Kamis, 27 Januari 2011

MIRAI


Tittle : Mirai
Genre: Angst
Cast  : Yamada Ryosuke, Shida Mirai, dan yang lain yang bakal muncul
Discl : YAMA-CHAN punya saya! Titik!! *dikeroyok readers*
FFic ini bisa selesai karena saya ngadem bermenit-menit baca komik yang judulnya “Future is Ours” n jadi dapet inspirasi. Ceritax mirip,, tapi agak beda..*???*
Oh ya,, Yama-chan disini saya jadikan badut*digorok*,, jelas bukan laah..disini dia saya bikin “beda”,, sesuai requestsan Likhur-chan…
No more talk again,, dozou..^^

Mirai

Untuk Shida Mirai
Setiap hari aku terus memandangimu…
Dan aku harap,, aku akan terus menemukanmu dalam masa depanku.
Karena aku percaya, aku memilikimu sebagai ”Mirai”ku
Aku menunggumu di gedung belakang sepulang sekolah nanti.
*****
Part 1

“Mirai-chan…” kudengar sebuah suara memanggilku. Dia Yutsuki sato, teman sebangkuku yang baru. Aku tersenyum kecil melihat dia berlari mendekat
“Sato-san, bisa tidak kalau kau memanggilku Shida saja?” ujarku pelan ketika ia sudah menyamai langkahku. Sato terdim sejenak. Lalu kembali mengikutiku berjalan.

“gomen ne, shida-chan..” aku yakin, dia mengerti maksudku melarangnya tadi. Aku tersenyum lemah.

“Yutsuki Sato!” teriakan lagi. Seseorang mendekati kami. Ah, itu senpai Habara, ketua klub jurnalistik.

“ada apa senpai?” sato berhenti. Aku ikut berhenti. Ingin sedikit mendengar apa yang mau mereka bicarakan.

“Akan ada lomba mengarang. Kau harus ikut, soalnya karanganmu bagus-bagus”

“mengarang ya? baiklah. Tapi temanya apa senpai?”

“Masa Depan”
Aku tersentak kaget. Begitu pula sato. Dia memandangiku takut-takut.

“n-ne..Shida-chan, aku ikut senpai Habara dulu ya, mau ngomong soal lomba itu. tidak apa-apa kan?”

“tentu saja…aku juga harus pulang sekarang” ujarku lalu berjalan meninggalkan Sato. Bukan ke rumah, tetapi ke belakang sekolah. Tempatku biasa menyendiri dan membuang semuanya.
Aku kembali mengingat kata-kata senpai Habara tadi.

Masa depan…

Kata itu, terlalu menyakitkan bagiku. Sungguh. Karena bagi Shida Mirai, tidak ada Masa Depan. Tidak pernah ada.

Aku, sakit. Parah. Dan harus sering dirawat di rumah sakit. Tubuhku lemah dan aku tidak boleh banyak bergerak. Karena penyakitku ini, aku tidak bisa bergabung dengan klub drama yang sangat ingin kumasuki sejak SMP. Karena penyakit ini juga, aku sulit punya teman. Semua orang mendekatiku karena kasihan. Dan karena penyakit ini pula, aku tidak mungkin memiliki masa depan.
Lalu kenapa? Kenapa namaku Mirai? Apakah ini sebuah hukuman untukku?
Padahal namaku Mirai. Lalu kenapa justru aku yang tidak punya masa depan? Kenapa aku yang harus…mati?

Air mataku jatuh begitu saja memikirkan kata tadi. Aku segera mengeluarkan beberapa botol obat dari tasku dan membuangnya. Obat itu, obat yang harus kuminum setiap hari, membuatku tersiksa selama beberapa saat agar bisa menyembuhkan sakitku. Tapi apa hasilnya? Penyakit ini bukan membaik. Malah semakin parah.

Aku benci!

Aku benci botol-botol obat itu. aku benci tablet berbagai warna yang ada didalamnya. Aku benci ibu dan para dokter yang selalu menyuruhku untuk menelannya. AKU BENCI SEMUANYA!!!

“HEE??!! SHIDA MIRAI-CHAN? USO! KAU DATANG? KAU BACA SURATKU KAN?” seseorang tiba-tiba muncul di belakangku. Aku buru-buru menghapus air mataku dan menoleh. Anak laki-laki itu…siapa dia? Dan.., surat apa?

“Kenapa? Oh! Iya! Aku belum memperkanlkan diri. Hai! Yamada Ryosuke desu! 17 sai,  Kelas 2-D. hobby nyanyi dan nge-dance,mau punya anak lima dan ti— “

“tu-tunggu dulu! Kau ini siapa?” potongku cepat. Anak ini, apa–apan dia?

kan tadi aku sudah bilang, namaku Yamada Ryosu— “

“bukan itu! Maksudku, maumu apa?” anak itu tersenyum sumringah. Apa dia sudah gila?

“aku mau Mirai-chan jadi pacarku…suki desu!”

“Apa?!”

“Suki desu… aku mau Mirai-chan jadi pacarku…”

“HAAH??!” Dia bilang apa tadi?? Suki? Lalu, apa–apaan Mirai-chan itu? siapa yang megijinkannya seenak jidat memanggilku begitu?

“Hiiiy! Mirai-chan nih tuli apa bego siih?? Tadi kan aku udah bilang su— “

“Tidak! Aku..ah! maaf! Err..siapa namamu tadi? Yamada ya?, ah iya. Yamada-kun maaf, aku tidak berniat pacaran.”

“Ehh? Kenapa? “ Wajah anak itu langsung berubah sedih. Dia Tanya kenapa? Seharusnya aku yang bertanya!

“ Err..itu, aku memang tidak berniat pacaran..”
Anak itu masih kecewa. Tapi kemudian ia tersenyum lembut. Senyumannya…,manis.

“Kalau begitu, jadilah temanku!”

“Hee??”

******

“Shida-chan, hari ini tugas kita ya..” Sato mengambil sapu di pojok kelas. Aku juga ikut mengambil pengebas debu yang digantung di belakang. Hari ini tugas piket kami berdua. Sebenarnya ada beberapa orang lagi, tapi mereka sibuk dengan urusan klubnya.
Baru saja kami mulai membersihkan kelas, seseorang tiba-tiba datang.

“Sato, kau dipanggil ketua Habara” salah satu anak klub jurnalistik. Sato terlihat sedikit kesal. Dia lalu memandangku dengan tatapan minta maaf.

“ne, Shida-chan…”

“silahkan. Pergilah, …”

“Tapi, nanti Shida-chan bekerja sendirian. Kan bisa capek. Terus nanti sakitmu-“

“daijoubu. Aku sedang sehat nih. Kau pergilah. Lomba itu kan sangat penting…”

“tapi…” Sato memandangku kecewa.

“Sato! Cepatlah. Ketua Habara sudah menunggu !” sepertinya anak yang diberi tugas untuk memanggil Sato tadi sudah hilang kesabaran. Dengan wajah menyesal ia lalu meninggalkan kelas.

Sekarang tinggal aku. Sendiri.

Huff… melihat kelas yang kotor seperti ini, aku agak menyesal membiarkan Sato pergi tadi. Tapi, apa boleh buat. Lomba itu pasti sangat penting baginya. Aku tidak boleh menghalangi hanya karena keegoisan kecil seperti ini. sekarang lebih baik segera kukerjakan agar aku bisa pulang ce—

:”LOH! MIRAI-CHAN PIKET YA? KOK SENDIRIAN?”

—pat.

Suara itu,eh bukan, teriakan itu, sepertinya aku kenal. Seseorang tiba-tiba masuk. Di-dia, anak yang kemarin kan?

‘Mirai-chan aku bantu ya…” serunya lagi lalu segera merebut sapu dari tanganku. Aku sontak kaget. Anak ini, tiba-tiba saja datang dan mau membantuku. Kenapa?
Aku segera menarik sapu itu kembali.

“Tidak usah. Aku bisa mengerjakannya sen— “ belum habis aku bicara, dia sudah menarik sapu itu lagi.

“Hey !”

Anak itu mulai menyapu.

“Aku ini temannya Mirai ne? jadi aku mau bantu…”
Selama sepersekian detik aku hanya bisa melongo memandanginya yang entah karena apa begitu bersemangat menyapu kelasku. Melihatku tidak menunjukan reaksi apapun, dia berhenti bergerak.

“Kalau aku bilang mau bantuin, bukan berarti aku mau bersihin kelas ini sendiri, Mirai honey… ikut aku nyapu kek, atau ngapain gitu…” ia mengomel. Omelan khas nenek-nenek. Jelas tidak dapat kutahan bibirku untuk sedikit melengkungkan senyum.

“EHH??!! MIRAI-CHAN TADI SENYUM YAA???” teriakan lagi. Pemuda itu, apakah berteriak memang hobinya? Tubuhku diputar membelakanginya. Bisa kurasakan wajahku sedikit memerah.

“a-aku tidak senyum kok,..” seruku gugup.

“Bohoong!! Tadi aku liat looh…”

“Tidak kok..”

“Bohong…” anak itu masih menggodaku.

“Aku kan sudah bilang tidak!” ujarku kesal.
Aku buru-buru mengambil satu tangkai sapu yang masih bertengger di pojokan kelas, dan mulai mengikutinya menyapu. Seperti déjà vu, aku kembali melihat sunggingan senyumnya yang,—uhuk! —manis.
******

 “nah selesai! Sudah bersih kan sekarang..?” si Yamada Ryosuke itu melemparkan sapu yang dipengang tadi ke pojokan kelas. Hebatnya, sapu itu sukses masuk ke kotaknya. Aku kembali dibuat ternganga.

“Kenapa? Kaget? Hahaha…itu memang keahlianku!” Anak itu memasang tampang sok jagoannya yang kemudian terjawab oleh tampang ‘aku tidak peduli’di wajahku.

“shida-san maaf, kau masih ker—EHH??!” teriakan? Lagi? Kenapa hari ini semua orang senang sekali berteriak? Apa ini hari teriakan sedunia?

Sato masuk. Benar! Pemilik suara bernada teriakan tadi adalah dia. Gadis itu memandangiku dan si Yamada Ryosuke bergantian. Sedikit shock.

“Yamada Ryosuke-kun?” Sato benar kaget. Matanya seolah tidak mau lepas dari si Yamada itu.

“anoo…aku pulang dulu ya, Mirai-chan… temanmu sudah datang tuh…sayonara…” pemuda itu berjalan keluar.
Ah! Aku belum bilang terima kasih!

“Yamada-kun arigatou!” teriaku tanpa sadar. Refleks aku menutup mulutku dengan kedua tangan.
Pemuda itu berbalik, menyunggingkan senyum manisnya lagi.

“Shida-chan, kau kenal Yamada Ryosuke-kun?? Shugoi!!” Sato tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. Aku sedikit kaget, tapi kemudian memandangnya heran.

“Kau kenal dia?” tanyaku.

“EHH?? Kau tidak kenal Yamada Ryosuke?” gantian sato yang memandangiku heran. Aku sontak mengangguk.

“Masa sih Shida-chan tidak kenal dia? Itu Yamada Ryosuke-sama..personil Hey! Say! JUMP!!!!”

“Hey Say Jump?”

“Kau tidak kenal Hey! Say JUMP?”
Sato tambah heran. Siapa itu Hey Say JUMP? Artis ya? boyband? Memangnya kenapa kalau aku tidak kenal mereka?

“Shida-chan nggak nonton TV?”

Aku mengangguk. “Nggak begitu suka sih…”

“pantas…” Mulut sato terbuka sedikit tanda mengerti.

“Memangnya Hey Say JUMP itu apaan sih?” aku jadi penasaran. Lagipula, katanya Yamada adalah salah satu personilnya. Mungkinkah itu boyband?

“Sini kuceritakan…” Sato mengajaku duduk di salah satu kursi. Aku mengikutinya.” Hey Say JUMP itu, salah satu Boyband yang popular sekarang ini…Shida-chan tahu boyband kan?”
Aku mengangguk.
“nah..Hey say Jump baru dibentuk sebulan, dan udah ngeluarin single terbaru mereka, UMP! Keren abis…!! Fans mereka banyak loh… aku salah satunya!” Sato terlihat berapi-api saat bicara. Aku jadi tambah heran.

“Lalu apa hubungannya dengan Yamada?”. Aku memiringkan kepalaku.

‘Salah satu personil Hey Say JUMP itu ya Yamada-sama. Katanya, dari kesepuluh member, dia yang paling banyak fansnya loh…”

‘Ah! Masa sih..? sepertinya tidak mungkin deh si Yamada yang kayak badut itu personil boyband. Dia kan pendek, manja, cerewet, sudah begitu aneh lagi! Salah orang kali… mungkin Cuma namanya yang sama…” aku membantah. Tentu saja. Meskipun wajahnya memang sedikit tampan—ralat, sangat tampan—, tapi kan, tingkah lakunya? Tidak jauh beda dengan anak TK. Masa iya, dia artis?

“Hii…Shida-chan masa nggak nangkap sih kekakoiian Yamada-sama? Dia itu yah udah ganteng, keren, imut, jago nyanyi, jago dance, kepribadiannya asyik, ..mm…pokoknya sempurna deh! Tipe cowok ideal…”
Keningku berkerut. Bukan karena fakta bahwa ternyata Yamada Ryosuke adalah salah satu personil boyband terkenal. Tapi yang kupikirkan, kenapa dia sampai mengenalku? Tahu dari mana dia tentang Shida Mirai?

“Sou…Shida-chan gimana bisa kenal Yamada-sama?”

Nah! Itu yang mau kutanyakan.

******

“Syukurlah…Suhu badanmu sudah turun sekarang…ibu ambilkan minum ya…” ibu melepaskan tangannya dari keningku lalu berjalan keluar. Mataku mengikuti gerakannya. Akhirnya, sosok itu benar-benar lenyap di balik pintu.
Aku menghela nafas.
Lagi!
Suhu tubuhku tiba-tiba tinggi hari ini. Mungkin karena kemarin pulang kesorean. Aku terlalu lama dicekoki cerita tentang si Yamada Ryosuke itu oleh Sato. Dan sekarang terpaksa aku absent dan istirahat saja di rumah.

Aku kesal. Tapi, kekesalanku ini tidak biasa. Entah kenapa, aku ingin bertemu dengannya.
Ya, si bodoh Yamada Ryosuke itu. maaf ya, bukan karena aku menyukainya, hanya saja…mungkin akan menyenangkan bila aku bisa bertemu dengannya hari ini. Tapi, huff… saat ini yang bisa kulakukan hanya mencoba berpikir realistis. Tidak memikirkan Pemuda itu, agar aku tidak ‘kangen’ padanya lagi.
Ahh! Apa tadi aku bilang kangen?

“Mirai-chan…ada temanmu nih..” Ibu berteriak dari bawah. Temanku? Temanku ada yang datang? Sato ya?
Aku memandang jam dinding. Jam setengan sebelas, sekolah kan belum usai. Lalu kenapa Sato bisa kemari? Dia bolos?
Aku mencoba bangun. Susah! Tubuhku memang sepertinya menolak untuk sekedar bergerak ke luar kamar dan turun ke bawah. Kalau begitu, minta saja Sato yang naik. Toh, dia pasti mengerti aku sedang sakit, jadi akan sulit bagiku untuk menemuinya di ruang tamu.

“SURUH MASUK SAJA BU…AKU TIDAK BISA BANGUN…” aku balas berteriak. Loh? Aku berteriak? Apa aku sudah kena imbas kebiasaan si Yamada Ryosuke ? Lha, kenapa juga aku jadi ingat dia? HAAA! Sudah Mirai! Hentikan pikiran anehmu itu. lebih baik pikirkan sato yang sudah rela-rela datang menjengukmu. Di jam sekolah lagi. Besar kemungkinan dia bolos.

Langkah kaki terdengar. Sato mungkin sudah naik. Tapi tiba-tiba yang muncul dari balik pintu adalah wajah ibu.

“Kamu yakin mau disuruh masuk kamar?” ibu bertanya heran. Membuatku ikut heran dengan pertanyaannya tadi. Memang kenapa kalau Sato masuk kamarku? Toh, kamarku tidak berantakan-berantakan amat.

“iya… Suruh masuk saja, ibu…”

“Terserah kamu deh…” wajah ibu kembali menghilang di balik pintu dan pasti beberapa detik kemudian akan terganti dengan wajah—

“MIRAI-CHAN DAIJOUBU???” Teriakan itu!

“EHH?? Yamada Ryosuke? Kok kamu? Bukannya Sato ya?” aku refleks ikut berteriak. itu Yamada Ryosuke kan? Kok bisa?

“Lha, aku kan mau jenguk Mirai-chan…tidak boleh?” tanpa basa-basi pemuda itu langsung mengambil tempat disampingku. Aku shock! Sungguh! Yamada Ryosuke ini, ajaib ya?

“ERR..tidak sih, hanya tidak menyangka saja kau akan datang…”

“Mana mungkin aku tidak datang…Mirai-chan cintaku sekaligus temanku yang nomor 1 kan sakit…Oh, kubawakan buah nih…semoga suka..! etto, itu buah favoritku juga soalnya…” Yamada menjawab panjang, sambil menyerahkan sekeranjang strawberry kepadaku.

“Ichigo…?” tanyaku sedikit tidak percaya. Yaah, lumayan langkah juga kan ada laki-laki yang menyukai buah imut berwarna merah tua ini.

“Un! Heran ya? hahaha…tampangku maskulin tapi hobinya strawberry…?” tawa anehnya yang biasa. Tadi dia bilang apa? Tampangnya maskulin?

“Kau bilang… tampangmu maskulin? ..HMPPFT—BWAKAKAKAKA!!...”aku ikut tertawa. “Maskulin apanya? Mukamu kayak cewek tuh…” seruku lagi. Memang sih, wajahnya tidak persis cewek. Tapi model imut-imut manis nan kawaii begitu....
ehh? aku bilang kawaii ya?
Bukannya cemberut, anak itu malah tersenyum memandangiku.

“Kenapa tersenyum? Wajahku aneh ya? ada kotoran?” aku segera meraba-raba pipiku. Kalau-kalau saja ada kotoran yang menempel. Bukannya menjawab, Yamada malah memperlebar senyumannya.

“Yamada-kun! Kenapa sih?”

“Mirai-chan kalau senyum kawaii sekali na..,aku suka…”

“…………….”
Wajahku memerah. Bisa kurasakan dengan jelas. Bagaimana ini? apa Yamada menyadarinya? Haaah! Kenapa dia makin menatapku seperti itu?

“Yamada-kun! Jangan menatapku seperti i—“

“MIRAI-CHAN, KOK WAJAHMU MERAH? DEMAM YAA??” pemuda itu berteriak.
Baka! Sudah jelas wajahku memerah karena kau! Tapi untunglah ia tidak sadar. Sekarang, wajahku malah jadi cemberut. Kesal juga sih kalau orang yang sudah membuatmu merona sama sekali tidak sadar kalau hatimu sudah dibikin cenat-cenut
**author’s note: nyolong dari lagunya smash I <3 U** oleh kata-katanya. Wajahku masih cemberut.

“Mirai-chan kalau demam mukanya jadi cemberut ya? senyum dong…kan manis…” tatapannya lebih dalam. Aku hanya bisa mengulirkan kedua bola mataku, berusaha agar tidak termakan tatapan memikatnya. Aku harus cari-cari alasan untuk sedikit mengecohkan tatapannya dari wajahku.

“Ya-Yamada-kun ngomong-ngomong tahu dari mana aku sakit? Terus kok tahu rumahku? Dan lagi, ini baru jam sebelas. Kan belum pulang, kenapa kau bisa datang?” tiga pertanyaan sekaligus yang memang dari tadi menggangu pikiranku namun sempat kulupakan karena ocehan bodoh Yamada sebelumnya. Diserang bertubi-tubi begitu, pemuda itu langsung menarik tubuhnya kebelakang, bersandar pada kursi.

“Apa sih yang tidak kutahu tentang Mirai-chan? Hehehe…bercanda! Tadi waktu aku main ke kelasmu, katanya kamu sakit. Jadi aku mau jenguk. Aku tanya rumahmu sama Yutsuki Sato, cewek yang kemarin itu. terus…err, waktu kesini..aku bolos. Tapi tidak ketahuan kok! Benar deh..!!”  Yamada mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf ‘V’ yang bisa kalian artikan sebagai ‘swear’. Aku menghela nafas panjang.

“Kau nekat sekali ya? kalau ketahuan kau bisa dihukum, yang lebih parah di skors…”

“Gomen…”
Yamada Ryosuke itu memandangku takut-takut, seperti anak yang dimarahi ibunya. Lha? Kenapa aku jadi ibunya? Kenapa aku…khawatir?
Aku kembali menghela nafas.

******

“Ingat, pulang nanti segera tanya teman-temanmu ada pr tidak. Kau mungkin bisa memperbaiki mukamu di depan guru-guru dengan ngumpulin pr tepat waktu…” aku menasehati Yamada setelah sekitar 2 jam lalu mandengar tentang apa saja yang dikorbankannya untuk datang menemuiku. Gila! Dia meninggalkan 3 mata pelajaran penting hari itu. Matematika, Kimia, dan Bahasa Inggris. Matematika dan Kimia itu, kalau kau hadir di kelas saja belum tentu yang diajarkan masuk. Bagaimana kalau samapi tidak datang? Bisa semakin kacau nilainya. Lalu bahasa inggris. Ternyata, seorang Yamada Ryosuke yang —katanyapersonil boyband populer itu bahasa inggrisnya berantakan!
Anak itu, Dia memang penuh kejutan!

“Hai! Mirai-chan cerewet juga na…kayak nenekku di kampung.” pemuda itu tersenyum kecil. Membuatku melayangkan tinjuan ringan ke lengannya. Ia tersenyum makin lebar.

‘Sa..aku balik ke sekolah sekarang ne? Mirai-chan apa tidak apa-apa kalau aku pergi?” ekspresi wajahnya berubah jadi memelas. Aku mengangkat alisku.

“apaan sih! Bakka! Sudah pergi sana..nanti semua keburu pulang, kamu belajarnya sama setan!”

“Hiks! Mirai-chan jahat iih… anterin kek…” pemuda itu bangun,sok memasang wajah cemberutnya. Aku tidak kuasa menahan senyum. Kukumpulkan kekuatanku agar bisa bangun dri tempat tidur.
Aah! Bisa! Aku bisa bangun!!

“Kuantar sampai pintu depan saja ya …”

“AAA..tidak usah! Mirai-chan kan lagi sakit…aku hanya bercanda tadi… Mirai-chan tidur lagi saja…”

“jangan...kamu sudah bela-belain datang menjengukku…masa hanya mengantarmu sampai depan aku tidak bisa…”

“tidak usah…kamar Mirai-chan kan di lantai 2. nanti mau naik lagi susah…disini saja ya..aku tidak apa-apa kok turun sendiri…”

“tapi aku mau nganterin kamu…” aku memasang wajah memelas. Tidak apa kan kalau sekali ini kutunjukan sisi manisku padanya?
Pemuda itu tersenyum kecil.

“kalau begitu,, sampai depan pintu kamar saja! Gimana?”

“yaah..kalau sampai situ sih, apanya yang nganterin?”

“Biar cuma sampai situ, tetap judulnya nganterin kan?”
Aku tersenyum kecut.

“Mau nganterin tidak..?”
Yamada sudah berdiri. Aku menarik tangannya.

“Iya..”
Ia tersenyum lagi.
Yamada membantuku berdiri. Dia memapahku. Jantungku berdetak cepat. Yamada Ryosuke ada disampingku, merangkulku! Entah kenapa aku jadi sangat gugup. Kami hampir menjangkau pintu.
Kenapa pintunya dekat sekali?

“Nah! Disini saja! Mirai-chan sekarang tidur lagi ne? istirahat. Biar besok bisa ke sekolah…”

“Un!”
Pemuda itu keluar, lalu menutup pintu.
Aku berputar membelakangi pintu. Wajahku memerah,kembali mengingat kejadian-kejadian 2 jam yang lalu. Yamada Ryosuke yang baru kukenal 2 hari karena tingkahnya yang abnormal kembali membuatku tercengang. Tiba-tiba datang menjengukku dan membuatku merasa sangat senang. Sungguh, ketika bersamanya aku tidak sedetikpun berpikir tentang sakitku. Dia membuatku kesal, marah, juga tertawa, membuatku…ingin terus disampingnya.
Aku tersenyum kecil memikirkan wajahYamada tadi. Manis…

DEG!

Kepalaku sakit, pandanganku mengabur.

“kaa-chan…”

Aku jatuh, dan semuanya menjadi gelap.

******

Sabtu, 15 Januari 2011

My Runaway Love


Tittle : My Runaway love
Genre: Romance,, fluff
Cast  : Chinen Yuri, Kawashima Umika(MikaChii). YamaShii dan Yuto-suzuka cuma figuran
Discl : Saya memiliki YamaChiiMa dalam mimpi...LOL


MY RUNAWAY LOVE

Gadis itu mendekat. Membuat eksistensi yang didatanginya sedikit gugup. Dengan sekuat tenaga ditahan raut wajahnya agar tidak berubah, mengingat dia baru saja mempelajari sesuatu yang -baginya- amat sangat penting. Sementara ia berjuang dengan pikirannya, gadis itu sudah sampai, tepat di depan mejanya.

“Chii-chan, sebentar ke— “

“Maaf. Aku nggak punya waktu…” Jawabnya dingin lalu berjalan pergi sebelum si gadis selesai dengan kalimatnya. Mata gadis itu menyipit mengikuti gerakan pemuda yang dipanggilnya Chii-chan tadi, menjauh.

Ada apa dengan anak itu? batinnya.

*****
Flashback::

“ne, Yama-chan…kau bisa bantu aku kan?? Ayolaah…!!” Chinen Yuri disana, berdiri sambil menarik-narik lengan seragam sahabatnya, Yamada Ryosuke. Sementara Yamada sendiri hanya bisa menggelengkan kepala, memandang sahabatnya heran.

“ayolah yama-chan…Cuma kau yang bisa membantu Chii…” Yuto Nakajima ikut-ikutan menarik lengan baju Yamada. Sementara yang jadi objek tarikan hanya bisa meringis kesal.

Ada apa sih dengan kalian berdua?mengajari Chii menjadi Ryu Amakusa? Supaya apa, hah?” Frustrasi, Yamada akhirnya bersuara. Sukses membuat Chinen dan Yuto diam. Namun beberapa detik kemudian, Chinen sudah mengambil tempat tepat di sebelahnya.

“begini loh, Yama-chaan—…”

End of flashback

*****
“Hee??? Jadi dingin? Maksudnya gimana siih?” Shida Mirai memandangi teman semejanya tidak percaya. Kawashima Umika -yang tadi baru saja selesai curhat-curhatan heboh dengan Mirai- menyandarkan dagunya ke meja. Jelas sekali dia terlihat begitu kesal. Di belakang mereka, Ohgo suzuka yang dari tadi sibuk menyalin PR Mirai akhirnya menghentikan aktivitas, ingin lebih tenggelam dalam pembicaraan 2 sahabatnya itu.

“Maksudnya Chinen jadi dingin itu, apa karena dia nggak mau lagi ngomong sama kamu? Atau mungkin menghindar?” suara Ohgo suzuka kemudian terdengar, diikuti gerakan tangannya yang menyodorkan buku PR fisika kearah Mirai, sembari memberi kode ‘terima kasih’ dengan tundukan kepalanya. Umika mengangguk cepat, menyadari kalau masalah seperti ini, Suzuka lah yang biasanya pintar dalam mencari solusi. Pikirannya kembali melayang, menyayangkan kenapa sahabatnya yang pintar ini bisa ‘jatuh’ ke pelukan Nakajima Yuto yang tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan penghuni RSJ.
Matanya lalu beralih ke Mirai yang sepertinya juga sedang berpikir keras. Gadis itu tersenyum kecil, memikirkan betapa beruntung sahabatnya itu, bisa pacaran dengan si Yamada Ryosuke yang berlabel ‘The Most Popular Boy’ dan ‘The Most Wanted Boyfriend’ di sekolah. Apalagi dengan cerita perjalanan cinta mereka yang-menurutnya-sangat indah. Bertemu dalam satu dorama saat kelas 2 SMP, beda sekolah, lalu akhirnya bertemu lagi di SMU, menjadi classmate dan akhirnya pacaran. Sungguh indah bukan?
Pikirannya kembali teralih, menyadari dirinya sendiri.
Bagaimana dengannya?
Sudahkah dia menemukan seseorang seperti Suzuka dan Mirai?
Sudah kok…
Tentu saja! Chinen Yuri, pemuda mungil yang cuma lebih tinggi beberapa senti darinya itu. Yang pertama kali mengajaknya bicara saat nama mereka dicatat sebagai siswa sekelas. Yang setiap hari selalu diajaknya untuk makan di kantin saat istirahat atau ke KFC depan stasiun sepulang sekolah. Tapi yang juga sering membuatnya mengigit bantal kesal, karena tak juga ‘menembaknya’.
Chinen Yuri, kenapa lama sekali?
Kalau dibandingkan dengan Suzuka dan Yuto yang sudah pacaran hampir setahun, lalu Mirai dan Yamada yang sudah menjelang 7 bulan, ia sama sekali belum apa-apa.
Masih hijau istilahnya…
Mau menunggu? Tapi sampai kapan?
Chinen Yuri itu, siapa yang tahu apa yang ada di dalam kepalanya?
Lalu kenapa bukan Umika yang menyatakan cinta lebih dulu?
TIDAK! Menyatakan cinta lebih dulu haram hukumnya. Bukan buat dia saja, Suzuka dan Mirai juga. Meskipun sekarang sudah jamannya emansipasi wanita, tapi menyatakan cinta kepada cowok? Jelas tidak mungkin. Suzuka sih enak, meskipun rada-rada autis, tapi Yuto Nakajima itu berani. Tanpa pikir panjang langsung saja nembak. Lalu Mirai, ditembak sama cowok idola satu sekolah tentu saja jadi kebanggan tersendiri baginya. Kalau ditanya siapa yang nembak duluan, Mirai akan dengan bangga menjawab “Yama-chan looh….Yama-chan”dengan sengiran super lebar.
Terus Umika? Tinggal menunggu Chinen Yuri bergerak.  
Tapi mau menunggu sampai kapan?
Gadis itu menghela nafas panjang.

*****
Chinen Yuri memandang ke ruang kelas sedih. Jujur, dadanya sesak mengingat apa yang baru saja dilakukannya pada Umika.

“Maaf. Aku nggak punya waktu…”

Bodoh!

Ingin segera ia berlari ke dalam, memeluk gadis itu, dan mengucapakan beribu kata maaf. Tapi kakinya tidak mau bergerak, hatinya sudah teguh mau melakukan hal’itu’. toh semuanya demi kebaikan Umika juga.
Nakajima Yuto dan Yamada Ryosuke yang tiba-tiba lewat berhenti, menatap prihatin ke arah sahabatnya yang sedang galau tadi juga 3 gadis di dalam kelas bergantian.

“ne, Chii…kalau sulit, hentikan saja…” Yamada menepuk pundak Chinen pelan. Yuto ikut mengangguk, menyetujui kata-katanya. Chinen berbalik, tersenyum, namun sedikit pahit.

“daijoubu…lagi pula semua ini kulakukan untuk Umika…”
Detik berikutnya, yang terdengar hanya helaan nafas dari 2 eksistensi yang baru tiba tadi.

*****
Umika tidak mau tinggal diam. Setelah kemarin telak 2 kali —kali kedua Chinen bersikap dingin adalah dengan tidak menunggu Umika agar pulang bersama— dicueki Chinen, gadis itu jadi hilang kesabaran. Penasaran, jengkel, kesal, bingung, banyak sekali pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Membuatnya hilang kendali sampai-sampai berasumsi yang aneh-aneh seperti Kepala Chinen terbentur mungkin, atau Chinen sebenarnya sakit dan menjauhi umika agar gadis itu tidak sedih jika dia mati, atau karena mungkin ia sudah menemukan gadis lain yang sungguh-sungguh telah menggenggam hatinya. Untuk yang terakhir itu, jangan deh. Umika bisa benar-benar gila kalau sampai Chinen meninggalkannya untuk gadis lain.
Matanya menangkap sosok yang jadi objek pikirannya dari tadi. Dia disana, duduk sendiri dan sepertinya sedang sibuk dengan tugas matematika. Gadis itu enggan mengganggunya. Tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi dia akan minta bisa minta penjelasan?
Kakinya bergerak maju, mendekati meja si pemuda.

“Chii! Kena—“

“BERISIK!”

“Eh?!” Gadis itu langsung beku. Kaget. Tadi itu Chinen Yuri membentaknya ya? MEMBENTAKNYA?! Kok bisa??? Cowok yang sejak 2 tahun lalu sampai 2 hari lalu —hanya sampai 2 hari lalu karena kemarin chinen juga bersikap aneh— selalu tersenyum manis dan tidak pernah marah apalagi bicara kasar kepadanya, tadi tiba-tiba  saja MEMBENTAKNYA???
Tersinggung akut, Umika berlari keluar kelas. Chinen sebenarnya sudah berdiri dan siap mengejar, tapi tiba-tiba saja terduduk kembali, mengingat rencananya beberapa hari lalu bisa saja gagal. Dipaksakannya kakinya untuk tetap statis meskipun dadanya luar biasa sesak melihat wajah hampir menangis Umika tadi.

*****
“Hiks…aku nggak tahu harus ngapain lagi! Chinen benar-benar aneh! Aku benci dia…” Umika menagis sesegukan di bahu Mirai. Mirai mengelus-elus punggungnya sementara Suzuka memilih mengelus rambutnya.
“mungkin dia terganggu…kan kamu negurnya waktu dia lagi ngerjain tugas…” Suzuka bersuara. Mirai mengangguk pelan, setuju dengan pendapatnya.

“tapi sampai membentakku? Chii nggak pernah membentakku sebelumnya…”
Mirai kembali mengangguk setuju. Begitu pula Suzuka. Keduanya jelas merasa aneh dengan perubahan perilaku Chinen. Mendengar cerita Umika tadi, Jelas sangat luar biasa ajaib Chinen sampai bisa membentaknya.
Tapi, kenapa?

Pasti telah terjadi sesuatu…

“Udahan dong nangisnya Umika-chaan…nanti aku coba Tanya Yama-chan deh, si Chinen kenapa…” tidak tega melihat sahabatnya masih saja menangis, Mirai berusaha membujuk. Dalam hati dia sedikit kesal, kenapa ide ini tidak datang dari kemarin saja? Sia-sia sekali dia memiliki pacar yang notabene adalah teman dekat si Chinen tapi tak bisa mencari tahu apa-apa.   

“un! Nanti aku akan tanya Yuto juga…” suzuka ikut-ikutan. Dalam hatinya, ia juga berpikiran sama seperti Mirai. Sia-sia kan punya pacar sahabat dekat Chinen kalau tidak dimanfaatkan?

*****
“HEEEEEH?!  MENGAJARI CHINEN JADI RYU AMAKUSA?! ARGGH! BAKA!!”

“BRUKK!”
teriakan Mirai terdengar diikuti bunyi gebukan yang -cukup- dasyat.

“ITTAI…!!” Kali ini Yamada Ryosuke yang berteriak, setelah kepalanya sukses kena geplakan tas Mirai. Tangannya terangkat, mengelus-elus organ yang teraniaiya tadi.
“Memangnya kenapa sih?!” tidak bisa marah, pemuda itu bersuara pelan. Mirai menatapnya kesal.

“Kamu nggak lihat?! Si Chinen jadi aneh begitu! Masa tadi Umika bisa dibentak? Kalian sudah gila ya?!” Tangan Mirai sudah siap melayangkan tasnya untuk yang kedua kali, namun dengan cepat ditahan Yamada.

“Umika dibentak?” tanyanya tidak percaya. Mirai jelas mengangguk.
“Kok bisa? Chinen mikir apa sih?”

*****
“AHH…SUZUKA, HENTIKAN!! ITTAI! ITTAI!”  Nakajima Yuto berteriak keras. Sukses membuat eksistensi yang dari tadi sudah melakukan penganiayaan kepadanya berhenti bergerak. Tangannya sudah capek melayangkan bertubi-tubi geplakan tas ke punggung pemuda yang berstatus pacarnya itu.
Melihat suzuka sudah kelihatan lelah memukulinya, Yuto kembali berbicara.

“Kenapa sih kalau kami bantuin Chinen biar jadi dingin? Kan bagus juga buat Umika…” ujarnya sambil mengelus-elus punggung. Sumpah, sakit sekali.

“Bagus?! “ sempat ternganga beberapa detik mendengar perkataan Yuto, tangan Suzuka kembali gatal untuk sekedar melemparkan tasnya lagi ke punggung pemuda itu.
Melihat gelagat Suzuka, Yuto buru-buru menahan tangannya.

“sabar..sabar…kau tenang dulu Suzuka…” Wajahnya jelas pucat. Baru kali ini dia melihat Suzuka sebegitu marahnya. Kalau tadi tidak ditahan, bisa-bisa dirinya akan berlabuh di ruang ICU rumah sakit. Setelah menghabiskan beberapa detik menenangkan hati, Suzuka kembali menatap heran pacarnya.

“Yang kalian rencanakan itu apa sih?! Buat apa juga Chinen jadi dingin gitu? Mau main dorama, iya?!” Suzuka bertanya pelan. Berpikir, memakai kekerasan pada Yuto juga percuma, mengingat pemuda itu memang rada-rada autis. Yuto sendiri masih saja memegang punggungnya, mencoba melindungi organ berharganya itu, kalau-kalau penganiayaan tadi ada season duanya.

“Loh, biar Umika jadi naksir Chii laah…Suzuka honey masa nggak mikir sampe situ sih…cewek-cewek kan senang cowok cool. Iya kan? Makanya Suzuka-chan naksir aku. Soalnya aku cool! “

Suzuka mengangkat alisnya —

—dan bunyi tas yang membentur punggung kembali terdengar.

*****
Umika stres. Frustrasi, galau, kacau, atau apalah kalian menyebutnya. Yang jelas saat ini dia tidak bisa berpikir jernih. Bayangan kejadian tadi siang terus menghantui pikirannya.

“Chii! Kena—“

“BERISIK!”

Kok bisa ya? kok bisa Chinen Yuri membentaknya?! Padahal pemuda maha manis itu selalu baik, selalu tersenyum ramah, selalu mencubit pipi Umika gemas kalau dia sedang senang, tapi kok bisa?!
Pasti telah terjadi sesuatu…

 Tentu! Pasti telah terjadi sesuatu. Tidak mungkin Chinen yang biasanya super nice and warm bisa tiba-tiba saja jadi pangeran es.
 Lalu, apa yang terjadi?
Apa mungkin Chinen punya masalah?
Mungkinkah?

Benar! Chinen pasti punya masalah yang benar-benar menggangu pikirannya. Mungkin saja dia jadi stress dan bersikap seperti ini nih… Umika menerawang. Tersenyum kecil karena mengira semua keanehan Chinen memang bukan karenanya, gadis itu segera bergerak, mengambil handphone yang terletak dimeja. Matanya menelusuri daftar kontak dan—

—dapat!

Sembari menempelkan handphonenya ke telinga, gadis itu berpikir cepat. Dia harus tahu, apa masalah Chinen sebenarnya.

clik!
“Moshi-moshi…” terdengar suara. Pemuda itu sudah mengangkatnya.

“Moshi-moshi Chii-chan. Maaf mengganggu. Aku mau—“

“Umika-chan, kau tahu ini jam berapa?”

“Ehh?!” Umika melihat jam tangannya. “Jam setengah Sembilan.”

“aku sedang belajar sekarang.”

“Ahh, maaf. Apa aku mengganggumu…?”

“Itu, kau tahu.”

“……………”

“Sudah ya.”
Clik!
Sambungan diputus. Chinen Yuri menutup handphonenya.
Umika terbelalak. Syok! Sangat syok! Sedikit lemas, gadis itu langsung terhuyung ke tempat tidur.
Kok bisa yah?!
Kesal pangkat sepuluh, gadis itu lalu bangun. Mencuci mukanya di kamar mandi. Sambil melihat kaca, ia tesenyum kejam.

“Kau mau seperti ini Chinen Yuri? hah! Aku juga bisa!”

*****
Gadis itu memasuki kelas dengan wajah mantap. Aura keangkuhan terpancar di wajahnya, membuat beberapa penghuni kelas bergidik heran. Termasuk Chinen Yuri. Sempat ternganga beberapa detik, pemuda itu lalu sadar. Pulpen yang dipegangnya tidak sengaja mencoret buku PRnya. Dia butuh alat yang bisa menghapus coretan itu. Type-ex. Dan hanya ada satu orang yang punya type-ex di kelas mereka.
Gadis tadi.
Umika.
Sedikit senang bisa punya kesempatan untuk mendekati umika tanpa harus menghancurkan rencananya, pemuda itu melangkah. Mendekati meja si pemilik type-ex.

“Umika-chan.” Ujarnya masih saja dingin. Wajahnya juga masih datar, meskipun sesungguhnya pemuda itu sedang luar biasa berusaha menahan gerakan bibirnya untuk tidak menyunggingkan senyum. Umika menoleh.

Ada yang bisa kubantu, Chinen-san?”
Pemuda itu membeku. Sama persis seperti yang terjadi pada si gadis ketika ia pertama kali bicara kasar padanya. Kaget, heran, tidak percaya.
Gadis itu tidak pernah memanggilnya Chinen-san. Sekalipun tidak pernah. Bahkan ketika mereka pertama kali bertemu, Umika sudah langsung memanggilnya Chii-chan. Dan sekarang, Chinen-san?

“Umika, kau kenapa?” tanpa basa-basi, tanpa memperlambat waktu, Chinen Yuri langsung menyerang Umika. Dia harus tahu, kenapa sampai Umika memanggilnya dengan sebegitu formal. Sementara Umika sendiri tidak terlihat kaget. Gadis itu sudah menduga sebelumnya, reaksi Chinen akan seperti ini. ia tersenyum kecil.

“memangnya kenapa? Aku mengganggumu? “

“Kau mengerti maksudku, Umika.”

“Chinen-san, kalau kau kemari hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting seperti tadi, lebih baik kembalilah ke kursimu…kau sangat menggangguku.”

Chinen telak ternganga. Sumpah. Ia sama sekali tidak pernah berpikir umika akan sampai mengatakan hal seperti itu. Terlalu ajaib.
Sementara Umika juga kaget mendengar kata-katanya sendiri. Ia tidak pernah sampai kepikiran akan mengeluarkan kata-kata seperti tadi.
Keduanya semakin sulit mengendalikan diri.  Membisu selama beberapa detik, mereka terus berpikir.
Sampai akirnya, Chinen kehilangan akal sehatnya.

“Masalahmu apa sih?” serunya pelan. Dingin dan menusuk. Umika memandang Yuri tajam. Gadis itu juga mulai kesulitan mengendalikan emosinya.

“Masalahku apa? KAU TANYA MASALAHKU APA?! MASALAHKU ITU KAU! KAU CHINEN YURI! AKU BENCI KAU DAN SEMUA SIKAP DINGINMU YANG BODOH ITU!! “ Puas membentak Chinen, Umika lalu berlari keluar. Berpasang-pasang mata yang tadi tidak begitu memperhatikan, sekarang terarah sempurna ke sumber teriakan tadi. Yang tertinggal hanya Chinen, sehingga tak ayal lagi, wajah manis pemuda itu menjadi sasaran tatapan belasan pasang mata.
Chinen hanya tertunduk. Sedikit menyesal dengan apa yang tadi dilakukannya. Tapi sekarang pikirannya sedang blank. Tak tahu apa yang harus dilakukan.

“Chii! kejar dia laah!” Nakajima Yuto tiba-tiba muncul dari balik pintu bersama Suzuka.
Dibelakang mereka ada Mirai.

“Kau akan membuat Umika makin benci padamu jika kau masih berlama-lama disini..” sambung Yamada tiba-tiba, berdiri di samping Mirai. Ternyata, pemuda itu sudah disana dari tadi. Hanya saja, tertutup tubuh menjulang Yuto.
Chinen Yuri terdiam sejenak, kemudian tersenyum manis.

“arigatou!” ujarnya, lalu berlari pergi, meninggalkan Yuto, Suzuka, Yamada, dan Mirai yang—

—yang kemudian mengikutinya diam-diam.

*****
Umika masih menangis. Telak tersinggung dengan kata-kata Chinen tadi.

“Masalahmu apa sih?”

Masalahku apa? KAU TANYA MASALAHKU APA?! MASALAHKU ITU KAU! KAU CHINEN YURI! AKU BENCI KAU DAN SEMUA SIKAP DINGINMU YANG BODOH ITU!! “

“Chinen bodoh!” gadis itu berbisik, merutuki tingkah Chinen tadi. Walau dia sendiri juga merasa bersalah dengan apa yang dikatakannya.
Dia memang salah, tapi Chinen yang paling salah…

Seseorang memeluknya dari belakang.

“DAISUKI!” teriak orang itu. Umika sontak menoleh. Itu—

“Chinen?”

“Panggil aku Chii-chan lagi!” nadanya absolut.
Umika terdiam. Kaget. Tapi kenapa sekarang? Kenapa setelah terlalu banyak keanehan sebelumnya?

“Kenapa?” ujar gadis itu pelan. Dia memang sangat mendambakan saat seperti ini. tapi, dia harus tahu sesuatu.

Chinen mengerti betul pertanyaan Umika. Wajahnya memerah.

“Soalnya Umika-chan kan mau punya pacar yang cool…” jawabnya malu-malu. Dan entah untuk yang keberapa kalinya, Umika dibuat ternganga.

“Dapat pikiran bodoh dari mana kamu???” teriaknya kesal. Chinen memandangnya takut-takut.

“Kan Umika sendiri yang yang bilang…”

“kapan???”

“yang waktu—“
______________________________________
Flashback:

“Aku  sudah pacaran sama Yamada Ryosuke!” Shida Mirai tersipu-sipu,bercerita pada 2 temannya, Suzuka dan Mirai. Berhasil membuat keduanya syok.

“Yamada Ryosuke?! Si Ryuu Amakusa itu kan? Waah asyik banget punya cowok cool kayak gitu…” Umika menanggapi.

“sou..Umika juga pengen punya pacar yang dingin?” Suzuka ikut bicara. Bertanya, lebih tepatnya. Umika hanya tersenyum kecil.

“Maunya sih…”
______________________________________

kan?” Chinen Yuri menyelesaikan ceritanya. Membuat Umika terdiam sejenak, lalu menarik nafas panjang.

“Chii-chan bodoh!! Kau nggak dengar selanjutnya sih!!”

“Ehh, selanjutnya?”
______________________________________

“sou..Umika juga pengen punya pacar yang dingin” Suzuka ikut bicara. Bertanya, lebih tepatnya. Umika hanya tersenyum kecil.

“Maunya sih” jeda sejenak, gadis itu lalu tersipu malu.

Tapi, Aku lebih suka Chinen yang lembut dan manis…”
______________________________________
“EHH???Umika-chan juga bilang gitu??” Chinen terbelalak. Kaget, syok, dan tentu saja menyesal. Jadi selama ini untuk apa dia membuat Umika nyaris saja membencinya dengan bersikap dingin?  
Pemuda itu menghela nafas. Merasa kalah dan, bodoh. Tapi beberapa detik kemudian, sirkuit otaknya kembali berfungsi. Sangat cepat, mengingat kata-kata umika tadi.

Tapi, Aku lebih suka Chinen yang lembut dan manis…”

“Umika-chan…”

“Hn?”

“Jadi ?”

“Jadi apa?”

Alisnya bertaut. Chinen jelas bingung dengan jawaban yang lebih ke pertanyaan balik tadi. Pemuda itu memasang wajah cemberutnya. Mambuat Umika mau tidak mau tertawa kecil.

“Chii-chan, kau marah?”

“sudah tahu, masih nanya.”

“Ohh…ya sudah. Aku pergi deh…” Umika sudah siap melangkah, namun dengan cepat tangannya ditangkap.

“daisuki! “ Wajah pemuda tadi memerah. Membuat Umika jadi ingin lebih mengerjainya.

“apaaa? Aku nggak dengar?”

“Daisuki”

“apaaa?’

Chinen Yuri menarik tangan Umika, membuat gadis itu jatuh ke pelukannya. Wajahnya mendekat, bibir mereka bertemu.

“Daisuki! Sudah dengar kan?” bisikan lembut Chinen Yuri sampai sempurna di telinga Kawashima Umika, membuat gadis itu mengangguk.

‘Un! Atashi mo…”

Keduanya tersenyum.

Bibir mereka kembali bertemu.
*****
Sementara, beberapa meter di belakang mereka, 4 pasang mata yang dari tadi asyik mengintai terbelalak. Kaget dengan tingkah 2 eksistensi yang baru saja menciptakan love scene tadi. Wajah mereka memerah.

“Chii hebat ya…” Nakajima Yuto duluan bersuara, membuat eksistensi berjenis kelamin sama disampingnya mengangguk. Sementara kekasih masing-masing masih membeku. Masih syok.

Terdiam beberapa lama, 4 pasang mata itu lalu saling memandang.

Senyuman lebar terulas.

Syukurlah…

~ fin ~

In My 17 Years Old


Tittle : In My 17 Years Old
Genre: Angst, family
Cast  :  Yamada Ryosuke,, Ayuzawa Yuki (OC),, Minami Megumi( Nyolong dari Tantei gakuen Q),, yang lainnya Cuma figuran ..^^
Discl : Yama-chan punya saya!! PUNYAA SAYAAA!! *Digorok massa*
Ffic ini terinspirasi dari video clip na Nidji yang ….*saya lupa judulnya* …. kalo pernah nonton, pasti tau >_<
Sou, inilah versi saya..
dozou…


IN MY 17 YEARS OLD

Part 1
Yamada Ryosuke diam. Menunggu eksistensi di depannya memulai pembicaraan. Perasaanya tidak enak. Dia tahu, sesuatu telah terjadi.

Ayuzawa Yuki tersadar. Dia punya maksud memanggil pamuda itu ke sini. Ia harus mengatakannya. Meskipun tidak bisa ia bayangkan bagaimana reaksi eksistensi dihadapannya itu jika ia bicara.

Bahunya bergetar, hampir menangis.
Ryosuke maju. Ingin menyentuh pundaknya

“Yuki-chan…?”.

“Aku hamil.”

Langkahnya terhenti. Membeku.
Terdengar isakan pelan. Gadis itu tidak bisa menahan air matanya lagi. Kepalanya masih saja tertunduk, menyesali.

Ryosuke kembali melangkah, merangkuh tubuh mungil Yuki kedalam pelukannya. Mendekapnya kuat.

“Aku tidak tahu..apa yang harus kulakukan, Ryo-kun…aku takut…” tangisannya bertambah keras. Ryosuke sendiri semakin mempererat pelukannya. Mencoba menyerap semua rasa sesak gadis itu. Meskipun pikirannya sendiri kacau, merutuki tindakan bodoh yang pernah ia lakukan dulu.

“ssh…daijobu…kau jangan takut, aku pasti akan bertanggung jawab…” Berusaha menenangkan, pemuda itu mengelus lembut puncak kepala gadisnya. Ia sadar, semua memang kesalahannya. Semua karena mereka dengan begitu mudah melakukannya, tanpa sedikitpun sadar, hal itu pasti berakibat fatal.  

“Tapi bagaimana dengan orang tua kita…?”
Ryosuke kembali terdiam. Beberapa detik.

“Kita akan menghadapi mereka…”

*****
“APA MAKSUDMU ?!” Ayuzawa Takehiko terhenyak. Kaget, Marah. Sorot matanya tajam, seperti ingin menelan bulat-bulat 2 eksistensi muda didepannya. Kedua remaja itu masih tertunduk. Jelas terlihat mereka sangat menyesal. Tapi, semua sudah terjadi, dan mereka harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah mereka lakukan. 
Yamada Ryosuke mengangkat wajahnya. Telak menatap mata berimaji api milik Ayuzawa takehiko, — atau sebut saja ayah Yuki—. Pemuda itu takut, jelas. Tapi Dia tidak boleh bersikap pengecut saat ini.

“saya akan bertanggung jawab paman. Izinkan saya menikah dengan Yuki…” ujarnya pelan, tapi mantap. Ayah Yuki menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian tiba-tiba saja menarik kerah baju pemuda itu dan meninju pipinya. Ryosuke terlempar ke sisi sofa. Takehiko kembali menariknya agar bangun.

“AYAH!!!”

“ KAU TAHU APA TENTANG MENIKAH, HAH?! KALIAN MASIH BODOH! UMUR KALAN BARU TUJUH BELAS TAHUN! KAU KIRA BERUMAH TANGGA ITU MUDAH?? KAU PIKIR KAU BISA MENGHIDUPI PUTRIKU?!” Kepalan tangan Takehiko kembali mendarat keras di wajah Ryosuke. Membuat pemuda itu kembali roboh. Belum puas, ditendangnya lagi tubuh yang sudah kesakitan di lantai itu berkali-kali.

“AYAH HENTIKAN! AKU MOHON, AYAH!! HENTIKAN!! HENTIKAN!!!” Yuki memeluk kaki ayahnya. Membuat Pria itu sulit bergerak, sehingga tidak lagi melayangkan tendangan keras ke punggung Ryosuke. Ryosuke sendiri sudah terbaring lemah, tubuhnya sangat kesakitan, menerima bertubi-tubi pukulan dan tendangan ayah pacarnya tadi.
Takehiko akhirnya berhenti. Ia melepaskan rangkulan tangan Yuki di kakinya paksa, lalu menjauh beberapa meter dari tubuh Ryosuke.
Ibu Yuki yang dari tadi tidak bia berkata apa-apa karena masih syok dengan berita tentang putrinya itu mendekati Takehiko, mencoba menenangkan suaminya itu.
Takehiko masih diam.

Beberapa detik.

“Gugurkan anak itu…”

“tapi Ayah!”

“Kalau tidak, Pergi dari rumah ini…”

*****
“Jadi maksudmu, Yuki hamil sekarang?” Chinen Yuri memijat pelipisnya, lalu kembali memandangi Ryosuke lemah. Pemuda itu mengangguk.

“Kalian mikir apa sih? Kok sampai bisa melakukannya. Kalian masih SMU! Kelas 2!”  nadanya berganti. Kali ini, lebih tepat bila dibilang marah. Hotaru itou, pacaranya hanya bisa mengelus punggung pemuda itu pelan. Gadis itu tidak setuju jika Chinen memakai emosi saat membantu sahabatnya. 

Ryosuke menunduk. Dia tahu, dia salah. Sungguh dia tidak ingin membuat Yuki menderita dalam keadaan seperti ini. Dia mencintai gadis itu, lebih dari apapun. Dan dia akan tetap menjaganya, meskipaun banyak halangan, bahkan halangan sebesar ini.

Hotaru memutar bola matanya, memandang Ryosuke sekarang.

“Yuki dimana sekarang? “ tanyanya.

“Dia dirumahnya. Tapi aku harus segera membawanya pergi. Ayahnya bisa membunuh anak kami…” Ryosuke membalas pelan. Namun jelas terdengar kekhawatiran dari nada bicaranya. Pemuda itu tahu, Ayah Yuki nekat. Jika bukan bayi mereka yang digugurkan paksa, mungkin dia yang akan dibunuh.

Hotaru mengangguk, mengerti. Tapi kemudian sesuatu terbesit di benaknya.

Ryosuke lupa ibunya.

“Lalu bagaimana dengan ibumu?”

******
“EH?? PACARMU HAMIL??!” Yamada Akihi, Wanita berumur 40 tahunan itu berteriak. Matanya menatap putra semata wayangnya tidak percaya. Sementara yang jadi objek tatapan hanya mengangguk mengiyakan. Tanpa ekspresi apapun.

“bagaimana kalau ka— “

“Aku akan menikah dengan Yuki. Aku mau tanggung jawab!” Ryosuke memotong pembicaraan ibunya. Ia tahu, apa yang wanita itu pikirkan.

“Ibu tidak mengijinkanmu menikah. Kau masih 17 tahun Ryosuke! Jangan bodoh!” Akihi masih bersih keras.

“tapi Yuki mengandung anaku, bu!”

“IBU TIDAK PEDULI!!” ia berhenti sejenak, mengatur nafasnya.” Ibu akan mengirimmu ke Amerika! “

“IBU!”

“Kau harus mengerti Ryosuke!!”

“ibu yang tidak mengerti! Aku tidak akan meninggalkan Yuki!”

“RYOSUKE! Nakayama! Touichi! tahan Ryosuke”
Ryosuke berlari keluar secepatnya. Namun, 2 satpam keluarga Yamada yang segera tiba setelah dipanggil lebih cekatan. Dengan sigap, mereka menangkap tubuh pemuda 17 tahun itu, menahannya.

“Bawa ke kamarnya!”

“KALIAN, LEPASKAN AKU! HEY! ARGGH! IBU!, APA-APAAN INI?!” Ryosuke memberontak. Namun 2 satpam tadi terlalu kuat. Sulit baginya untuk melawan. Ia diseret ke atas, ke kamarnya.

“Kau akan diam dikamarmu sampai ibu mengirimmu ke Amerika! Jangan bermimpi bisa menghancurkan masa depanmu dengan bertindak bodoh seperti itu!” pintu lalu ditutup. Dikunci.  Berkali-kali ia mengedor-gedor pintu. Bahkan mencoba mendobraknya. Tetap saja. Mau terbuka sedikitpun tidak. Yang ada tangan dan punggungnya lebam-lebam karena terus saja dipaksakan.

Ryosuke frustrasi. Ia hanya terduduk lesu di tempat tidurnya. Bola matanya diputar, memandang ke luar jendela.

Jendela

Tentu saja!

Pemuda itu bergegas bangun. Mengambil sejumlah uang tabungannya, beberapa helai pakaian dan memasukannya ke ransel. Sudah jelas dia akan kabur.

Ryosuke berdiri di balkon, memandang ke bawah.

Tinggi.

Tapi dia harus lompat.

Dan dia pun melompat, akhirnya.

******
Hanphone didekatkan ke telinga. Terdengar jawaban.

“Chii! Aku butuh bantuanmu!”

******
Yuki tertunduk lemas. Seharian ini Ryosuke tidak menghubunginnya. Gadis itu mulai takut, sesuatu mungkin saja terjadi.

Apa Ryosuke meninggalkannya?

Kepalanya digeleng, mencoba menepis pikiran tadi. Dia percaya Ryosuke. Pemuda itu bukan pengecut.

“Tak!”

Yuki memutar bola matanya.

‘Tak! Tak!”

Suara itu, dari jendela.
Ia menatap jam dinding. Jam 10 malam. Siapa yang gila mengetok jendela kamarnya malam-malam begini?

“tak!”

“Yuki-chan, ini aku!”

Ryosuke!
Yuki buru-buru membuka tirai jendela. Benar, Ryosuke. Tapi mau apa ia datang malam-malam? Lalu kenapa pula membawa tas sebesar itu?

“Ryo-kun kena—“

“Kemasi barang-barangmu, kita pergi.”

“EH?” gadis itu mengangkat alisnya. “tapi kenapa ?”

“Ibuku ingin mengirimku ke Amerika. Kita pergi sekarang, sebelum mereka menangkapku. Aku tidak mau meninggalkanmu Yuki-chan…”

“Ryosuke..”

“Cepatlah! Chinen sudah menunggu kita!”

“ahh! Hai!” gadis itu buru-buru membongkar lemarinya. Ryosuke masuk, ikut mencari-cari, barang apa saja yang mungkin bisa mereka bawa.

Mereka tidak tahu.

Seseorang mendekat, menyadari ada keributan tidak wajar di kamar Yuki.

Tangannya menggapai knop pintu, membukanya.

Matanya terbelalak, melihat dalam kamar itu Yuki tidak sendiri.

“KAU…?!”

To be continued