapa setelah keluar dari café tadi udara bertambah panas. Ataukah kami yang bertambah panas? Terserah! Intinya adalah kami kepanasan.

“Gimana kalau kita duduk dulu disana…” Yamada menunjuk sebuah bangku taman di bawah pohon besar. “aku cari es krim. Pasti di sekitar sini ada…”

“Uhm!” kami berjalan ke bangku itu. aku menjatuhkan diriku duluan.

“Mirai-chan tunggu disini ya…aku mau nyari es krim. Mirai-chan mau rasa apa?”.
Aku sempat berpikir untuk memilih rasa strawberry yang notebene adalah kesukaan Yamada, biar bisa sama. Tapi, mungkin kali ini tidak…

“Aku mau vanilla!” jawabku. Yamada tersenyum senang.

“Vanilla ice cream. Wait for a minute, ok?”

“EHH? Yamada-kun pake bahasa inggris ya?” teriakku kaget. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia malah ngeloyor pergi.

“Dasar! Yamada!” ujarku sedikit kesal.

Beberapa menit kemudian, pemuda itu sudah muncul dengan 2 es krim di tangannya.

“sweet Vanilla ice cream for Shida Mirai…” pemuda itu memberikan es krim yang berwarna putih kepadaku, kemudian mulai menjlati es krimnya yang berwarna pink.

“Thank you! strawberry? “ tanyaku melihat es krim yang dimakannya. Ia mengangguk.

“Mirai-chan tahu aku suka strawberry kan?”

“Hai..!’. aku mulai memakan bagianku juga.

“Mirai-chan, bagaimana dengan audisi dramanya?” Yamada membuka topik baru, sambil tetap menyeruput eskrimnya yang mulai mencair.
“aku sudah mendaftar. Tapi masih dicari waktu yang tepat buat audisinya…”

“so desuka..Ahh, Mirai-chan tunggu. Jangan bergerak!” wajah Yamada tiba-tiba mendekat. Ma-mau apa dia?

“ Ya-Yama—“

Ada es krim nyangkut disini…” Yamada membersihkan sisa es krim di ujung bibirku lalu menjilati jarinya. “Uhm! Rasa vanilla enak juga …”
Aku membeku. Tubuhku jadi makin panas. Jantungku berdetak tak karuan. Dingin es krim ini pun tidak dapat meredamnya. Wajahku lagi-lagi memerah. Bahkan lebih merah dari sebelumnya.

“Mirai-chan kena—“Yamada menghentikan kata-katanya lalu menatapku dalam. Ehh? Apa dia menyadari wajahku yang memerah?

“Yamada-kun..?”

“Mirai-chan, aku boleh ngomong sesuatu? Sebenarnya aku sudah bisa menduga jawabannya sih, hanya saja mungkin bisa berubah, atau……….ehm……..….Suki desu!”

“Eh?”

“Ahh…jangan dipikirkan. Tidak apa-apa kok kalau Mirai-chan masih belum bisa menerimaku. Aku—“

“Tidak! Tunggu! Bukan itu! aku ju— aku juga menyukai Yamada-kun…”

“…Oh, begitu…” ia diam sejenak. ”EHH? MIRAI-CHAN BILANG APA? SU—SUKA? MIRAI-CHAN JUGA MENYUKAIKU????!!” Butuh beberapa detik sampai Yamada kaget lalu berteriak. Kenapa reaksinya lamban begitu? Dia tidak memperhatikanku bicara? Atau…dia terlalu gugup menanti jawabanku? Aah! Manisnya…

Aku mengangguk malu-malu. Yamada langsung menjatuhkan es krimnya dan memelukku. Cukup lama, sampai aku juga ikut menjatuhkan es krimku.

Yamada lalu melepaskan pelukannya. Tapi, bukannya menjauh, tubuhnya malah semakin dekat. Secara spesifik, wajahnya yang bertambah dekat. Aku gugup, sontak menutup mataku, membiarkan Yamada melakukan apapun yang ingin dilakukannya.
Dia mengecup bibirku lembut.

Dingin dan Manis…

Setelah sepersekian detik, wajahnya mulai menjauh. Aku memberanikan diri membuka mata.

“Arigatou, Mirai-chan…Ahh! Ikut aku…” Yamada menarik tanganku. Aku langsung mengikutinya, berlari entah kemana. Beberapa saat kemudian, kami sampai di daerah yang cukup ramai. Ada satu mobil es krim, beberapa wanita yang menjaga anaknya bermain, beberapa remaja yang sedang ngobrol, dan seorang pria paruh baya dengan kopi ditangannya. Yamada mengajakku menghampiri mobil es krim itu.

“Paman! Paman! Lihat! Ini pacarku! Kami baru jadian beberapa detik lalu!“  Yamada berseru senang ke pria 30 tahunan penjual es krim itu. Pria itu—entah mengenal Yamada atau tidak—tersenyum senang.

“Selamat ya…pacarmu manis sekali! Kalian berdua benar-benar cocok!”

“Hontou ni? Terima kasih paman!” Yamada lalu menarik tanganku, membuatku mengikutinya lagi ke tengah taman.

“MINAA!! KENALKAN INI PACARKU!! KAMI BARU JADIAN BEBERAPA DETIK LALU!! “Yamada mengeluarkan jurus andalannya, teriakan. Sukses membuat belasan pasang mata memandangi kami. Sial, wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus sekarang.
Tiba-tiba terdengar riuh tepukan tangan. Terdengar juga suitan di sela-selanya.

“SELAMAT YA!”

“KALIAN BERDUA SANGAT SERASI!!”
Para pengunjung taman tadi tersenyum, beberapa sampai tertawa melihat Yamada. Tapi pemuda itu masih saja bermuka tebal, memamerkanku yang sekarang berlabel ’pacarnya’ ini ke semua orang. Sedikit kesal sih, tapi menyenangkan mendengar banyak yang bilang kami cocok.

“ARIGATOU MINAA! KALAU BEGITU KAMI PERGI DULU YA! AKU HARUS MENGANTAR PACARKU PULANG SEBELUM GELAP. JAA NE…!” Yamada melambai pada semua orang itu, membuatku ikut melambai juga. Hebatnya, mereka semua membalas lambaian kami. Penjual es krim itu juga.

Kami lalu menjauh, karena aku harus tiba dirumah sebelum gelap kalau tidak ingin diomeli ibuku.

******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar