Kamis, 27 Januari 2011

MIRAI


Tittle : Mirai
Genre: Angst
Cast  : Yamada Ryosuke, Shida Mirai, dan yang lain yang bakal muncul
Discl : YAMA-CHAN punya saya! Titik!! *dikeroyok readers*
FFic ini bisa selesai karena saya ngadem bermenit-menit baca komik yang judulnya “Future is Ours” n jadi dapet inspirasi. Ceritax mirip,, tapi agak beda..*???*
Oh ya,, Yama-chan disini saya jadikan badut*digorok*,, jelas bukan laah..disini dia saya bikin “beda”,, sesuai requestsan Likhur-chan…
No more talk again,, dozou..^^

Mirai

Untuk Shida Mirai
Setiap hari aku terus memandangimu…
Dan aku harap,, aku akan terus menemukanmu dalam masa depanku.
Karena aku percaya, aku memilikimu sebagai ”Mirai”ku
Aku menunggumu di gedung belakang sepulang sekolah nanti.
*****
Part 1

“Mirai-chan…” kudengar sebuah suara memanggilku. Dia Yutsuki sato, teman sebangkuku yang baru. Aku tersenyum kecil melihat dia berlari mendekat
“Sato-san, bisa tidak kalau kau memanggilku Shida saja?” ujarku pelan ketika ia sudah menyamai langkahku. Sato terdim sejenak. Lalu kembali mengikutiku berjalan.

“gomen ne, shida-chan..” aku yakin, dia mengerti maksudku melarangnya tadi. Aku tersenyum lemah.

“Yutsuki Sato!” teriakan lagi. Seseorang mendekati kami. Ah, itu senpai Habara, ketua klub jurnalistik.

“ada apa senpai?” sato berhenti. Aku ikut berhenti. Ingin sedikit mendengar apa yang mau mereka bicarakan.

“Akan ada lomba mengarang. Kau harus ikut, soalnya karanganmu bagus-bagus”

“mengarang ya? baiklah. Tapi temanya apa senpai?”

“Masa Depan”
Aku tersentak kaget. Begitu pula sato. Dia memandangiku takut-takut.

“n-ne..Shida-chan, aku ikut senpai Habara dulu ya, mau ngomong soal lomba itu. tidak apa-apa kan?”

“tentu saja…aku juga harus pulang sekarang” ujarku lalu berjalan meninggalkan Sato. Bukan ke rumah, tetapi ke belakang sekolah. Tempatku biasa menyendiri dan membuang semuanya.
Aku kembali mengingat kata-kata senpai Habara tadi.

Masa depan…

Kata itu, terlalu menyakitkan bagiku. Sungguh. Karena bagi Shida Mirai, tidak ada Masa Depan. Tidak pernah ada.

Aku, sakit. Parah. Dan harus sering dirawat di rumah sakit. Tubuhku lemah dan aku tidak boleh banyak bergerak. Karena penyakitku ini, aku tidak bisa bergabung dengan klub drama yang sangat ingin kumasuki sejak SMP. Karena penyakit ini juga, aku sulit punya teman. Semua orang mendekatiku karena kasihan. Dan karena penyakit ini pula, aku tidak mungkin memiliki masa depan.
Lalu kenapa? Kenapa namaku Mirai? Apakah ini sebuah hukuman untukku?
Padahal namaku Mirai. Lalu kenapa justru aku yang tidak punya masa depan? Kenapa aku yang harus…mati?

Air mataku jatuh begitu saja memikirkan kata tadi. Aku segera mengeluarkan beberapa botol obat dari tasku dan membuangnya. Obat itu, obat yang harus kuminum setiap hari, membuatku tersiksa selama beberapa saat agar bisa menyembuhkan sakitku. Tapi apa hasilnya? Penyakit ini bukan membaik. Malah semakin parah.

Aku benci!

Aku benci botol-botol obat itu. aku benci tablet berbagai warna yang ada didalamnya. Aku benci ibu dan para dokter yang selalu menyuruhku untuk menelannya. AKU BENCI SEMUANYA!!!

“HEE??!! SHIDA MIRAI-CHAN? USO! KAU DATANG? KAU BACA SURATKU KAN?” seseorang tiba-tiba muncul di belakangku. Aku buru-buru menghapus air mataku dan menoleh. Anak laki-laki itu…siapa dia? Dan.., surat apa?

“Kenapa? Oh! Iya! Aku belum memperkanlkan diri. Hai! Yamada Ryosuke desu! 17 sai,  Kelas 2-D. hobby nyanyi dan nge-dance,mau punya anak lima dan ti— “

“tu-tunggu dulu! Kau ini siapa?” potongku cepat. Anak ini, apa–apan dia?

kan tadi aku sudah bilang, namaku Yamada Ryosu— “

“bukan itu! Maksudku, maumu apa?” anak itu tersenyum sumringah. Apa dia sudah gila?

“aku mau Mirai-chan jadi pacarku…suki desu!”

“Apa?!”

“Suki desu… aku mau Mirai-chan jadi pacarku…”

“HAAH??!” Dia bilang apa tadi?? Suki? Lalu, apa–apaan Mirai-chan itu? siapa yang megijinkannya seenak jidat memanggilku begitu?

“Hiiiy! Mirai-chan nih tuli apa bego siih?? Tadi kan aku udah bilang su— “

“Tidak! Aku..ah! maaf! Err..siapa namamu tadi? Yamada ya?, ah iya. Yamada-kun maaf, aku tidak berniat pacaran.”

“Ehh? Kenapa? “ Wajah anak itu langsung berubah sedih. Dia Tanya kenapa? Seharusnya aku yang bertanya!

“ Err..itu, aku memang tidak berniat pacaran..”
Anak itu masih kecewa. Tapi kemudian ia tersenyum lembut. Senyumannya…,manis.

“Kalau begitu, jadilah temanku!”

“Hee??”

******

“Shida-chan, hari ini tugas kita ya..” Sato mengambil sapu di pojok kelas. Aku juga ikut mengambil pengebas debu yang digantung di belakang. Hari ini tugas piket kami berdua. Sebenarnya ada beberapa orang lagi, tapi mereka sibuk dengan urusan klubnya.
Baru saja kami mulai membersihkan kelas, seseorang tiba-tiba datang.

“Sato, kau dipanggil ketua Habara” salah satu anak klub jurnalistik. Sato terlihat sedikit kesal. Dia lalu memandangku dengan tatapan minta maaf.

“ne, Shida-chan…”

“silahkan. Pergilah, …”

“Tapi, nanti Shida-chan bekerja sendirian. Kan bisa capek. Terus nanti sakitmu-“

“daijoubu. Aku sedang sehat nih. Kau pergilah. Lomba itu kan sangat penting…”

“tapi…” Sato memandangku kecewa.

“Sato! Cepatlah. Ketua Habara sudah menunggu !” sepertinya anak yang diberi tugas untuk memanggil Sato tadi sudah hilang kesabaran. Dengan wajah menyesal ia lalu meninggalkan kelas.

Sekarang tinggal aku. Sendiri.

Huff… melihat kelas yang kotor seperti ini, aku agak menyesal membiarkan Sato pergi tadi. Tapi, apa boleh buat. Lomba itu pasti sangat penting baginya. Aku tidak boleh menghalangi hanya karena keegoisan kecil seperti ini. sekarang lebih baik segera kukerjakan agar aku bisa pulang ce—

:”LOH! MIRAI-CHAN PIKET YA? KOK SENDIRIAN?”

—pat.

Suara itu,eh bukan, teriakan itu, sepertinya aku kenal. Seseorang tiba-tiba masuk. Di-dia, anak yang kemarin kan?

‘Mirai-chan aku bantu ya…” serunya lagi lalu segera merebut sapu dari tanganku. Aku sontak kaget. Anak ini, tiba-tiba saja datang dan mau membantuku. Kenapa?
Aku segera menarik sapu itu kembali.

“Tidak usah. Aku bisa mengerjakannya sen— “ belum habis aku bicara, dia sudah menarik sapu itu lagi.

“Hey !”

Anak itu mulai menyapu.

“Aku ini temannya Mirai ne? jadi aku mau bantu…”
Selama sepersekian detik aku hanya bisa melongo memandanginya yang entah karena apa begitu bersemangat menyapu kelasku. Melihatku tidak menunjukan reaksi apapun, dia berhenti bergerak.

“Kalau aku bilang mau bantuin, bukan berarti aku mau bersihin kelas ini sendiri, Mirai honey… ikut aku nyapu kek, atau ngapain gitu…” ia mengomel. Omelan khas nenek-nenek. Jelas tidak dapat kutahan bibirku untuk sedikit melengkungkan senyum.

“EHH??!! MIRAI-CHAN TADI SENYUM YAA???” teriakan lagi. Pemuda itu, apakah berteriak memang hobinya? Tubuhku diputar membelakanginya. Bisa kurasakan wajahku sedikit memerah.

“a-aku tidak senyum kok,..” seruku gugup.

“Bohoong!! Tadi aku liat looh…”

“Tidak kok..”

“Bohong…” anak itu masih menggodaku.

“Aku kan sudah bilang tidak!” ujarku kesal.
Aku buru-buru mengambil satu tangkai sapu yang masih bertengger di pojokan kelas, dan mulai mengikutinya menyapu. Seperti déjà vu, aku kembali melihat sunggingan senyumnya yang,—uhuk! —manis.
******

 “nah selesai! Sudah bersih kan sekarang..?” si Yamada Ryosuke itu melemparkan sapu yang dipengang tadi ke pojokan kelas. Hebatnya, sapu itu sukses masuk ke kotaknya. Aku kembali dibuat ternganga.

“Kenapa? Kaget? Hahaha…itu memang keahlianku!” Anak itu memasang tampang sok jagoannya yang kemudian terjawab oleh tampang ‘aku tidak peduli’di wajahku.

“shida-san maaf, kau masih ker—EHH??!” teriakan? Lagi? Kenapa hari ini semua orang senang sekali berteriak? Apa ini hari teriakan sedunia?

Sato masuk. Benar! Pemilik suara bernada teriakan tadi adalah dia. Gadis itu memandangiku dan si Yamada Ryosuke bergantian. Sedikit shock.

“Yamada Ryosuke-kun?” Sato benar kaget. Matanya seolah tidak mau lepas dari si Yamada itu.

“anoo…aku pulang dulu ya, Mirai-chan… temanmu sudah datang tuh…sayonara…” pemuda itu berjalan keluar.
Ah! Aku belum bilang terima kasih!

“Yamada-kun arigatou!” teriaku tanpa sadar. Refleks aku menutup mulutku dengan kedua tangan.
Pemuda itu berbalik, menyunggingkan senyum manisnya lagi.

“Shida-chan, kau kenal Yamada Ryosuke-kun?? Shugoi!!” Sato tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. Aku sedikit kaget, tapi kemudian memandangnya heran.

“Kau kenal dia?” tanyaku.

“EHH?? Kau tidak kenal Yamada Ryosuke?” gantian sato yang memandangiku heran. Aku sontak mengangguk.

“Masa sih Shida-chan tidak kenal dia? Itu Yamada Ryosuke-sama..personil Hey! Say! JUMP!!!!”

“Hey Say Jump?”

“Kau tidak kenal Hey! Say JUMP?”
Sato tambah heran. Siapa itu Hey Say JUMP? Artis ya? boyband? Memangnya kenapa kalau aku tidak kenal mereka?

“Shida-chan nggak nonton TV?”

Aku mengangguk. “Nggak begitu suka sih…”

“pantas…” Mulut sato terbuka sedikit tanda mengerti.

“Memangnya Hey Say JUMP itu apaan sih?” aku jadi penasaran. Lagipula, katanya Yamada adalah salah satu personilnya. Mungkinkah itu boyband?

“Sini kuceritakan…” Sato mengajaku duduk di salah satu kursi. Aku mengikutinya.” Hey Say JUMP itu, salah satu Boyband yang popular sekarang ini…Shida-chan tahu boyband kan?”
Aku mengangguk.
“nah..Hey say Jump baru dibentuk sebulan, dan udah ngeluarin single terbaru mereka, UMP! Keren abis…!! Fans mereka banyak loh… aku salah satunya!” Sato terlihat berapi-api saat bicara. Aku jadi tambah heran.

“Lalu apa hubungannya dengan Yamada?”. Aku memiringkan kepalaku.

‘Salah satu personil Hey Say JUMP itu ya Yamada-sama. Katanya, dari kesepuluh member, dia yang paling banyak fansnya loh…”

‘Ah! Masa sih..? sepertinya tidak mungkin deh si Yamada yang kayak badut itu personil boyband. Dia kan pendek, manja, cerewet, sudah begitu aneh lagi! Salah orang kali… mungkin Cuma namanya yang sama…” aku membantah. Tentu saja. Meskipun wajahnya memang sedikit tampan—ralat, sangat tampan—, tapi kan, tingkah lakunya? Tidak jauh beda dengan anak TK. Masa iya, dia artis?

“Hii…Shida-chan masa nggak nangkap sih kekakoiian Yamada-sama? Dia itu yah udah ganteng, keren, imut, jago nyanyi, jago dance, kepribadiannya asyik, ..mm…pokoknya sempurna deh! Tipe cowok ideal…”
Keningku berkerut. Bukan karena fakta bahwa ternyata Yamada Ryosuke adalah salah satu personil boyband terkenal. Tapi yang kupikirkan, kenapa dia sampai mengenalku? Tahu dari mana dia tentang Shida Mirai?

“Sou…Shida-chan gimana bisa kenal Yamada-sama?”

Nah! Itu yang mau kutanyakan.

******

“Syukurlah…Suhu badanmu sudah turun sekarang…ibu ambilkan minum ya…” ibu melepaskan tangannya dari keningku lalu berjalan keluar. Mataku mengikuti gerakannya. Akhirnya, sosok itu benar-benar lenyap di balik pintu.
Aku menghela nafas.
Lagi!
Suhu tubuhku tiba-tiba tinggi hari ini. Mungkin karena kemarin pulang kesorean. Aku terlalu lama dicekoki cerita tentang si Yamada Ryosuke itu oleh Sato. Dan sekarang terpaksa aku absent dan istirahat saja di rumah.

Aku kesal. Tapi, kekesalanku ini tidak biasa. Entah kenapa, aku ingin bertemu dengannya.
Ya, si bodoh Yamada Ryosuke itu. maaf ya, bukan karena aku menyukainya, hanya saja…mungkin akan menyenangkan bila aku bisa bertemu dengannya hari ini. Tapi, huff… saat ini yang bisa kulakukan hanya mencoba berpikir realistis. Tidak memikirkan Pemuda itu, agar aku tidak ‘kangen’ padanya lagi.
Ahh! Apa tadi aku bilang kangen?

“Mirai-chan…ada temanmu nih..” Ibu berteriak dari bawah. Temanku? Temanku ada yang datang? Sato ya?
Aku memandang jam dinding. Jam setengan sebelas, sekolah kan belum usai. Lalu kenapa Sato bisa kemari? Dia bolos?
Aku mencoba bangun. Susah! Tubuhku memang sepertinya menolak untuk sekedar bergerak ke luar kamar dan turun ke bawah. Kalau begitu, minta saja Sato yang naik. Toh, dia pasti mengerti aku sedang sakit, jadi akan sulit bagiku untuk menemuinya di ruang tamu.

“SURUH MASUK SAJA BU…AKU TIDAK BISA BANGUN…” aku balas berteriak. Loh? Aku berteriak? Apa aku sudah kena imbas kebiasaan si Yamada Ryosuke ? Lha, kenapa juga aku jadi ingat dia? HAAA! Sudah Mirai! Hentikan pikiran anehmu itu. lebih baik pikirkan sato yang sudah rela-rela datang menjengukmu. Di jam sekolah lagi. Besar kemungkinan dia bolos.

Langkah kaki terdengar. Sato mungkin sudah naik. Tapi tiba-tiba yang muncul dari balik pintu adalah wajah ibu.

“Kamu yakin mau disuruh masuk kamar?” ibu bertanya heran. Membuatku ikut heran dengan pertanyaannya tadi. Memang kenapa kalau Sato masuk kamarku? Toh, kamarku tidak berantakan-berantakan amat.

“iya… Suruh masuk saja, ibu…”

“Terserah kamu deh…” wajah ibu kembali menghilang di balik pintu dan pasti beberapa detik kemudian akan terganti dengan wajah—

“MIRAI-CHAN DAIJOUBU???” Teriakan itu!

“EHH?? Yamada Ryosuke? Kok kamu? Bukannya Sato ya?” aku refleks ikut berteriak. itu Yamada Ryosuke kan? Kok bisa?

“Lha, aku kan mau jenguk Mirai-chan…tidak boleh?” tanpa basa-basi pemuda itu langsung mengambil tempat disampingku. Aku shock! Sungguh! Yamada Ryosuke ini, ajaib ya?

“ERR..tidak sih, hanya tidak menyangka saja kau akan datang…”

“Mana mungkin aku tidak datang…Mirai-chan cintaku sekaligus temanku yang nomor 1 kan sakit…Oh, kubawakan buah nih…semoga suka..! etto, itu buah favoritku juga soalnya…” Yamada menjawab panjang, sambil menyerahkan sekeranjang strawberry kepadaku.

“Ichigo…?” tanyaku sedikit tidak percaya. Yaah, lumayan langkah juga kan ada laki-laki yang menyukai buah imut berwarna merah tua ini.

“Un! Heran ya? hahaha…tampangku maskulin tapi hobinya strawberry…?” tawa anehnya yang biasa. Tadi dia bilang apa? Tampangnya maskulin?

“Kau bilang… tampangmu maskulin? ..HMPPFT—BWAKAKAKAKA!!...”aku ikut tertawa. “Maskulin apanya? Mukamu kayak cewek tuh…” seruku lagi. Memang sih, wajahnya tidak persis cewek. Tapi model imut-imut manis nan kawaii begitu....
ehh? aku bilang kawaii ya?
Bukannya cemberut, anak itu malah tersenyum memandangiku.

“Kenapa tersenyum? Wajahku aneh ya? ada kotoran?” aku segera meraba-raba pipiku. Kalau-kalau saja ada kotoran yang menempel. Bukannya menjawab, Yamada malah memperlebar senyumannya.

“Yamada-kun! Kenapa sih?”

“Mirai-chan kalau senyum kawaii sekali na..,aku suka…”

“…………….”
Wajahku memerah. Bisa kurasakan dengan jelas. Bagaimana ini? apa Yamada menyadarinya? Haaah! Kenapa dia makin menatapku seperti itu?

“Yamada-kun! Jangan menatapku seperti i—“

“MIRAI-CHAN, KOK WAJAHMU MERAH? DEMAM YAA??” pemuda itu berteriak.
Baka! Sudah jelas wajahku memerah karena kau! Tapi untunglah ia tidak sadar. Sekarang, wajahku malah jadi cemberut. Kesal juga sih kalau orang yang sudah membuatmu merona sama sekali tidak sadar kalau hatimu sudah dibikin cenat-cenut
**author’s note: nyolong dari lagunya smash I <3 U** oleh kata-katanya. Wajahku masih cemberut.

“Mirai-chan kalau demam mukanya jadi cemberut ya? senyum dong…kan manis…” tatapannya lebih dalam. Aku hanya bisa mengulirkan kedua bola mataku, berusaha agar tidak termakan tatapan memikatnya. Aku harus cari-cari alasan untuk sedikit mengecohkan tatapannya dari wajahku.

“Ya-Yamada-kun ngomong-ngomong tahu dari mana aku sakit? Terus kok tahu rumahku? Dan lagi, ini baru jam sebelas. Kan belum pulang, kenapa kau bisa datang?” tiga pertanyaan sekaligus yang memang dari tadi menggangu pikiranku namun sempat kulupakan karena ocehan bodoh Yamada sebelumnya. Diserang bertubi-tubi begitu, pemuda itu langsung menarik tubuhnya kebelakang, bersandar pada kursi.

“Apa sih yang tidak kutahu tentang Mirai-chan? Hehehe…bercanda! Tadi waktu aku main ke kelasmu, katanya kamu sakit. Jadi aku mau jenguk. Aku tanya rumahmu sama Yutsuki Sato, cewek yang kemarin itu. terus…err, waktu kesini..aku bolos. Tapi tidak ketahuan kok! Benar deh..!!”  Yamada mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf ‘V’ yang bisa kalian artikan sebagai ‘swear’. Aku menghela nafas panjang.

“Kau nekat sekali ya? kalau ketahuan kau bisa dihukum, yang lebih parah di skors…”

“Gomen…”
Yamada Ryosuke itu memandangku takut-takut, seperti anak yang dimarahi ibunya. Lha? Kenapa aku jadi ibunya? Kenapa aku…khawatir?
Aku kembali menghela nafas.

******

“Ingat, pulang nanti segera tanya teman-temanmu ada pr tidak. Kau mungkin bisa memperbaiki mukamu di depan guru-guru dengan ngumpulin pr tepat waktu…” aku menasehati Yamada setelah sekitar 2 jam lalu mandengar tentang apa saja yang dikorbankannya untuk datang menemuiku. Gila! Dia meninggalkan 3 mata pelajaran penting hari itu. Matematika, Kimia, dan Bahasa Inggris. Matematika dan Kimia itu, kalau kau hadir di kelas saja belum tentu yang diajarkan masuk. Bagaimana kalau samapi tidak datang? Bisa semakin kacau nilainya. Lalu bahasa inggris. Ternyata, seorang Yamada Ryosuke yang —katanyapersonil boyband populer itu bahasa inggrisnya berantakan!
Anak itu, Dia memang penuh kejutan!

“Hai! Mirai-chan cerewet juga na…kayak nenekku di kampung.” pemuda itu tersenyum kecil. Membuatku melayangkan tinjuan ringan ke lengannya. Ia tersenyum makin lebar.

‘Sa..aku balik ke sekolah sekarang ne? Mirai-chan apa tidak apa-apa kalau aku pergi?” ekspresi wajahnya berubah jadi memelas. Aku mengangkat alisku.

“apaan sih! Bakka! Sudah pergi sana..nanti semua keburu pulang, kamu belajarnya sama setan!”

“Hiks! Mirai-chan jahat iih… anterin kek…” pemuda itu bangun,sok memasang wajah cemberutnya. Aku tidak kuasa menahan senyum. Kukumpulkan kekuatanku agar bisa bangun dri tempat tidur.
Aah! Bisa! Aku bisa bangun!!

“Kuantar sampai pintu depan saja ya …”

“AAA..tidak usah! Mirai-chan kan lagi sakit…aku hanya bercanda tadi… Mirai-chan tidur lagi saja…”

“jangan...kamu sudah bela-belain datang menjengukku…masa hanya mengantarmu sampai depan aku tidak bisa…”

“tidak usah…kamar Mirai-chan kan di lantai 2. nanti mau naik lagi susah…disini saja ya..aku tidak apa-apa kok turun sendiri…”

“tapi aku mau nganterin kamu…” aku memasang wajah memelas. Tidak apa kan kalau sekali ini kutunjukan sisi manisku padanya?
Pemuda itu tersenyum kecil.

“kalau begitu,, sampai depan pintu kamar saja! Gimana?”

“yaah..kalau sampai situ sih, apanya yang nganterin?”

“Biar cuma sampai situ, tetap judulnya nganterin kan?”
Aku tersenyum kecut.

“Mau nganterin tidak..?”
Yamada sudah berdiri. Aku menarik tangannya.

“Iya..”
Ia tersenyum lagi.
Yamada membantuku berdiri. Dia memapahku. Jantungku berdetak cepat. Yamada Ryosuke ada disampingku, merangkulku! Entah kenapa aku jadi sangat gugup. Kami hampir menjangkau pintu.
Kenapa pintunya dekat sekali?

“Nah! Disini saja! Mirai-chan sekarang tidur lagi ne? istirahat. Biar besok bisa ke sekolah…”

“Un!”
Pemuda itu keluar, lalu menutup pintu.
Aku berputar membelakangi pintu. Wajahku memerah,kembali mengingat kejadian-kejadian 2 jam yang lalu. Yamada Ryosuke yang baru kukenal 2 hari karena tingkahnya yang abnormal kembali membuatku tercengang. Tiba-tiba datang menjengukku dan membuatku merasa sangat senang. Sungguh, ketika bersamanya aku tidak sedetikpun berpikir tentang sakitku. Dia membuatku kesal, marah, juga tertawa, membuatku…ingin terus disampingnya.
Aku tersenyum kecil memikirkan wajahYamada tadi. Manis…

DEG!

Kepalaku sakit, pandanganku mengabur.

“kaa-chan…”

Aku jatuh, dan semuanya menjadi gelap.

******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar